Makalah Kelompok 1 - Prinsip Dasar Dan Mekanisme Kejadian Cedera Dan Penyakit Akibat Kerja

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH INDUSTRIAL MEDICINE 2

PRINSIP DASAR DAN MEKANISME KEJADIAN CEDERA DAN


PENYAKIT AKIBAT KERJA

Oleh:

Kelompok 1

Moh. Fahmi Akbar 4518111001

Siti Ragiba Fihi 4518111002

Airin Michell Nurul Octavia 4518111003

Andynicofyan Fabio Gilbert 4518111004

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BOSOWA

TAHUN 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

Keselamatan menjadi hal yang penting dalam bekerja. Meskipun core bisnis suatu
tempat kerja adalah menghasilkan produktivitas yang maksimal, baik itu berupa barang
maupun jasa. Akan tetapi jika tidak diimbangi dengan penerapan keselamatan kerja yang
baik, produktivitas tidak dapat berjalan dengan optimal. Penerapan keselamatan dalam
bekerja ini melalui program yang dinamakan dengan penerapan program K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja). Program K3 dilaksanakan untuk mencegah kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja atau dengan kata lain dapat disebutkan dengan mempertahankan
keselamatan dan kesehatan kerja. Menjadi hal yang mutlak dalam menerapkan K3 bagi
pekerja. Pilih selamat atau tidak, hal tersebut yang selalu disampaikan pada pekerja.
Peraturan-peraturan yang sudah ada di Indonesia yang terkait dengan implementasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah, yaitu Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja. Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan
Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3).
SMK3 meliputi penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan rencana K3,
pemantauan dan evaluasi kinerja K3 serta peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3. Inti
dari SMK3 itu adalah analisis risiko dari bahaya yang ada di tempat kerja. Setiap tempat kerja
memiliki bahaya. Bahaya tersebut dapat menyebabkan risiko kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja. Jika pilihan selamat menjadi hal yang mutlak di tempat kerja maka tempat kerja
tersebut harus melakukan pengendalian risiko.
Pengendalian risiko dalam upaya menciptakan tempat kerja yang aman dapat
dilakukan melalui hierarki pengendalian risiko. Penerapan ini merupakan suatu tingkatan
pengendalian yang dapat diterapkan di tempat kerja jika selamat menjadi sebuah pilihan.
Tingkatan yang pertama adalah eliminasi. Eliminasi merupakan menghilangkan bahaya yang
ada di tempat kerja. Menjadi hal yang mustahil untuk menghilangkan bahaya di tempat kerja,
karena itu pengendalian yang kedua dapat diterapkan, yaitu subtitusi.
Pengendalian ini meminimalkan risiko melalui penggantian sumber bahaya. Suatu
bahan, alat kerja dapat diganti dengan jenis lain yang memiliki sifat kurang berbahaya.
Misalnya, mengganti mesin yang lama dengan luaran terbaru untuk mereduksi adanya bahaya
kebisingan. Pengendalian ketiga adalah rekayasa teknik. Kegiatan ini dilakukan melalui
modifikasi sumber bahaya, ataupun penambahan desain tempat kerja untuk lebih ramah
terhadap keselamatan pekerja. Pengendalian yang keempat adalah administratif.
Upaya ini pada umumnya dilakukan oleh manajemen untuk mengatur waktu paparan
bahaya. Agak paparan bahaya tersebut tidak terus menerus mengenai pekerja maka dapat
dilakukan rotasi kerja, pengaturan waktu istirahat, selain itu pengendalian administrative
dapat dilakukan melalui pemberikan peningkatan pengetahuan akan bahaya di tempat kerja.
Penerapan pengendalian terhadap risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dapat dilakukan satu atau lebih dari hierarki yang ada. Analisis penegaan pengendalian harus
ditegaskan dengan memperhatian pengendalian yang utama yaitu eliminasi sampai dengan
APD. Hal ini penting untuk dialakukan karena pilihan selamat bukan sesuatu yang bisa
ditawar. Akan tetapi harus diterapkan dengan benar.
Salah satu tempat kerja yang memiliki prioritas untuk bekerja dengan selamat adalah
laboratorium. Bekerja di laboratoirum unit K3 sebagaimana bekerja dengan laboratorium
lainnya yang mengandung berbagai bahaya. Kecelakaan kerja yang terjadi tidak lepas dari
bahaya yang ada baik bahaya fisik, kimia, biologis, ergonomis, dan bahaya lainnya.
Kecelakaan kerja yang timbul seperti tegangan listrik yang tinggi, tergores, tertular penyakit
dan tertusuk lancet. Adanya kecelakaan kerja di laboratorium unit K3 harus di identifikasi,
dianalisis dan dikendalikan risikonya sehingga kecelakaan kerja tidak akan terjadi.
Menurut Abraham Maslow tentang teori kebutuhan manusia. Terdapat lima tingkatan
kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial dan kasih
sayang, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan untuk aktualisasi diri. Kebutuhan rasa
aman menduduki urutan kedua. Hal ini berarti bahwa keselamatan menjadi hal yang penting
bagi kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang tidak butuh selamat. Di manapun berada
keselamatan menjadi hal yang utama. Sehingga tempat kerja yang merupakan rumah kedua
setelah tempat tinggal menjadi prioritas dalam menciptakan keselamatan.
A. Outline
1. Prinsip Kejadian Kecelakaan Kerja
2. Prinsip Kejadian Penyakit Akibat Kerja
3. Model Kejadian Kecelakaan Akibat Kerja
4. Model Kejadian Penyakit Akibat Kerja
5. Model Rekomendasi Kepada Manajemen
6. Studi Kasus
BAB II

