Tugas Manajemen Sri Wahyuni Edit
Tugas Manajemen Sri Wahyuni Edit
Tugas Manajemen Sri Wahyuni Edit
Disusun Oleh:
Sri Wahyuni
P20624821016
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji hanyalah milik Allah SWT, dengan izin dan
ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan Manajemen Pengendalian dan
Evaluasi Pelayanan Kebidanan di UPT Puskesmas Tinewati. Sholawat serta salam senantiasa
tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, serta para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulisan laporan ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Manajemen Pelayanan Kebidanan Profesional Berbasis WCC di Program Studi Profesi
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya. Tidak sedikit hambatan yang dihadapi oleh
penulis selama penulisan laporan ini, akan tetapi dengan diberikannya bantuan moril maupun
materil dari berbagai pihak akhirnya penulisan laporan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak pihak yang
telah membantu dalam kelancaran penulisan laporan ini, diantaranya:
1. Hj. Ani Radiati, S.Pd, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Tasikmalaya.
2. Nunung Mulyani, APP, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan.
3. Dr. Meti Widiya Lestari, SST, M.Keb, selaku Ketua Program Studi Profesi Kebidanan
Tasikmalaya.
4. Eti Rohmatin, SST., M.Kes selaku Pengajar Mata Kuliah Manajemen Pelayanan
Kebidanan Profesional Berbasis WCC
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
motivasi dan do’anya.
Semoga kebaikan dan kasih sayang yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.
Amin Ya Rabbal’alamin.
Penulis menyadari dari awal penyusunan hingga terselesaikannya laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dari kajian teori maupun tata bahasa. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak. Aamiin
Tasikmalaya, Agustus 2021
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI............................................................................................................................i
D. Manfaat................................................................................................................. ....2
C. SOP ........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup
masyarakat, sehingga semua negara berupaya menyelenggarakan pembangunan
kesehatan sebaik-baiknya. Pembangunan kesehatan di Kecamatan Singaparna Kabupaten
Tasikmalaya dilaksanakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Pembangunan
Nasional dan Pembangunan Kesehatan di Jawa Barat. Sesuai dengan Undang-undang No.
36 Tahun 2009 tentang kesehatan, tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal, yang mencakup aspek jasmani dan rohani. Tujuan
tersebut akan tercapai apabila derajat kesehatan masyarakat meningkat, melalui
peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan yang merata, serta
mengembangkan kesadaran dan perilaku hidup sehat dikalangan masyarakat. Derajat
kesehatan yang tinggi merupakan suatu prakondisi untuk meningkatkan produktivitas
sumber daya manusia.
Berbagai perubahan dan tantangan stategis yang mendasar seperti globalisasi,
demokratisasi, desentralisasi, krisis multidimensi, serta pemahaman kesehatan sebagai
hak asasi dan intervensi mendorong terjadinya revisi terhadap sistem kesehatan yang
selama ini menjadi dasar pembangunan kesehatan di Indonesia. Untuk Kecamatan
Singaparna Kabupaten Tasikmalaya sendiri upaya peningkatan derajat kesehatan
merupakan bagian dari peningkatan pembangunan di Kecamatan Singaparna Kabupaten
Tasikmalaya, sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, semua
aktivitas pembangunan kesehatan ditujukan melalui status kesehatan yang memberikan
konstribusi kepada kualitas kehidupan yang produktif dan lebih tinggi secara sosial
maupun ekonomi. Kegiatan pelayanan kesehatan ditujukan melalui pemerataan dan
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, aksesbilitas (keterjangkauan) dengan prioritas
golongan masyarakat berpenghasilan rendah atau ekonomi lemah yang sebagian besar
bermukim di daerah pedesaan, daerah kumuh di perkotaan, masyarakat di daerah
terpencil dan perbatasan termasuk masyarakat terasing dan daerah pemukiman baru.
Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 alinea 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan program
pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah. Fasilitas pelayanan
kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupan rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan / atau masyarakat.
