Rangkuman Precede Proceed

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

2.

2 Model Precede-Proceed

Model yang dikembangkan oleh Green dan Kreuter (1991) pada tahun 1980, merupakan model yang
paling cocok diterapkan dalam perencanaan dan evaluasi promosi kesehatan, yang dikenal dengan
model PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in Educational Diagnosis and
Evaluation). PRECEDE merupakan kerangka untuk membantu perencanaan mengenal masalah,
mulai dari kebutuhan pendidikan sampai pengembangan program. Pada tahun 1991, model ini
disempurnakan menjadi model PRECEDE-PROCEEDE. PROCEEDE merupakan singkatan dari
Policy, Regulatory, and Organizational Contructs in Educational and environmental Development.
Gambar 1 meringkas gambaran model PRECEDE-PROCEED.
Green menganalisis perilaku manusia dimulai dari tingkat kesehatan, bahwa kesehatan seseorang
atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor
luar perilaku (non behavior causes). Meskipun model ini mendasarkan diri pada Model Kepercayaan
Kesehatan atau Health Belief Model dan sistem-sistem konseptual lain, namun model Precede
merupakan model sejati, yang lebih mengarah kepada upaya-upaya pragmatik mengubah perilaku
kesehatan daripada sekedar upaya pengembangan teori. Green dan rekan-rekannya menganalisis
kebutuhan kesehatan komunitas dengan cara menetapkan lima diagnosis berbeda, yaitu diagnosis
sosial, diagnosis epidemiologi, diagnosis perilaku, diagnosis pendidikan, dan diagnosis administrasi/
kebijakan.
Dalam aplikasinya, PRECEDE-PROCEED dilakukan bersama-sama dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas
dan tujuan program, sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria
kebijakan, pelaksanaan, dan evaluasi. Menurut Schmidt dkk, model ini paling banyak diterima dan
telah berhasil diterapkan dalam perencanaan program-program komprehensif dalam banayak
susunan yang berlainan, serta model ini dianggap lebih berorientasi praktis. Berdasarkan pemikiran
tersebut, Lawrence Green mengusulkan perencanaan promosi kesehatan melalui PRECEDE
framework dan PROCEED framework sebagai terapi terhadap perilaku lama. Jika PRECEDE
merupakan diagnosis, PROCEED adalah terapi dalam promosi kesehatan.

2.3. Pengertian Model PRECEDE-PROCEED


Green (1980) telah mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat
perencanaan dan evaluasi kesehatan yang dikenal PRECEDE. PRECEDE adalah singkatan
Predisposing (predisposisi), Reinforcing (Memperkuat), Enabling (Mengaktifkan), Causes (Penyebab),
Educational Diagnosis (Pendidikan Diagnosa) dan Evaluation (Evaluasi). PRECEDE memberikan
serial langkah yang menolong perencana untuk mengenal masalah mulai dari kebutuhan pendidikan
sampai pengembangan program untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun demikian pada tahun
1991 Green menyempurnakan kerangka tersebut menjadi PRECEDE-PROCEED. PROCEED (Policy,
Regulatory, Organizational Construct in Educational and Environmental Development). PRECEDE-
PROCEED harus dilakukan secara bersama.
2.4 Tujuan Model Model PRECEDE-PROCEED
Bagian paling penting dari perencanaan program adalah analisis komunitas atau yang biasa dikenal
sebagai analisis kebutuhan (need assessment). Keberhasilan program promosi kesehatan tergantung
dari data yang didapat tentang individu, kelompok atau sistem yang akan menjadi fokus dari program.
Berdasarkan data tersebut perencana program dapat memahami masalah kesehatan yang perlu
diatasi dan sumberdaya yang tersedia. Model Procede dan Proceed juga berperan penting dalam
perencanaan pendidikan dan promosi kesehatan karena menyediakan bentuk untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah kesehatan, perilaku dan pelaksanaan program.
Model PRECEDE adalah kerangka untuk proses perkembangan sistematis dan program-program
edukasi kesehatan, dikembangkan antara tahun 1968 - 1974. Tujuan PRECEDE pada fase diagnosis
masalah, menetapkan prioritas masalah dan diagnosis program. PRECED untuk diagnosa dan
perencanaan memimpin edukator kesehatan untuk berpikir secara deduktif, untuk memulai dengan
konsekuensi final dan bekerja kembali ke penyebab asli. PROCEED ditambahkan pada model ini
pada akhir 1980-an berdasarkan pada percobaan Lawrence W. Green bersama dengan Marshall
Krueter pada berbagai macam posisi dengan pemerintahan federal dan Kaiser Family Foundation.
Tujuan PROCEED digunakan untuk menetapkan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan,
serta implementasi dan evaluasi. Kerangka PRECEDE didirikan pada persyaratan dari empat disiplin:
a) Epidemiologi
b) Ilmu pengetahuan sosial dan tindakan (behaviour),
c) Administrasi
d) Edukasi
Dalam penerapan PRECEDE, dua proporsi dasar ditekan: Pertama, kesehatan dan tindakan
kesehatan disebabkan oleh faktor-faktor ganda, dan kedua, karena kesehatan dan tindakan
kesehatan ditentukan oleh faktor-faktor ganda, upaya-upaya edukasi kesehatan untuk mempengaruhi
tindakan harus multidimensional.

