Makalah Pengkajian Luka Kelompok 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

“Makalah Pengkajian Luka”

Dosen Pengampu:
Daryono, M. Kes

DISUSUN OLEH :

M. Arif Vickly ( PO71200190056)

M. Oktariansyah ( PO71200190034)

Deden Nurman Saputra

Tingkat : 3B D3 Keperawatan

JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawatan luka merupakan bagian dari ilmu kedokteran dan ilmu
keperawatan yang telah memperoleh banyak perhatian sejak dahulu . Manajemen
perawatan luka difokus pada vaskular, mikrobiologi/ infeksi, mekanik, edukasi
dan perawatan luka. Selain itu penilaian atau pengkajian terstandar dan
pengelolaan luka merupakan salah satu manajemen perawatan luka . Dalam hal
penanganan luka baik luka kronis maupun luka akut, Selain itu, instrument
pengkajian luka yang bisa digunakan untuk memperediksi penyembuhan luka
Pengkajian luka perlu dilakukan untuk menentukan status luka dan
mengidentifikasi luka sehingga membantu proses penyembuhan. Sebuah
pendekatan terstruktur dalam pengkajian luka diperlukan untuk mempertahankan
standart yang baik dari perawatan. Ini melibatkan pengkajian pasien secara
menyeluruh, yang harus dilakukan oleh praktisi yang terampil dan kompeten,
mengikuti pedoman local dan nasional. Selain itu beberapa pengkajian luka telah
dibuat untuk membantu perawat dalam memonitor status dan kemajuan
perkembangan penyembuhan luka. Dengan adanya pengkajian akan memberikan
informasi bagi perawat tentang kondisi luka pasien sehingga menjadi dasar bagi
perawat dalam memberikan intervensi yang tepat. Pengkajian yang tidak tepat
dapat menyebabkan penyembuhan luka tertunda, nyeri, peningkatan resiko
infeksi, dan pengurangan kualitas hidup bagi pasien. Pengkajian dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem klasifikasi maupun instrumen pengkajian luka untuk
memprediksi penyembuhan luka.
Dengan makin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-
produk perawatan luka tersebut membuktikan bahwa metode perawatan luka telah
berkembang. Perubahan profil pasien mendukung kompleksitas perawatan luka
dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolik

2
semakin banyak ditemukan dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses
penyembuhan luka bisa tercapai dengan optimal.
Peran perawat sangat dibutuhkan pada cara kerja asepsis yang berhubungan
dengan perawatan luka dan cara melakukan tindakan dengan cara steril. Perawat
dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait
dengan proses perawatan luka. Manajemen keperawatan luka tersebut harus
mengedepankan pertimbangan biaya (cost effectiveness), kenyamanan (comfort)
dan keamanan (safety). Secara umum, perawatan luka yang berkembang pada
saat ini lebih ditekankan pada intervensi yang  melihat sisi klien dari berbagai
dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan sosial.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dasar perawatan dan pengkajian luka ?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1) Mengetahui konsep dasar perawatan luka.
2) Mengetahui faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka

BAB II

3
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Perawatan dan pengkajian Luka

Dalam proses pengkajian luka masih dilakukan secara manual yang prosesnya
membutuhkan waktu yang cukup lama dan menghasilkan suatu hasil yang
lebih subyektif . Dengan adanya permasalahan tersebut, dibutuhkan sebuah
sistem yang membantu dalam pengkajian luka. Penilaian klasifikasi luka
dapat dinilai menggunakan sistem yang digunakan dalam mengkaji luka.
Akan tetapi sistem klasifikasi ini hanya bisa digunakan untuk menentukan
tingkat keparahan luka dan tidak bisa digunakan untuk memprediksi waktu
penyembuhan luka. Selain itu, instrument pengkajian luka yang bisa
digunakan untuk memperediksi penyembuhan luka Pengkajian luka perlu
dilakukan untuk menentukan status luka dan mengidentifikasi luka sehingga
membantu proses penyembuhan. Sebuah pendekatan terstruktur dalam
pengkajian luka diperlukan untuk mempertahankan standart yang baik dari
perawatan. Ini melibatkan pengkajian pasien secara menyeluruh, yang harus
dilakukan oleh praktisi yang terampil dan kompeten, mengikuti pedoman
local dan nasional. Selain itu beberapa pengkajian luka telah dibuat untuk
membantu perawat dalam memonitor status dan kemajuan perkembangan
penyembuhan luka. Dengan adanya pengkajian akan memberikan informasi
bagi perawat tentang kondisi luka pasien sehingga menjadi dasar bagi perawat
dalam memberikan intervensi yang tepat. Pengkajian yang tidak tepat dapat
menyebabkan penyembuhan luka tertunda, nyeri, peningkatan resiko infeksi,
dan pengurangan kualitas hidup bagi pasien. Pengkajian dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem klasifikasi maupun instrumen pengkajian luka
untuk memprediksi penyembuhan luka.

