A1D019203 Reza Dwianta Acara 3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM PRODUKSI BENIH

ACARA III
PRODUKSI BENIH PADI (ROGUING DAN SERTIFIKASI)

Oleh:
Reza Dwianta
NIM A1D019203

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
I. PENDAHULUAN

Faktor yang menjadi pendukung keberhasilan dalam meningkatkan


produksi komoditas pertanian yaitu penemuan varietas unggul baru, teknologi
budidaya, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, sistem pengelolaan
pengairan, pascapanen, sistem kelembagaan pertanian dan rekayasa
kelembagaan serta perluasan areal tanam. Pertanian yang maju dan efisien
akan mensyaratkan mutu benih yang tinggi, jelas identitas genetiknya,
sehingga pertumbuhan tanaman seragam dan stabil meskipun ditanam pada
lingkungan yang beragam. Varietas unggul baru (VUB) yang dilepas ternyata
memiliki nilai komersialisasi tinggi. Seberapa jauh nilai komersialisasi
varietas-varietas unggul tersebut menarik untuk dikaji, sehingga dapat
diperoleh kiat-kiat bagaimana varietas-varietas lain dapat dikomersialkan.
Inovasi teknologi tanaman padi dapat diwujudkan dalam bentuk
pertanaman varietas unggul baru yang intensif, yang diharapkan mampu
berkontribusi terhadap peningkatan produksi padi nasional. Berkaitan dengan
hal tersebut varietas unggul menjadi salah satu output utama dari Balai Besar
Penelitian Padi. Kontribusi yang diberikan cukup besar pada penggunaan
benih varietas unggul dalam peningkatan produksi tanaman padi nasional.
Keunggulan varietas padi yang dilepas bervariasi sejalan dengan
meningkatnya spesifikasi permintaan para pihak pemangku kepentingan
(stake holder). Diawali dari upaya perakitan varietas yang berpotensi hasil
tinggi dan respon terhadap pemupukan, perbaikan keunggulan varietas
diperkaya dengan sejumlah karakter unggul lainnya seperti umur lebih genjah,
tahan terhadap hama dan penyakit utama, mutu gabah, mutu tanak dan mutu
gizi kualitas nasi yang menjadikan varietas unggul baru lebih bersifat spesifik
agroekosistem.
Roguing adalah kegiatan pemeriksaan lapang untuk mengidentifikasi
dan menghilangkan tanaman yang menyimpang. Tujuan roguing adalah untuk
mempertahankan kemurnian dan mutu genetik suatu varietas. Karakteristik
varietas dapat digunakan untuk mengenali dan mengidentifikasi tipe simpang.
Produsen benih atau pelaksana roguing harus mengenali karakteristik varietas
dengan baik, termasuk faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap karakter
tersebut.
Roguing pada tanaman padi dapat dilakukan sebanyak minimal empat
kali. Beberapa petani penangkar di Wasile hanya melakukan satu
kali roguing yaitu ketika menjelang panen karena menurut mereka pada saat
itu kriteria tanaman varietas lain atau menyimpang baru bisa dikenali. Hal ini
tidak direkomendasikan karena dikhawatirkan terjadi penyerbukan silang
antara tanaman utama dan varietas lain dan menyulitkan petani dalam
melaksanakan panen serta roguing karena populasi tanaman yang semakin
banyak.
Sertifikasi benih di Indonesia telah dimulai sejak sekitar 40 tahun yang
lalu, namun kerancuan persepsi terhadap sertifikasi dan mutu benih masih
terjadi sampai saat ini. Salah satunya adalah kerancuan pemahaman terhadap
tujuan sertifikasi benih, di mana banyak pihak mengira bahwa kelas benih
yang lebih tinggi dengan standar mutu yang lebih tinggi berasosiasi dengan
hasil yang tinggi (Nugraha et al. 1994). Anggapan yang sama juga
berkembang di petani dan stakeholder lainnya, yang pada awalnya hanya
terjadi di Jawa Tengah, namun saat ini sudah terjadi di beberapa provinsi lain
di Indonesia. Padahal, tujuan sertifikasi benih adalah untuk menjaga
kemurnian dan keaslian varietas, bukan untuk meningkatkan produktivitas
tanaman.
Untuk mengetahui mutu benih, perlu dilakukan pengujian benih di
laboratorium. Pengujian rutin yang biasa dilakukan adalah pengujian kadar air,
analisis kemurnian, dan daya berkecambah. Ketiga jenis pengujian ini harus
ada dalam label benih yang diperdagangkan. Hasil pengujian benih dituliskan
dalam Laporan Lengkap Hasil Pengujian. Standar pengujian benih di
Indonesia mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diterbitkan
oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Untuk benih tanaman pangan yang
sudah ada SNI adalah benih jagung bersari bebas kelas benih penjenis (breeder
seed), benih dasar (foundation seed), benih pokok (stock seed), benih sebar
(extension seed), benih jagung hibrida. Di samping itu juga, benih padi dan
kedelai untuk ke-empat kelas benih tersebut.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi tiap-tiap tanaman
secara keseluruhan, mengetahui proses roguing pada produksi benih, dan
mengetahui proses sertifikasi benih padi.
II. METODE PRAKTIKUM