PEMBAHASAN

1. Prinsip Kejadian Kecelakaan Kerja


a. Pengertian Kecelakaan Kerja
1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/98 adalah suatu kejadian yang tidak
dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau
harta benda.
2) OHSAS 18001:2007 menyatakan bahwa kecelakaan kerja didefinisikan sebagai kejadian
yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan
(tergantung dari keparahannya), kejadian kematian, atau kejadian yang dapat
menyebabkan kematian.
3) Kejadian yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan atau yang berpontensi
menyebabkan merusak lingkungan. Selain itu, kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat
kerja adalah suatu kejadian yang tidak terencana dan tidak terkendali akibat dari suatu
tindakan atau reaksi suatu objek, bahan, orang, atau radiasi yang mengakibatkan cidera
atau kemungkinan akibat lainnya (Heinrich et al., 1980).
4) Menurut AS/NZS 4801: 2001, kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak
direncanakan yang menyebabkan atau berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan,
kerusakan atau kerugian lainnya
5) Kecelakaan yang terjadi ditempat kerja atau dikenal dengan kecelakaan industri kerja.
Kecelakaan industri ini dapat diartikan suatu kejadian yang tidak diduga semula dan
tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang diatur dari suatu aktifitas (Husni,
2003).
Berdasarkai beberapa pengertian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga, tidak dikehendaki,
dan dapat menyebabkan kerugian baik jiwa maupun harta benda yang terjadi
disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerj aan serta dalam
perjalanan berangkat dan rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui
jalan yang biasa atau wajar dilalui.
b. Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Pengertian kejadian menurut standar (Australian AS 1885, 1990) adalah suatu proses
atau keadaan yang mengakibatkan kejadian cidera atau penyakit akibat kerja. Ada
banyak tujuan untuk mengetahui klasifikasi kejadian kecelakaan kerja, salah satunya
adalah dasar untuk mengidentifikasi proses alami suatu kejadian seperti dimana
kecelakaan terjadi, apa yang karyawan lakukan, dan apa peralatan atau material yang
digunakan oleh karyawan. Penerapan kode-kode kecelakaan kerja akan sangat membantu
proses investigasi dalam meginterpretasikan informasi-informasi yang tersebut diatas.
Ada banyak standar yang menjelaskan referensi tentang kode-kode kecelakaan kerja,
salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1 tahun 1990. Berdasarkan standar
tersebut, kode yang digunakan untuk mekanisme terjadinya cidera/sakit akibat kerja
dibagi sebagai berikut:
1) Jatuh dari atas ketinggian
2) Jatuh dari ketinggian yang sama
3) Menabrak objek dengan bagian tubuh
4) Terpajan oleh getaran mekanik
5) Tertabrak oleh objek yang bergerak
6) Terpajan oleh suara keras tiba-tiba
7) Terpajan suara yang lama
8) Terpajan tekanan yang bervariasi (lebih dari suara)
9) Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah
10) Otot tegang lainnya
11) Kontak dengan listrik
12) Kontak atau terpajan dengan dingin atau panas
13) Terpajan radiasi
14) Kontak tunggal dengan bahan kimia
15) Kontak jangka panjang dengan
16) Kontak lainnya dengan bahan kimia
17) Kontak dengan, atau terpajan faktor biologi
18) Terpajan faktor stress mental
19) Longsor atau runtuh
20) Kecelakaan kendaraan/Mobil
21) Lain-lain dan mekanisme cidera berganda atau banyak
22) Mekanisme cidera yang tidak spesifik
c. Dampak Kecelakaan Kerja
Berdasarkan model penyebab kerugian yang dikemukakan oleh Det Norske Veritas
(DNV, 1996), terlihat bahwa jenis kerugian akibat terjadinya kecelakaan kerja meliputi
manusia/pekerja, properti, proses, lingkungan, dan kualitas.

Gambar 1. The DNV Loss Causation Model

Sumber: OHS Body of Knowledge, Modles of Causation: Safety

(https://www.ohsbok.org.au/wp-content/uploads/2013/12/32-Models-of-causation-
Safety.pdf) diakses pada hari Selasa, 27 Juli 2021 pukul 20.26