2.5. Langkah-Langkah Model PRECEDE-PROCEED


Menentukan Kebutuhan Promosi Kesehatan
PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah, penetapan
prioritas masalah, dan tujuan program, sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran
dan kriteria kebijakan, serta implementasi dan evaluasi.

a) Fase 1 (Diagnosis sosial)


Diagnosis sosial adalah proses menetukan persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya dan aspirasi
masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya,melalui partisipasi dan penerapan berbagai
informasi yang didesain sebelumnya.
Penilaian dapat dilakukan atas dasar data sensus ataupun vital statistic yang ada, maupun dengan
melakukan pengumpulan data secara langsung dari masyarakat. Bila data langsung dikumpulkan dari
masyarakat, maka pengumpulan datanya dapat dilakukan dengan cara: wawancara dengan informan
kunci, forum yang ada di masyarakat, focus group discussion (FGD), nominal group process, dan
survei.
Pada fase ini, praktisi dapat menggunakan kumpulan data multipel dari aktivitas-aktivitas (hasil
wawancara dengan informan, diskusi kelompok, observasi terhadap partisipan, dan survei), untuk
memahami kebutuhan masyarakat. Fase ini secara subjektif berupaya mendefinisikan kualitas hidup
dalam masyarakat. Fokus pada fase ini adalah untuk mengenali dan mengevaluasi permasalahan
sosial yang mempengaruhi kualitas hidup target populasi. Tahap ini membutuhkan perencana
program untuk mendapatkan pengertian dari permasalahan sosial yang mempengaruhi kehidupan
pasien, konsumen, siswa, atau komunitas, sebagaimana mereka memandang permasalahan
tersebut. Hal ini diikuti oleh pembentukan penghubung antara permasalah tersebut dan
permasalahan kesehatan spesifik yang dapat menjadi fokus dari edukasi kesehatan. Penghubung ini
sangat penting dalam hidup dan, sebagai timbal balik, bagaimana kualitas hidup mempengaruhi
permasalahan sosial. Metode yang digunakan untuk diagnosis sosial dapat menggunakan satu atau
beberapa cara pada “Community Assessment”.

b) Fase 2 (Diagnosis epidemiologi)