A. DESKRIPSI VARIETAS

1. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat ukur yaitu
penggaris, busur derajat, dan lainnya. Sedangkan bahan yang digunakan
pada praktikum ini adalah tanaman dari varietas yang akan di candra.

2. Cara Kerja
Prosedur yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Lakukan kunjungan lapangan ke pertanaman padi terdekat.
b. Amati penampilan tanaman yang akan dideskripsi.
c. Ambil data tanaman yang dideskripsi.
d. Buat candra tanaman berdasarkan data yang sudah diperoleh.

B. ROGUING

1. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kamera, alat tulis,
dan laptop. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
pertanaman padi.

2. Cara Kerja
Prosedur yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Buat SOP roguing untuk produksi benih padi.
b. Lakukan kunjungan lapang ke lokasi pertanaman padi di lingkungan
saudara.
c. Lakukan proses roguing sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman padi
yang dikunjungi.
C. SERTIFIKASI

1. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat tulis dan laptop.

2. Cara Kerja
Prosedur yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Carilah prosedur sertifikasi benih padi (studi literatur) yang dilakukan
UPTD, Produsn Benih Bina yang mendapat sertifikat dari Lembaga
Sertifikasi Sistem Mutu, dan Unit Pelaksana Teknis Pusat yang
melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan dan
Sertifikasi Benih Tanaman.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendekatan penerapan varietas unggul baru yang sesuai dengan


agroekologi setempat secara efektif dapat meningkatkan produktivitas
tanaman, menahan serangan hama dan penyakit, serta kekeringan atau
kebanjiran. Ketersediaan varietas unggul juga dapat mengakomodir selera
konsumen untuk mendapatkan beras dengan berbagai keungulan mutu seperti
rasa nasi yang enak, pulen, aromatik, pera, ketan dan berbagai bentuk beras.
Selain peningkatan produktivitas, upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan pendapatan petani adalah dengan memperbaiki mutu hasil
beras. Tingkat mutu beras dipengaruhi oleh tahap prapanen dan pascapanen.
Tahap pra panen mencakup faktor teknik budidaya, seperti: (1) kesehatan
lahan, (2) pengelolaan air, (3) penggunaan varietas unggul dengan benih
bermutu/bersertifikat, (4) pengendalian hama dan penyakit tanaman, dan (5)
pemupukan yang rasional dan tepat.
Menurut Yustiarni (2011) Penangkaran benih merupakan upaya untuk
menghasilkan benih unggul sebagai benih sumber maupun benih sebar yang
akan digunakan untuk menghasilkan tanaman varietas unggul. Pada
penangkaran benih, benih sumber yang digunakan untuk penanaman produksi
benih haruslah satu kelas lebih tinggi dari kelas benih yang akan diproduksi.
Untuk memproduksi benih dasar (Foundation Seed) maka sumberbenih harus
pada benih penjenis (Breader Seed). Untuk memproduksi benih pokok (Stock
Seed), maka sumbernya berasal dari benih dasar atau benih penjenis.
Sedangkan untuk memproduksi benih sebar (Extension Seed) benih
sumbernya berasal dari benih pokok, benih dasar atau benih penjenis. Salah
satu kriteria benih bermutu adalah memiliki tingkat kemurnian genetika yang
tinggi, oleh karena itu perlu dilakukan dengan roguing yang benar dan dimulai
dari fase vegetative sampai akhir pertanaman.
Varietas unggul merupakan salah satu komponen utama teknologi yang
terbukti mampu meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani.
Pemerintah melalui Balitbangtan telah melepas ratusan varietas unggul padi,
petani dapat memilih varietas yang sesuai dengan kondisi daerah masing-
masing. Biasanya petani sebelumnya menanam di lahan dominan dengan
varietas Ciherang, namun sekarang menggunakan varietas unggul Inpari 32.
Benih padi inpari 32 merupakan jenis benih padi sawah irigrasi yang
berasal dari turunan varietas Ciherang. Pemilihan varietas Inpari 32 ini
dikarenakan Kelompok Tani Rejo Makmur melihat terdapat banyak
keunggulan, diantaranya tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri biotipe 3,
tahan terhadap virus tungro ras langrang, tahan terhadap penyakit blas, serta
hasil panen yang diperoleh mencapai 8 hingga 9 ton/ha dan bahkan mencapai
10 ton/ha. Inpari 32 merupakan pengembangan dari varietas ciherang dengan
umur tanaman 120 hari, agak tahan terhadap kerebahan, dengan tekstur nasi
sedang, memiliki potensi hasil 8,42 ton/ha dengan rata-rata hasil 6,3 ton/ha,
agak rentan terhadap wereng batang coklat, tahan hawar daun, tahan penyakit
blas dan agak tahan terhadap tungro. Seperti halnya dengan inpari 31, inpari
32 dianjurkan untuk ditanam pada lahan sawah dataran rendah sampai
ketinggian 600 m dpl.
Inpari 42 Agritan GSR merupakan Salah satu Varietas Unggul Baru
(VUB) yang populer belakangan ini. Inpari 42 Agritan GSR merupakan
Varietas Unggul Baru (VUB) padi yang dirilis pada tahun 2016. Varietas ini
memiliki potensi produktivitas yang tinggi yaitu 10,58 ton/ha dan memiliki
toleransi yang lebih luas terhadap kekeringan. Susanto (2019) menjelaskan
bahwa Inpari 42 Agritan GSR (Green Super Rice) merupakan salah satu
varietas padi yang dirancang memiliki daya hasil tinggi, baik pada kondisi
optimum maupun sub optimum (ketersediaan air dan pupuk terbatas). Selain
itu, varietas ini dirancang memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit
utama padi sehingga bisa meminimalisir aplikasi pestisida. Keunggulan
lainnya adalah memiliki rendemen beras tinggi dan rasa pulen, sesuai dengan
preferensi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Inpari 42 atau yang sering disebut dengan Inpari 42 Agritan GSR dapat
dipanen pada umur 112 hari, mempunyai bentuk gabah yang ramping dan
berwarna kuning, tahan terhadap kerebahan, memiliki tekstur nasi yang pulen,
memiliki potensi hasil 10,58 ton/ha dengan rata-rata hasil 7,11 ton/ha. Umur
tanaman yang dimiliki oleh varietas Inpari 42 yaitu 112 HSS (hari setelah
semai). Selain itu berbentuk tegak dengan tinggi 93 cm dan daun bendera