d. Cidera Akibat Kecelakaan Kerja


Pengertian cidera berdasarkan Heinrich et al. (1980) adalah patah, retak, cabikan, dan
sebagainya yang diakibatkan oleh kecelakaan. Bureau of Labor Statistics, U.S.
Department of Labor (2008) menyatakan bahwa bagian tubuh yang terkena cidera dan
sakit terbagi menjadi:
1) Kepala; mata.
2) Leher.
3) Batang tubuh; bahu, punggung.
4) Alat gerak atas; lengan tangan, pergelangan tangan, tangan selain jari, jari tangan.
5) Alat gerak bawah; lutut, pergelangan kaki, kaki selain jari kaki, jari kaki
6) Sistem tubuh.
7) Banyak bagian
Tujuan menganalisa cidera atau sakit yang mengenai anggota bagian tubuh yang spesifik
adalah untuk membantu dalam mengembangkan program untuk mencegah terjadinya cidera
karena kecelakaan, sebagai contoh cidera mata dengan penggunaan kaca mata pelindung.
Selain itu juga bisa digunakan untuk menganalisis penyebab alami terjadinya cidera karena
kecelakaan kerja.
e. Klasifikasi Cidera Akibat Kecelakaan Kerja
Jenis cidera akibat kecelakaan kerja dan tingkat keparahan yang ditimbulkan
membuat perusahaan melakukan pengklasifikasian jenis cidera akibat kecelakaan.
Tujuan pengklasifikasian ini adalah untuk pencatatan dan pelaporan statistik kecelakaan
kerja. Banyak standar referensi penerapan yang digunakan berbagai oleh perusahaan,
salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1 (1990). Berikut adalah pengelompokan
jenis cidera dan keparahannya:
1) Cidera fatal (fatality)
Adalah kematian yang disebabkan oleh cidera atau penyakit akibat kerja
2) Cidera yang menyebabkan hilang waktu kerja (Loss Time Injury)
Adalah suatu kejadian yang menyebabkan kematian, cacat permanen, atau kehilangan
hari kerja selama satu hari kerja atau lebih. Hari pada saat kecelakaan kerja tersebut
terjadi tidak dihitung sebagai kehilangan hari kerja.
3) Cidera yang menyebabkan kehilangan hari kerja (Loss Time Day)
Adalah semua jadwal masuk kerja yang mana karyawan tidak bisa masuk kerja
karena cidera, tetapi tidak termasuk hari saat terjadi kecelakaan. Juga termasuk hilang
hari kerja karena cidera yang kambuh dari periode sebelumnya. Kehilangan hari kerja
juga termasuk hari pada saat kerja alternatif setelah kembali ke tempat kerja. Cidera
fatal dihitung sebagai 220 kehilangan hari kerja dimulai dengan hari kerja pada saat
kejadian tersebut terjadi.
4) Tidak mampu bekerja atau cidera dengan kerja terbatas (Restricted duty)
Adalah jumlah hari kerja karyawan yang tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaan
rutinnya dan ditempatkan pada pekerjaan lain sementara atau yang sudah di
modifikasi. Pekerjaan alternatif termasuk perubahan lingungan kerja pola atau jadwal
kerja.
5) Cidera dirawat di rumah sakit (Medical Treatment Injury)
Kecelakaan kerja ini tidak termasuk cidera hilang waktu kerja, tetapi kecelakaan
kerja yang ditangani oleh dokter, perawat, atau orang yang memiliki kualifikasi untuk
memberikan pertolongan pada kecelakaan.
6) Cidera ringan (first aid injury)
Adalah cidera ringan akibat kecelakaan kerja yang ditangani menggunakan alat
pertolongan pertama pada kecelakaan setempat, contoh luka lecet, mata kemasukan
debu, dan lain-lain.
7) Kecelakaan yang tidak menimbulkan cidera (Non Injury Incident)
Adalah suatu kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja
atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya pembuangan
limbah.
f. Definisi Rate
1) Incident rate
Adalah jumlah kejadian/kecelakaan cidera atau sakit akibat kerja setiap seratus orang
karyawan yang dipekerjakan.
2) Frekwensi rate
Adalah jumlah kejadian cidera atau sakit akibat kerja setiap satu juta jam kerja
3) Loss Time Injury Frekwensi Rate
Adalah Jumlah cidera atau sakit akibat kecelakaan kerja dibagi satu juta jam kerja
4) Severity Rate
Adalah waktu (hari) yang hilang dan waktu pada (hari) pekerjaan alternatif yang
hilang dibagi satu juta jam kerja
5) Total Recordable Injury Frekwensi Rate
Adalah jumlah total cidera akibat kerja yang harus dicatat
g. Teori Penyebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan biasanya timbul sebagai hasil gabungan dari beberapa faktor.
Tiga yang paling utama adalah faktor peralatan teknis, lingkungan kerja dan
pekerja itu sendiri (ILO, 1989: 15).
Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh banyak faktor dan sering diakibatkan
oleh berbagai penyebab (AM. Sugeng Budiono, 2003:237). Teori tentang terjadinya
kecelakaan banyak dikemukakan, antara lain:
1) Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory)
Merupakan teori yang menyatakan bahwa kecelakaan terjadi atas “Kehendak Tuhan”
sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwa. Karena itu kecelakaan
terjadi secara kebetulan.
2) Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident Prone Theory)
Pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan karena sifat-sifat pribadinya
yang cenderung mengalami kecelakaan.
3) Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory)
Menyebutkan bahwa suatu penyebab kecelakaan adalah peralatan, lingkungan, dan
faktor manusia pekerja itu sendiri.
4) Teori Dua faktor (Two Factor Theory)
Dimana kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya (Unsafe Condition) dan
tindakan atau perbuatan yang berbahaya (Unsafe Act)
5) Teori faktor Manusia (Human Factor Theory)
Menekankan bahwa akhirnya semua kecelakaan kerja langsung atau tidak langsung
disebabkan karena kesalahan manusia (AM. Sugeng Budiono, 1992:224).
h. Angka Kecelakaan Kerja di Indonesia
Angka Kecelakaan Kerja Tahun 2018 merupakan angka kecelakaan tertinggi dalam
28 tahun terakhir berdasarkan data yang diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Badan tersebut mengungkap bahwa pada tahun 2018
terjadi 173.105 kasus kecelakaan kerja dengan klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
sebanyak Rp 1.2 Triliun. Jumlah kasus kecelakaan kerja yang tercatat pada tahun 2018
ini melonjak sekitar 29% dari tahun 2017. Jumlah ini sekaligus “berhasil” mengungguli
catatan kecelakaan kerja di semua tahun semenjak tahun 2001.
Pada tahun 2001, jumlah kecelakaan kerja yang tercatat oleb BPJS
Ketenagakerjaan berjumlah 104.714. Jumlah tersebut sempat berkurang hingga di bawah
angka 100.000 pada tahun 2004-2011. Angka kecelakaan kerja melonjak lagi pada tahun
2012. Pada era Presiden Jokowi, angka kecelakaan kerja tidak pernah turun lagi kecuali pada
tahun 2016. Angka kecelakaan kerja yang ada pun seperti selaras dengan angka kematian
akibat kecelakaan kerja. Detail angka kecelakaan kerja dan kasus kematian akibat kecelakaan
kerja berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:
Gambar 2. Angka kecelakaan kerja dan kasus kematian akibat kecelakaan kerja berdasarkan
data BPJS Ketenagakerjaan