Pada tahap ini, masalah-masalah kesehatan yang didapatkan dari tahap pertama tadi digambarkan
secara rinci berdasarkan data yang ada, baik yang berasal dari data lokal, regional, maupun nasional.
Dalam tahap ini dilihat bagaimana pengaruh atau akibat dari masalah-masalah kesehatan tersebut
dengan mengacu pada mortalitas, morbiditas, tanda dan gejala yang ditimbulkan. Dari tahap inilah
perencana menetapkan suatu prioritas masalah yang nantinya akan dibuat suatu perencanaan yang
sistematis.
Pada fase ini, siapa atau kelompok mana yang terkena masalah kesehatan (umur, jenis kelamin,
lokasi, dan suku) diidentifikasi. Di samping itu, dicari pula bagaimana pengaruh atau akibat dari
masalah kesehatan tersebut (mortalitas, morbiditas, disabilitas, tanda dan gejala yang timbul) dan
cara menanggulangi masalah tersebut (imunisasi, perawatan atau pengobatan, modifikasi lingkungan
atau perilaku). Informasi ini sangat penting untuk menetapkan prioritas masalah, yang didasarkan
pertimbangan besarnya masalah dan akibat yang ditimbulkan, serta kemungkingan untuk diubah.
Prioritas masalah harus tergambar pada tujuan program dengan ciri “who eill benefit how much of
what outcome by when”.
Diagnosis epidemiologi mencakup analisis data sekunder atau kumpulan data asli untuk
memprioritaskan kebutuhan akan kesehatan masyarakat serta mempertahankan tujuan dan target
dari program. Praktisi mengamankan dan menggunakan data statistik yang spesifik dari populasi
target dalam rangka mengidentifikasi dan mengurutkan masalah dan tujuan kesehatan yang dapat
memberikan kontribusi terhadap kebutuhan masyarakat yang teridentifikasi. Diagnosis epidemiologi
membantu identifikasi faktor-faktor perilaku dan lingkungan yang berhubungan dengan kualitas
kehidupan. Fokus pada fase ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan kesehatan yang spesifik
dan faktor non-medis yang berhubungan dengan kualitas kehidupan yang buruk. Menjelaskan
permasalahan kesehatan tersebut dapat: 1. membentuk hubungan antara permasalahan kesehatan,
kondisi kesehatan lain, dan kualitas kehidupan; 2. Mendorong penyusunan prioritas masalah yang
akan memandu fokus dari program dan pemanfaatan sumber daya secara efektif; dan 3. Menyusun
kewajiban yang jelas pada masing-masing pihak. Prioritas-prioritas ini dijelaskan sebagai sebagai
sebuah program objektif yang menjelaskan target populasi (WHO), outcome yang diinginkan (WHAT),
dan seberapa banyak (HOW MUCH) keuntungan yang harus didapatkan target populasi, dan kapan
(WHEN) keuntungan tersebut terjadi.
Contoh data-data epidemiologi:
• Statistik vital
• Usia rentan meninggal
• Kecacatan
• Angka kejadian
• Morbiditas
• Mortalitas
Dari fase 1 dan 2 objektif program disusun, objektif program adalah tujuan-tujuan yang ingin
dicapai sebagai hasil dari implementasi intervensi-intervensi. Contoh diagnosis epidemiologi dalam
promosi kesehatan diare adalah banyaknya penduduk terutama balita dan anak-anak yang menderita
mencret-mencret/diare dan angka kematian anak akibat diare cukup tinggi.

c) Fase 3 (Diagnosis perilaku dan lingkungan)