tegak. Varietas Inpari 42 memiliki gabah yang berbentuk ramping, jerami
yang berwarna kuning, mudah rontok, tahan rebah, dan pulen nasinya.
Varietas Inpari 42 memiliki kemampuan dalam membentuk anakan yang
berbeda. Seperti pada hasil penelitian Efendi dkk (2012) yang menyatakan
bahwa varietas Inpari 42 merupakan salah satu varietas padi yang memiliki
jumlah anakan yang banyak.
Inpari 32 HDB merupakan varietas baru yang berumur kurang lebih 120
hari setelah semai ini memiliki tinggi tanaman 97 cm, dengan postur tanaman
tegak, serta daun bendera yang tegak menjulang sehingga mampu menerima
dan memanfaatkan sinar matahari secara optimum untuk pertumbuhannya.
Memiliki ketahanan terhadap penyakit Hawar daun bakteri strain III, agak
tahan terhadap Hawar Daun Bakteri Strain IV, tahan terhadap blas Ras 033,
agak tahan terhadap Tungro, dan agak rentan terhadap wereng coklat biotipe
1, 2, dan 3. Rasa nasi pulen. dengan kadar amilosa 21,8%. Varietas unggul ini
memberikan respon tahan terhadap penyakit HDB ras III, serta agak tahan
terhadap penyakit HDB ras IV dan VIII. Penyakit HDB ras IV merupakan satu
ras yang paling virulen diantara ketiga ras penyakit HDB.
Varietas Inpari 42 Agritan GSR yang sudah menginjak umur 112 hari
setelah semai, maksud dari itu jika bibit ditanam Ketika umur 21 hari, maka
akan dipanen sekitar 90 hari setelah panen. Varietas ini memiliki tinggi
tanaman sekitar 88 cm dan jumlah anakan produktif sekitar 21 buah,
berdasarkan nilai rata-rata di 16 lokasi pengujian. Varietas ini memiliki postur
agak tegak, dengan daun bendera panjang dan malai berada di tengah. Malai
varietas ini lebat, dengan jumlah gabah isi per malai sebesar 108 butir,
berdasarkan rata-rata seluruh malai dalam suatu rumpun yang diamati dari
lokasi Inpari 42 Agritan GSR memiliki rasa pulen (kandungan amilosa
18,19%) dengan warna gabah putih dan pengapuran yang rendah. Berasnya
berwarna putih dengan persentasi beras kapur yang rendah. Inpari 42 Agritan
GSR memiliki potensi hasil 9,02 t/ha, yang dicapai saat pengujian di Cianjur
pada MH 2013. Inpari 42 Agritan GSR bersifat tahan terhadap hawar daun
bakteri strain III, agak tahan terhadap hawar daun strain IV dan VIII, tahan
terhadap blas daun ras 073 dan 133, dan agak tahan blas daun ras 033. Dewasa
ini Inpari 42 Agritan GSR menunjukkan ketahanan lapang terhadap wereng
batang coklat yang cukup baik dibandingkan dengan varietas-varietas lain
disekitarnya.
Sawah yang ditanami dengan varietas Inpari 42, ditanami pula varietas
lain yaitu varietas Inpari 32. Hal tersebut dapat dilihat dari warna daun yang
berbeda. Selain itu, dapat dilihat dari bentuk malai yang berbeda. Hal tersebut
karena biji pada varietas Inpari 32 memiliki bentuk yang lonjong namun
ramping, sedangkan pada varietas Inpari 42 memiliki bentuk yang lonjong
namun melebar. Dilihat dari waktu panen, varietas Inpari 42 sudah mendekati
waktu panen, sedangkan varietas Inpari 32 belum mendekati waktu panen.
Menurut Yustiarni (2011) Penangkaran benih merupakan upaya untuk
menghasilkan benih unggul sebagai benih sumber maupun benih sebar yang
akan digunakan untuk menghasilkan tanaman varietas unggul. Pada
penangkaran benih, benih sumber yang digunakan untuk penanaman produksi
benih haruslah satu kelas lebih tinggi dari kelas benih yang akan diproduksi.
Untuk memproduksi benih kelas BD (benih dasar) maka benih sumbernya
haruslah benih pada kelas BS (benih penjenis). Untuk memproduksi kelas
benih BP (benih pokok), maka sumbernya berasal dari benih dasar atau benih
penjenis. Sedangkan untuk memproduksi benih kelas BR (benih sebar) benih
sumbernya berasal dari benih pokok, benih dasar atau benih penjenis.
Menurut Salsabila (2014) penangkaran swadaya merupakan suatu usaha
penangkaran padi yang mempunyai tujuan menyediakan benih sumber
bermutu yang memenuhi standar pembenihan. Dengan adanya penangkaran
ini, petani dapat membeli dengan mudah benih yang bermutu untuk kegiatan
usahataninya. Penggunaan benih yang bermutu merupakan salah satu
komponen produksi yang memiliki beberapa keuntungan, antara lain
peningkatan produksi dan mutu, mengatasi kendala dari gangguan hama
penyakit, serta peningkatan pendapatan.
Salah satu langkah penting yang harus dilakukan dalam kegiatan
produksi benih adalah roguing. Yang dimaksud dengan roguing adalah proses
pemeriksaan kondisi tanaman dilapangan dan pembuangan tanaman yang
tidak dikehendaki, yang memiliki ciri-ciri berbeda yaitu gulma, tanaman