2. Prinsip Kejadian Penyakit Akibat Kerja


a. Pengertian Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian, penyakit akibat kerja merupakan
penyakit yang artifisual atau man made disease. Sejalan dengan hal tersebut terdapat
pendapat lain yang menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan
kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas
kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan (Hebbie Ilma Adzim, 2013).
Menurut Entjang (2000), penyakit akibat kerja adalah penyakit yang ditimbulkan
oleh atau didapat pada waktu melakukan pekerjaan. Dalam perusahaan dikenal dua
katagori penyakit yang diderita pekerja yaitu penyakit umum dan penyakit akibat kerja.
Penyakit umum adalah semua penyakit yang mungkin dapat diderita oleh setiap orang,
baik yang bekerja, masih sekolah, menganggur. Penyakit yang paling banyak adalah
penyakit infeksi, viral, baterial dan penyakit parasit.
Sementara Suma’mur (1992), menyatakan bahwa penyakit akibat kerja atau yang
lebih dikenal sebagai occupational diseases adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor-
faktor pekerjaan atau didapat pada waktu melakukan pekerjaan.
Sementara beberapa definisi penyakit akibat kerja, sesuai hasil international
symposium mengenai penyakit akibat hubungan kerja International Labor Organization
(ILO) antara lain sebagai berikut :
1) Penyakit akibat kerja (Occupational disease): Penyakit yang mempunyai penyebab
spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umunya terdiri dari satu
agen penyebab yang sudah diakui
2) Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Work related disease): Adalah
penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana factor pada pekerjaan
memegang peranan bersama dengan factor risiko lainya dalam berkembangnya
penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks.
3) Penyakit yang mengenai populasi pekerja (Diseases affecting working populations):
Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat
kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.

b. Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya PAK


1) Golongan fisik
a) Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai dengan Non-
induced hearing loss
b) Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit
c) Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps, atau
hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat mengakibatkan frostbite,
trenchfoot atau hypothermia
d) Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease
e) Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata. Pencahayaan
yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan
2) Golongan kimia
a) Debu dapat mengakibatkan pneumoconiosis
b) Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan
c) Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S
d) Larutan dapat mengakibatkan dermatitis
e) Insektisida dapat mengakibatkan keracunan
3) Golongan infeksi
a) Anthrax
b) Brucell
c) HIV/AIDS
4) Golongan fisiologis
Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang kurang
baik, salah cara melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan kelelahan fisik
bahkan lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja.
5) Golongan mental
Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik, keadaan pekerjaan yang
monoton, ataupun monotomi kerja, tuntutan pekerjan.

