5039-Article Text-19748-1-10-20221210
5039-Article Text-19748-1-10-20221210
5039-Article Text-19748-1-10-20221210
(Sosiawan dkk)
e-mail: [email protected]
(9 pt, Arial)
ABSTRAK
ABSTRACT
109
Jurnal TECHNO-FISH Vol. VI No. 2, Desember 2022, P-ISSN: 2581-1592, E-ISSN: 2581-1665
macrozoobenthos. This research contributes to the study of water quality using the biomass and
macrozoobenthos abundance curve method which has not been widely carried out in the
Thousand Islands region. The follow-up of this research is an effort to increase public
awareness and interested parties in the Thousand Islands to care more about and maintain the
existence of the seagrass ecosystem.
PENDAHULUAN
Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) adalah kawasan konservasi
perairan laut yang memiliki ekosistem khas berupa ekosistem pulau-pulau sangat kecil
dan perairan laut dangkal (BTNKpS, 2019). Dalam aspek ekologis, perairan laut
dangkal berperan sebagai habitat dasar yang memiliki peranan penting dalam
ekosistem laut. Tiga ekosistem utama yang menjadi penyusun ekosistem ini antara
lain: terumbu karang, padang lamun dan mangrove (Rochmady, 2010). Padang lamun
dapat berperan besar dalam empat jasa ekosistem (ekosistem services) yaitu jasa
pendukung, jasa pengaturan, jasa penyediaan dan jasa budaya (Dianovita et al.,
2019). Satu-satunya tumbuhan yang hidup di laut dan tersusun atas konstruksi sejati
berupa akar, rimpang, batang, daun dan bunga adalah lamun. Secara umum habitat
lamun berada di perairan dangkal hingga kedalaman 40 meter. Perairan ini terbagi
dalam tiga zonasi berdasarkan kedalamannya. Daerah dangkal yang terdampak
pasang surut air laut (0–1 m) adalah Zona I. Sedangkan untuk zona II merupakan
daerah pasang surut yang masih dalam kondisi terendam air pada saat air surut ( 1– 5
m). Adapun zona III adalah wilayah yang tidak mendapatkan pengaruh pasang surut
(5– 35 m) (Zurba, 2018).
Makrozoobenthos adalah organisme yang hidup pada jenis substrat lumpur,
kerikil, pasir, maupun sampah organik. Biota ini dapat dijumpai pada perairan laut,
danau, kolam, ataupun sungai. Cara hidup makrozoobenthos antara lain menetap,
melata, menempel, merendam maupun meliang di dasar perairan. Menurut posisi di
dasar perairan makrozoobenthos dikategorikan menjadi dua macam. Yang pertama
yaitu makrozoobenthos infauna, biota ini hidup dengan membenamkan diri dibawah
lumpur atau sedimen. Dan yang kedua adalah makrozoobentos epifauna, biota ini
hidup di atas permukaan substrat. Markozoobenthos dapat bersifat multi peran dalam
ekosistem salah satunya adalah sebagai indikator biologi dengan cara bereaksi
terhadap setiap perubahan lingkungan. Karena sifatnya yang reaktif tersebut
keberadaannya dapat merepresentasikan kualitas suatu perairan (Putro, 2014). Biota
ini merupakan salah satu biota yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Kepulauan
110
Ekosistem Lamun dan Makrozoobenthos.....(Sosiawan dkk)
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-April 2022. Adapun lokasi
penelitian adalah perairan pulau pemukiman yang berada di dalam kawasan Taman
Nasional Kepulauan Seribu: Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau
111
Jurnal TECHNO-FISH Vol. VI No. 2, Desember 2022, P-ISSN: 2581-1592, E-ISSN: 2581-1665
Harapan dan Pulau Kelapa Dua. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel
secara purposive sampling, yang artinya pengambilan sampel di masing – masing
stasiun dapat mewakili lokasi penelitian secara keseluruhan sehingga meminimalisir
terjadinya bias terhadap data yang diperoleh (Sofiana et al., 2016). Semua pulau yang
menjadi lokasi penelitian terdapat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Titik
pengamatan (stasiun), di masing-masing pulau sebanyak dua lokasi, yang pertama
adalah di padang lamun yang terdekat dengan saluran pembuangan IPAL dan yang
kedua adalah lokasi yang jauh dari IPAL. Peta lokasi disajikan pada Gambar 1.