spesies lain, tanaman varietas lain. Adapun tujuan dari dilakukannya roguing
dalam produksi benih adalah untuk menjaga kemurnian varietas yang
dibudidayakan. Roguing dilakukan beberapa kali pada fase pertumbuhan yang
berbeda secara terus menerus sampai sebelum panen.
Pada dasarnya budidaya penangkaran benih hampir sama dengan
budidaya padi pada umumnya yang membedakan disini adalah adanya seleksi
atau roguing. Salah satu kriteria benih bermutu adalah memiliki tingkat
kemurnian genetika yang tinggi, oleh karena itu perlu dilakukan dengan
roguing yang benar dan dimulai dari fase vegetative sampai akhir pertanaman
yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan dari fase vegetatif adalah untuk memahami jumlah campuran lain
dalam fase vegetatif tanaman. Pada tahap ini diperiksa jenis pertumbuhan,
kehalusan daun, warna daun, daun telinga, lidah daun dan pelekatan
batang.
2. Pemeriksaan dilakukan pada jenis pertumbuhan, kehalusan daun, warna
daun, bentuk/tipe malai, dan sudut daun bendera selama periode berbunga.
3. Selama tahap pemasakan (sebelum panen), fokus pada sudut daun bendera,
bentuk telinga, bentuk bulir, bentuk bulu ekor, warna bulir dan warna
ujung bulir.
Roguing dilakukan untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang
ciri-ciri morfoliogisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang
diproduksi benihnya. Seleksi (roguing) dilakukan untuk membuang rumpun-
rumpun tanaman padi sawah yang ciri-ciri morfologisnya menyimpang. Saat
panen yang tepat adalah pada waktu biji masak fisiologis atau apabila sekitar
90-95 persen malai telah menguning. Benih padi ketika baru dipanen masih
bisa tercampur dengan kotoran fisik dan benih jelek. Karena itu, bila
pertanaman telah lulus dari pemerikasaan lapangan, masalah mutu benih padi
setelah panen biasanya berasosiasi dengan mutu fisiologis, mutu fisik dan
kesehatan benih. Lahan pertanaman untuk produksi benih dapat dipanen
apabila sudah dinyatakan lulus oleh Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih
(BPSB). Sebelum panen dilakukan semua malai dari kegiatan roguing harus
dikeluarkan dari areal yang akan di panen. Kegiatan ini dilakukan untuk
menghindari tercampurnya calon benih dan sisa roguing.
Pada tahapan seleksi/rouging terdapat lima standar yang harus dilakukan
sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu: (1) Melakukan
pengamatan di lapang sesuai sejak awal penanaman (persemaian), fase
vegetatif sampai menjelang panen; (2) Mencabut/potong tanaman sampai
pangkal batang yang ada di luar jalur/barisan; (3) Mencabut/potong tanaman
sampai pangkal batang yang memiliki tipe pertunasan awalnya menyimpang,
bentuk dan ukuran daunnya berbeda, warna kaki atau daun pelepahnya
berbeda, tinggi yang sangat mencolok dengan sebagian besar rumpun-rumpun
tanaman pokok; (4) Memotong tanaman/rumpun yang memiliki bentuk,
ukuran gabah, warna gabah, ujung gabah yang berbeda dengan rumpun-
rumpun tanaman pokok; (5) Melakukan koordinasi dan kerjasama.
Verifikasi kebenaran varietas selama kunjungan lapangan tidak boleh
didasarkan pada bagian-bagian tertentu saja, yaitu jika pedoman karakteristik
utama tidak dapat menjawab perbedaan varietas, Anda dapat beralih ke
standar lain. Pengamatan dilakukan selama memasak. Pada saat penjahat
kelompok tani Karngwangkal, diduga tanamannya salah. Gugusan warna daun
yang berbeda dan malai tanaman yang belum matang menunjukkan intoleransi
varietas. Tinggi tanaman juga tidak sesuai. Beberapa tanaman tumbuh lebih
sedikit. Petani tidak mengistirahatkan atau mengistirahatkan tanah varietas
sebelumnya, sehingga varietas sebelumnya mungkin telah diambil. Varietas
yang diduga merupakan campuran dari Inpari 42 dan Inpari 32.
Efektivitas roguing tergantung pada perbedaan antara rogue dan
kemampuan untuk mengeksekusi rogue. Kemampuan petugas rogue untuk
menemukan keturunan atau jenis hibrida lain tergantung pada kekuatan atau
tingkat perbedaan dan pengalamannya dalam praktek rogue. Masalah utama
dengan eksekusi rogue adalah area di mana kebanyakan rogues dapat
ditemukan, seperti gerbang, bekas tempat pembuangan sampah dan tempat
makan ternak. Praktikan perlahan-lahan berjalan mengelilingi area
pertanaman, sambil dengan hati-hati memeriksa seluruh tanaman, cabut setiap
rouge yang terlihat sehingga tidak ada yang tersisa dan tumbuh kembali dan
disimpan di dalam kantung. Tanaman ini dikeluarkan dari lapangan.