Diagnosis perilaku adalah analisis hubungan perilaku dengan tujuan atau masalah yang diidentifikasi
dalam diagnosis epidemiologi atau sosial. Sedangkan diagnosis lingkungan adalah analisis paralel
dari faktor lingkungan sosial dan fisik daripada tindakan khusus yang dapat dikaitkan dengan perilaku.
Fase ini mengidentifikasi faktor-faktor, baik faktor internal maupun eksternal dari individu yang dapat
berpengaruh terhadap masalah kesehatan. Fokus fase ini ditujukan pada identifikasi sistematis
praktek kesehatan dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan permasalahan kesehatan yang
telah dijelaskan pada fase 2. Faktor-faktor ini mencakup penyebab non-perilaku (faktor individu dan
lingkungan) yang dapat berkontribusi pada permasalahan kesehatan, tetapi tidak dikontrol oleh
perilaku. Hal ini dapat mencakup predisposisi genetik, umur, jenis kelamin, penyait yang diderita,
iklim, tempat kerja, ketersediaan fasilitas kesehatan yang adekuat, dan lain-lain. Perilaku yang
menyebabkan permasalahan kesehatan juga dinilai. Bagian penting lain pada fase ini adalah
kecenderungan terjadinya perubahan pada tiap permasalahan kesehatan pada fase 2. Mengulang
kembali untuk membaca literatur-literatur yang telah ada maupun menerapkan teori-teori yang ada,
merupakan elemen penting pada fase ini.
Matrix Perilaku, untuk membantu mengenali target-target dimana intervensi yang paling efektif dapat
diterapkan. Matriks ini membantu dalam mengidentifikasi sasaran dimana tindakan intervensi yang
paling efektif dapat diterapkan. Langkah yang harus dilakukan dalam diagnosis perilaku dan
lingkungan antara lain:
a. Memisahkan faktor perilaku dan non-perilaku penyebab timbulnya masalah kesehatan.
b. Mengidentifikasi perilaku yang dapat mencegah timbulnya masalah kesehatan dan perilaku
yang berhubungan dengan tindakan perawatan/pengobatan, sedangkan untuk faktor lingkungan
dengan mengeliminasi faktor-faktor lingkungan yang tidak dapat diubah seperti faktor genetis dan
demografis.
c. Urutkan faktor perilaku dan lingkungan berdasarkan besarnya pengaruh terhadap masalah
kesehatan.
d. Urutkan faktor perilaku dan lingkungan berdasarkan kemungkinan untuk diubah.
e. Tetapkan perilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran program.
Setelah itu tetapkan tujuan perubahan perilaku dan lingkungan yang ingin dicapai program. Indikator
masalah perilaku yang memengaruhi status kesehatan seseorang adalah pemanfaatan pelayanan
kesehatan (utilization), upaya pencegahan (prevention action), pola konsumsi akanan (consumption
pattern), kepatuhan (compliance), dan upaya pemeliharaan kesehatan sendiri (self care). Dimensi
perilaku yang digunakan adalah earliness, quality, persistence, frequency, dan range. Indikator
lingkungan yang digunakan adalah keadaan sosial, ekonomi, fisik dan pelayanan kesehatan,
sedangkan dimensi yang digunakan terdiri atas keterjangkauan, kemampuan, dan pemerataan.
d) Fase 4 (Diagnosis pendidikan dan organisasi)
Sesuai dengan perspektif perilaku, tahap diagnosis pendidikan dan organisasional model Precede
memberi penekanan pada faktor-faktor predisposisi, pendukung, dan penguat. Dua faktor pertama
berkaitan dengan anteseden dari suatu perilaku tersebut, sedangkan faktor penguat merupakan
sinonim dari istilah konsekuen yang dipakai dalam analisis perilaku.
• Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor yang mempermudah atau mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Merupakan anteseden
dari perilaku yang menggambarkan rasional atau motivasi melakukan suatu tindakan, nilai dan
kebutuhan yang dirasakan, berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk bertindak.
• Faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu atau memungkinkan suatu motivasi
direalisasikan. Yang termasuk dalam kelompok faktor pemungkin adalah ketersediaan pelayanan
kesehatan, aksesibilitas dan kemudahan pencapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak
maupun segi biaya dan sosial serta adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam
menunjang perilaku tersebut.
• Faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor yang memperkuat (atau kadang-kadang justru dapat memperlunak) untuk terjadinya perilaku
tersebut. Merupakan factor yang memperkuat suatu perilaku dengan memberikan penghargaan
secara terus menerus pada perilaku dan berperan pada terjadinya pengulangan. Merupakan faktor
yang berperan setelah suatu perilaku telah dimulai. Faktor ini mendukung pengulangan atau tetapnya
suatu perilaku dengan memberikan suatu penghargaan (reward) atau insentif secara berkelanjutan
serta hukuman (punishmen) sebagai konsekuensi dari suatu perilaku. Hal tersebut digunakan untuk
memotivasi dan menguatkan perilaku sehat dan outcome. Reinforcement bisa datang dari individu
atau kelompok, seseorang atau institusi dalam lingkungan fisik atau sosial seperti keluarga, guru,
akademis, dan lain-lain.
Hal penting untuk memahami reinforcing factor adalah sejauh mana ketidakadannya akan berarti
kehilangan dukungan untuk tindakan dari individu atau kelompok. Elemen penting pada fase ini
adalah pemilihan faktor yang dapat dimodifikasi, yang paling dapat menghasilkan perubahan perilaku
Proses pemilihan mencakup mengidentifikasi, memilah faktor-faktor ini ke dalam kategori-kategori
(positif dan negatif), menempatkan prioritas pada tiap kategori, dan memprioritaskan salah satu
kategori. Prioritas faktor bergantung kepada tingkat kepentingan (importance) dan kemampuan untuk
diubah (changeability). Learning objectives dari faktor-faktor terpilih ini kemudian dikembangkan.
Pemilihan faktor-faktor mana yang harus diubah untuk memulai dan menjaga (maintain) perubahan
perilaku dilakukan pada fase ini karena intervensi spesifik juga disusun pada fase ini.
Diagnosis edukasi dan organisasi ini lah yang digunakan untuk melihat hal-hal spesifik yang dapat
meningkatkan atau menurunkan perilaku-perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.

e) Fase 5 (Diagnosis administrasi dan kebijakan)