112
Ekosistem Lamun dan Makrozoobenthos.....(Sosiawan dkk)
113
Jurnal TECHNO-FISH Vol. VI No. 2, Desember 2022, P-ISSN: 2581-1592, E-ISSN: 2581-1665
Metode Analisis
Kondisi padang lamun yang diamati dan dinalisis yaitu kerapatan dan tutupan
lamun. Pencatatan persentase tutupan lamun mengacu pada (Rahmawati et al., 2014).
Penghitungan tutupan lamun dalam satu frame kuadrat berdasarkan jumlah dari
seluruh persentase tutupan pada empat frame kuadrat kecil dibagi empat,
sebagaimana persamaan berikut;
………………………(1)
Selanjutnya untuk menghitung rata-rata tutupan lamun per stasiun adalah dengan
persamaan sebagai berikut ;
…………(2)
………………………(3)
114
Ekosistem Lamun dan Makrozoobenthos.....(Sosiawan dkk)
………………………………………(4)
b. Indeks Keanekaragaman
∑ ; …………(5)
c. Indeks Keseragaman
; H max = ln S……………… 6)
115
Jurnal TECHNO-FISH Vol. VI No. 2, Desember 2022, P-ISSN: 2581-1592, E-ISSN: 2581-1665
d. Indeks dominansi
( ) ……………….(7)
a. ……………….(8)
116
Ekosistem Lamun dan Makrozoobenthos.....(Sosiawan dkk)
b. ………………….(9)
c. …….(10)
d. ………. (11)
Keterangan :
( _______ ) : Kelimpahan Species/Species of abundance
( ----------- ) : Biomassa/Biomass
(a) : Kondisi ekosistem tidak terganggu (tidak terganggu)/
Undisturbed (undisturbed) ecosystem condition
(b) : Ekosistem terganggu intensitas sedang (agak
terganggu)/ Moderately disturbed ecosystem (somewhat
disturbed)
(c) : Terindikasi adanya gangguan dan tekanan ekologi
(terganggu)/ Indication of disturbance and ecological
pressure (disturbed)
117
Jurnal TECHNO-FISH Vol. VI No. 2, Desember 2022, P-ISSN: 2581-1592, E-ISSN: 2581-1665
Kondisi lamun pada stasiun pengamatan 1, Pulau Kelapa bagian barat, cukup
baik dimana persentase tutupan lamun sebesar 33,72% dengan dominasi terbanyak
dari jenis Thalassia hemprichii. Sedangkan untuk tutupan lamun di stasiun 2, Pulau
118
Ekosistem Lamun dan Makrozoobenthos.....(Sosiawan dkk)
Kelapa Bagian Timur, lebih lebat jika dibandingkan dengan Pulau Kelapa bagian barat.
Tutupan lamun di lokasi ini sebesar 60,24%. Ekosistem lamun stasiun pengamatan 3,
Pulau Kelapa Dua bagian timur, memiliki tutupan dengan nilai rata-rata sebesar
13,45% atau termasuk dalam kategori rendah/jarang dengan nilai standar deviasi 9,20.
Sedangkan pada stasiun pengamatan 4, Pulau Kelapa Dua, bagian persentase
tutupan lamun di sebesar 46,30% dengan standar deviasi 4,88. Stasiun pengamatan 5,
Pulau Harapan bagian utara, termasuk dalam kategori sedang, yakni tutupan sebesar
48,52% dengan standar deviasi sebesar 5,68. Di lokasi ini jenis yang paling
mendominasi adalah Thallassia hemprichii. Untuk stasiun 6, sebelah selatan Pulau
Harapan, lebih baik jika dibandingkan dengan yang di sebelah utara. Tutupan lamun di
lokasi ini pada kisaran 57,7% dengan standar deviasi 12,7.