Teknologi persemaian harus mampu secara efektif dan memaksimalkan
penggunaan benih yang tersedia (persediaan benih terbatas). Semua peralatan
yang digunakan untuk pemanenan, pengangkutan dan penyimpanan harus
sangat bersih dan bebas dari benih varietas lain. Dengan cara ini, diperkirakan
benih murni mencapai 99,9%. Benih spesies ini siap diperbanyak dalam benih
dasar. Beberapa perawatan benih pemuliaan harus dilakukan oleh pemulia
tanaman untuk melanjutkan populasi pemuliaan varietas.
Menurut Fahmi (2008), hal yang membedakan benih bersetifikat dengan
benih biasa adalah benih bersetifikat merupakan benih yang dihasilkan dengan
cara dan tujuan khusus untuk disemaikan menjadi pertanaman dan kemudian
disertifikasi oleh Balai Pengawasan Dan Sertifikasi Benih (BPSB). Sedangkan
benih biasa merupakan benih yang disisihkan dari panen pertanaman
komoditas yang bersangkutan dan tidak disertifikasi oleh BPSB. Hal ini
ditegaskan dalam Undang – Undang No. 12 Tahun 1992 tentang sistem Budi
Daya Tanaman yang menyebutkan bahwa varietas hasil pemulian atau
introduksi dari luar Negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu mendapat izin
dilepas oleh Pemerintah.
Dalam sistem perbenihan di Indonesia, benih yang diedarkan merupakan
benih bina yang harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan oleh pemerintah serta wajib diberi label (Pasal 13 Undang
Undang No. 12 Tahun 1992). Benih bina adalah benih varietas unggul yang
telah dilepas oleh Menteri Pertanian yang proses produksi dan peredarannya
diawasi oleh Pemerintah (UU No. 12 Tahun 1992, Peraturan Pemerintah
No.44 Tahun 1995). Sedangkan sertifikasi adalah rangkaian proses/kegiatan
pemberian sertifikat benih tanaman melalui pemeriksaan, pengujian dan
pengawasan, serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan (Pasal 1
Undang Undang No. 12 Tahun 1992).
Tujuan sertifikasi benih adalah untuk melindungi keaslian (keotentikan)
dan kemurnian varietas selama proses produksi dan pemasaran sehingga
potensi genetik suatu varietas dapat dirasakan oleh penggunanya atau memberi
jaminan kebenaran jenis, varietas, dan mutu benih yang beredar di pasaran
(Pasal 2.b. Permentan No.39 Tahun 2006). Beberapa keutamaan dalam
penggunan benih bersertifikat atau benih berlabel adalah mempunyai jaminan
mutu, baik mutu fisik (kadar air, kemurnian fisik benih, bersih) maupun mutu
fisiologis (daya berkecambah) yang tinggi dan kemurnian genetik (karakter
tanaman sesuai dengan jenis varietas yang tertulis).
Dalam sistem sertifikasi benih di Indonesia, benih diklasifikasikan
menjadi empat kelas, yaitu Benih Penjenis dengan warna label kuning, Benih
Dasar dengan warna label putih, Benih Pokok dengan warna label ungu, dan
Benih Sebar dengan warna label biru (Permentan No. 39 Tahun 2006,
Direktorat Perbenihan 2009). Benih Penjenis merupakan turunan pertama dari
benih inti (NS: nucleus seed) suatu varietas unggul yang merupakan bahan
dasardan otentik untuk pengembangan suatu varietas atau benih sumber untuk
perbanyakan benih dasar. Benih Dasar adalah turunan pertama dari Benih
Penjenis dan memenuhi standar mutu kelas Benih Dasar. Benih Pokok
merupakan turunan pertama dari Benih Dasar atau Benih Penjenis yang
memenuhi standar mutu kelas BenihPokok, sedangkan Benih Sebar adalah
turunan pertamadari Benih Pokok, Benih Dasar atau Benih Penjenis
yangmemenuhi standar mutu kelas Benih Sebar (DirektoratPerbenihan 2009).
Untuk tujuan produksi gabah konsumsi (gabah yang digiling menjadi beras),
petani seyogianya menggunakan benih sebar.
Proses sertifikasi benih dapat dilakukan melalui: (i) pengawasan
pertanaman dan atau pengujian dilaboratorium yang diselenggarakan oleh
BalaiPengawasan dan Sertifikasi Benih, (ii) penerapan sistemmanajemen
mutu, dimana produsen benih disertifikasioleh Lembaga Sertifikasi Sistem
Mutu, dan (iii) sertifikasibenih oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro)
denganruang lingkup sertifikasi benih terakreditasi (PermentanNo. 39 Tahun
2006, Direktorat Perbenihan 2009). Dalam proses produksi, baik benih BS,
BD, BP maupun BR harustetap mempertahankan identitas dan
kemurnianvarietasnya, serta memenuhi peraturan produksi benihdan standar
mutu dari masing-masing kelas benih. Dengan demikian maka benih dari
suatu varietas meskipun kelas benihnya berbeda tetap akan mempunyai
potensi genetic yang sama (potensi hasil, ketahanan terhadap hama penyakit,
dan karakter morfologis).
Beberapa persyaratan dalam produksi benih antaralain benih sumber
