MAKALAH Agama

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HAL PERUSAK IMAN DAN AQIDAH TAUHID


SYIRIK

OLEH :
1.Ariful Muqodim
2.Andrean Rizky Pamuji

TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
Kata Pengantar

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Hal Perusak
Iman dan Aqidah Tauhid dalam Syirik”.

Makalah ini telah dibuat agar kita semua mengetahui dan memahami
apa kedudukan dan hakikat dari Aqidah, Tauhid, dan Iman.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar


pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik
konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

penulis

ariful muqodim
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

      Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah mengutus hambaNya Muhammad
shalallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa kebenaran, menyampaikan
amanat kepada ummat dan berjihad dijalanNya hingga akhir hayat. Semoga
shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada beliau, berikut para
keluarga, shahabat dan pengikutnya yang setia.

            Islam sebagai agama mempunyai dua dimensi yaitu keyakinan atau
akidah dan sesuatu yang di amalkan atau amaliah. Amal perbuatan tersebut
merupakan perpanjangan dan implentasi dari akidah tersebut. Islam adalah
agama samawi yang bersumber dari Allah SWT yang berintikan keimanan dan
perbuatan.

Kedudukan tauhid dalam Islam sangatlah fundamental, karena dari


pemahaman tentang tauhid itulah keimanan seorang muslim mulai tumbuh.
Konsep tauhid dalam Islam merupakan salah satu pokok ajaran yang tidak
dapat diganggu gugat dan sangat berpengaruh terhadap keislaman seseorang.
Apabila pemahaman tentang tauhid seseorang tidak kuat, maka akan goyah
pula pilar-pilar keislamannya secara menyeluruh.

1.2 Rumusan Masalah

 Apa hakikat dan kedudukan Akidah?


 Apa hakikat dan kedudukan Tauhid?
 Apa hakikat dan kedudukan Iman?

1.3 Tujuan

 Untuk mengetahui hakikat dan kedudukan Akidah


 Untuk mengetahui hakikat dan kedudukan Tauhid
 Untuk mengetahui hakikat dan kedudukan Iman
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aqidah

 Pengertian Akidah secara etimologi atau bahasa.


Akidah berasal dari kata ‘aqada yang berarti menyimpulkan, mengokohkan atau
mengikat. Kata Aqidah atau Aqaid (bentuk jama’) yang berarti keyakinan, sesuatu
yang dapat dipercaya dalam hati atau dalam ikatan yang kokoh.
 Pengertian Akidah Secara Terminologis atau istilah.
Akidah adalah beberapa perkara yang wajib di yakini kebenarannya oleh hati, dapat
mendatangkan ketentraman jiwa dan menjadi keyakinan yang tidak tercampur dengan
keraguan-keraguan.

Dalam pengertian agama pengertian akidah adalah kandungan rukun iman, yaitu:

1. Beriman dengan Allah


2. Beriman dengan para malaikat
3. Beriman dengan kitab-kitab-Nya
4. Beriman dengan para Rasul-Nya
5. Beriman dengan hari akhir
6. Beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk

Sehingga akidah ini juga bisa diartikan dengan keimanan yang mantap tanpa disertai
keraguan di dalam hati seseorang.

2.2 Kedudukan Akidah

Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu bangunan,
aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq,
adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Akidah yang benar merupakan landasan tegaknya
agama dan kunci diterimanya amalan. Hal ini sebagaimana ditetapkan oleh Allah Ta’ala di
dalam firman-Nya:

‫صالِحًا َوال يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَا َد ِة َربِّ ِه أَ َحدًا‬


َ ‫فَ َم ْن َكانَ يَرْ جُو لِقَا َء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َملْ َع َمال‬

“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia


beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah
kepada-Nya.” (QS. Al Kahfi: 110)

Allah ta’ala juga berfirman,

ِ ‫ك َولَتَ ُكون ََّن ِمنَ ْالخ‬


َ‫َاس ِرين‬ َ ِ‫َولَقَ ْد أُو ِح َي إِلَ ْيكَ َوإِلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبل‬
َ ُ‫ك لَئِ ْن أَ ْش َر ْكتَ لَيَحْ بَطَ َّن َع َمل‬

“Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu: Sungguh,


apabila kamu berbuat syirik pasti akan terhapus seluruh amalmu dan kamu benar-benar
akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 65)
Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima apabila tercampuri
dengan kesyirikan. Oleh sebab itulah para Rasul sangat memperhatikan perbaikan akidah
sebagai prioritas pertama dakwah mereka. Inilah dakwah pertama yang diserukan oleh para
Rasul kepada kaum mereka; menyembah kepada Allah saja dan meninggalkan penyembahan
kepada selain-Nya.

Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan
dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah saw
berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-
nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang
lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan
minoritas di Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu
kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau
landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran
dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih
singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita
mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.

2.3 Hakikat Aqidah

Dalam menjelaskan definisi akidah ada disebut perkataan kepercayaan atau keimanan. Ini
disebabkan Iman merupakan unsur utama kepada akidah. Iman ialah perkataan Arab yang
berarti percaya yang merangkumi ikrar (pengakuan) dengan lidah, membenarkan dengan hati
dan mempraktikkan dengan perbuatan.

Walaupun iman itu merupakan peranan hati yang tidak diketahui oleh orang lain selain dari
dirinya sendiri dan Allah SWT, namun dapat diketahui oleh orang melalui bukti-bukti
amalan. Iman tidak pernah berkompromi atau bersekongkol dengan kejahatan dan maksiat.
Sebaliknya, iman yang mantap di dada merupakan pendorong ke arah kerja-kerja yang sesuai
dan secucuk dengan kehendak dan tuntutan iman itu sendiri.

2.4 Pengertian Tauhid

Tauhid (Arab :‫)توحيد‬, adalah konsep dalam aqidah islam yang menyatakan keesaan Allah.
Tauhid diambil kata : Wahhada Yuwahhidu Tauhidan yang artinya mengesakan. Satu suku
kata dengan kata wahid yang berarti satu atau kata ahad yang berarti esa. Dalam ajaran Islam
Tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan Allah. Kalimat Tauhid ialah kalimat La Illaha
Illallah yang berarti tidak ada Tuhan melainkan Allah.

Tauhid merupakan inti dan dasar dari seluruh tata nilai dan norma Islam, sehingga oleh
karenanya Islam dikenal sebagai agama tauhid yaitu agama yang mengesakan Tuhan. Bahkan
gerakan-gerakan pemurnian Islam terkenal dengan nama gerakan muwahhidin ( yang
memperjuangkan tauhid ).  Dalam perkembangan sejarah kaum muslimin, tauhid itu telah
berkembang menjadi nama salah satu cabang ilmu Islam, yaitu ilmu Tauhid yakni ilmu yang
mempelajari dan membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan keimanan terutama
yang menyangkut masalah ke-Maha Esa-an Allah.

Tauhid di bagi menjadi 3 macam yaitu:


 Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah adalah keyakinan tentang keesaan Allah taala di dalam perbuatan-
perbuatan-Nya.
 Tauhid Asma dan Sifat
Tauhid Asma dan Sifat adalah keyakinan tentang keesaan Allah subhanahu wa ta’ala
dalam nama dan sifat-Nya yang terdapat dalam Al Quran dan Al Hadits dilengkapi
dengan mengimani makna-maknanya dan hukum-hukumnya.
 Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam tujuan perbuatan-perbuatan hamba
yang dilakukan dalam rangka taqorub dan ibadah seperti berdoa, bernadzar,
menyembelih kurban, bertawakal, bertaubat, dan lain-lain.

2.5 Kedudukan Tauhid

          Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan
hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan
disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah.

Pada dasarnya manusia telah mengenal Allah meski secara global, maka para Rasul utusan
Allah diutus bukan untuk memperkenalkan tentang Allah semata. Namun hakikat dakwah
para Rasul adalah untuk menuntut mereka agar beribadah hanya kepada-Nya. Dengan
demikian materi dakwah para rasul adalah Tauhid Uluhiyah. Oleh karena itu istilah tauhid
tatkala disebutkan secara bebas (tanpa diberi keterangan lain) maka ia lebih mengacu kepada
Tauhid Uluhiyah.

Tauhid Adalah Tujuan Penciptaan Manusia, Allah berfirman,

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-
Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Allah dalam segala macam
bentuk ibadah sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhu, seorang
sahabat dan ahli tafsir. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan
manusia di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah saja. Tidaklah mereka diciptakan
untuk menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka.
Sebagaimana firman Allah,

“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya
dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami
membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian.” (Al Anbiya: 16-17).