Kerapatan lamun
Kerapatan lamun merupakan banyaknya jenis individu lamun yang dapat
dijumpai atau ditemukan dalam satu plot pengamatan (Feryatun, 2012). Berdasarkan
hasil penghitungan jumah tegakan individu lamun di sepuluh stasiun dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Kerapatan jenis lamun di sepuluh stasiun pengamatan
Table 7. Density of seagrass species in ten observation stations
Nilai Rata rata
Kerapatan
tiap Jenis
Jenis (Ind/m2)/
Kerapatan Lamun (Ind/m2)/Seagrass density (Ind/m2)
No /Typ Average
e density value
of each type
(Ind/m2)
St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 St.8 St.9 St.10
1 Ea 66.3 5,56 2,42 24,8 35,2 21,87 2,67 15,88
2 Th 414,6 29,11 110,18 128,97 342 401 99,73 64,3 70,67 130 177,26
3 Cs 6,91 5,33 48 10,42 4,48 22,67 9,78
4 Cr 10,67 118,22 24,48 182,3 89,58 154,55 14,4 59,42
5 Ho 100,5 12,44 15,03 152 8,61 65,7 28,5 38,28
6 Si 15,6 2,06 137,94 10,7 16,63
7 Hu 139,36 20,73 16,03
8 Hm 2,06 0,21
Jumlah 614,58 304,89 157,08 674,42 432,61 625,73 147,2 99,5 92,54 186,27
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa jenis Thalassia hemprichii ditemukan di semua
stasiun pengamatan dan memiliki nilai rata-rata kerapatan jenis paling tinggi
dibandingkan yang lain sebesar 17,26 ind/m2. Kerapatan jenis tertinggi ke dua adalah
119
Jurnal TECHNO-FISH Vol. VI No. 2, Desember 2022, P-ISSN: 2581-1592, E-ISSN: 2581-1665
jenis Cymodocea rotundata dengan nilai kerapatan sebesar 59,42 ind/m2. Dari Tabel 7
juga dapat dilihat tingkat kerapatan individu lamun di semua stasiun pengamatan.
Kerapatan lamun tertinggi dijumpai di stasiun pengamatan 4 dengan kerapatan individu
lamun sebesar 674,42 ind/m2 dan stasiun pengamatan 6 sebesar 625,73 ind/m2.
Sedangkan stasiun pengamatan dengan kerapatan lamun paling rendah berada di
stasiun 9 dengan kerapatan lamun hanya 92,54 ind/m2. Kerapatan lamun di suatu
lokasi sangat erat kaitannya dengan kondisi perairan baik jenis substrat maupun faktor
fisika-kimianya (Rambe, 2018). Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh
(Kiswara, 2010) bahwa tingkat kerapatan lamun sangat dipengaruhi oleh faktor tempat
tumbuh dari lamun tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan jenis
lamun di antaranya adalah kedalaman, kecerahan, arus air dan tipe substrat. Nilai rata-
rata kerapatan tiap jenis lamun dapat dilihat pada Gambar 4.
180
160
kerapatan ind/m2
140
120
100
80
60
40
20
0
Ea Th Cs Cr Ho Si Hu Hm
Jenis lamun
120
Ekosistem Lamun dan Makrozoobenthos.....(Sosiawan dkk)
121
Jurnal TECHNO-FISH Vol. VI No. 2, Desember 2022, P-ISSN: 2581-1592, E-ISSN: 2581-1665
6,00 5,64
0,00
St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 St.8 St.9 St.10
Stasiun Pengamatan
122
Ekosistem Lamun dan Makrozoobenthos.....(Sosiawan dkk)
diasumsikan didominasi oleh spesies yang cenderung mampu mengikuti pola k-strategi
(pertumbuhan lambat, ukuran besar dan adaptasi rendah), sehingga biomassa
populasi akan lebih besar daripada kelimpahan populasi. Apabila terjadi gangguan
ekologi akan menyebabkan peningkatkan dominansi oleh spesies yang cenderung
mampu mengikuti r-strategi (pertumbuhan cepat, ukuran kecil, oportunis, adaptasi
tinggi). Sehingga yang terjadi adalah biomassa populasi akan lebih kecil daripada
kelimpahan populasi. Pembuatan kurva ABC dengan menggunakan software R studio.
Nilai W dalam kurva merupakan nilai analisis non parametrik digunakan untuk mengkaji
nilai trend dari plot kurva ABC. Nilai ini dapat bernilai positif (W>0), netral (W≥0), dan
negatif (W<0) dengan kisaran antara -1 sampai dengan +1 (Magurran, 2004). Hasil
analisis kurva ABC dari setiap lokasi pengamatan disajikan pada Gambar 6 sampai
dengan Gambar 10.