yang digunakan harus jelas identitasnya (varietas, kelas benih dan disertai
dengan label benih), lahan harus bekas tanaman lain atau lahan berat atau
bebas tanaman voluntir, isolasi jarak antara dua varietas pada produksi padi
inbrida 2 m, roguing/seleksi pertanaman minimal tiga kali (fase vegetatif,
generatif awal/berbunga dan menjelang panen), lulus dalam pemeriksaan
pertanaman dan lulus dalam uji mutu benih di laboratorium(Direktorat
Perbenihan, 2009).
Persyaratan beberapa variabel mutu, daya berkecambah minimum, kadar
air benih maksimum,dan persentase biji gulma sama untuk semua kelas benih.
Persyaratan daya berkecambah dari semua kelas benihminimum 80%,
sehingga memungkinkan benih sebar mempunyai daya berkecambah lebih
tinggi disbanding benih pokok atau sebaliknya, namun semuanya masih di atas
80%. Hal serupa bisa terjadi dengan kadar air benih dan persentase biji
gulma.Persyaratan mutu benih yang berbeda antar kelas benih adalah pada
persentase kotoran benih, biji tanaman lain, dan campuran varietas lain,
namun pembatasnya adalah persentase maksimum. Pada kondisi demikian
sangat mungkin terjadi kotoran benih kelas benih sebar sama atau lebih rendah
dibandingkan dengan kelas benih pokok, namun masih dalam batas yang
diperbolehkan. Syarat-syarat melakukan sertifikasi benih yaitu :
1. Pendaftaran sertifikasi
Pendaftaran dapat dilakukan perorangan maupun badan hukum dengan
maksud memproduksi benih bersertifikat, ditujukan kepada Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Pendaftaran dapat dilakukan oleh
penangkar yang telah memenuhi persyaratan.
2. Sumber benih
Benih yang akan ditanam umtuk memproduksi benih bersertifikat harus
berasal dari kelas benih yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya untuk
memproduksi benih sebar maka harus menanam benih pokok, oleh karena
itu benih yang ditanam harus bersertifikasi.
3. Varietas
Varietas yang dapat disertifikasi yaitu varietas yang telah ditetapkan
sebagai varietas unggulan dan telah direkomendasi oleh Menteri Pertanian.
4. Areal sertifikasi
Areal yaitu lahan yang digunakan untuk produksi benih bersertifikat.
Lahan tersebut harus memenuhi persyaratan yang ada serta sesuai dengan
komoditi yang akan diproduksi. Adapun persyaratan lahan tersebut
diantaranya ; letak dan batas lahan jelas, satu blok untuk satu varietas dan
satu kelas benih, luas lahan sesuai prosuder dinas setempat.
5. Isolasi
Isolasi jarak Maksudnya jarak antara lahan penangkaran dengan lahan
bukan untuk penangkaran minimal 2-3 meter. Tujuannya untuk menjaga
agar varietas tidak tercampur dengan varietas lain yang ada disekitarnya.
Isolasi waktu Maksudnya selisih berbunga minimal 30 hari. Tujuannya
agar tidak terjadi penyerbukan silang antara varietas penangkaran dengan
varietas lain.
6. Pemeriksaan lapangan
Dimaksudkan untuk menilai apakah hasil benih dari pertanaman tersebut
sudah memenuhi standar benih bersertifikat atau belum, yang dilakukan
oleh pengawasan benih. Pemeriksaan biasanya dilakukan secara bertahap,
mulai dari pemeriksaan pendahuluan (saat penanaman), pemeriksaan ke I
(fase vegetatif), pemeriksaan ke II (fase generatif) dan pemeriksaan ke III
(menjelang panen).
7. Peralatan panen
Peralatan yang digunakan untuk panen harus dibersihkan dari varietas
yang tidak sama dengan varietas yang akan di panen. Maka sebelum
melakukan pemanenan harus diperiksa kembali.
8. Uji laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui mutu benih yang diproduksi. Pengujian yang
dilakukan di laboratorium meliputi kadar air, kemurnian, kotoran benih,
campuran varietas lain dan daya tumbuh.
9. Label dan segel
Dalam ketentuan yang tercantum proses sertifikasi dinyatakan selesai
apabila benih telah di berikan label dan disegel. Label tersebut diberikan
pada saat uji laboratorium selesai dan mendapatkan hasil yang sesuai
ketentuan yang berlaku dan warna label disesuaikan dengan kelas benih
yang diproduksi.
IV. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini ialah bahwa
pemilihan varietas unggul sangat diperlukan dalam budidaya tanaman
termasuk dalam budidaya padi, lalu melakukan rouging juga diperlukan
dalam proses budidaya tanaman yang dingin kan agar varietas yang
ditanam tetap stabil dan serempak. Sedangakan dalam sertifikasi benih
merupakan tujuan yang berkesinambungan agar menjamin ketersediaan
benih bermutu, dan kemurnian dan kebenaran varietas.
DAFTAR PUSTAKA