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-
main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mu’minun: 115)

Selain itu, tauhid juga adalah tujuan diutusnya beberapa rasul ke muka bumi, dalam hal ini
Allah berfirman, “Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): ‘Sembahlah Allah, dan jauhilah Thaghut itu’.” (An-Nahl: 36). Makna dari ayat
ini adalah bahwa para Rasul mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi terakhir Nabi kita Muhammad
shollallahu alaihi wa sallam diutus oleh Allah untuk mengajak kaumnya untuk beribadah
hanya kepada Allah semata dan tidak memepersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Maka
pertanyaan bagi kita sekarang adalah “Sudahkah kita memenuhi seruan Rasul kita
Muhammad shollallahu alaihi wa sallam untuk beribadah hanya kepada Allah semata?
ataukah kita bersikap acuh tak acuh terhadap seruan Rasulullah ini?”

Selain itu tauhid merupakan perintah Allah yang paling utama dan pertama, Allah berfirman,
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.” (An-Nisa: 36). Dalam ayat ini Allah menyebutkan hal-hal
yang Dia perintahkan. Dan hal pertama yang Dia perintahkan adalah untuk menyembahNya
dan tidak menyekutukanNya. Perintah ini didahulukan daripada berbuat baik kepada orang
tua serta manusia-manusia pada umumnya. Maka sangatlah aneh jika seseorang bersikap
sangat baik terhadap sesama manusia, namun dia banyak menyepelekan hak-hak Tuhannya
terutama hak beribadah hanya kepada Allah semata.

2.6 Hakikat Tauhid

Tauhid merupakan kewajiban utama dan pertama yang diperintahkan Allah kepada setiap
hamba-Nya. Namun, sangat disayangkan kebanyakan kaum muslimin pada zaman sekarang
ini tidak mengerti hakekat dan kedudukan tauhid. Padahal tauhid inilah yang merupakan
dasar agama kita yang mulia ini. Oleh karena itu sangatlah urgen bagi kita kaum muslimin
untuk mengerti hakekat dan kedudukan tauhid. Hakekat tauhid adalah mengesakan Allah.
Bentuk pengesaan ini terbagi menjadi tiga, berikut penjelasannya.

1. Mengesakan Allah dalam Rububiyah-Nya

Maksudnya adalah kita meyakini keesaan Allah dalam perbuatan-perbuatan yang hanya dapat
dilakukan oleh Allah, seperti mencipta dan mengatur seluruh alam semesta beserta isinya,
memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat dan lainnya yang merupakan
kekhususan bagi Allah. Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang
pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada
kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka.
Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini
terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati
mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu
pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi
itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang
beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi
Rasulullah mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah,

“Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang
besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak
bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala
sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu
mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan
manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).
1. Mengesakan Allah Dalam Uluhiyah-Nya

Maksudnya adalah kita mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan.
Seperti shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai
macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu
hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para Rasul dan
merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang
difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-
sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang
sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari
jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena
pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka
mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

1. Mengesakan Allah Dalam Nama dan Sifat-Nya

Maksudnya adalah kita beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah yang diterangkan
dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Dan kita juga meyakini bahwa hanya Allah-lah
yang pantas untuk memiliki nama-nama terindah yang disebutkan di Al-Qur’an dan Hadits
tersebut (yang dikenal dengan Asmaul Husna). Sebagaimana firman-Nya “Dialah Allah
Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, hanya bagi Dialah Asmaaul
Husna.” (Al-Hasyr: 24)

Seseorang baru dapat dikatakan seorang muslim yang tulen jika telah mengesakan Allah dan
tidak berbuat syirik dalam ketiga hal tersebut di atas. Barangsiapa yang menyekutukan Allah
(berbuat syirik) dalam salah satu saja dari ketiga hal tersebut, maka dia bukan muslim tulen
tetapi dia adalah seorang musyrik.

2.7 Pengertian Iman

          Iman menurut pengertian sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap ke dalam
hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu serta memberi pengaruh bagi
pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari- hari. Jadi iman itu bukanlah semata-
mata ucapan lidah, buakn sekedar perbuatan, dan bukan pula hanya merupakan pengetahuan
tentang rukun iman

2.8 Kedudukan Iman

Kedudukan Iman lebih tinggi dari pada Islam, Iman memiliki cakupan yang lebih umum dari
pada cakupan Islam, karena ia mencakup Islam, maka seorang hamba tidaklah mencapai
keImanan kecuali jika seorang hamba telah mamapu mewujudka keislamannya. Iman juga
lebih khusus dipandang dari segi pelakunya, karena pelaku keimanan adalah kelompok dari
pelaku keIslaman dan tidak semua pelaku keIslaman menjadi pelaku keImanan, jelaslah
setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin

2.9 Hakikat iman

Iman adalah keyakinan yang menghujam dalam hati, kokoh penuh keyakinan tanpa
dicampuri keraguan sedikitpun.  Sedangkan keimanan dalam Islam itu sendiri adalah percaya
kepada Alloh, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, hari akhir dan
berIman kepada takdir baik dan buruk. Iman mencakup perbuatan, ucapan hati dan lisan,
amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman bertambah dengan ketaatan dan
berkurang karena kemaksiatan.