4
2.1.1 Klasifikasi Luka
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat
proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan
mengenai organ tertentu. Ada beberapa cara menentukan klasifikasi luka.
Sistem klasifikasi luka memberikan gambaran tentang status integritas
kulit, penyebab luka, keparahan atau luasnya cedera atau kerusakan
jaringan, kebersihan luka, atau gambaran kualitas luka, misalnya warna.
Berbagai klasifikasi ini tumpang tindih. Misalnya, luka penetrasi akibat
pisau disebut luka terbuka, dan luka kontusio disebut luka tertutup.
Adanya berbagai klasifikasi luka memudahkan perawat memahami risiko
yang berhubungan dengan luka dan implikasi keperawatannya. Misalnya,
luka terbuka menimbulkan risiko infeksi yang lebih besar dari pada luka
tertutup, sedangkan luka abrasi hanya membutuhkan sedikit balutan
dibandingkan dengan luka penetrasi yang dalam.

2.2 Proses Penyembuhan Luka


2.2.1 Tahap dalam Proses Penyembuhan Luka
Ada dua tahap dalam proses penyembuhan luka:
a. Penyembuhan Primer
Penyembuhan luka optimal terjadi pada lingkungan yang lembap
(tidak terlalu basah atau kering). Proses penyembuhan luka terdiri atas
tiga fase. Fase pertama, adalah fase inflamasi yang terjadi sesaat
setelah terjadi luka. Pada saat cedera, segera terjadi vasokonstriksi; ini
merupakan cara tubuh untuk mengontrol perdarahan. Setelah terjadi
vasokonstriksi, trombosit berkumpul di tempat tersebut dan menumpuk
fibrin untuk membentuk bekuan. Vasokonstriksi menahan luka untuk
merapat dan trombosit dengan formasi bekuan fibrinnya pada intiinya
“menyumbat lubang”. Fagositosis juga terjadi selama fase inflamasi.
Fagositosis adalah pelepasan makrofag di tempat cedera untuk
menghancurkan setiap bacteria yang mungkin ada dan untuk

5
menghilangkan debris seluler. Ini merupakan cara tubuh untuk
menyediakan lingkungan optimal guna menyembuhkan luka. Pada saat
ini, faktor pertumbuhan juga ada di temapt cedera. Secara
keseluruhan, fase inflamasi diperkirakan berlangsung antara 4-6 hari.
Pengkajian luka secara visual selama fase inflamasi memperlihatkan
luka dengan eritema, edema dan nyeri.
Fase kedua, dari penyembuhan luka adalah fase proliferasi.
Faktor pertumbuhan menstimulasi fibroblast untuk menghasilkan
kolagen. Kolagen, bersamaan dengan pembuluh darah yang baru dan
jaringan ikat, menghasilkan jaringan granulasi. Pengkajian luka secara
visual pada saat ini memperlihatkan luka yang berwarna kemerahan
seperti daging dan mengilap dengan permukaan yang kasar dan tidak
teratur. Penampakan jaringan granulasi dengan cepat mendorong tepi
luka untuk merapat. Penarikan tepi luka mngurangi ukuran luka.
Langkah terakhir dalam fase proliferasi adalah epitelialisasi atau
reepitelialisasi. Epitelialisasi menghasilkan sebuah jaringan perut.
Perkiraan durasi fase proliferasi adalah 4-24 hari.
Fase ketiga, dari penyembuhan luka adalah fase maturasi. Selama
fase maturasi, serat kolagen mengalami remodeling. Tujuannya adalah
meningkatkan daya regang jaringan perut. Diperkirakan bahwa hanya
sekitar 70%-80% kekuatan alami kulit yang dipertahankan saat luka
telah sembuh. Fase maturasi dapat memanjang dari 21 hari-2 tahun.
Hasilnya selalu merupakan sebuah area jaringan yang berisiko lebih
besar untuk mengalami cidera dan lebih rapuh dibandingkan jaringan
yang tidak mengalami kerusakan.
Apabila luka menjadi sangat basah atau kering; fase penyembuhan
luka terjadi, tetapi denga kecepatan lambat. Ini dapat memperngaruhi
kualitas akhir jaringan perut berkenaan dengan integritas anatomis dan
fungsional serta daya regang. Usia dan status fisik pasien juga
berdampak pada seberapa baik proses penyembuhan.

6
b. Penyembuhan sekunder
Bila luka mengalami banyak kehilangan jaringan, maka
penyembuhan luka akan memerlukan waktu yang lebih lama. Luka
terbuka yang besar biasanya lebih banyak mengeluarkan cairan
daripada luka tertutup. Inflamasi yang terjadi seringkali bersifat
kronik dan jaringan yang rusak lebih banyak dipenuhi oleh jaringan
granulasi yang rapuh daripada dipenuhi oleh kolagen. Jaringan
granulasi merupakan salah satu bentuk jaringan konektif atau
penyambung yang memiliki lebih banyak suplai darah daripada
kolagen. Karena lukanya lebih luas, maka jumlah jaringan perut
penyambung menjadi lebih luas.
Bila sel epitel dan jaringan menyambung tidak mampu menutup
defek luka maka akan terjadi kontraksi. Kontraksi luka meliputi
pergerakan dermis dan epidermis pada setiap sisi luka. Mekanisme
kontraktur belum sepenuhnya dimengerti. Tetapi diketahui bahwa
kolagen tidak berperan penting dan setiap kejadian yang mengganggu
kemampuan hidup sel yang berada di tepi luka akan menghambat
kontaksi. Kontraksi luka dimulai pada hari ke-empat dan terjadi
secara simultan dengan epitelisasi. Sel yang mendorong
terjadinyakontraksi adalah miofibroblast. Kontaksi luka
mengakibatkan jaringan di sekitar luka menipis, dan ukuran serta
bentuk jaringan perut pada akhirnya akan sama dengan garis
ketegangan di daerah yang rusak. Contoh, luka persegi pada abdomen
akan memperlihatkan bentu dua Y, dari ujung ke ujung. Pada
beberapa area tubuh, kontraksi member hasil yang minimal misalnya
pada luka di wajah, sternum dan kaki bagian bawah anterior.
Kontraksi luka tidak sama dengan kontraktur atau deformitas akibat
pemendekan otot dan fiksasi sendi.

7
2.2.2 Komplikasi Proses Penyembuhan Luka
Komplikasi pada proses penyembuhan luka yang memungkinkan
terjadi di antaranya:
1) Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Proses peradangan biasanya
muncul dalam 36-48 jam. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya
purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di
sekeliling luka, peningkatan denyut nadi dan temperatur, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :
1. Cellulitis merupakan bakteri pada jaringan.
2. Abses merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh
terkumpulnya bakteri, jaringan nekrotik, sel darah putih.
3. Lymphangitis yaitu infeksi lanjutan dari cellulitis atau abses yang
menuju ke sistem limphatik.

2) Perdarahan
Perdarahan dapat mengindikasikan suatu jahitan yang lepas, sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah
oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada
tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin
harus sering dilihat selama 24 jam pertama setelah pembedahan dan
tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan
tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan
intervensi pembedahan mungkin diperlukan.

3) Dehiscence dan Eviscerasi


Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling
serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.

8
Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah
faktor meliputi: kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal
untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi,
mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence
luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di
daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera
ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal
saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah
luka.

4) Jaringan parut
Luka yang sembuh, kadang tidak dapat kembali seperti semula
dan meninggalkan jaringan parut. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya jaringan parut ini, antara lain luka yang lebar
dan dalam, luka yang memerlukan banyak tindakan untuk
menyatukannya kembali dan luka yang kotor atau terinfeksi.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
antara lain:
1) Nutrisi
Penyembuhan luka memerlukan nutrisi yang tepat. Proses fisiologi
penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin
(terutama vitamin A dan C), dan mineral renik zink dan tembaga.
Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang
diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan
untuk mensistesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif
teroid. Elemen renik zinc diperlukan untuk pembentukan epitel,
sintesis kolagen (zinc), dan menyatukan serat-serat kolagen (tembaga).

9
2) Penuaan
Tahap penyembuhan pada klien lansia terjadi secara lambat, tetapi
aspek fisiologi penyembuhan luka tidak berbeda dengan usia muda.
Masalah yang terjadi selama proses penyembuhan sulit ditentukan
penyebabnya, antara lain seperti nutrisi, lingkungan atau respon
individu terhadap stress.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau
organ tubuh lain. Luka yang terjadi pada seseorang memerlukan perhatian khusus
agar tidak terjadi komplikasi seperti infeksi yang menghambat penyembuhan
luka. Perawat harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan klinis untuk
memberikan perawatan luka yang berkualitas. Selain itu perawat juga perlu
memperhatikan prinsip dalam perawatan luka, karena perawat harus bisa
memberikan perawatan dengan tetap menjaga kesterilannya.
Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat
memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat. Penggunaan ilmu dan
teknologi harus tetap memperhatikan prinsip utama dalam manajemen perawatan

10
luka yaitu pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan
klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

1.2 Saran
Dengan adanya pengetahuan mengenai konsep pengkajian dan perawatan
luka ini diharapkan makalah ini dapat dijadikan pedoman dan sumber
pengetahuan untuk diri kita sendiri maupun untuk merawat orang lain.
Selain itu sebagai seseorang yang berprofesi sebagai perawat, sebaiknya kita
cukup pengetahuan untuk menjelaskan kepada klien mengenai tujuan perawatan
dan proses penyembuhan luka agar klien sadar akan pentingnya diberikan
perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2014. Pengkajian Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinik.


Jakarta: Salemba Medika.

Arisanty, P, I., (2013). Konsep Dasar Manajemen Perawatan Luka. Jakarta: EGC

Morton, Patricia Gonce. dkk. 2016. Volume 2 Keperawatan Kritis Edisi 8. Jakarta:
EGC.

Potter dan Perry. 20011. Fundamental of Nurisng 7th Edition. Singapore: Elsevier

https://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan/article//920/551

11

Anda mungkin juga menyukai