Sesuai dengan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014, Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan
bermutu, hidup dalam lingkungan sehat memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Puskesmas tinewati merupakan salah satu pusat pembangunan, pembinaan dan
pelayanan kesehatan di Kecamatan Singaparna. Salah satu upaya pokok kesehatan di
Puskesmas tinewati adalah Kesehatan Ibu dan Anak. Program pelayanan kesehatan ibu
dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan dan
menjadi masalah nasional karena sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) pada generasi mendatang. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan
kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program
ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu. Sasaran Deklarasi
Millennium PBB yang ditandatangani pada September 2000 menyetujui agar semua
Negara, diantaranya adalah meningkatkan kesehatan ibu dengan target untuk 2015
mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan (Nainggolan, 2014).
Data cakupan kinerja program upaya KIA dan KB pada tahun 2020 sebagian
besar belum dapat mencapai target seperti cakupan kunjungan K4, linakes, komplikasi
kebidanan yang ditangani, pelayanan nifas, kunjungan neonatus 1, kunjungan neonatus
lengkap, neonatus dengan komplikasi yang ditangani, kunjungan bayi, kunjungan anak
balita. Capaian KIA/KB yang telah mencapai target yaitu cakupan peserta KB aktif.
Untuk angka kematian bayi di Puskesmas Tinewati pada tahun 2020, 10 per 1000
kelahiran hidup, lebih tinggi dibandingkan angka kematian di Kabupaten Tasikmalaya
yaitu 9 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2020 terjadi peningkatan kematian ibu
menjadi 2 kasus yang disebabkan karena perdarahan dan penyakit penyerta.
Penerapan manajemen pelayanan kebidanan secara berkesinambungan dan terus
menerus diharapkan mampu mengendalikan dan menyelesaikan berbagai permasalahan
terutama kesehatan ibu dan anak serta menjamin mutu pelayanan kebidanan yang
merupakan tingkat kesempurnaan dan standar yang telah ditetapkan dalam memberikan
pelayanan kebidanan untuk mengurangi kematian. Mutu pelayanan kebidanan
menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada
klien. Untuk itu pelayanan kebidanan harus mengupayakan peningkatan mutu dalam
memberikan pelayanan sesuai standar yang mengacu pada semua persyaratan kualitas
pelayanan dan peralatan kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat (Lilik,
2013). Peningkatan mutu layanan kebidanan dengan asuhan yang berpusat pada
perempuan ( Women Center Care) mampu mendukung seorang perempuan dalam
melewati semua silkus kehidupannya dan meningkatkan kepuasan dengan pengalaman
bersalin, perawatan, serta meningkatkan kesejahteraan bagi perempuan, bayi, keluarga,
dan profesional kesehatan yang merupakan kompenen penting dari peningkatan kualitas
kesehatan (Marcia S, 2020).
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah manajemen pengendalian dan evaluasi pelayanan kebidanan di Puskesmas
Tinewati?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori manajemen pelayanan kebidanan secara umum
2. Untuk mengetahui implementasi pelaksanaan pelayanan kebidanan di Puskesmas
Tinewati
3. Untuk mengetahui kesenjangan antara teori dan pelaksanaan manajemen pelayanan
kebidanan di Puskesmas Tinewati
D. Manfaat
1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai manajemen pelayanan
kebidanan di fasilitas kesehatan
2. Dapat menjadi bahan perbaikan bagi pelayanan kebidanan di Puskesmas Tinewati
terutama dalam memberikan asuhan yang berpusat pada perempuan
3. Dapat lebih meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kebidanan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
4. How : Prosedur kerjanya (SOP) jelas, sesuai dengan SPK (Standar Pelayanan
Kebidanan).
5. Why : Mengapa kegiatan itu harus dikerjakan, dengan penjelasan yang jelas.
6. Where : Kapan dan dimana kegiatan akan dilakukan tertera jelas.
7. Which : Siapa yang terkait dengan kegiatan tersebut (lintas sektor walaupun lintas
program yang terkait).