c. Jenis Penyakit Akibat Kerja berdasarkan Peraturan Presiden Indonesia Nomor 7


Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja
1) Penyakit Yang Disebabkan Pajanan Faktor Yang Timbul Dari Aktivitas Pekerjaan
Penyakit Akibat Kerja pada klasifikasi jenis I ini sebagai berikut:
a) Penyakit yang disebabkan oleh faktor kimia, meliputi:
1) Penyakit yang disebabkan oleh beillium dan persenyawaannya;
2) Penyakit yang disebabkan oleh cadmium atau persenyawaannya;
3) Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya;
4) Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya;
5) Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya;
6) Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya;
7) Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya;
8) Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya;
9) Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya;
10) Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida;
11) Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon
alifatik atau aromatic;
12) Penyakit yang disebabkan oleh benzene atau homolognya;
13) Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzene atau
homolognya;
14) Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya;
15) Penyakit yang disebabkan oleh alcohol, glikol, atau keton;
16) Penyakit yang disebabkan oleh gas penyebab asfiksia seperti karbon monoksida,
hydrogen sulfida, hydrogen sianida atau derivatnya;
17) Penyakit yang disebabkan oleh acrylonitrile;
18) Penyakit yang disebabkan oleh nitrogen oksida;
19) Penyakit yang disebabkan oleh vanadium atau persenyawaannya;
20) Penyakit yang disebabkan oleh antimon atau persenyawaannya;
21) Penyakit yang disebabkan oleh hexane;
22) Penyakit yang disebabkan oleh asam mineral;
23) Penyakit yang disebabkan oleh bahan obat;
24) Penyakit yang disebabkan oleh nikel atau persenyawaannya;
25) Penyakit yang disebabkan oleh thalium atau persenyawaannya;
26) Penyakit yang disebabkan oleh osmium atau persenyawaannya;
27) Penyakit yang disebabkan oleh selenium atau persenyawaannya;
28) Penyakit yang disebabkan oleh tembaga atau persenyawaannya;
29) Penyakit yang disebabkan oleh platinum atau persenyawaannya;
30) Penyakit yang disebabkan oleh timah atau persenyawaannya;
31) Penyakit yang disebabkan oleh zinc atau persenyawaannya;
32) Penyakit yang disebabkan oleh phosgene;
33) Penyakit yang disebabkan oleh zat iritan kornea seperti benzoquinone;
34) Penyakit yang disebabkan oleh isosianat;
35) Penyakit yang disebabkan oleh pestisida;
36) Penyakit yang disebabkan oleh sulfur oksida;
37) Penyakit yang disebabkan oleh pelarut organik;
38) Penyakit yang disebabkan oleh lateks atau produk yang mengandung lateks; dan
39) Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lain di tempat kerja yang tidak
disebutkan di atas, di mana ada hubungan langsung antara paparan bahan kimia
dan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan
menggunakan metode yang tepat
b) penyakit yang disebabkan oleh faktor fisika, meliputi:
1) Kerusakan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan;
2) Penyakit yang disebabkan oleh getaran atau kelainan pada tot, tendon, tulang,
sendi, pembuluh darah tepi atau saraf tepi;
3) Penyakit yang disebabkan oleh udara bertekanan atau udara yang didekompresi;
4) Penyakit yang disebabkan oleh radiasi ion;
5) Penyakit yang disebabkan oleh radiasioptik, meliputi ultraviolet, radiasi
elektromagnetik (visible light), infra merah, termasuk laser;
6) Penyakit yang disebabkan oleh pajanan temperature ekstrim; dan
7) Penyakit yang disebabkan oleh faktor fisika lain yang tidak disebutkan di atas, di
mana ada hubungan langsung antara paparan faktor fisika yang muncul akibat
aktivitas pekerjaan dengan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan
secara ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.
c) penyakit yang disebabkan oleh faktor biologi dan penyakit infeksi atau parasit,
meliputi:
1) Brucellosis;
2) Virus hepatitis;
3) Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia (Human
Immunodeficiency Virus);
4) Tetanus;
5) Tuberkulosis;
6) Sindrom toksik atau inflamasi yang berkaitan dengan kontaminasi bakteri atau
jamur;
7) Anthrax
8) Leptospira; dan
9) Penyakit yang disebabkan oleh faktor biologi lain di tempat kerja yang tidak
disebutkan di atas, di mana ada hubungan langsung antara paparan faktor biologi
yang muncul akibat aktivitas pekerjaan dengan penyakit yang dialami oleh
pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.
2) Penyakit Berdasarkan Sistem Target Organ
Penyakit Akibat Kerja pada klasifikasi jenis II ini sebagai berikut:
a) Penyakit saluran pernafasan, meliputi:
1) Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut,
meliputi silikosis, antrakosilikosis, dan asbestos;
2) Siliko tuberkulosis;
3) Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral non-fibrogenic;
4) Siderosis;
5) Penyakit bronkhopulmoner yang disebabkan oleh debu logam keras;
6) Penyakit bronkhopulmoner yang disebabkan oleh debu kapas, meliputi
bissinosis, vlas, henep, sisal, dan ampas tebu atau bagassosis;
7) Asma yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi atau zat iritan yang dikenal
yang ada dalam proses pekerjaan;
8) Alveolitis alergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik atau aerosol yang terkontaminasi dengan mikroba,
yang timbul dari aktivitas pekerjaan;
9) Penyakit paru obstruktif kronik yang disebabkan akibat menghirup debu batu
bara, debu dari tambang batu, debu kayu, debu dari gandum dan pekerjaan
perkebunan, debu dari kandang hewan, debu tekstil, dan debu kertas yang