Pada fase ini, dilakukan analisis kebijakan, sumber daya, dan peraturan yang berlaku yang dapat
memfasilitasi atau menghambat pengembangan program promosi kesehatan. Untuk diagnosis
administratif, dilakukan tiga penilaian, yaitu sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan
program, sumber daya yang terdapat di organisasi dan masyarakat, serta hambatan pelaksanaan
program. Untuk diagnosis kebijakan, dilakukan identifikasi dukungan dan hambatan politis, peraturan
dan organisasional yang memfasilitasi program serta pengembangan lingkungan yang dapat
mendukung kegiatan masyarakat yang kondusif bagi kesehatan.
Pada fase ini kita melangkah dari perencanaan dengan PRECEDE ke implementasi dan evaluasi
dengan PROCEED. PRECEDE digunakan untuk meyakinkan bahwa program akan sesuai dengan
kebutuhan dan keadaan individu atau masyarakat sasaran. Sebaliknya, PROCEED untuk
meyakinkan bahwa program akan tersedia, dapat dijangkau, dapat diterima dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada penentu kebijakan, administrator, konsumen atau klien, dan
stakeholder terkait. Hal ini dilakukan untuk menilai kesesuaian program dengan standar yang telah
ditetapkan.
Diagnosis administratif dilakukan dengan tiga penilaian, yaitu: sumber daya yang dibutuhkan untuk
melaksanakn program, sumber daya yang ada di organisasi dan masyarakat, serta hambatan
pelaksana program. Sedangkan pada diagnosis kebijakan dilakukan identifikasi dukungan dan
hambatan politis, peraturan dan organisasional yang memfasilitasi program dan pengembangan
lingkungan yang dapat mendukung kegiatan masyarakat yang kondusif bagi kesehatan.
Misalnya, adanya kebijakan pemerintah dalam pemberantasan penyakit diare antara lain bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan, angka kematian, dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB).

• Sumber Data
Data masyarakat yang dibutuhkan oleh seorang perencana promosi kesehatan dapat berasal
dari berbagai sumber seperti :
 Dokumen yang ada
 Langsung dari masyarakat, di mana kita bisa mendapatkan data mengenai status kesehatan
masyarakat, perilaku kesehatan dan determinan dari perilaku tersebut,
 Petugas kesehatan di lapangan
 Tokoh masyarakat

• Cara pengumpulan data yang dapat dilakukan adalah:


a. Key informant approach
Informasi yang diperoleh dari informan kunci melalui wawancara mendalam atau Focus Group
Discussion(FGD) sangat menolong untuk memahami masalah yang ada. Cara ini cukup sederhana
dan relatif murah, karena informasi yang diperoleh dapat mewakili berbagai perspektif dan informan
kunci sendiri selain memberikan data yang dapat digunakan dalam membuat perencanaan, juga akan
membantu dalam mengimplementasikan promosi kesehatan.

b. Community forum approach


Cara lain yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data adalah melalui forum diskusi. Di sini
health promotor bersama-sama masyarakat mendiskusikan masyarakat yang ada.melalui cara ini
dapat dicari jalan keluar dari masalah yang ada. Bila dilihat dari sudut program, cara ini sangat
ekonomis, di samping itu promotor kesehatan juga dapat memahami masalah dari berbagai sudt
pandang masyarakat.

c. Sample survey appproach


Merupakan cara pengumpulan data kebutuhan masyarakat yang paling valid dan akurat, karena
estimasi kesalahan bisa diseleksi. Namun demikian cara ini merupakan cara yang paling mahal.
Metode yang dapat digunakan adalah wawancara dan observasi (terutama bila ingin melihat
keterampilan atau skill).

f) Fase 6 (Implementasi)
Pada tahap ini, merencanakan suatu intervensi (secara besar pada fase-fase sebelumnya),
berdasarkan analisis. Sekarang, yang harus kita lakukan adalah menjalankannya. Fase ini hanya
berupa pengaturan dan pengimplementasian intervensi yang telah direncanakan sebelumnya. Pada
fase ini, intervensi yang telah disusun pada fase kelima diterapkan secara langsung pada
masyarakat.

g) Fase 7 (Evaluasi proses)