F. Langkah – langkah Manajemen Pelayanan Kebidanan
1. P1 (Perencanaan)
Perencanaan adalah proses untuk merumuskan masalah kegiatan, menentukan kebutuhan dan
sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan kegiatan yang paling pokok dan menyusun
langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (landasan dasar). Contoh :
jadwal pelayanan ANC di posyandu, puskesmas, rencana pelatihan untuk kader, nakes.
2. P2 (Pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah suatu langkah untuk menetapkan menggolong-golongkan, dan
mengatur berbagai kegiatan, penetapan tugas-tugas dan wewenang seseorang dan
pendelegasian wewenang dalam rangka pencapaian tujuan layanan kebidanan.
Inti dari pengorganisasian adalah merupakan alat untuk memadukan atau sinkronisasi semua
kegiatan yang berasfek personil, finansial, material dan tata cara dalam rangka mencapai
tujuan pelayanan kebidanan yang telah di tetapkan. Contoh : P2 (Pelaksanaan ), puskesmas,
puskesmas pembantu, polindes dan pembantu, balai desa, PMB.
3. P3 (Penggerakan dan Pelaksanaan, Pengawasan dan Pengendalian)
Penggerakan dan Pelaksanaan adalah suatu usaha untuk menciptakan iklim kerja sama di
antara pelaksanaan program pelayanan kebidanan sehingga tujuan dapat tercapai secara
efektif dan efisien.
Fungsi manajemen ini lebih menekankan bagaimana seseorang manajer pelayanan kebidanan
mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan
pelayanan kebidanan yang telah di sepakati. Contoh : pencatatan dan pelaporan (SP2TP),
supervisi, stratifikasi puskesmas, survey.
G. Perencanaan Dalam Manajemen Pelayanan Kebidanan
Seorang bidan haruslah berfikir logikatik, analitis, sistematik, teruji secara empiris, memenuhi
sifat pengetahuan umum yaitu : objektif, umum dan memiliki metode ilmiah. Penerapan di
dalam Manajemen Pelayanan Kebidanan. Unsur- unsur dalam perencanaan Pelayanan
Kebidanan meliputi :
1. In–Put
Merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan aktifitas yang meliputi :
a. Man : Tenaga yang dimanfaatkan.
Contoh : Staf atau bidan yang kompeten
b. Money : Anggaran yang di butuhkan atau dana untuk
program
c. Material : Baku atau materi (sarana dan prasarana) yang
dibutuhkan
d. Metode : Cara yang di pergunakan dalam bekerja atau
prosedur kerja
e. Minute / Time : Jangka waktu pelaksanaan kegiatan program
f. Market : Pasar dan pemasaran atau sarana program
2. Proses
Memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan. Meliputi Manajemen Operasional dan
Manajemen asuhan.
a. Perencanaan (P1)
b. Pengorganisasian (P2)
c. Penggerakan dan pelaksanaan, Pengawasan dan Pengendalian (P3)
3. Out–Put
Cakupan Kegiatan Program :
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mutu adalah kemampuan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya sehingga pelanggannya merasa puas.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Mutu
Mutu produk dan jasa pelayanan secara langsung dipengaruhi oleh 9 area fundamental (9M)
yaitu:
a Men : kemajuan teknologi, komputer, dan hal-hal lain yang memerlukan pekerja-
pekerja spesialis yang makin banyak
b Money : meningkatnya kompetisi di segala bidang memerlukan penyesuaian
pembiayaan yang luar biasa termasuk untuk mutu
c Materials : bahan-bahan yang semakin terbatas dan berbagai jenis material yang
diperlukan
d machines and mechanization : selalu perlu penyesuaian-
penyesuaian seiring dengan kebutuhan kepuasan pelanggan
e modern information methods : kecepatan kemajuan teknologi
komputer yang harus selalu diikuti f markets : tuntutan pasar yang semkin tinggi dan
luas
g management: tanggung jawab management mutu oleh perusahaan
h motivation : meningkatnya mutu yang kompleks perlu kesadaran mutu bagi
pekerja- pekerja
i mounting product requirement : persyaratan produk yang meningkat
yang diminta pelanggan perlu penyesuaian mutu terus-menerus.7
3. Model Sistem dari Mutu
Gambaran mengenai mutu kaitannya dengan sistem pelayanan yang berkaitan dengan input,
proses, output, dan outcome dan impact serta lingkungan yang mempengaruhi dapat
digambarkan dalm model sistem sebagai berikut:
Asumsi umumnya bahwa mutu hasil akhir yang baik sebagian besar tergantung pada mutu
struktur dan mutu proses di suatu organisasi pelayanan kesehatan. Sebaliknya, hasil yang
buruk dikarenakan karena adanya struktur dan proses yang buruk pula.7
Donabedian dan WHO menganjurkan standar dan kriteria diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu standar struktur (input/masukan), standar proses, dan standar keluaran
(outcome). Standar masukan menentukan tingkat sumber daya yang diperlukan agar standar
layanan kesehatan dapat dicapai. Contohnya: personil, pasien, peralatan, bahan, gedung,
pencatatan, dan keuangan. Standar proses menentukan kegiatan apa yang harus dilakukan
agar standar pelayanan kesehatan dapat dicapai. Contohnya apa yang dikerjakan, untuk siapa,
siapa yang mengerjakan, kapan, dan bagaimana mengerjakannya. Standar keluaran (outcome)
atau hasil pelayanan kesehatan ialah hasil pelayanan kesehatan yang telah dilaksanakan sesuai
standar pelayanan kesehatan. Kriteria outcome yang umum digunakan antara lain: kepuasan
pasien, pengetahuan pasien, kematian, kesembuhan, dan lain-lain
a. Mutu Pelayanan
Pengertian kualitas/mutu pelayanan mencakup dua dimensi, yaitu klien dan petugas
pelayanan.
1) Dari dimensi klien, pelayanan dianggap bermutu apabila pelayanan mampu
memberikan kepuasan kepada klien (client satisfaction). Dengan kata lain, pelayanan yang
bermutu adalah pelayanan yang mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan serta hak-hak
klien. Aspek pelayanan yang dianggap dapat memberikan kepuasan kepada klien termasuk
antara lain: ketanggapan, perhatian, dan keramahtamahan yang tulus dari petugas atau
penyedia pelayanan, dan waktu tunggu yang tidak terlalu lama (BKKBN, 2015).
2) Dari dimensi penyedia layanan, pelayanan yang bermutu adalah pelayanan yang sesuai
dengan kode etik dan memenuhi standar profesi pelayanan yang telah ditetapkan (BKKBN,
2015). Bagi petugas kesehatan, mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara
profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu
pengetahuan dan ketrampilan yang maju, mutu peralatan yang baik, dan memenuhi standar
yang baik.7
b. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut Lori Di Pete Brown, et al., dalam bukunya Quality Assurance of Health Care in
Developing Countries, mutu merupakan fenomena yang komprehensif. Kegiatan menjaga
mutu dapat menyangkut satu atau beberapa dimensi yang tepat untuk pelayanan klinis
maupun manajemen pelayanan kesehatan. Delapan dimensi mutu ini juga dapat membantu
pola pikir dalam menetapkan dan menganalisa masalah untuk mengukur sejauh mana telah
mencapai standar pelayanan kesehatan.
1) Kompetensi teknis: ketrampilan, kemampuan dan penampilan petugas yang
berhubungan dengan hal dapat dipertanggungjawabkan (dependability), ketepatan (accuracy),
ketahanan uji (reliability) dan konsistensi (consistency)
2) Akses terhadap pelayanan: a) geografis: jenis transportasi, jarak, waktu perjalanan,
dan hambatan fisik b) ekonomi: biaya yang terjangkau (affordability) c) sosial: sesuai nilai
budaya, kepercayaan, dan perilaku d) organisasi: sejauh mana kenyamanan pasien, jam kerja
klinik, dan waktu tunggu e) bahasa: bahasa/dialek dapat dipahami pasien
3) Efektifitas: menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar
yang ada
4) Hubungan antar manusia: interaksi antara petugas kesehatan dan pasien yang
mempunyai andil besar dalam konseling yang efektif, yaitu menghargai, menjaga rahasia,
menghormati, responsif, dan memberikan perhatian
5) Efisiensi: pelayanan terbaik dengan sumber daya yang dimiliki
6) Kelangsungan pelayanan: klien menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan
(termasuk rujukan) tanpa interupsi, berhenti, atau mengulangi prosedur diagnosa dan terapi
yang tidak perlu
7) Keamanan: mengurangi risiko cidera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang
berkaitan dengan pelayanan
8) Kenyamanan: keramahan/amenitis.7
c. Pengukuran Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan diukur dengan cara membandingkannya terhadap standar
pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan (Pohan, 2016). Untuk dapat mengukur mutu,
terlebih dulu harus memahami indikator, kriteria, dan standar. Indikator adalah petunjuk atau
tolok ukur. Kriteria adalah spesifikasi dari indikator. Standar adalah bentuk eksak dan dapat
dihitung secara kuantitatif yang biasanya mencakup hal-hal yang standar baik. Standar
bersifat dinamis dapat menyesuaikan sesuai kondisi, situasi, waktu, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta etika, hukum, dan norma atau nilai masyarakat.7
Indikator dapat diklasifikasikan dengan berbagai perpektif dan berbagai cara. Beberapa
diantaranya adalah indikator struktur, proses, dan keluaran. Indikator struktur merupakan
ukuran ketersediaan sumber daya. Indikator proses adalah indikator yang akan mengukur
kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan pasien.
Indikator keluaran akan mengukur apa yang terjadi atau tidak terjadi sebagai hasil proses atau
sekelompok proses. Donabedian menyatakan bahwa pengukuran keluaran yang absah/sahih
dan dapat dipercaya merupakan satu cara untuk mengukur status kesehatan pasien yang dapat
dikaitkan dengan proses pelayanan kesehatan (Pohan, 2016).
Mutu pelayanaan kesehatan dapat diukur dengan tiga cara yaitu:
1) Pengukuran mutu prospektif
Pengukuran mutu prospektif adalah pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan
sebelum pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pengukurannya akan ditujukan terhadap
struktur atau masukan pelayanan kesehatan.
2) Pengukuran mutu retrospektif
Pengukuran mutu retrospektif adalah satu pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang
dilakukan setelah penyelenggaraan pelayanan kesehatan selesai dilaksanakan. Pengukuran ini
terdiri atas penilaian rekam medik (audit), wawancara, kuesioner, dan penyelenggaraan
pertemuan.
3) Pengukuran mutu konkuren
Mutu konkuren adalah pengukuran terhadap mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan
selama pelayanan kesehatan dilangsungkan atau diselenggarakan. Pengukuran ini dilakukan
melalui pengamatan, langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi peninjauan pada rekam
medik, wawancara serta penyelenggaraan pertemuan (Pohan, 2016).
I. Kepuasan
1. Pengertian Kepuasan
Beberapa pengertian yang berkaitan dengan kepuasan sebagai berikut: a Kepuasan pelanggan
adalah hasil yang dicapai pada saat
keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan.7
b Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari
kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa
yang diharapkannya (Pohan, 2016).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan akseptor adalah
perasaan akseptor terhadap layanan KB yang diterimanya berdasarkan layanan KB yang
diharapkannya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Kepuasan dipengaruhi banyak faktor, antara lain yang bersangkutan dengan:
a. pendekatan dan perilaku petugas, perasaan akseptor terutama saat pertama kali datang
b. mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang dapat diharap
c. prosedur perjanjian
d. waktu tunggu
e. fasilitas umum yang tersedia
f. mutu makanan, privasi, dan pengaturan kunjungan
g. outcome terapi dan perawatan yang diterima.7
3. Pengukuran Kepuasan
Ada dua komponen yang akan mempengaruhi ukuran kepuasan, yaitu komponen harapan
pasien dan komponen kinerja layanan kesehatan. Kesenjangan antara kedua komponen
tersebut merupakan ukuran kepuasan pasien. Apabila harapan pasien sama dengan kinerja
layanan kesehatan, atau tingkat kepuasan pasien 100%, maka pasien pasti merasa puas.
Tingkat kepentingan harapan pasiendan kinerja layanan kesehatan tersebut diukur dengan
skala Likert (Pohan, 2016). Skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di masyarakat atau dialaminya,
termasuk kepuasan. Beberapa bentuk jawaban pernyataan yang masuk dalam kategori skala
Likert sebagai berikut:
Menurut Moekijat (2008), Standard Operating Procedure (SOP) adalah urutan langkah-
langkah (atau pelaksanaan-pelaksanaan pekerjaan), di mana pekerjaan tersebut dilakukan,
berhubungan dengan apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya, bilamana
melakukannya, di mana melakukannya, dan siapa yang melakukannya.
2.
Pelaksanaan suatu operasi atau kegiatan
3. Dokumen atau formulir atau lembaran
kertas kerja
4.
Pengambilan keputusan
5. Tanda panah menunjukkan arah gerak
dokumen/formulir/kertas kerja atau
menunjukkan urutan operasi
6.
Dokumen/kertas kerja/formulir disimpan
7. Berpindahnya suatu sistem prosedur ke
sistem prosedur yang lain.
Sumber: Nuraida (2008)
Berdasarkan tabel simbol di atas, akan dibuat flowchart alur pengerjaan yang dimulai
dengan simbol lingkaran, kemudian simbol kotak untuk menandakan adanya
pengerjaan atau pengoperasian. Selain itu juga akan digunakan simbol-simbol lain di
atas agar dapat memudahkan memberikan gambaran peta prosedur.
Adapun dalam praktik, menurut Tambunan (2008) ada beberapa teknik bagan arus
yang dikenal, yaitu:
1) Teknik Bagan Arus
Teknik ini merupakan teknik bagan arus yang menggunakan simbol-simbol
dalam bagan atau diagram tertentu yang menggambarkan arus data, informasi
dan urutan-urutan operasi suatu sistem.
2) Teknik Bagan Arus Analitis
Teknik ini merupakan teknik bagan arus yang menggunakan simbol-simbol
dalam bagan atau diagram tertentu yang menggambarkan aliran dokumen dari
proses yang terjadi diantara unit yang berbeda-beda dalam organisasi. Caranya
adalah dengan membuat kolom-kolom yang menjadi representasi setiap unit.
3) Teknik Bagan Arus Dokumen
Teknik ini merupakan teknik bagan arus yang hanya menggambarkan aliran
dokumen di dalam sistem sehingga simbol yang digunakan adalah dokumen
saja.
4) Teknik Bagan Arus Distribusi Dokumen
Agak berbeda dengan teknik bagan arus dokumen, maka dalam teknik ini yang
ditekankan adalah distribusi dokumen-dokumen yang memiliki banyak kopi atau
rangkapan.
5) Teknik Bagan IPO (Input Process Output)
Teknik ini merupakan teknik bagan arus yang menekankan kepada penjelasan
suatu proses, yang menunjukkan masukan dan keluaran sistem.
6) Teknik Bagan HIPO (Hierarchical Input Process Output)
Teknik bagan arus ini merupakan kumpulan teknik IPO, yang menggambarkan
tidak hanya satu proses, tetapi lebih dari satu proses. Bagan HIPO ini membantu
menunjukkan hubungan dan rangkaian dari berbagai proses.
7) Teknik DFD (Data Flow Diagram)
Teknik bagan arus ini sangat khas baik penggunaan simbol dan alirannya.
Teknik DFD merupakan alat pembuatan model untuk menggambarkan sistem
sebagai suatu jaringan proses yang fungsional yang dihubungkan satu sama lain
dengan alur data, baik secara manual maupun komputerisasi.
8) Teknik Bagan Arus Program
Teknik ini merupakan pendukung terbaik teknik DFD, yang menggambarkan
fungsi-fungsi pemrosesan dalam sistem.
9) Teknik Bagan Arus Blok
Teknik ini sama dengan teknik bagan arus program, dengan pemisahan menurut
masing-masing fungsi pemrosesan.
10) Teknik Bagan Arus Sistem
Teknik ini merupakan cara penggambaran yang khas, dengan grafis untuk
menunjukkan keseluruhan alur kerja yang meliputi aliran-aliran dokumen dan
operasi atau pemrosesan di dalam sistem aplikasi.
Menurut Tambunan (2008), dalam teknik bagan arus (flowchart) dikenal berbagai
kelompok simbol sesuai kegunaannya, dimana setiap simbolnya mewakili makna
kegiatan atau peran tertentu. Kelompok simbol yang dimaksud dapat dilihar pada
gambar-gambar berikut ini:
Sumber: http://digilib.petra.ac.id
Berikut ini merupakan penjelasan dari Header SOP:
1) Logo Perusahaan
Merupakan gambar logo perusahaan.
2) Prosedur
Merupakan tipe penulisan dokumen. Pada dokumen SOP ditulis Standard
Operating Procedure.
3) Judul
Merupakan identitas SOP yang dibuat. Misalnya diisi “Prosedur Penyimpanan
Arsip”, berarti SOP tersebut merupakan prosedur cara menyimpan arsip.
4) Nomor Dokumen
Dalam pembuatan SOP, akan dibutuhkan sistem penomoran sebagai nomor
identitas dokumen dan untuk mengintegrasikan antar SOP.
5) Revisi
Menjelaskan SOP ini sudah mengalami pembenahan yang keberapa kali.
6) Tanggal
Merupakan tanggal SOP diberlakukan efektif kepada unit terkait.
7) Halaman
Menunjukkan halaman ke berapa dari total keseluruhan halam SOP tersebut.
Misalnya 3 dari 28, berarti halaman ketiga dari total halaman.
f. Buku Pedoman Standard Operating Procedure (SOP)
Buku Pedoman Standard Operating Procedure (SOP) menurut Moekijat (2008)
merupakan sebuah buku kecil yang memuat:
1) Garis besar organisasi (tugas-tugas tiap jabatan tanpa nama).
2) Sistem atau metode yang berhubungan dengan pekerjaan.
3) Formulir-formulir yang dipergunakan dan bagaimana tanggal dikeluarkannya
dan di bawah otoritas siapa buku pedoman tersebut diterbitkan.
4) Instruksi tentang bagaimana menggunakan buku pedoman tersebut.
Buku pedoman prosedur mempunyai keuntungan yang sangat besar dalam suatu
organisasi yang besar, dimana buku pedoman tersebut membantu dalam
menstardarisasikan metode-metode dan dalam memberikan pengawasan terhadap apa
yang telah dikerjakan. Keuntungan buku pedoman prosedur menurut Moekijat (2008)
yaitu sebagai berikut:
1) Menulis prosedur mengakibatkan penelitian kembali sistem-sistem.
2) Buku pedoman kantor membantu pembagian pekerjaan yang adil.
3) Buku pedoman kantor meringankan (membantu, mempermudah) pengawasan.
4) Buku pedoman kantor membantu dalam latihan pegawai.
Sedangkan, kerugian buku pedoman prosedur yaitu sebagai berikut:
1) Prosedur-prosedur tidak lebih baik ketimbang cara prosedur-prosedur
tersebut ditulis (dicatat).
2) Isi pekerjaan jabatan tidak selalu tetap (statis).
3) Menyiapkan suatu buku pedoman memakan waktu yang lama dan sering
menjadi tidak berlaku lagi (out of date).
4) Buku pedoman prosedur dapat mematikan inisiatif pegawai.
Buku pedoman prosedur dapat diartikan sebagai buku kecil yang berisi tentang sistem,
metode, dan formulir-formulir yang dipergunakan serta bagaimana menggunakannya
dalam suatu pekerjaan. Buku pedoman prosedur mempunyai keuntungan yang sangat
besar dalam suatu organisasi yang besar, di mana buku pedoman tersebut membantu
dalam menstardisasikan metode-metode dan dalam memberikan pengawasan terhadap
apa yang telah dikerjakan.
g. Memperbaiki Standard Operating Procedure (SOP)
Sebelum sebuah prosedur diperbaiki, sebaiknya diperiksa kembali berkaitan kegiatan
yang sedang dilakukan dalam prosedur tersebut.
Langkah selanjutnya adalah memberikan atau menentukan tanda pada prosedur-
prosedur yang salah, sebelum memutuskan apa yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki prosedur tersebut (Nuraida, 2008). Sebuah prosedur perlu diperbaiki
apabila terjadi hal-hal seperti ini:
1) Personel, kelompok, dan bagian, departemen, atau divisi dalam suatu organisasi
mengalami kebingungan claim menjalankan langkah- langkah kerja.
2) Prosedur yang berlaku saat ini ternyata tidak menggambarkan prosedur yang asli.
3) Prosedur yang ada tidak efisien karena terlalu berbelit-belit, terjadi back tracking,
serta menyulitkan pegawai, konsumen, dan pegawai lainnya.
4) Organisasi semakin tumbuh dan berkembang sehingga prosedur yang ada tidak
menunjang efektivitas organisasi.
5) Terjadi penyimpangan-penyimpangan kerja sehingga membutuhkan pengendalian
secara ketat. Misalnya, terdapat perbedaan penghitungan antara barang fisik yang
ada di gudang dengan pencatatan yang ada di bagian pengendalian persediaan.
6) Banyaknya jumlah pegawai baru. Prosedur perlu diperbaiki apabila pegawai baru
belum mengetahui arus kerja di perusahaan sehingga perlu dibuat prosedur yang
lebih jelas dan detail. Namun apabila yang direkrut adalah pegawai baru yang
professional, maka besar kemungkinan pegawai tersebut membawa ide baru ke
dalam perusahaan. Dengan demikian prosedur yang ada belum tentu cocok untuk
diterapkan ke pegawai baru. SOP yang ada, tidak selamanya digunakan. SOP
harus dievaluasi setiap tahun dan perlu direvisi.
Prosedur hendaknya selalu diperbaharui, artinya selalu up to date dengan
perkembangan perusahaan. Seiring dengan berkembangnya suatu organisasi, maka
struktur organisasi maupun prosedur kerja semakin rumit pula. Sehingga
Perusahaan dituntut untuk membuat SOP yang baik.
Menurut Stup (2001) dalam melakukan uji coba, untuk mengetahui apakah sebuah prosedur
yang dibuat sudah efektif, salah satu cara adalah menjalankan prosedur tersebut pada unit
yang terkait. Dengan menjalankan prosedur tersebut pada unit yang sesuai, maka akan dapat
diketahui apakah penulisan SOP tersebut sudah benar dan berfungsi sebagaimana mestinya,
sesuai dengan tujuan yang sudah ditentukan. Selain itu, dapat dilihat apakah semua langkah
yang ada dalam prosedur sudah sesuai dengan apa yang diamati oleh orang yang membuat
SOP tersebut. Atau apakah orang-orang yang menjadi bagian dari lingkup SOP tersebut
benar-benar dapat memahami setiap langkah yang tertulis. Dengan demikian, setiap langkah
yang membingungkan dalam SOP tersebut harus segera dilakukan perbaikan.
Adapun menurut Darmono (2007) langkah pengujian dan review bisa dilakukan dengan
mengirimkan kepada pihak-pihak yang secara langsung terlibat (calon pengguna) dalam
prosedur SOP yang dimaksud untuk memperoleh masukan. Masukan dari calon pengguna ini
sangat penting untuk dilakukan. Selain itu, dapat juga dilakukan simulasi untuk melihat
sejauh mana SOP dapat berjalan sesuai dengan kondisi yang nyata. Dengan simulasi dapat
diketahui berbagai kelemahan dan prosedur-prosedur yang perlu diperbaiki sesuai dengan
kondisi lapangan.