muncul akibat aktivitas pekerjaan;
10) Penyakit paru yang disebabkan oleh aluminium;
11) Kelainan saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh sensitisasi atau iritasi zat
yang ada dalam proses pekerjaan; dan
12) Penyakit saluran pernafasan lain yang tidak disebutkan di atas, di mana ada
hubungan langsung antara paparan faktor risiko yang muncul akibat aktivitas
pekerjaan dengan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara
ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat;
b) Penyakit Kulit, meliputi:
1) Dermatofitosis kontak alergika dan urtikaria yang disebabkan oleh faktor
penyebab alergi lain yang timbul dari aktivitas pekerjaan yang tidak termasuk
dalam penyebab lain;
2) Dermatosis kontak iritan yang disebabkan oleh zat iritan yang timbul dari
aktivitas pekerjaan, tidak termasuk dalam penyebab lain; dan
3) Vitiligo yang disebabkan oleh zat penyebab yang diketahui timbul dari aktivitas
pekerjaan, tidak temasuk dalam penyebab lain;
c) Gangguan otot dan kerangka, meliputi:
1) Radial styloid tenosynovitis karena gerak repetitif, penggunaan tenaga yang kuat
dan posisi ekstrim pada pergelangan tangan;
2) Tenosynvitis kronis pada tangan dan pergelangan tangan karena gerak repetitif,
penggunaan tenaga yang kuat dan posisi ekstrim pada pergelangan tangan;
3) Olecranon bursitis karena tekanan yang berkepanjangan pada daerah siku;
4) Prepatellar bursitis karena posisi berlutut yang berkepanjangan;
5) Epicondylitis karena pekerjaan repetitif yang mengerahkan tenaga;
6) Meniscus lesions karena periode kerja yang panjang dalam posisi berlutut atau
jongkok;
7) Carpal Tunnel Syndrome karena periode berkepanjangan dengan gerak repetitif
yang mengerahkan tenaga, pekerjaan yang melibatkan getaran, posisi ekstrim
pada pergelangan tangan, atau 3 (tiga) kombinasi diatas; dan
8) Penyakit otot dan kerangka lain yang tidak disebutkan diatas, dimana ada
hubungan langsung antara paparan faktor yang muncul akibat aktivitas pekerjaan
dan penyakit otot dan kerangka yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara
ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat;
d) Gangguan mental dan perilaku, meliputi:
1) Gangguan stres pasca trauma; dan
2) Gangguan mental dan perilaku lain yang tidak disebutkan diatas, dimana ada
hubungan langsung antara paparan terhadap faktor risiko yang muncul akibat
aktivitas pekerjaan dengan gangguan mental dan perilaku yang dialami oleh
pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.
3) Penyakit Kanker Akibat Kerja
Penyakit Akibat Kerja pada klasifikasi jenis III ini, yaitu kanker yang disebabkan oleh zat
berikut:
a) Asbestos;
b) Benzidine dan garamnya;
c) Bis-chloromethyl ether;
d) Persenyawaan chromium VI;
e) Coal tars, coal tar pitches or soots;
f) Beta-naphthylamine;
g) Vinyl chloride;
h) Benzene
4) Penyakit Spesifik Lainnya
Penyakit spesifik lainnya merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau proses kerja, dimana penyakit tersebut ada hubungan langsung antara paparan
dengan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan
menggunakan metode yang tepat. Contoh penyakit spesifik lainnya, yaitu nystagmus
pada penambang.
i)
3. Model Kejadian Kecelakaan Akibat Kerja
a. Teori Penyebab atau Model Kecelakaan
Suatu kecelakaan biasanya sangat komplek, kecelakaan biasanya bisa disebabkan
oleh oleh 5 atau lebih penyebab. Untuk mengetahui penyebab atau bagaimana
kecelakaan itu terjadi maka kita perlu memahaminya dengan menggunakan teori
penyebab atau model kecelakaan. Teori-teori tersebut dikemas ke dalam suatu
model, sehingga terlihat urutan kejadian, kaitan antara parameter-parameter yang
mempengaruhi dapat jelas terlihat.
Oleh karena itu, teori penyebab kecelakaan sering juga disebut sebagai Model
Kecelakaan. Pentingnya mempelajari model kecelakaan adalah sebagai berikut:
1) Memahami klasifikasi sistem, yang logis, objektif, dan dapat diterima secara
universal. Dengan mengklasifikasikan sistem maka beberapa fenomena,
kejadian yang melatar belakangi kcelakaan dapat dikelompok-kelompokan
sehingga menjadi mudah dianalisa.
2) Model kecelakaan dapat mempermudah identifikasi bahaya karena kerangka
logiknya lebih jelas.
3) Model kecelakaan dapat membantu investigasi kecelakaan dan membantu cara-
cara pengendaliannya.
b. Jenis-jenis Teori Penyebab Kecelakaan Kerja
1) Teori Domino
Teori ini diperkenalkan oleh H.W. Heinrich pada tahun 1931. Menurut
Heinrich, 88% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan/ tindakan tidak aman dari
manusia (unsafe act), sedangkan sisanya disebabkan oleh hal-hal yang tidak
berkaitan dengan kesalahan manusia, yaitu 10 % disebabkan kondisi yang tidak
aman (unsafe condition) dan 2% disebabkan takdir tuhan. Heinrich menekankan
bahwa kecelakaan lebih banyak disebabkan oleh kekeliruan, kesalahan yang
dilakukan oleh manusia. Menurutnya, tindakan dan kondisi yang tidak aman akan
terjadi bila manusia berbuat suatu kekeliruan. Hal ini lebih jauh menurutnya
disebabkan karena faktor karakteristik manusia itu sendiri yang dipengaruhi oleh
keturunan (ancestry) dan lingkungannya (environment).
Pada gambar di bawah ini terlihat batu domino disusun berurutan sesuai
dengan faktor-faktor penyebab kecelakaan yang dimaksud oleh Heinrich. Bila
batu pertama atau batu ketiga roboh ke kanan maka semua batu dikanannya akan
roboh. Dengan kata lain bila terdapat suatu kesalahan manusia, maka akan
tercipta tindakan dan kondisi tidak aman, dan kecelakaan serta kerugian akan
timbul. Heinrich mengatakan rantai batu tersebut diputus pada batu ketiga maka
kecelakaan dapat dihindari.