Stasiun 1 dan 2 adalah titik lokasi pengambilan sampel di Pulau Kelapa. Pada
Gambar 6 sebelah kiri (a) adalah kurva ABC di stasiun 1 dan sebelah kanan (b) adalah
kurva ABC di staisun 2. Gambar (a) menunjukkan kondisi lingkungan perairan di
stasiun 1 dalam kategori baik atau tidak adanya gangguan ekologis. Hal ini ditunjukkan
dengan garis kurva biomassa berada di atas kurva kelimpahan dan juga w statistiknya
bernilai positif sebesar 0,0373. Sedangkan pada gambar (b) menunjukkan kondisi
perairan di stasiun 2 terjadi tekanan ekologis dari kegiatan atropogenik yang
menyebabkan makrozoobenthos tidak dapat berkembang secara maksimal. Hal ini
dapat dilihat dari nilai w statistik yang bernilai negatif dan kurva biomassa berada
dibawah kurva kelimpahannya. Adanya perbedaan kondisi di kedua stasiun ini
dimungkinkan karena di stasiun 2 secara lokasi lebih dekat tempat aktivitas warga
123
Jurnal TECHNO-FISH Vol. VI No. 2, Desember 2022, P-ISSN: 2581-1592, E-ISSN: 2581-1665
berupa homestay dan pencarian ikan. Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh
Seyobudiandi dalam (Yonvitner & Imran, 2006) bahwa di kawasan yang padat aktivitas
manusia perkembangan biomassa makrozoobenthos mengalami pelambatan.
Di Pulau Kelapa Dua kondisi perairan di kedua lokasi penelitian ada perbedaan,
berdasarkan hasil analisis kurva ABC antara stasiun 3 dan stasiun 4. Kurva ABC pada
stasiun 3 terdapat potongan antara kurva biomassa dan kelimpahan atau dapat
dikategorikan perairan dalam kondisi terganggu dengan intensitas sedang. Untuk
kondisi perairan di stasiun 4 kurva biomassa berada di atas kurva kelimpahan.
Meskipun demikian, terdapat satu jenis makrozoobenthos yang cukup mendominasi di
stasiun 4. Biota tersebut adalah jenis teripang pasir hitam (Holothuria atra).
Melimpahnya Holothuria atra di lokasi tersebut dimungkinkan karena keberadaan
tambak ikan yang tidak jauh dari lokasi pengamatan, dimana biota ini akan
mengkonsumsi sisa-sisa pakan yang ada. Keberadaan Holothuria atra yang sangat
melimpah tersebut akan memangsa benthos di sekitarnya karena benthos merupakan
makanan alaminya (Buda et al., 2018), sehingga makrozoobenthos yang ditemukan di
stasiun 4 tidak sebanyak di stasiun 3.
124
Ekosistem Lamun dan Makrozoobenthos.....(Sosiawan dkk)
Hasil analisis kurva ABC di Pulau Harapan memiliki pola yang hampir sama
antara stasiun pengamatan 5 dan stasiun pengamatan 6. Jika mengacu pada model
dasar kurva sebagai mana pada Gambar 3 maka dikategorikan terganggu dengan
intensitas sedang. Namun ada perbedaan nilai pada w-statistiknya, di staisun 5 nilai
w-statistik bernilai negatif sedangkan di stasiun 6 bernilai posistif. Hal ini disebabkan
stasiun pengamatan 5 secara lokasi tidak jauh dari pembuangan IPAL namun tidak
banyak aktifitas warga di sekitarnya, berbeda dengan stasiun 6 yang banyak aktifitas
masyarakat seperti menjaring ikan-ikan kecil. Di stasiun 6 pada saat-saat tertentu
sangat banyak dijumpai warga masyarakat yang mencari biota di lokasi ini untuk
diolah menjadi lauk, khususnya jenis kerang-kerangan dan kepiting.
125
Jurnal TECHNO-FISH Vol. VI No. 2, Desember 2022, P-ISSN: 2581-1592, E-ISSN: 2581-1665
a. Stasiun 9 b. Stasiun 10
126
Ekosistem Lamun dan Makrozoobenthos.....(Sosiawan dkk)
Dari tabel model summary di atas dapat diketahui bahwa nilai R square
sebesar 0,584 yang artinya bahwa pengaruh kerapatan lamun terhadap kelimpahan
makrozoobenthos sebesar 58.4%. Menurut (Chin, 2014) nilai R square pada interval
0,33 sampai dengan 0,67 dikategorikan moderat atau sedang.