Asaad, M. (2016). Identifikasi Varietas Unggul Baru dan Pengaruh Pemupukan


Spesifik Lokasi Terhadap Hasil Padi dan Mutu Beras di Kabupaten
Gorontalo. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, 19(3), 263-273.
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi). 2016. Deskripsi
Varietas Unggul Aneka Kacang dan Umbi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 218 hlm.
Barnes, R.F. and W.E. Larson. 1985. Foreword. In: M.B. McDonald, Jr. and W.D.
Pardee (eds.).The role of seed certification in the seed industry. CSSA
Special Publication No.10: vii. CSSA Inc., Wisconsin, USA.
BPSB-TPH Aceh. (2015). Prosedur Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura. Banda Aceh: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi
Aceh.
Cepy dan W. Wayan. 2011. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa
L.) di Media Vertisol dan Rntisol pada Berbagai Teknik Pengaturan Air
dan Jenis Pupuk. Jurnal Crop Agro 4(2): 49-56.
Direktorat Perbenihan. 2009. Persyaratan dan tatacara sertifikasi benih bina
tanaman Pangan. 173 pp.
Efendi, Halimursyadah, dan Simajuntak, H.R. 2012. Respon Pertumbuhan dan
Produksi Plasma Nutfah Padi Lokal Aceh terhadap Sistem Budidaya
Aerob. Jurnal Agrista. 16 (3) :114-121.
Fadhla, T. (2019). Studi usaha tani pada kelayakan pembenihan padi varietas
Ciherang di Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya. Jurnal
Agriflora, 3(1), 67-76.
Fahmi, D. (2008). Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Benih Padi
Varietas Unggul di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Bogor: IPB.
Fajrullah, A. S. N., Kapila, D. H., & Nugroho, D. (2019). Peningkatan
Produktivitas Tanaman Padi Melalui Penggunaan VUB Inpari 42 Agritan
GSR di Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep. Prosiding, 76-86.
Gardner. Pearce and R.L Mitchell. 2001. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press.
Jakarta.
Hidayah, R. (2021). Keragaan Tingkat Pengetahuan, Persepsi dan Respon Peserta
Temu Teknis Peneliti-Penyuluh Balitbangtan dan Penyuluh Jawa
Tengah. Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, 19(1), 71-80.
Husana. 2010. Pengaruh Penggunaan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) Varietas IR 42 dengan Metode SRI
(System of Rice Intensification). Jurnal. Jurusan Agroteknologi. Fakultas
Pertanian. Universitas Riau.
Muliasari, A. A dan Sugiyanta. 2009. Optimasi Jarak Tanam dan Umur Bibit pada
Padi Sawah (Oryza sativa L.). Makalah Seminar Departemen Agronomi
dan Hortikultura. IPB-Bogor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2000. Deskripsi Varietas
Unggul Padi dan Palawija 1999-2000. Badan Litbang Pertanian,
Departemen Pertanian.
Samaullah, M. Y. (2007). Pengembangan varietas unggul dan komersialisasi
benih sumber padi. In Prosiding Seminar Apresiasi Hasil Penelitian
Padi (pp. 869-880).
Suhartina, Purwantoro, N. Nugrahaeni, dan A. Taufiq. 2012. Panduan Roguing
Tanaman dan Pemeriksaan Benih Kedelai. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 41 hlm.
Tajudin, A., & Sungkawa, I. (2021). RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL
PADI (Oriza sativa L.) VARIETAS INPARI 42, CIHERANG DAN
MEKONGGA TERHADAP BERBAGAI METODE TANAM JAJAR
LEGOWO. Agroswagati Jurnal Agronomi, 8(2).
Wahyuni, S., Mulsanti, I. W., & Satoto, S. (2015). Produktivitas Varietas padi dari
kelas benih berbeda. Jurnal IPTEK Tanaman Pangan. Vol. 8 No. 2.
LAMPIRAN

Varietas Inpari 32

Varietas Inpari 42

Lahan Sawah yang dikunjungi

Anda mungkin juga menyukai