Gambar 3. Teori Domino Dari H.W. Heinrich

Konsep dasar pada model ini adalah:

 Kecelakaan adalah sebagai suatu hasil dari serangkaian kejadian yang


berurutan. Kecelakaan tidak terjadi dengan sendirinya.
 Penyebab-penyebabnya adalah faktor manusia dan faktor fisik.
 Kecelakaan tergantung kepada lingkungan fisik kerja, dan
lingkungan sosial kerja.
 Kecelakaan terjadi karena kesalahan manusia.

2) Teori Bird & Loftus


Setelah beberapa dekade munculnya teori domino dari Heinrich, kemudian
muncul model yang lebih modern yang dikembangkan berdasarkan model dasar
yang dibuat oleh Heinrich. Frank E. Bird dan Robert G. Loftus mengembangkan
model tersebut sebagai berikut:
Gambar 4. Teori Bird & Loftus

Kunci kejadian masih tetap sama seperti yang dikatakan oleh Heinrich, yaitu adanya
tindakan dan kondisi tidak aman. Bird dan Loftus tidak lagi melihat kesalahan terjadi
pada manusia/pekerja semata, melainkan lebih menyoroti pada bagaimana
manajemen lebih mengambil peran dalam melakukan pengendalian agar tidak terjadi
kecelakaan.

3) Teori Swiss Cheese


Mula-mula model ini dikembangkan untuk industry tenaga nuklir, pendekatan
Reason pada penyebab terjadinya kecelakaan adalah berdasarkan asumsi bahwa
elemen-elemen pokok dari suatu organisasi harus bekerjasama secara harmonis bila
menginginkan operasional yang efesien dan aman. Setelah itu teori ini banyak
digunakan di dunia penerbangan. Berdasarkan teori dari Reason, dijelaskan bahwa
kecelakaan terjadi ketika terjadi kegagalan interaksi pada setiap komponen yang
terlibat dalam suatu sistem produksi. Seperti yang digambarkan pada gambar 5
dibawah ini, kegagalan suatu proses dapat dilukiskan sebagai “lubang” dalam setiap
lapisan sistem yang berbeda, dengan demikian menjelaskan apa dari tahapan suatu
proses produksi tersebut yang gagal.
Gambar 5. Teori Swiss Cheese

Sebab-sebab suatu kecelakan dapat dibagi menjadi, “Direct Cause” dimana ia


sangat dekat hubungannya dengan kejadian kecelakaan yang menimbulkan kerugian
atau cidera pada saat kecelakaan tersebut terjadi. Kebanyakan proses investigasi lebih
konsentrasi kepada penyebab langsung terjadinya suatu kecelakaan dan bagaimana
mencegah penyebab langsung tersebut. Tetapi ada hal lain yang lebih penting yang
perlu di identifikasi yakni “Latent Cause”. Latent cause adalah suatu kondisi yang
sudah terlihat jelas sebelumnya dimana suatu kondisi menunggu terjadinya suatu
kecelakaan.
4. Model Kejadian Penyakit Akibat Kerja
Ada beberapa jenis penyakit akibat kerja menurut Simposium Internasional oleh
ILO dalam Anizar (2009), yaitu :
 Penyakit akibat kerja (occupational disease) Penyakit yang mempunyai penyebab
yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjan, yang pada umumnya terdiri
dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
 Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (work related disease) Penyakit yang
mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan memegang
peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang
mempunyai etiologi yang kompleks.
 Penyakit yang mengenai populasi kerja (disease affecting working populations)
Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat
pekerja. Namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk untuk kesehatan.

a. Penyebab Penyakit Akibat Kerja


Berdasarkan uraian Suma’mur (1985), faktor-faktor yang menjadi penyebab
penyakit akibat kerja dibagi dalam 5 golongan, yakni :
1) Golongan fisik
Suara yang biasanya menyebabkan pekak atau tuli.
2) Radiasi
Sinar-sinar Ro atau sinar-sinar radioaktif yang menyebabkan antara lain penyakit
susunan darah dan kelainankelainan kulit. Radiasi sinar inframerah bisa
mengakibatkan cataract kepada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi
sebab conjungtivitas photo electrica.
3) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps atau
hyperpyrexia sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan
frosbite.
4) Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease.
5) Penerapan lampu yang kurang baik misalnya menyebabkan kelainan kepada
indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan
b. Golongan kimiawi
1) Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, di antaranya : silikosis, asbestosis.
2) Uap yang di antaranya menyebabkan mental fume fever dermatitis, atau
keracunan.
3) Gas misalnya keracunan oleh CO, dan H2S.
4) Larutan yang menyebabkan dermatitis.
5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan yang
menimbulkan keracunan.
c. Golongan Infeksi
Misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau brucella pada pekerja-pekerja penyamak
kulit.
d. Golongan fisiologis
Disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi mesin, sikap badan kurang baik,
salah cara melakukan pekerjaan dan lain-lain yang semuanya menimbulkan
kelelahan fisik, bahkan lambat laun perubahan fisik tubuh pekerja.
e. Golongan mental psikologis
Hal ini terlihat semisal pada hubungan kerja yang tidak baik, atau misalnya keadaan
membosankan monoton. Faktor penyebab penyakit akibat kerja ini dapat bekerja
sendiri maupun secara sinergistis.

5. Model Rekomendasi Kepada Manajemen


a. Komitmen dan kebijakan
Kepemimpinan dan Komitmen Pengurus harus menunjukkan kepemimpinan dan
komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dengan menyediakan
sumberdaya yang memadai. Pengusaha dan pengurus perusahaan harus menunjukkan
komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja yang diwujudkan dalam:
1) Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja pada posisi yang dapat
menentukan keputusan perusahaan.
2) Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang
diperlukan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja.
3) Menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan
kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan kerja.
4) Perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi.
5) Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja. Komitmen dan kebijakan tersebut pada butir a sampai dengan e
diadakan peninjauan ulang secara teratur. Setiap tingkat pimpinan dalam
perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja sehingga penerapan Sistem Manajemen K3 berhasil diterapkan dan
dikembangkan. Setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada ditempat kerja
harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan keselamatan
dan kesehatan kerja.
b. Tinjauan Awal Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Initial Review)
Peninjauan awal kondisi keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan saat ini
dilakukan dengan:
1) Identifikasi kondisi yang ada dibandingkan dengan ketentuan pedoman ini.
2) Identifikasi sumber bahaya yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan.
3) Penilaian tingkat pengetahuan, pemenuhan peraturan perundangan dan standar
keselamatan dan kesehatan kerja.
4) Membandingkan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dengan perusahaan
dan sektor lain yang lebih baik.
5) Meninjau sebab dan akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi dan
gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan keselamatan
dan kesehatan kerja.
6) Menilai efisiensi dan efektifitas sumberdaya yang disediakan. Hasil peninjauan
awal keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bahan masukan dalam
perencanaan dan pengembangan Sistem Manajemen K3.
c. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pernyataan
tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau pengurus yang memuat
keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan
keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja yang mencakup
kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasional.
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dibuat melalui proses konsultasi antara
pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan
kepada semua tenaga kerja, pemasok dan pelanggan. Kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan
kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

6. Studi Kasus
a. Kasus Dalam Negeri

Pada penelitian ini peneliti langsung mengadakan survey di lapangan


untuk mengidentifikasi mengenai risiko K3, kemudian langsung memberikan
penilaian tentang risiko-risiko K3 yang terjadi di lapangan, serta mempelajari
bagaimana tindakan penanganan yang baik terhadap risiko K3 pada kegiatan proyek
pembangunan PT. Trakindo Utama.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa masih banyak tenaga kerja yang
tidak mengetahui tentang K3, apa yang dimaksud dengan K3, bagaimana cara
penerapan K3, dan lain-lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa masih kurangnya
perhatian ataupun komitmen dari perusahaan kontraktor untuk melaksanakan program
K3 dengan baik.
Sehingga diperlukan sosialisasi lebih lanjut kepada pihak PT. Trakindo
Utama mengenai pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja bagi para pekerjanya.
b. Kasus Luar Negeri

Studi ini dilakukan untuk mengetahui faktor penentu penyebab kecelakaan kerja
pada pekerja pabrik tekstil di wilayah Amahara, Ethiopia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor kurangnya pelatihan, gangguan tidur, dan tekanan pekerjaan
meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan kerja. Maka, pemberian pelatihan K3,
mengurangi stresor, dan memberikan regulasi jam tidur yang baik merupakan langkah
yang direkomendasikan.
BAB III
KESIMPULAN

Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari pekerjaan, apapun jenis pekerjaan selalu
dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam melakukan pekerjaan tersebut,
pemahaman dan penerapan masyarakat terkait keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih
kurang di perhatikan. Padahal faktor K3 sangat penting dan harus diperhatikan oleh pekerja dan
hal ini menjadi tanggung jawab bersama, perlu adanya kerja sama antara pemerintah, perusahaan
dan pekerja agar terhindar dari Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja
(PAK).

f.
DAFTAR PUSTAKA

Angka Kecelakaan Kerja 2001-2018 di Indonesia (https://katigaku.top/2019/02/21/statistik-


angka-kecelakaan-kerja-tahun-2018-tertinggi-sejak-2001/) diakses pd hari Selasa, 27 Juli
2021, pukul 20.42

Badraningsih L,.Enny Zuhny K.tt. 2015. Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Universitas
Negeri Yogyakarta

Heinrich et al. 1980. Industrial accident prevention : a safety management approach

ILO. 2009. Simposium Internasional

Indonesian Public Health. 2021. Faktor Penyebab Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
http://www.indonesian-publichealth.com/pengertian-dan-faktor-penyebab-k3/ diakses pada
hari Selasa, 26 Juli 2021 pukul 12.05

James T.Reason. 2005. Data Gathering

Salawati, L. 2015. Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan. JURNAL KEDOKTERAN SYIAH
KUALA Volume 15 Nomor 2 Agustus 2015

Peraturan Presiden Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per. 05/Men/1996 Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Suma'mur. 2011. Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan.

https://www.researchgate.net/publication/228683461_A_review_of_accident_modelling_approa
ches_for_complex_socio-technical_systems (diakses pada hari Selasa, 27 Juli 2021 pukul
21.05)
https://www.researchgate.net/publication/327727444_Variety_of_Accident_Causes_in_Construc
tion_Industry diakses pada hari Selasa, 27 Juli 2021 pukul 21.07

https://www.researchgate.net/publication/326512089_Analysis_of_Vessel-
Based_Marine_Accidents_and_the_Economic_Risks_to_Nigeria diakses pada hari Selasa,
27 Juli 2021 pukul 21.08)

Anda mungkin juga menyukai