Tabel 10. Hasil Uji ANOVA
Table 10. ANOVA Test Results
80
60
40
20
0
0 200 400 600 800
(Kerapatan lamun (ind/m²)
127
Jurnal TECHNO-FISH Vol. VI No. 2, Desember 2022, P-ISSN: 2581-1592, E-ISSN: 2581-1665
KESIMPULAN
Secara umum ekosistem lamun di pulau-pulau pemukiman kawasan Taman
Nasional Kepulauan Seribu dalam kondisi baik (sedang sampai dengan sangat rapat).
Akan halnya dengan indeks keanekaragaman makrozoobenthos menunjukkan tingkat
keanekaragaman sedang, indeks keseragaman tinggi dan indeks dominansi rendah.
Untuk kondisi perairan sebagaimana yang ditunjukkan pada kurva ABC bahwasanya
kondisi perairan dalam kategori baik dan sedang namun tidak ada yang dalam kondisi
terganggu berat (tercemar). Adapun hasil olah statistika menunjukkan bahwa
kerapatan lamun memiliki korelasi yang positif dengan kelimpahan makrozoobenthos
yang ada. Penelitian yang dilakukan masih perlu disempurnakan dengan pengamatan
parameter fisika dan kimia perairan agar didapatkan data yang lebih komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Braun-Blanquet, J. (1932). Plant Sociology. The Study of Plant Communities (G. D. Fuller & H.
S. Conard (eds.); 1st ed.). Fifith Impression.
BTNKpS. (2019). Laporan Evaluasi Kesesuaian Fungsi Kawasan Taman Nasional Kepulauan
Seribu Tahun 2019.
Buda, M., Suparta, I. N. G., & Rifai, A. (2018). Teknik Kultur Benthos dalam Bak terkontrol
Sebagai Pakan Alami Pada Pembenihan Teripang Pasir ( Holothuria scabra ). Buletin
Teknik Litkayasa Akuakultur, 16(2), 113–115.
Chin, W. W. (2014). The Partial Least Squares Approach to Structural Equation Modeling (G. A.
Marcoulides (ed.); Issue April). Lawrence Erlbaum Associates.
Dharma, Bunjamin. (1989). Siput dan Kerang Indoneisa. Indonesian Shells I (Bunjmain Dharma
(ed.); 1st ed.). PT. Sarana Graha.
Dianovita, C., Takarina, N. D., & Rauf, A. (2019). Jasa Ekosistem Lamun di Pulau Panjang,
Serang, Banten. IJEEM - Indonesian Journal of Environmental Education and
Management, 4(2), 95–106. https://doi.org/10.21009/ijeem.042.02
Efriningsih, R., Puspita, L., & Ramses, R. (2016). Evaluasi Kualitas Lingkungan Perairan Pesisir
Di Sekitar Tpa Telaga Punggur Kota Batam Berdasarkan Struktur Komunitas
Makrozoobenthos. Simbiosa, 5(1), 1. https://doi.org/10.33373/sim-bio.v5i1.800
128
Ekosistem Lamun dan Makrozoobenthos.....(Sosiawan dkk)
Ekaningrum, N., Ruswahyuni, & Suryanti. (2012). Kelimpahan Hewan Makrobenthos yang
Berasosiasi Pada Habitat Lamun dengan Jarak Berbeda di Perairan Pulau Pramuka
Kepulauan Seribu. Journal of Management of Aquatic Resources, 1(1989), 1–6.
Feryatun, F. (2012). Kerapatan Dan Distribusi Lamun (Seagrass) Berdasarkan Zona Kegiatan
Yang Berbeda Di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Management of Aquatic
Resources Journal (MAQUARES), 1(1), 44–50. https://doi.org/10.14710/marj.v1i1.255
Gosari, B. A. J., & Haris, A. (2012). Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Kepulauan
Spermonde. Jurnal Torani, 22(3), 156–162.
Kawaroe, M., Jaya, I., Indarto, H. S., Sari, D. W., & W, S. W. (2010). Perubahan Luas
Penutupan Padang Lamun Di Kepulauan Seribu , DKI Jakarta. Biota, 15(1), 17–23.
Kiswara, W. (2010). Studi Pendahuluan : Potensi Padang Lamun Sebagai Karbon Rosot Dan
Penyerap Karbon Di Pulau Pari , Teluk Jakarta. Oseanografi. LIPI.
Magurran, A. (2004). Measuring Biological Diversity. In Measuring biological diversity (1st ed.).
Blackwell Publishing Company.
Meire, P. M., & Dereu, J. (1990). Use of the abundance/biomass comparison method for
detecting environmental stress: some considerations based on intertidal macrozoobenthos
and bird communities. Journal of Applied Ecology, 27(1), 210–223.
https://doi.org/10.2307/2403579
Nontji, D. A. (1993). Laut Nusantara.pdf (2nd ed.). Penerbit Djambatan.
Putro, S. P. (2014). Metode Sampling Penelitian Makrobenthos dan Aplikasinya. Penentuan
Tingkat Gangguan Lingkungan Akuakultur (1st ed.). Graha Ilmu.
Rahmawati, S., Irawan, A., Supriyadi, I. H., & Azkab, M. H. (2014). Panduan Monitoring Padang
Lamun (M. Hutomo & A. Nintji (eds.); 1st ed., Issue 1). Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI.
Rambe, R. Y. (2018). Studi Tutupan dan Kerapatan Lamun di Pesisir Pantai Pulau Pane
Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatra Utara. In Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Universitas Sumatra Utara (Vol. 1, Issue 3).
Rochmady. (2010). Rehabilitasi ekosistem padang lamun. Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin.
Septian, E. A., Azizah, D., & Apriadi, T. (2011). Tingkat Kerapatan Dan Penutupan Lamun Di
Perairan Desa Sebong Pereh Kabupaten Bintan. Fikp Umrah, 1–15.
Sofiana, U. R., Sulardiono, B., & Nitisupardjo, M. (2016). Relationship between Organic of
Sediment Matter with Infauna Abundance in Different Seagrass Density , Bandengan
Beach Jepara. Management of Aquatic Resources, 5(3), 135–141.
Wahab, I., Madduppa, H., & Kawaroe, M. (2019). Analisis Kepadatan Makrozoobentos Pada
Fase Bulan Berbeda Di Lamun , Pulau Panggang , Kepulauan Seribu Jakarta Analysis Of
Macrozoobenthic Density At Different Moon. Jurnal Teknologi Perikanan Dan Kelautan,
10(1), 93–107.
Warwick, R. M. (1986). A new method for detecting pollution effects on marine macrobenthic
communities. Marine Biology, 562(92), 557–562.
Widyastuti, A. (2013). Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Biak Selatan, Biak,
Papua. Widyariset, 16(3), 327–340.
Wiyaniningtiyah, A. A., Setyabudiandi, I., & Taurusman, A. A. (2014). Keterkaitan struktur
komunitas makrozoobentos antara habitat mangrove , lamun , dan reef crest di Pulau
Kelapa Dua , Kepulauan Seribu , Jakarta. Bonorowo Wtland, 4(1), 37–48.
https://doi.org/10.13057/bonorowo/w040103
Yonvitner, & Imran, Z. (2006). Rasio Biomasa Dan Kelimpahan Makrozoobenthos Sebagai
Penduga Tingkat Pencemaran Di Teluk Jakarta. In Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (Vol.
11, Issue 3, pp. 11–17).
129
Jurnal TECHNO-FISH Vol. VI No. 2, Desember 2022, P-ISSN: 2581-1592, E-ISSN: 2581-1665
Zurba, N. (2018). Pengenalan Padang Lamun Suatu Ekosistem yang Terlupakan. In Unimal
Press (1st ed.). Unimal Press.
130
Ekosistem Lamun dan Makrozoobenthos.....(Sosiawan dkk)
LAMPIRAN
Lampiran 1. tabel jenis dan kelimpahan tiap spesies yang ditemukan
Appendix 1. table of species and abundance of each species found
131
Jurnal TECHNO-FISH Vol. VI No. 2, Desember 2022, P-ISSN: 2581-1592, E-ISSN: 2581-1665
132