Fase ini bukanlah mengenai hasil, tetapi mengenai prosedur. Evaluasi disini berarti apakah kita
sedang melakukan apa yang telah kita rencanakan sebelumnya. Jika, sebagai contoh, kita
menawarkan melakukan pelayanan kesehatan diare tiga hari dalam sepekan pada daerah pedesaan,
apakah dalam kenyataannya kita benar-benar melakukan pelayanan kesehatan tersebut. Kita juga
menetapkan untuk memberikan penyuluhan setiap hari senin dan khamis untuk melakukan
penyuluhan tentang diare dan penanganannya di puskesmas berdekatan, setiap selasa dan rabu
melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah apakah kita benar- benar melaksanakan sesuai yang
direncanakan.
h) Fase 8 (Evaluasi dampak)
Pada fase ini, kita mulai melakukan evaluasi terhadap sukses awal dari upaya kita. Apakah intervensi
tersebut menghasilkan efek yang kita inginkan pada faktor perilaku atau lingkungan yang kita
harapkan untuk berubah. Mengukur efektifitas program dari sudut dampak menengah dan
perubahan-perubahan pada faktor predisposing, enabling, dan reinforcing. Mengevaluasi dampak dari
intervensi pada faktor-faktor pendukung perilaku dan pada perilaku itu sendiri.:

• Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factor)


Faktor-faktor ini mencakup, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya: pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil
diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat pemeriksaan hamil, baik bagi
kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem
nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa hamil. Misalnya, orang
hamil tidak boleh disuntik (pemeriksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus), karena
suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif akan mempermudah
terwujudnya perilaku baru maka sering disebut faktor yang memudahkan.

• Faktor-faktor pemungkin (Enabling factors)


Faktor-faktor ini mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi
masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja,
tersedianya makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan
seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan
praktek suasta (BPS), dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan
prasarana pendukung, misalnya: perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang mau periksa hamil
tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan
mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya: puskesmas, polindes,
bidan praktik, ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung untuk atau
memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau
faktor pemungkin.
• Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku
para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-
peraturan baik dari pusat maupun pemerintahan daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk
berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta
dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat,
tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga
diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Oleh sebab itu intervensi pendidikan
hendaknya dimulai mendiagnosis 3 faktor penyebab (determinan) tersebut kemudian intervensinya
juga diarahkan terhadap tiga faktor tersebut.
i) Fase 9 (Evaluasi hasil)
“Apakah intervensi kita sungguh bekerja dalam menghasilkan outcome yang teridentifikasi pada
komunitas pada fase 1 sebelumnya?”. Intervensi ini mungkin dapat secara sukses dilakukan,
prosesnya sesuai dengan yang direncanakan, dan terjadi perubahan yang memang diharapkan.
Namun, hasilnya secara keseluruhan tidak memiliki dampak pada masalah yang lebih luas. Dalam hal
ini, kita harus memulai kembali prosesnya sekali lagi, untuk melihat mengapa faktor yang kita
fokuskan bukanlah faktor yang tepat, dan untuk mengidentifikasi faktor lain yang mungkin berhasil.
Mengukur perubahan dari keseluruhan objek dan perubahan dalam kesehatan dan keuntungan sosial
atau kualitas kehidupan (outcome) yang menentukan efek terbesar pada intervensi terhadap
kesehatan dan kualitas kehidupan suatu populasi. Dibutuhkan waktu yang panjang untuk
mendapatkan hasil, dan mungkin beberapa tahun untuk benar-benar melihat perubahan kualitas
hidup pada populasi atau masyarakat.
Beberapa outcome mungkin tidak terlihat nyata dalam beberapa tahun atau dekade. Bila outcome
tidak terlihat dalam jangka waktu yang lama, maka kita harus bersabar dan tetap mengawasi proses
dan dampak dari intervensi kita, dengan keyakinan bahwa outcome tersebut akan terlihat dengan
nyata nantinya.
Langkah-langkah untuk menetapkan prioritas masalah kesehatan meliputi hal-hal berikut.
a) Menentukan status kesehatan masyarakat.
b) Menentukan pola pelayanan kesehatan msyarakat yang ada.
c) Menentukan hubungan antara status kesehatan dan pelayanan kesehatan di masyarakat
d) Menentukan determinan masalah kesehatan masyarakat (meliputi tingkat pendidikan, umur,
jenis kelamin, ras, letak geografis, kebiasaan atau perilaku dan kepercayaan yang dianut).

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan prioritas masalah antara lain
beratnya
masalah dan akibat yang ditimbulkan, pertimbangan politis, dan sumber daya yang ada di
masyarakat.

Winarni,Naila.2017.Model Perencanaan Promosi Kesehatan Precede Proceed.


https://www.scribd.com/document/338107129/Makalah-Teori-Preced-Precedo-Fix

Anda mungkin juga menyukai