Keimanan tidak terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keImanan dan salah satu
indikasi yang terlihat oleh manusia. Karena itu Alloh menyebut Iman dan amal soleh secara
beriringan dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4 yang artinya:

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu


adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah
mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan
sebagian dari rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benar-nya.” (Al-Anfal: 2-4)

Keimanan memiliki satu ciri yang sangat khas, yaitu dinamis. Yang mayoritas ulama
memandang keImanan beriringan dengan amal soleh, sehinga mereka menganggap keImanan
akan bertambah dengan bertambahnya amal soleh. Akan tetapi ada sebagaian ulama yang
melihat Iman berdasarkan sudut pandang bahwa ia merupakan aqidah yang tidak menerima
pemilahan (dikotomi). Maka seseorang hanya memiliki dua kemungkinan saja: mukmin atau
kafir, tidak ada kedudukan lain diantara keduanya

Demikianlah kriteria amalan hati dari pribadi yang berIman, yang jika telah tertanam dalam
hati seorang mukmin enam keImanan itu maka akan secara otomatis tercermin dalam
prilakunya sehari-hari yang sinergi dengan kriteria keImanan terhadap enam poin di atas.

Jika Iman adalah suatu keadaan yang bersifat dinamis, maka sesekali didapati kelemahan
Iman, maka yang harus kita lakukan adalah memperkuat segala lini dari hal-hal yang dapat
memperkuat Iman kembali. Hal-hal yang dapat dilakukan bisa kita mulai dengan memperkuat
aqidah, serta ibadah kita karena Iman bertambah karena taat dan berkurang karena maksiat.

Ketika Iman telah mencapai taraf yang diinginkan maka akan dirasakan oleh pemiliknya
suatu manisnya Iman, sebagaImana hadits Nabi Muhammad saw. yang artinya:

“Tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan
manisnya Iman: Menjadikan Alloh dan RosulNya lebih dicintainya melebihi dari selain
keduanya, mencintai seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Alloh, membenci
dirinya kembali kepada kekufuran sebagaImana bencinya ia kembali dilemparkan ke dalam
api neraka.” (HR.Bukhori Muslim).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Aqidah, Tauhid, Iman dalam kehidupan umat muslim perlu kita pelajari dan amalkan. Akidah
adalah beberapa perkara yang wajib di yakini kebenarannya oleh hati, dapat mendatangkan
ketentraman jiwa dan menjadi keyakinan yang tidak tercampur dengan keraguan-keraguan.
Tauhid adalah konsep dalam aqidah islam yang menyatakan keesaan Allah.Sedangkan iman
menurut pengertian sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan
penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu serta memberi pengaruh bagi pandangan
hidup. Akidah yang benar merupakan landasan tegaknya agama dan kunci diterimanya
amalan.Dan seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung
dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat diterimanya amal
perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Kedudukan Iman lebih tinggi
dari pada Islam, Iman memiliki cakupan yang lebih umum dari pada cakupan Islam, karena ia
mencakup Islam, maka seorang hamba tidaklah mencapai keImanan kecuali jika seorang
hamba telah mampu mewujudkan nnkeislamannya.

3.2 Saran

Sebagai umat muslimnya hendaknya kita mengetahui hakikat dan kedudukanya akidah,tauhid
dan iman dalam kehidupan sehari hari agar perbuatan kita tidak melenceng dari semestinya,
sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah rosullullah.Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca
untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Daftar Pustaka

http://yunusmakalah.blogspot.com/2010/05/akidah-dan-tauhid.html

http://ceritakuaja.wordpress.com/2013/05/25/makalah-hakikat-iman-islam-dan-ihsan/

http://iskud.wordpress.com/2010/12/06/hakikat-dan-kedudukan-tauhid/

http://ade-budayaminang.blogspot.com/2011/11/iman-dan-kufur.html

Fachrudin (1977). Iman dan Kehidupan. Jakarta: N.V Bulan Bintang.

Ahmad, Muhammad. (1998).Tauhid Ilmu Kalam.Bandung: B.V Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai