Makalah PSD 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 38

Makalah

Variabel, Hipotesis, Populasi, Sampel serta Teknik


Sampling Penelitian Kuantitatif

Disusun oleh:
Kelompok 2:

1. Ani Mesnawati (5019056)


2. Ni Wayan Defta Utami (5019134)
3. Rika Rahma Dayanti (5019171)
4. Nurul Khairunnisa (5019186)
5. Winda Sintia Putri (5019179)
6. Inekke Okvianti (5019194)

Dosen Pengampu:
Ike Kurnuawati, M.Pd

Mata Kuliah:
Penelitian Ke-SD-an

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP PGRI LUBUKLINGGAU
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt Yang
Maha Indah dengan segala keindahan-Nya, zat yang Maha Pengasih dengansegala
kasih sayang-Nya, yang terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk-Nya.
Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.

Shalawat serta salam mahabbah semoga senantiasa dilimpahkan kepada


Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa risalah Allah terakhir dan
penyempurna seluruhrisalah-Nya.Akhirnya dengan segala kerendahan hati
izinkanlah penulis untuk menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berjasa memberikan motivasi
dalam rangka menyelesaikan makalah ini. Untuk itu kamimengucapkan terima
kasih kepada Ibu Ike Kurniawati, M.Pd sebagai dosen pengampuh mata kuliah
Penelitian Ke-SD-an.

Tim penyusun menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah


ini, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.

Lubuklinggau, 15 September 2021

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................ii

Daftar Isi..............................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan1...........................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................2

BAB II Pembahasan............................................................................................3

A. Variabel........................................................................................................3
B. Hipotesis......................................................................................................11
C. Populasi, Sampel serta Teknik Sampling.....................................................25

BAB III Penutup..................................................................................................32

A. Kesimpulan................................................................................................32
B. Saran..........................................................................................................33

Daftar Pustaka.....................................................................................................34

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penelitian merupakan salah satu hal yang penting dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan pendidikan, sekaligus sebagai bagian yang penting dalam
perkembangan peradaban manusia. Tanpa penelitian suatu ilmu tidak akan pernah
berkembang, tidak ada satu Negara yang sudah maju dan berhasil dalam
pembangunan, tanpa melibatkan banyak kegiatan di bidang penelitian. Manfaat
dari penelitian, banyak studi menyimpulkan bahwa kontribusi dari penelitian
mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan
untuk keperluan penelitian tersebut.
Perguruan tinggi sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi perlu
melaksanakan kegiatan penelitian sebagai perwujudan dari pelaksanaan salah satu
tridharam perguruan tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat. Diharapkan hasil penelitian di lingkungan
pendidikan seperti di perguruan tinggi akan muncul pengetahuan – pengetahuan
baru atau terobosan – terobosan yang berguna bagi perguruan tinggi maupun
pembanguan suatu bangsa. Dari berbagai literatur dan media massa, dapat
diketahui bahwa ternyata tidak ada suatu Negara maju di dunia yang berhasil
dalam pembangunan tanpa didukung oleh kegiatan penelitian.
Keberhasilan pembangunan dan perencanaanya harus selalu didasarkan
kepada data atau informasi yang diperoleh melalui penelitian, yang tentunya harus
menggunakan data yang akurat, pengujian – pengujian, evaluasi, dan tinjauan
kembali terhadap kegiatan pembangunan, dan kesemuanya itu hanya dapat
diketahui apabila penelitian dilaksanakan sesuai dengan metode penelitian yang
tepat dan benar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Variable?
2. Apa yang dimaksud dengan Hipotesis?
3. Apa yang dimaksud dengan Populasi, Sampel serta Teknik
Sampling dalam Penelitian Kuantitatif?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami maksud dari sebuah Variabel.
2. Untuk mengetahui dan memahami maksud dari sebuah Hipotesis.
3. Untuk mengetahui dan memahami maksud dari sebuah Populasi,
Sampel serta Teknik Sampling dalam Penelitian Kuantitatif.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Variabel
Variabel berasal dari bahasa inggris variable dengan arti: “ubahan”,
“faktor tak tetap”, atau “gejala yang dapat diubahubah”. Istilah variabel dapat
diartikan bermacam-macam. Menurut Sugiyono, variabel penelitian pada
dasarnya adalah suatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulannya. Kelinger menyatakan bahwa variabel adalah konstruk
(constructs) atau sifat yang akan dipelajari, sehingga merupakan representasi
konkrit dari konsep abstrak. Sebagai contoh tingkat aspirasi, penghasilan,
pendidikan, status sosisal, jenis kelamin, golongan gaji, produktivitas kerja dan
lain-lain. Di bagian lain Kerlinger menyatakan bahwa variabel dapat dikatakan
sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values).
Dengan demikian variabel itu merupakan suatu yang bervariasi. Selanjutnya
Keddles dalam Surahman menyatakan bahwa variabel adalah suatu kualitas
(qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya.

Secara teoritis, variabel didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau


subyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan orang yang lain atau
satu objek dengan objek lain. Bervariasi berarti pada veriabel tersebut mempunyai
nilai, skor, ukuran yang berbeda. Variabel juga dapat merupakan atribut dari
bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Tinggi, berat badan, sikap, kepemimpinan
kepala sekolah, disiplin guru, merupakan atribut dari objek. Hasil belajar, kinerja
guru, kreativitas belajar adalah merupakan contoh variabel penelitian pendidikan.
Berat badan dapat dikatan variabel, Karena berat badan sekolompok orang itu
bervariasi antara satu dengan yang lain, (ada berat badannya 25 kg, 50 kg, 67 kg
dst). Demikian juga motivasi belajar dari siswa tentu bervariasi. Jadi kalau
peneliti akan memilih variabel penelitian, baik yang dimiliki orang objek, maupun
bidang kegiatan dan keilmuan tertentu, maka harus ada variasinya. Variabel yang
tidak ada variasinya bukan dikatakan sebagai variabel. Untuk dapat bervariasi,
maka peneliti harus didasarkan pada sekelompok sumber data atau objek yang
bervariasi. Selain itu definisi variabel penelitian merupakan suatu objek, atau

3
sifat, atau atribut atau nilai dari orang, atau kegiatan yang mempunyai bermacam-
macam variasi antara satu dengan lainnya yang ditetapkan oleh peneliti dengan
tujuan untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Berdasarkan hal tersebut diatas,
dapat diartikan bahwa variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi
objek pengamatan penelitian, dimana didalamnya terdapat faktor-faktor yang
berperan dalam peristiwa yang akan diteliti. Variabel dapat diartikan sebagai sifat
yang akan diukur atau diamati yang nilainnya bervariasi antara satu objek ke
objek lainnya. Dengan demikian, penekanan pada variabel adalah segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Untuk
menentukan variabel yang baik ditentukan oleh lanadasan teoritis, ditegaskan oleh
hipotesis dan tergantung dari rumit dan sederhana rancangan penelitian. JadI, jika
peneliti akan memilih variabel penelitian, baik yang dimiliki orang, objek maupun
bidang kegiatan dan keilmuan tertentu, maka harus ada variasinya. Untuk dapat
bervariasi, maka penelitian haus didasarkan pada sekelompok sumber data atau
objek yang bervariasi.

Fungsi ditetapkannya variabel adalah untuk mempersiapkan alat dan


metode analisis/ pengolahan data dan untuk pengujian hipotesis. Dengan
demikian, variabel adalah suatu atribut, sifat tau nilai yang didapat dari orang,
objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu dan sekurang-kurangnya
mempunyai dua klasifikasi yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different
values), ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari atau ditarik kesimpulannya. Jadi
jika dikaitkan dengan proses pengukuran, maka variabel merupakan :

a. Besaran tertentu dari sifat suatu objek/orang (characteristic of objects or


person)
b. Besarnya dapat ditangkap oleh pancaindra (observable)
c. Nilainya berbeda-beda dari pengamatan ke pengamatan berikutnya (differs
from observation to observation)

Ada beberapa jenis variabel, antara lain :

a. Variabel Diskrit dan Variabel Kontinyu

4
Nilai numerik yang diberikan pada variabel didasarkan pada sifat
yang beragam. Misalnya untuk variabel yang bersifat dikotomi
mempunyai dua nilai yang menunjukkan ada atau tidak adanya sifat
tertentu, contohnya pria-wanita, pengangguran-bukan pengangguran.
Variabel juga bisa terdiri dari dua kategori, misalnya, suku, agama, jenis
perusahaan, dan lain-lain. Semua variabel-variabel dalam bentuk
kategorikategori tersebut disebut variabel diskrit. Sedangkan pendapatan,
suhu, umur, nilai ujian adalah contoh-contoh variabel kontinyu.
b. Variabel Bebas (Independent) dan Variabel Tak Bebas (Dependent)
Jenis variabel ini terutama digunakan dalam menganalisis
hubungan antara variabel, yaitu variabel tak bebas dipengaruhi oleh
variabel bebas. Misalnya, gaya belajar (variabel bebas) akan
mempengaruhi prestasi belajar siswa (variabel tak bebas).
c. Variabel nominal, ordinal, interval, dan ratio
Pengklasifikasikan ini didasarkan pada tingkat pengukurannya,
yang akan dijelaskan secara lengkap pada kegiatan belajar berikutnya.
d. Variabel Kuantitatif dan Kualitatif
Variabel kuantitatif menggunakan skala numerik atau metrik
sehingga bisa ditransformasikan melalui operasi matematika dan analisis
statistika yang lengkap. Sedangkan variabel kualitatif menggunakan skala
non numerik (karakter atau string) atau non metrik. Teknik analisinya,
baik operasi matematika atau teknik statistikanya, relatif lebih terbatas
dibandingkan variabel kuantitatif.

Dalam penelitian pendidikan, sebenarnya ada cukup banyak variabel yang


dapat digunakan. Berbagai macam variabel tersebut perlu dipahami oleh peneliti
agar dapat menggunakan variabel tersebut secara tepat. Di bawah ini dijelaskan
mengenai macam-macam variabel penelitian.

a. Variabel Independen (Variabel Bebas)


Variabel independen, sering disebut juga sebagai variabel bebas,
variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas juga dapat diartikan sebagai
suatu kondisi atau nilai yang jika muncul maka akan memunculkan

5
(mengubah) kondisi atau nilai yang lain. Menurut Tritjahjo Danny Soesilo,
variabel Independen merupakan variabel yang dapat mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Dapat disimpulkan bahwa variabel bebas (independent variable), adalah
variabel yang menjadi penyebab atau memiliki kemungkinan teoritis
berdampak pada variabel lain. Variabel bebas umumnya dilambangkan
dengan huruf X. Dengan demikian, jika ditinjau keberadaannya, variabel
bebas pada umumnya terlebih dahulu muncul (ada), dan akan diikuti
variabel yang lainnya. Dalam rangkaian kegiatan ilmiah, peneliti dalam
menentukan variabel bebas tidak boleh secara sembarangan. Variabel
bebas bukanlah suatu kondisi yang terlepas sama sekali dengan
keberadaan variabel terikat.
Dengan demikian, keberadaan variabel bebas pada umumnya
terkait atau ada hubungannya dengan keberadaan variabel terikat. Berikut
ini adalah ciri-ciri variabel independen:
a) Variabel yang menentukan variabel.
b) Kegiatan stimulus yang dilakukan peneliti menciptakan
suatu dampak pada variabel dependen.
c) Biasanya dimanipulasi, diamati dan diukur untuk diketahui
hubungannya.
Dalam penelitian pendidikan, beberapa wujud penelitiannya adalah
berupa penelitian eksperimen, dan penelitian tindakan. Dalam penelitian
eksperimen maupun penelitian tindakan, variabel bebas merupakan
variabel yang dimanipulir (dirancang dan diimplementasikan) oleh
peneliti. Pada umumnya variabel bebas dalam penelitian eksperimen
maupun tindakan tersebut berupa treatment (perlakuan) yang akan
dikenakan pada subjek penelitian untuk dinilai dampaknya (hasil
perubahannya).
Dalam menentukan variabel bebas, peneliti perlu melandaskan
teori yang kuat. Selain itu, peneliti perlu mengkaji teori-teori yang
menguraikan keterkaitan antara keberadaan variabel bebas dengan variabel
terikat. Oleh karena itu, peneliti perlu mengkaji dan memilih teori

6
manakah di antaranya yang menjamin kuatnya keterkaitan keberadaan di
antara kedua variabel tersebut. Dengan adanya alasan yang kuat (tepat) di
atas maka peneliti dapat menentukan penggunaan variabel bebas dalam
penelitian eksperimen. Misalnya: Pengaruh motivasi belajar (X) terhadap
prestasi belajar (Y).
b. Variabel Pendahulu
Variabel pendahulu adalah variabel yang penampilannya
mendahului variabel bebas dan berhubungan dengan variabel terikat.
c. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang secara
struktur berpikir keilmuan menjadi variabel yang disebabkan oleh adanya
perubahan variabel lainnya. Variabel tak bebas ini menjadi primaryinterest
to the researcher atau persoalan pokok bagi si peneliti, yang selanjutnya
menjadi objek penelitian. Dengan demikian, variabel dependen
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
adanya variabel bebas. Sehingga variabel ini merupakan variabel terikat
yang besarannya tergantung dari besaran variabel indpenden ini, akan
memberi peluang terhadap perubahan variabel dependen (terikat) sebesar
koefisien (besaran) perubahan dalam variabel independen. Artinya, setiap
terjadi perubahan sekian kali satuan varibel dependen, diharap akan
menyebabkan variabel dependen berubah sekian satuan juga. Sebalikanya
jika terjadi diharapkan akan menyebabkan perubahan (penurunan) variabel
dependen sekian satuan juga. Dengan demikian variabel dependen
mempunya ciri:
1. Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain.
2. Asepek tingkah laku yang diamati dari suatu organiseme
yang dikenai stimulus.
3. Faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada
tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas.
Sebagai contoh: Pengaruh Teknik Pembelajaran Tri Fokus
Steve Synder (TFSS) (X) Terhadap Kemampuan Membaca
Cepat Siswa (Y).

7
d. Variabel Moderator
Variabel Moderasi (moderating variable), adalah yang memperkuat
atau memperlemah hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak
bebas. Variabel itu terkadang tidak dimasukkan ke dalam model statistik
namun memengaruhi mutu hubungan antarvariabelvariabel tersebut.
Variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan
memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan dependen.
Variabel disebut juga sebagai variabel independen kedua. Analisis
hubungan yang menggunakan minimal dua variabel, yakni satu variabel
dependen dan satu atau beberapa variabel independen, ada kalanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model
statistik yang kita gunakan. Dalam analisis statistik ada yang dikenal
dengan variabel moderator. Variabel moderator ini adalah variabel yang
selain bisa memperkuat hubungan antara satu atau beberapa variabel yang
selain bisa memperlemah hubungan antara satu atau beberapa variabel
independen dan variabel dependen. Misalnya pengaruh teknik
pembelajaran Tri Fokus Steve Synder (TFSS) (X) terhadap kemampuan
membaca cepat siswa (Y) akan diperkuat dan diperlemah minat membaca
siswa (M). Dalam contoh di atas teknik pembelajaran Tri Fokus Steve
Synder (TFSS) adalah variabel independen dan kemampuan membaca
cepat siswa adalah variabel dependen, dan minat membaca siswa adalah
variabel moderator. Atau dengan kata lain, variabel moderator memiliki
kontribusi yang signifikan terhadap kemampuan variabel independen
dalam mempengaruhi variabel dependen.
e. Variabel Intervening
Variabel antara (intervening variable), adalah variabel yang
menjadi antara atau penyelang di antara hubungan variabel bebas dan tak
bebas. Munculnya variabel antara setelah peneliti menelisik lebih
mendalam teori yang diacu. Tuckman dalam Suherman menyatakan
bahwa “intervening variable is an intervening variabel as that factor that
theoretically offect the observed phenomenon but can not be seen,
measured, or manipulated”. Variabel yang secara teoritis mempengaruhi

8
(memperlemah dan memperkuat) hubungan antara variabel independent
dengan dependent, tetapi tidak dapat diamati dan diukur. Variabel ini
merupakan variabel penyela/antara yang terletak diantara variabel bebas
dan variabel terikat, sehingga variabel bebas tidak secara langsung
mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel terikat. Variabel ini
berperan menambah atau mengurangi efek variabel independen terhadap
variabel dependen. Dalam setiap penelitian yang dilakukan oleh
mahasiswa, biasanya menemukan variabel yang dapat memperkuat atau
memperlemah hubungan antar variabel (variabel moderator) yang sedang
diukur. Secara teori setiap variabel ada sebagian variabel yang nilainya
secara satuan relatif tidak dapat diukur secara pasti. Misalnya: terdapat
pengaruh jumlah biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh orang tua
terhadap gaya hidup mahasiswa dan akan berimbas pada IPK mahasiswa
tersebut.
f. Variabel Kontrol
Variabel kontrol (control variable) merupakan variabel yang
mengontrol pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Menurut
Sugiyono, variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan atau
dibuat konstan sehingga pengaruh variabel independen terhadap dependen
tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel control
sering digunkaan oleh peneliti, bila akan melakukan penelitian yang
bersifat membandingkan. Variabel yang sering digunakan dalam penelitian
mahasiswa, selain variabel moderator dan variabel intervening adalah
variabel kontrol. Variabel ini, kualitas dan kuantitasnya bisa dikendalikan
oleh peneliti sesuai dengan waktu dan tempat yang dikehendaki. Biasanya
digunakan penelitian eksperimen. Secara skematis dapat dijelaskan pada
bagan berikut ini. Contoh: pada kasus metode pembelajaran (X)
memengaruhi kreativitas belajar siswa (Y). Penelitian ini melihat pengaruh
metode pembelajaran terhadap kreativitas belajar siswa. Maka harus
ditetapkan variabel control berupa pengalaman, atau jenis kelamin siswa.
Tanpa adanya variabel kontrol maka sulit ditemukan apakah ada pengaruh
metode pembelajaran berpengaruhterhadap kreativitas belajar siswa.

9
Artinya kepengaruhan X terhadap Y berbeda tidak pada kelompok
pengalaman dan jenis kelamin yang berbeda?

Definisi operasional variabel adalah batasan dan cara pengukuran variabel


yang akan diteliti. Definisi operasional (DO) variabel disusun dalam bentuk
matrik, yang berisi : nama variabel, deskripsi variabel (DO), alat ukur, hasil ukur
dan skala ukur yang digunakan (nominal, ordinal, interval dan rasio). Definisi
operasional dibuat untuk memudahkan dan menjaga konsistensi pengumpulan
data, menghindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup
variabel.

Langkah-langkah mendefinisi operasionalkan variabel

1. Mencari definisi operasional variabel yang telah ditulis dalam literatur


oleh peneliti sebelumnya. Kalau sudah didapat dan definisi tersebut cukup
operasional, maka dapat langsung untuk dipakai. Kalau definisi tersebut
belum operasional, maka kita harus mendefinisikan variabel tersebut
seoperasional mungkin, sehingga memudahkan dalam penyusunan
kuesioner.
2. Kalau dalam literatur belum ada definisi operasional variabel yang
diperlukan, maka harus dibuat definisi opeasional sendiri dan
mendiskusikan dengan sesama peneliti agar lebih operasional, sebelum
digunakan.
3. Dengan uji coba kuesioner dengan jawaban terbuka, sehingga bisa dibuat
definisi operasional suatu variabel.
Berdasarkan uaraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam menentukan
kedudukan variabel penelitian, baik variabel independen, dependen, moderator
dan variabel intervening atau bahkan variabel lainnya, maka peneliti harus melihat
kontekstualnya terlebih dahulu, dengan dilandasi konsep teoritis yang mendasari
maupun hasil pengamatan yang empiris yang ada ditempat penelitian. Hal ini
berarti bahwa tinjauan teoritis harus benar-benar disiapkan oleh peneliti sebelum
melakukan penelitian. Dengan kejelasan teoritis yang mendasari penelitian,
tentunya dapat diidentifikasi mana variabel independen, dependen, moderator dan
variabel intervening atau bahkan variabel lainnya. Untuk itu sebelum peneliti

10
memilih variabel apa yang akan diteliti sebaiknya perlu melakukan tinjauan
teoritis dulu dan melakukan studi pendahuluan untuk mencari potret pada objek
yang akan diteliti dan tidak membuat rancangan penelitian terlebih dahulu tanpa
terebih dahulu mengetahui permasalahan yang ada di objek penelitian. Ada
baiknya, jika peneliti dapat memahami masalah dapat dipahami dengan jelas dan
dikaji secara teoritis, maka peneliti dapat dengan mudah menentukan variabel-
variabel penelitiannya.
B. Hipotesis
Penelitian merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari
teori. Penelitian harus selalu disandarkan pada teori-teori yang relevan,
tidak hanya pada penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan teori atau
keterkaitan teori, bahkan penelitian yang bertujuan untuk mengungkap
atau menciptakan teori baru sekalipun, harus tetap berpijak kepada teori-
teori yang telah ada sebelumnya.
Setiap penelitian harus memiliki landasan teori yang kuat. Secara
eksplisit teori-teori yang melandasi suatu penelitan harus dijelaskan dalam
laporan, yakni dalam bab tersendiri tentang landasan teori. Mengingat
pentingnya teori untuk melandasi kegiatan penelitian, diperlukan
kemampuan para peneliti untuk memehamai dan memeaparkan teori yang
digunakannya sebagai landasan. Melalui pengkajian terhadap berbagai
teori yang ada, peneliti diharapkan mampu menemukan dan merumuskan
landasan teori secara tepat.
Untuk itu, para peneliti secara fundamental harus memiliki
pemahaman yang tepat tentang teori karena hanya dengan berbekal
pemahaman tentang arti atau konsep teori dan bagaimana teori itu
diciptakan dan dikembangkan, peneliti tidak akan mendapat kesulitan
berarti dalam menyusun landasan teori untuk penelitiannya.
Salah satu contoh konkret pentingnya teori dalam kegiatan
penelitian adalah untuk perumusan hipotesis. Sebagai jawaban sementara
atas hasil penelitian, hipotesis harus dirumuskan dengan benar. Jawaban-
jawaban sementara tersebut tentunya tidak dirumuskan secara asal,
melainkan dirumuskan dengan bersandarkan pada teori-teori yang telah

11
ada. Dengan kata lain hipotesis hanya akan dapat dirumuskan dengan tepat
jika peneliti telah mengkaji teori secara benar.
Pentingnya kedudukan hipotesisis dalam penelitian mengharuskan
peneliti memahami betul konsep hipotesis. Selain itu peneliti pun harus
memahami secara jelas bagaimana hipotesis dirumuskan, apa fungsi atau
kegunaan hipotesis dalam suatu penelitian.
Dalam kegiatan penelitian, hipotesis biasanya disusun setelah
peneliti mengkaji beberapa teori terkait dengan variable-variabel yang
dikaji. Hasil penelaahan berbagi teori inilah yang kemudian dapat
membantu peneliti merumuskan hipotesis penelitian.
Margono (2004: 80) menyatakan bahwa hipotesis berasal dari
perkataan hipo (hypo) dan tesis (thesis). Hipo berarti kurang dari, sedang
tesis berarti pendapat. Jadi hipotesis adalah suatu pendapat atau
kesimpulan yang sifatnya masih sementara, belum benar-benar berstatus
sebagai suatu tesis. Hipotesis memang baru merupakan suatu
kemungkinan jawaban dari masalah yang diajukan. Ia mungkin timbul
sebagai dugaan yang bijaksana dari si peneliti atau diturunkan (deduced)
dari teori yang telah ada.
Pada bagian lain, Margono (2004: 67) pun mengungkapkan
pengertian lainnya tentang hipotesis. Ia menyatakan bahwa hipotesis
adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoretis
dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya. Secara
teknik, hipotesis adalah pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan
diuji kebenarannya melalui data yang diperoleh dari sampel penelitian.
Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan keadaan parameter yang
akan diuji melalui statistik sampel. Di dalam hipotesis itu terkandung
suatu ramalan. Ketepatan ramalan itu tentu tergantung pada penguasaan
peneliti itu atas ketepatan landasan teoritis dan generalisasi yang telah
dibacakan pada sumber-sumber acuan ketika melakukan telaah pustaka.
Mengenai pengertian hipotesis ini, Nazir (2005: 151) menyatakan
bahwa hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap permasalahn
penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Menurutnya,

12
hipotesis menyatakan hubungan apa yang kita cari atau yang ingin kita
pelajari. Hipotesis adalah pernyataan yang diterima secara sementara
sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal
dan merupakan dasar kerja serta panduan dalam verifikasi. Hipotesis
adalah keterangan sementara dari hubungan fenomena-fenomena yang
kompleks.
Trelease (Nazir, 2005: 151) memberikan definisi hipotesis sebagai
“suatu keterangan sementara sebagai suatu fakta yang dapat diamati”.
Sedangkan Good dan Scates (Nazir, 2005: 151) menyatakan bahwa
hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta
diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang
diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati, dan digunakan sebagai
petunjuk untuk langkah-langkah penelitian selanjutnya. Kerlinger (Nazir,
2005: 151) menyatakan bahwa hipotesis adalah pernyataan yang bersifat
terkaan dari hubungan antara dua atau lebih variabel.
1. Ciri-Ciri Hipotesis
Setelah hipotesis dirumuskan, maka sebelum pengujian yang
sebenarnya dilakukan, hipotesis harus dinilai terlebih dahulu. Untuk
menilai kelaikan hipotesis, ada beberapa kriteria atau ciri hipotesis
yang baik yang dapat dijadikan acuan penilaian. Kriteria atau ciri
hipotesis yang baik menurut Furchan (2004: 121-129) yaitu:
a. hipotesis harus mempunyai daya penjelas;
b. hipotesis harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada di
antara variabel-variabel;
c. hipotesis harus dapat diuji;
d. hendaknya konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada; dan
e. hipotesis hendaknya dinyatakan sederhana dan seringkas
mungkin.

Pendapat tersebut dikuatkan oleh Nazir. Menurut Nazir (2005:


152) hipotesis yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Hipotesis harus menyatakan hubungan.

13
b. Hipotesis harus merupakan pernyataan terkaan tentang
hubunganhubungan antarvariabel. Ini berarti bahwa hipotesis
mengandung dua atau lebih variabel-variabel yang dapat diukur
ataupun secara potensial dapat diukur. Hipotesis
menspesifikasikan bagaimana variabel-variabel tersebut
berhubungan. Hipotesis yang tidak mempunyai ciri di atas,
sama sekali bukan hipotesis dalam pengertian metode ilmiah.
c. Hipotesis harus sesuai dengan fakta.
d. Hiptesis harus cocok dengan fakta. Artinya, hipotesis harus
terang. Kandungan konsep dan variabel harus jelas. Hipotesis
harus dapat dimengerti, dan tidak mengandung hal-hal yang
metafisik. Sesuai dengan fakta, bukan berarti hipotesis baru
diterima jika hubungan yang dinyatakan harus cocok dengan
fakta.
e. Hipotesis harus berhubungan dengan ilmu, serta sesuai dengan
tumbuhnya ilmu pengetahuan.
f. Hipotesis juga harus tumbuh dari dan ada hubunganya dengan
ilmu pengetahuan dan berada dalam bidang penelitian yang
sedang dilakukan. Jika tidak, maka hipotesis bukan lagi
terkaan, tetapi merupakan suatu pertanyaan yang tidak
berfungsi sama sekali.
g. Hipotesis harus dapat diuji.
h. Hipotesis harus dapat diuji, baik dengan nalar dan kekuatan
memberi alasan ataupun dengan menggunakan alat-alat
statistika. Alasan yang diberikan biasanya bersifat deduktif.
Sehubungan dengan ini, maka supaya dapat diuji, hipotesis
harus spesifik. Pernyataan hubungan antar variabel yang terlalu
umum biasanya akan memperoleh banyak kesulitan dalam
pengujian kelak.
i. Hipotesisharus sederhana.
j. Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk yang sederhana dan
terbatas untuk mengurangi timbulnya kesalahpahaman

14
pengertian. Semakin spesifik atau khas sebuah hipotesis
dirumuskan, semakin kecil pula kemungkinan terdapat salah
pengertian dan semakin kecil pula kemungkinan memasukkan
hal-hal yang tidak relevan ke dalam hipotesis.
k. Hipotesis harus bisa menerangkan fakta.
l. Hipotesis juga harus dinyatakan daam bentuk yang dapat
menerangkan hubungan fakta-fakta yang ada dan dapat
dikaitkan dengan teknik pengujian yang dapat dikuasai.
Hipotesis harus dirumuskan sesuai dengan kemampuan
teknologi serta keterampilan menguji dari si peneliti.
m. Secara umum, menurut Nazir (2005: 153) hipotesis yang baik
harus mempertimbangkan semua fakta-fakta yang relevan,
harus masuk akal dan tidak bertentangan dengan hukum alam
yang telah diciptakan Tuhan. Hipotesis harus dapat diuji
dengan aplikasi deduktif atau induktif untuk verifikasi.
Hipotesis harus sederhana.
2. Kegunaan Hipotesis
Dalam kegiatan penelitian, hipotesis merupakan sesuatu yang harus
dilakukan. Pentingya hipotesis dinyatakan oleh Furchan (2004: 115)
yang mengungkapkan setidaknya ada dua alasan yang mengharuskan
penyusunan hipotesis. Kedua alasan tersebut ialah:
a. Hipotesis yang mempunyai dasar kuat menunjukkan bahwa
peneliti telah mempunyai cukup pengetahuan untuk melakukan
peneliatian di bidang itu.
b. Hipotesis memberikan arah pada pengumpulan dan penafsiran
data; hipotesis dapat menunjukkan kepada peneliti prosedur apa
yang harus diikuti dan jenis data apa yang harus dikumpulkan.
Dengan demikian dapat dicegah terbuang sia-sianya waktu dan
jerih payah peneliti. Perlu ditekankan bahwa hal ini berlaku bagi
semua jenis studi penelitian, tidak hanya yang bersifat
eksperimen saja.

15
Dalam penelitian, hipotesis merupakan hal yang sangat berguna.
Terkait dengan hal itu, Furchan (2004: 115) mengungkapkan
kegunaan hipotesis penelitian, yaitu:

a) Hipotesis
Memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta
memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang Untuk
dapat sampai pada pengetahuan yang dapat dipercaya mengenai
masalah pendidikan, orang harus melangkah lebih jauh daripada
sekedar mengumpulkan fakta-fakta yang berserakan, untuk
mencari generalisasi dan antar hubungan yang ada di antara
fakta-fakta itu. Antar-hubungan dan generalisasi ini akan
memberikan gambaran pola, yang penting bagi pemahaman
persoalan. Pola semacam itu tidak mungkin menjadi jelas selama
pengumpulan data dilakukan tanpa arah. Hipotesis yang telah
terencana dengan baik akan memberikan arah dan
mengemukakan penjelasan-penjelasan. Karena hipotesis itu dapat
diuji dan divalidasi (diuji keshahihannya) melalui penyelidikan
ilmiah, maka hipotesis dapat membantu kita memperluas
pengetahuan.
b) Hipotesis
memberikan suatu pernyataan hubungan yang berlangsung
dapat diuji dalam penelitian.
c) Pertanyaan tidak dapat diuji secara langsung.
Penelitian memang dimulai dengan suatu pertanyaan, tatapi
hanya hubungan antara variabelvariabel sajalah yang dapat diuji.
Misalnya, orang tidak akan menguji pertanyaan “Apakah
komentar guru terhadap pekerjaan murid menyebabkan
peningkatan hasil belajar secara nyata?” Akan tetapi orang dapat
menguji hipotesis yang tersirat dalam pertanyaan tersebut:
“Komentar guru terhadap hasil pekerjaan murid menyebabkan
meningkatnya hasil belajar hasil belajar murid secara nyata”.
Atau yang lebih spesifik lagi, “Skor hasil belajar siswa yang

16
menerima komentar guru atas pekerjaan mereka sebelumnya
akan lebih tinggi daripada skor siswa yang tidak menerima
komentar guru atas pekerjaan mereka sebelumnya”. Selanjutnya
orang dapat meneliti hubungan antara kedua variabel itu, yaitu
komentar guru dan prestasi siswa.
d) Hipotesis memberikan arah kepada penelitian.
Hipotesis merupakan tujuan khusus. Dengan demikian
hipotesis juga menentukan sifat-sifat data yang diperlukan guna
menguji pernyataan tersebut. Secara sangat sederhana, hipotesis
menunjukkan kepada peneliti apa yang harus dilakukan. Fakta-
fakta yang harus dipilih dan diamati adalah fakta yang ada
hubungannya dengan pertanyaan tertentu. Hipotesislah yang
menentukan relevansi fakta-fakta itu. Hipotesis dapat
memberikan dasar bagi pemilihan sampel serta prosedur
penelitian yang harus dipakai. Hipotesis juga dapat menunjukkan
analisis statistik yang diperlukan agar ruang lingkup studi
tersebut tetap terbatas, dengan mencegahnya menjadi terlalu
sarat. Sebagai contoh, lihatlah kembali hipotesis tentang latihan
prasekolah anak-anak kelas satu yang mengalami hambatan
kultural. Hipotesis itu menunjukkan metode penelitian yang
diperlukan serta sampel yang harus dipakai. Hipotesis itu pun
bahkan menuntun peneliti kepada tes statistik yang mungkin
diperlukan untuk menganalisis data. Dari pernyataan hipotesis
itu, jelas bahwa peneliti harus melakukan eksperimen yang
membandingkan hasil belajar di kelas satu dari sampel siswa
yang mengalami hambatan kultural dan telah mengalami
program prasekolah dengan sekelompok anak serupa yang tidak
mengalami program prasekolah. Setiap perbedaan hasil belajar
rata-rata kedua kelompok tersebut dapat dianalisis dengan tes
atau teknik analisis variansi, agar dapat diketahui
e) signifikansinya menurut statistik.

17
Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan
kesimpulan penyelidikan
Hipotesis akan sangat memudahkan peneliti kalau ia
mengambil setiap hipotesis secara terpisah dan menyatakan
kesimpulan yang relevan dengan hipotesis itu. Artinya, peneliti
dapat menyusun bagian laporan tertulis ini di seputar jawaban-
jawaban terhadap hipotesis semula, sehingga membuat penyajian
itu lebih berarti dan mudah dibaca.
3. Jenis-Jenis Hipotesis
Untuk membedakan jenis-jenis hipotesis, penulis mengutip
pendapat Nazir (2005: 153-154) yang menyatakan bahwa hipotesis
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, dan tergantung dari
pendekatan dalam mebaginya. Menurut beliau, hipotesis dapat dibagi
sebagai berikut:
f) Hipotesis Hubungan dan Perbedaan
Hipotesis dapat kita bagi dengan melihat apakah pernyataan
sementara yang diberikan adalah hubungan atau perbedaan.
Hipotesis tentang hubungan adalah pernyataan rekaan yang
menyatakan tentang saling berhubungan antara dua variabel atau
lebih, yang mendasari teknik korelasi ataupun regresi.
Sebaliknya, hipotesis yang menjelaskan perbedaan menyatakan
adanya ketidaksamaan antarvariabel tertentu disebabkan oleh
adanya pengaruh variabel-variabel yang berbeda-beda. Hipotesis
ini mendasari teknik penelitian komparatif.
Hipotesis tentang hubungan dan perbedaan merupakan
hipotesis hubungan analitis. Hipotesis ini, secara analitis
menyatakan hubungan atau perbedaan satu sifat dengan sifat
yang lain.
g) Hipotesis Kerja dan Hipotesis Nul
Dengan melihat cara pandang seorang peneliti menyusun
pernyataan dalam hipotesisnya, hipotesis dapat dibedakan antara
hipotesis kerja dan nul. Hipotesis nul, yang mula-mula

18
diperkenalkan oleh bapak statistikan Fisher, diformulasikan
untuk ditolak sesudah pengujian. Dalam hipotesis nul ini, selalu
ada implikasi “tidak ada beda”. Perumusannya bisa dalam
bentuk:
“Tidak ada beda antara ….. dengan …..” Hipotesis nul
dapat juga ditulis dalam bentuk: “….tidak mem….” Hipotesis
biasanya diuji dengan menggunakan statistika. Seperti telah
dinyatakan di atas, hipotesis nul biasanya ditolak. Dengan
menolak hipotesis nul, maka kita menerima hipotesis pasangan,
yang disebut hipotesis alternatif.
Hipotesis nul biasanya digunakan dalam penelitian
eksperimental. Akhir-akhir ini hipotesis nul juga digunakan
dalam penelitian sosial, seperti penelitian di bidang sosiologi,
pendidikan dan lain-lain.
Hipotesis kerja, di lain pihak, mempunyai rumusan dengan
implikasi alternatif di dalamnya. Hipotesis kerja biasanya
dirumuskan sebagai berikut:
“Andaikata…… maka……”
Hipotesis kerja biasanya diuji untuk diterima dan
dirumuskan oleh peneliti-peneliti ilmu sosial dalam disain yang
noneksperimental. Dengan adanya hipotesis kerja, si peneliti
dapat bekerja lebih mudah dan terbimbing dalam memilih
fenomena yang relevan dalam rangka memecahkan masalah
penelitiannya.
h) Hipotesis tentang ideal vs common sense
Hipotesis acapkali menyatakan terkaan tentang dalil dan
pemikiran bersahaja dan common sense (akal sehat). Hipotesis
ini biasanya menyatakan hubungan keseragaman kegiatan
terapan. Contohnya, hipotesis sederhana tentang produksi dan
status pemilikan tanah, hipotesis mengenai hubungan tenaga
kerja dengan luas garapan, hubungan antara dosis pemupukan
dengan daya tahan terhadap insekta, hubungan antara kegiatan-
kegiatan dala industri, dan sebagainya.
Sebaliknya, hipotesis yang menyatakan hubungan yang
kompleks dinamakan hipotesis jenis ideal. Hipotesis ini

19
bertujuan untuk menguji adanya hubungan logis antara
keseragaman-keseragaman pengalaman empiris. Hipotesis ideal
adalah peningkatan dari hipotesis analitis. Misalnya, tentang
hubungan jenis tanaman A dengan jenis tanah A dan jenis
tanaman B dengan jenis tanah B. Jika kita perinci hubungan ideal
di atas, misalnya mencari hubungan antara varietas-varietas
tanaman A saja, maka kita memformulasikan hipotesis analitis.
4. Tiga Bentuk Rumusan Hipotesis
Pendapat lain mengenai pengklasifikasian atau jenis-jenis hipotesis
diungkapkan oleh Sugiyono (2001: 83-86). Ia menyatakan bahwa
menurut tingkat eksplanasi yang akan duji, maka rumusan hipotesis
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu hipotesis deskriptif
(pada suatu sampel atau variabel mandiri/tidak dibandingkan dan
dihubungkan), komparatif dan hubungan.
a) Hipotesis Deskriptif
Menurut Sugiyono (2001: 83) hipotesis deskriptif adalah
dugaan tentang nilai suatu variabel mandiri, tidak membuat
perbandingan atau hubungan. Sebagai contoh, bila rumusan
masalah penelitian sebagai berikut ini, maka hipotesis (jawaban
sementara) yang dirumuskan adalah hipotesis deskriptif.
1) Seberapa tinggi daya tahan lampu merk X?
2) Seberapa tinggi produktivitas padi di kabupaten Klaten?
3) Berapa lama daya tahan lampu merk A dan B?
4) Severapa baik gaya kepemimpinan di lembaga X?
Dari tiga pernyataan tersebut antara lain dapat dirumuskan
hipotesis seperti berikut:
a) Daya tahan lampu merk X = 800 jam
b) Produktivitas padi di Kabupaten Klaten 8 ton/ha.
c) Daya tahan lampu merk A=450 jam dan merk B=600 jam.
d) Gaya kepemimpinan di lembaga X telah mencapai 70% dari
yang diharapkan.

Dalam perumusan hipotesis statistik, antara hipotesis nol


dengan hipotesis alternatif selalu berpasangan, bila salah satu
ditolak, maka yang lain pasti diterima sehingga dapat dibuat
keputusan yang tegas, yaitu kalau Ho ditolak pasti alternatifnya
diterima. Hipotesis statistik dinyatakan melalui simbol-simbol.
b) Hipotesis statistik
Dirumuskan dengan simbol-simbol statistik, dan antara
hipotesis nol (Ho) dan alternatif selalu dipasangkan. Dengan
dipasankan itumaka dapat dibuat keputusan yang tegas, mana
yang diterima dan mana yang ditolak.

20
Berikut ini diberikan contoh berbagai pernyataan yang
dapat dirumuskan hipotesis deskriptif statistiknya:
1. Suatu perusahaan minuman harus mengikuti ketentuan,
bahwa salah satu unsur kimia hanya boleh dicampurkan
paling banyak 1%. (paling banyak berarti lebih kecil atau
sama dengan: ≤). Dengan demikian rumusan hipotesisnya
adalah:
Ho = µ≤ 0,01 (lebih kecil atau sama dengan)
Ha = µ> 0,01 (lebih besar)

Dapat dibaca: hipotesis nol untuk parameter populasi


berbentuk proporrsi (1% : proporsi) lebih kecil atau sama
dengan 1%, dan hipotesis alternatifnya, untuk populasi yang
berbentuk proporsi lebih besar dari 1%.
2. Suatu bimbingan tes menyatakan bahwa murid yang
dibimbing di lembaga itu, paling sedikit 90% dapat diterima
di perguruan tinggi negeri. Rumusan hipotesis statistik
adalah: Ho : µ≥ 0,90
Ha : µ< 0,90
3. Seorang peneliti menyatakan bahwa daya tahan lampu merk
A = 450 jam dan B = 600 jam. Hipotesis statistiknya adalah:
Lampu A: Lampu B:

Ho : µ = 450 jam Ho : µ = 600 jam

Ha : µ≠ 450 jam Ha : µ≠ 600 jam

Harga dapat diganti dengan nilai rata-rata sampel,


simpangan baku dan varians. Hipotesis pertama dan kedua
diuji dengan uji satu satu pihak (one tail) dan ketiga dengan
dua pihak (two tail).

C. Hipotesis Komparatif
Menurut Sugiyono (2001: 85) hipotesis komparatif adalah
pernyataan yang menunjukkan dugaan nilai dalam satu variabel

21
atau lebih pada sampel yang berbeda. Contoh rumusan masalah
komparatif dan hipotesisnya:
1) Adakah perbedaan daya tahan lampu merk A dan B?
2) Adakah perbedaan produktivitas kerja antara pegawai
golongan I, II dan III?
Adapun rumusan hipotesis adalah:
- Tidak terdapat perbedaan daya tahan lampu antara lampu
merk A dan B
- Daya tahan lampu merk B paling kecil sana dengan
lampu merk A - Daya tahan lampu merk B paling tinggi
sama dengan lampu merk A Hipotesis statistiknya
adalah:
Ho : µ1 = µ2
- Rumusan uji hipotesis dua pihak Ha : µ1≠µ2
Ho : µ1≥µ2
- Rumusan uji hipotesis pihak kiri Ha : µ1<µ2
Ho : µ1≤µ2
- Rumusan uji hipotesis pihak kanan Ha : µ1>µ2
D. Hipotesis Hubungan (Asosiatif)
Sugiyono (2001: 86) menyatakan bahwa hipotesis asosiatif
adalah suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan tentang
hubungan antara dua variabel atau lebih. Contoh rumusan
masalahnya adalah “Adakah hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan efektivitas kerja?”. Rumus dan hipotesis
nolnya adalah: Tidak ada hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan efktivitas kerja. Hipotesis statistiknya adalah:
Ho : ρ = 0 ρ = simbol yang menunjukkan kuatnya
hubungan.
Ha : ρ≠ 0
Dapat dibaca: hipotesis nol, yang menunjukkan tidak
adanya hubungan (nol = tidak ada hubungan) antara gaya
kepempinan dengan efektivitas kerja dalam populasi. Hipotesis

22
alternatifnya menunjukkan ada hubungan (tidak sama dengan
nol, mungkin lebih besar dari nol atau lebih kecil dari nol).
5. Menggali dan Merumuskan Hipotesis
Nazir (2005: 154) menyatakan bahwa menemukan suatu hipotesis
merupakan kemampuan si peneliti dalam mengaitkan masalah-
masalah dengan variabel-variabel yang dapat diukur dengan
menggunakan suatu kerangka analisis yang dibentuknya. Menggali
dan merumuskan hipotesis mempunyai seni tersendiri. Si peneliti
harus sanggup memfokuskan permasalahan sehingga hubungan-
hubungan yang terjadi dapat diterka. Menurut Nazir (2005: 154)
dalam menggali hipotesis, si peneliti harus:
a) mempunyai banyak informasi tentang masalah yang ingin
dipecahkan dengan jalan banyak membaca literatur-literatur yang
ada hubungannya dengan penelitian yang sedang dilaksanakan;
b) Mempunyai kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang
tempattempat, objek-objek serta hal-hal yang berhubungan satu
sama lain dalam fenomena yang sedang diselidiki;
c) Mempunyai kemampuan untuk menghubungkan suatu keadaan
dengan keadaan lainnya yang sesuai dengan kerangka teori ilmu
dan bidang yang bersangkutan.
6. Cara Menguji Hipotesis
Setelah hipotesis dirumuskan dan dievaluasi menurut kriteria di
atas, hipotesis tersebut kemudian diuji secara empiris. Hipotesis
tersebut harus lulus dari tes empiris dan tes logika. Gagasan terbaik,
pendapat para ahli, dan deduksi pun kadang-kadang bisa
menyesatkan. Pada akhirnya, semuanya itu harus diuji melalui
pengumpulan data yang teliti.
Menurut Furchan (2004: 130-131), untuk menguji hipotesis
peneliti harus:
a. Menarik kesimpulan tentang konsekuensi-konsekuensi yang akan
dapat diamati apabila hipotesis tersebut benar.
b. Memilih metode-metode penelitian yang akan memungkinkan
pengamatan, eksperimentasi, atau prosedur lain yang diperlukan
untuk menunjukkan apakah akibat-akibat tersebut terjadi atau
tidak, dan

23
c. Menerapkan metode ini serta mengumpulkan data yang dapat
dianalisis untuk menunjukkan apakah hipotesis tersebut didukung
oleh data atau tidak.
7. Kekeliruan Dalam Pengujian Hipotesis
Pada dasarnya menguji hipotesis adalah menaksir parameter
populasi berdasarkan data sampel. Menurut Sugiyono (2001: 86)
menyatakan bahwa terdapat dua cara menaksir, yaitu: a point estimate
dan interval estimate atau sering disebut convidence interval. A point
estimate (titik taksiran) adalah suatu taksiran parameter populasi
berdasarkan satu nilai data sampel. Sedangkan interval estimate
(taksiran interval) adalah sutau taksiran parameter populasi
berdasarkan nilai interval data sampel.
Sebagai contoh, saya berhipotesis (menaksir) bahwa daya tahan
kerja orang Indonesia itu 10 jam/hari. Hipotesis ini disebut point
estimate, karena daya tahan kerja orang Indonesia ditaksir melalui
satu nilai yaitu 10 jam/hari. Bila hipotesisnya berbunyi daya tahan
tenaga kerja orang Indonesia antara 8 sampai dengan 12 jam/hari,
maka hal ini disebut interval estimate. Nilai intervalnya adalah 8
sampai dengan 12 jam.
Menaksir parameter populasi yang menggunakan nilai tunggal
(point estimate) akan mempunyai resiko kesalahan yang lebih tinggi
di banding denga yang menggunakan interval estimate. Menaksir
daya tahan kerja orang Indonesia 10 jam/hari akan mempunyai
kesalahan yang lebih besar bila dibandingkan dengan nilai taksiran
antara 8 sampai dengan 12 jam. Makin besar interval taksirannya
maka akan semakin kecil kesalahannya. Menaksir daya tahan kerja
orang Indonesia 6 sampai 14 jam/hari akan mempunyai kesalahan
yang lebih kecil bila dibandingkan dengan interval taksiran 8 sampai
12 jam. Untuk selanjutnya kesalahan taksiran ini dinyatakan dalam
peluang yang berbentuk prosentase. Menaksir daya tahan kerja orang
Indonesia dengan interval antara 6 sampai dengan 14 jam/hari akan
mempunyai prosentase kesalahan yang lebih kecil bila digunakan
interval taksiran 8 sampai dengan 12 jam/hari. Biasanya dalam
penelitian kesalahan taksiran ditetapkan terlebih dahulu, yang
digunakan adalah 5% dan 1 %. Semakin kecil taraf kesalahan yang
ditetapkan, maka interval estimate-nya semakin besar, sehingga
tingkat ketelitian taksiran semakin rendah.

8. Penelitian Tanpa Hipotesis


Mungkin kita bertanya, apakah semua penelitian harus
berhipotesis? Terkait dengan pertanyaan tersebut, untuk memberikan

24
jawabannya, Arikunto (2002: 71) menjelaskan ada dua alternatif
jawaban.
Pendapat pertama menyatakan, semua penelitian pasti berhipotesis.
Semua peneliti diharapkan menentukan jawaban sementara, yang
akan diuji berdasarkan data yang diperoleh. Hipotesis harus ada
karena jawaban penelitian juga harus ada, dan butir-butirnya sudah
disebut dalam problematika maupun tujuan penelitian.
Pendapat kedua mengatakan, hipotesis hanya dibuat jika yang
dipermasalahkan menunjukkan hubungan antara dua variabel atau
lebih. Jawaban untuk satu variabel yang sifatnya deskriptif, tidak
perlu dihipotesiskan. Penelitian eksploratif yang jawabannya masih
dicari dan sukar diduga, tentu sukar ditebak apa saja, atau bahkan tidk
mungkin dihipotesiskan.
Berdasarkan pendapat kedua ini maka mungkin sekali di dalam
sebuah penelitian, banyaknya hipotesis tidak sama dengan banyaknya
problematika dan tujuan penelitian. Mungkin problematika unsur 1
dan 2 yang sifatnya deskriptif tidak diikuti dengan hipotesis, tetapi
problematika nomor 3 dihipotesiskan.

C. Populasi, Sampel serta Teknik Sampling


1. Populasi
Penelitian menjadi sangat penting, karena hasil penelitian pada
umumnya akan mengambil kesimpulan secara luas (generalisasi hasil
penelitian). Ketepatan dan keakuratan dalam penentuan populasi dan
sampel penelitian akan memberikan bobot dan kualitaS hasil penelitian.
Penentuan populasi dan terutama terhadap suatu ka.rya penelitian
juga akan memberikan "kebenaran" terhadap generalisasi kesimpulan hasil
penelitian yang didapatkannya. Oleh kałenaitu peneliti dałam
mempersiapkan desain penelitian hanis benar-benar mampu menentukan
populasi dan sampel penelitian secara baik. Bagaimana populasi penelitian
ditetapkan dan apa kliterianya, seberapa besar sampel dipilih dan
bagaimana memilih sampel penelitian yang dapat mewakili (refresentatif).

2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang dijadikan
subyek penelitian sebagai "wakil” dari para anggota populasi. Seperti
contoh judul penelitian yang pertama, tidak semua mahasiswa diteliti
(dijadikan subyek=responden=šumber data), akan tetapi dapat diambil
sebagian untuk mewakilinya.
Begitu pula dengan contoh yang kedua, yang berarti tidak semua
konsumen menjadi responden penelitian, akan tetapi sebagian konsumen

25
untuk dapat mewakilinya. Penelitian semacam ini disebut dengan
penelitian sampling.

1) Penelitian Sampling
Sering muncul pertanyaan dalam diskusi rencana penelitian, yaitu
suatu pertanyaan mengapa melakukan penelitian sampling atau dengan
pefianyaan lainmana yang lebih akurat antara penelitian sensus dengan
penelitian sampling.
Tentu tidak mudah dan juga tidak sulitmenjawab pertanyaan
tersebut. Banyak peneliti mengetahui bahwa dałam pelaksanaan
penelitian terdapat kendalakendala yang dominan (sebagian orang
mengatakan alasan yangklise), yaitu adanya keterbatasan dana (biaya),
w aktu dan tenaga. Oleh karena iłu alasan inilah Yang sering muncul
untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Ada sejumlah alasan (argumentasi), mengapa penelitian sampling
dilakukan, diantaranya adalah :
a. Ukuran atau jumlah anggota popula.si yang terlalu besar, yang
tidak memungkinkan diselesaikan dengan berbagai keterbatasan
tersebut diatas.
b. Şementara di sisi lain, anggota populasi memiliki ciri-ciri
yanghomogen (seragaın), maka manakala peneliti mengambil
sampel secara "benar" hasil penelitian sampljng yang dilakukan
akan dapat mewakili atau menggambarkan keadaanyang
sebanamya. 3. Dengan kecerınatan peneliti di dalam mendeskripsi
ciri-ciri populasi dalam sampel, ketepatan dalam memilih teknik
pengambilan sampel dan jumlah sampel yang memadai, akan dapat
dipertanggungjawabkan bahwa sampel penelitian akan dapat
mewakili populasi. Dengan argumentasi tersebut kiranya
dibenarkan peneliti melakukan penelitian secara sampling.
Semeıitara seberapa beşar keakuratan penelitian sampling
dibanding dengan penelitiari. sensug, akan dapat ditentukan oleh
ketepatan dan keakuratan penentuan sampel penelitian. Seperti
diuraikan diatas bahwa jikalau sampel diambil secara benar
(dipertanggung jawabkan), maka hasil penelitian sampling dapat
mewakili gambaran populasi penelitian. Dengan demikian
keakuratan hasil penelitian samplilig sama dengan penelitian
populasi.

1. Lahgkah-langkah Penentuan Sampel Sampling


Proses penentuan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Tetapkan Luas Populasi
Langkah pertama dalam upaya menentukan Sampel
penelitian adalah menentukan luas (besaran) populasi atau
jumlah anggoçapopulasi. Besaran populasi dapat ditentukan
atau dibatasi denganjudul penelitian. Misal pada contoh

26
judul penelitian yang penana di ataş, manakala seluruh
mahasiswa Universitas PTS dianggap terlalu luas, maka
dapat disempitkan dengan merubah judul penelitian
menjadi "Analisis Biaya Hidup Mahasiswa
Fakultas.Ekonomi Universitas PTS)” . Denganjudul baru
ini akan nampak bahwa jumlah anggota populasi hanya
mahasiswa Fakultas Ekonomi, sementara mahasiswa
fakultas yanglain tidak termasuk menjadi anggota populasi.
Di samping itu, dalam pengertian jumlah anggota populasi
tersebut, pada langkah yang penama ini peneliti hanıs pula
mampu menentukan sifat populasi peneli ti an apakah
populasi finit atau infinit. Kesemuanya ini akan
memperınudah dan dipergunakan pada langkah-langkah
selanjutnya dalam menentukan sampel penelitian ini.
b. Kenali Kualitas Anggota Populasi
Peneliti secara dini melakukan penelitian pendahuluan
untuk mengetahui dan mencennati kualitas dan atau ciri-ciri
para anggota populasi. Hal ini diperlukan agar peneliti
mampu mengambil suatu kesimpulan apakah keadaan
anggota populasi cenderung homogen (seragam) atau
cenderung heterogen (beragam). Di samping im, dengan
mengenali ciri-ciri anggota populasi ini, maka peneliti akan
lebih mudah untuk menentukan langkah-langkah
selanjumya, baik dalam upaya menentukan besamya
sampel (sampel size) maupun dalam rangka memilih teknik
pengambilan sampel peneliüan populasi
c. Tetapkan Besaran Sampel (Sampel Size)
Pekerjaan selanjutnya adalah menentukan jumlah sampel
yang akan dipergunakan untuk mewakili anggota populasi
dalam penelitian. Kiranya belum terdapat standar baku
sebagai patokan untuk menentukan jumlah sampel
penelitian yang refresentatif (mewakili) anggota populasi.
Oleh karena itu, uraian berikut merupakan faktor-faktor
yang harus memperolşh perhatian para peneliti dalam
menentukan besaran (jumlah) sampel penelitian. Faktor-
faktor tersebut antara lain :
1) Tingkat homogenitas anggota populasi, artinya
manakala anggota populasi cendenıng ataü bersifat
homogen, maka jumlah sampel kecilpun sudah dapat
dipertanggungjawabkan untuk ınewakili populasi. Dan
sebaliknya makifi heterogen, maka diperlukan juınl ah
sampel yang lebih banyak.

27
2) Presisi yang diharapkan peneliti, yaitu makin tinggi
presisi yang dikehendaki peneliti, maka diperlukan
sampel yang makin besar. Presisi adalah derajat
perbandingan hasil yang didapat dari sampel dengan
hasil yang didapat dari populasil yang secara statistik
dikenal adanya standard-error. Atau dengan lebih
barangkali tingkat keakuratan yang dikehendaki
peneliti, dalam menggambarkan hasil penelitian.
3) Rancangan analisis data penelitian. Jumlah sampel
harus menjamin bahwa data yang diperoleh akan
dapatdianalisis dengan rancangan analisis data, baik
secara deskriptif maupun analisis statistik.Misalnya,
peneliti akan melakukan analisiS kai/chi kuadrat dari
besamya biaya hidup mahasiswa dengan latar belakan
gpekerjaan orang •tuanya, dan jikalau latar belakang
orang tua mahasiswa terbagi menjadi (misal) pegawai,
wiraswasta, petani 'dan ABRI, makajangan sampai
masing-masing item pekeıjaan tersebut terjadi
kekosongan sampelnya. Jadi harus dapat terwakili
dalam sampel masing-masing jenis pekerjaan tersebut.
4) Ketersediaan dana, waktu dan tenaga penelitian.
Kendala seperti ini kadang-kadang menjadi
pertimbangan utama, namun bagi para peneliti hal ini
diharapkan bukan merupakan kendala yang sangat
menentukan, apalagi bagi peneliti-peneliti
pemula.Sebagai petunjuk kiranya beberapa buku acuan
telah menyebutkan pedoman tentang jumlah sampel ini.
5) Langkah yang terakhir di dalanı menentukan sampel
,penelitian adalah menentukan teknik pengambilan
sampel penelitian.

3. Teknik Sampling Penelitian Kuantitatif


Teknik sampling adalah şuatu cara atau teknik yang dipergunakan
untuk menentukan sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel ini
dalam beberapa buku sering disebut dengan teknik sampling. Untuk
menentukan atau memilih teknik sampling ini, peneliti harus
mempeyhatikan dan mendasarkan diri pada langkah-iangkah penentuan
sampel. Teknik sampling dalam penelitian secara garis beşar dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu teknik dengan probability sampling dan teknik
dengan non probability sama untuk diambil atau keluar sebagai sampling.
a. Teknik Probability Sampling
Teknik ini sering juga disebut dengan random sampling, yaitu
pengambilan sampel penelitian secara random. Teknik sampling ini
cocok dipilih untuk populasi yang bersifat finit, aftinya besaran
anggota populasi dapat ditentukan lebih dahuiu. Pada teknik sampling

28
ini, penentuan jampel penelitian dengan memberikan dan mungkinan
(probability) yang samapada setiap anggota -populasi untuk menjadi
sampel terpilih. Dengan demikian pada teknik sampling ini alat
analisis statistik dapat dipergunakan untuk membantu penentuan
sampel terpilih.
Teknik probability sampling ini ada beberapa model yaitu : simple
random sampling (acak sederhanam aupun bilangan random);
sitematik random sampling; stratified random sampling dan cluster
random sampling.
1. Simple random sampling, yaitu persatu sampai
sejumlah sampel yang telah ditetapkan pada langkah
sebelumnya Sedangkan pendekatan dengan
menggunakan bilangan random bahwa sampel
penelitian ditetapkan dengan menggunakan bilangan
random yang telah disusun dalam bentuk tabel bilangan
random. tabel bilangan random ini pada setiap buku
statistik dan atau buku metodologi penelitian umumnya
terdapat dalam lampiran buku.
2. Sistematik Random Sampling
Pada pendekatan ini sampel penelitian ditetapkan
berdasar bilangan kelipatan dari jumlah anggota
populasi dengan jumlah sarnpel yang akan diambil.
3. Stratified Random Sampling
Stratified random sampling adalah suatu teknik
penentuan sampel penelitian dengan menetapkan
pengelompokan anggota populasi dalam kelompok-
kelompok tingkatan. Penentuan kelompok-kelompok ini
dilakukan dalam rangka membentuk populasi yang
heterogeny menjadi populasi yang lebih homogen pada
kelompok atau bagian populasi yang lebih kecil.
4. Cluster Random Sampling
Jika pada stratified random sampling, lebih
menekankan pada penentuan sampel kelompok strata
atau tingkatan anggota populasi penelitian, maka teknik
cluster random sampling ini penentuan sampel berdasar
kelompok wilayah dari anggota populasi penelitian.
Pada teknik cluster random sampling ini berani subyek
penelitian dikelompokkan menurut area atau tempat
domisili anggota populasi.

b. Teknik Non-ProbabiIity Sampling


Teknik ini juga disebut dengan teknik non random
sampling, yaitu pengambilan sampel penelitian secara

29
random. Teknik sampling ini cocok dipilih untuk populasi
yang bersifat infinit, artinya besaran anggota populasi
belum atau tidak dapat ditentukan lebih dahulu.
Pada teknik sampling ini, penentuan sampel penelitian
tanpa (kurang) atau tidak memberikan kemungkinan
(probability) yang sama pada setiap anggota populasi untuk
menjadi sampel terpilih. Dengan demikian pada teknik
sampling ini seharusnya alat analisis statistik tidak dapat
dipergunakan atau tidak diperlukan untuk membantu
penentuan sampel terpilih.
Pegcantuan sampel dengan populasi demikian
digunakanlah teknik non-probability sampling. Beberapa
model teknik non-pmbability sampling ini adalah accidental
sampling, quota sampling dan purposive sampling.
1. Accidental samplig
Accidental sampling ering disebut pula dengan
oppoılunite sampling atau "sampel asal neınu" adalah
bentuk sampling dengan mendasarkan diri secara
kebemlan saja atau asal nem u saja. Artinya jikalau
peneliti ingin menentukan saınpel konsumen toko Bumi
Murah tersebut, maka peneliti menempatkan diri di
depan pintu maşuk toko tersebut, siapa saja orang yang
maşuk toko untuk pertanıa kali ditetapkan sebagai
sariıpel penelitian yang pertama dan selanjutnya orang
maşuk kedua menjadi sampel kedua dan seterusnya.
Pada teknik ini tidak memilihmilih apakah yang maşuk
toko tersebut pria atau wanita, tua atau muda dan lain
sebagainya.
2. Quota sampling,
Quota sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
menentukan quota atau _jumlah dari sampel penelitian.
Prinsip penentuannya sama dengan acci: dental
sampling, akan tetapi peneliti menetapkan terlebih
dahulujumlah sampel yang diperlukan. Misal peneliti
menetapkan peneliüan dilakukan setiap hari selama satu
minggu, dimana setiap hari ditetapkan jumlah sampel
penelitian sebanyak 100 orang. Jikalau peneliti hari itü
teİah memperoleh 100 orang maka selesai tugas
mencari sampel penelitian hari itu, kemudian akan
dilanjutkan pada hari berikumya.
3. Purposive sampling,

30
Purposiv sampling merupakan teknik non-probability
sampling yang lebih tinggi kualitasnya, di mana peneliü
telah membuat kisi-kisi atau batas-batağ bördasarkan
ciri-ciri subyek yang akan dijadikan sampel peneliüan.
Proses dari teknik ini sama dengan bentuk teknik
nonprobability sampling yang lainnya, hanya peneliti
telah mçnentukan ciri-ciri konsumen yahg akan
dijadikah sampel penelitian. Misal dida.sarkan, ciri
demografi konsumen, pria-wanita, jenis pekerjaan,
umur dan lain sebagainya.

31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dalam menentukan kedudukan variabel penelitian, baik variabel


independen, dependen, moderator dan variabel intervening atau bahkan variabel
lainnya, maka peneliti harus melihat kontekstualnya terlebih dahulu, dengan
dilandasi konsep teoritis yang mendasari maupun hasil pengamatan yang empiris
yang ada ditempat penelitian. Hal ini berarti bahwa tinjauan teoritis harus benar-
benar disiapkan oleh peneliti sebelum melakukan penelitian. Dengan kejelasan
teoritis yang mendasari penelitian, tentunya dapat diidentifikasi mana variabel
independen, dependen, moderator dan variabel intervening atau bahkan variabel
lainnya. Untuk itu sebelum peneliti memilih variabel apa yang akan diteliti
sebaiknya perlu melakukan tinjauan teoritis dulu dan melakukan studi
pendahuluan untuk mencari potret pada objek yang akan diteliti dan tidak
membuat rancangan penelitian terlebih dahulu tanpa terebih dahulu mengetahui
permasalahan yang ada di objek penelitian. Ada baiknya, jika peneliti dapat
memahami masalah dapat dipahami dengan jelas dan dikaji secara teoritis, maka
peneliti dapat dengan mudah menentukan variabel-variabel penelitiannya.

Hipotesis berasal dari perkataan hipo (hypo) dan tesis (thesis). Hipo
berarti kurang dari, sedang tesis berarti pendapat. Jadi hipotesis adalah suatu
pendapat atau kesimpulan yang sifatnya masih sementara, belum benar-benar
berstatus sebagai suatu tesis. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
masalah penelitian yang secara teoretis dianggap paling mungkin atau paling
tinggi tingkat kebenarannya.
Hipotesis yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a hipotesis harus menyatakan hubungan;
b hipotesis harus sesuai dengan fakta;
c hipotesisi harus berhubungan dengan ilmu, serta sesuai
dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan;
d hipotesis harus dapat diuji;
e hipotesis harus sederhana; dan
f hipotesis harus bisa menerangkan fakta.
Kegunaan hipotesis penelitian, yaitu:
a) hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang
gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan
dalam suatu bidang;
b) hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan
yang berlangsung dapat diuji dalam penelitian;
c) hipotesis memberikan arah kepaa penelitian; dan

32
d) hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan
kesimpulan penyelidikan.
Ada tiga bentuk rumusan hipotesis yang dapat disusun sesuai dengan rumusan
permasalahan penelitian, yaitu: hipotesis deskriptif, hipotesis komparatif, dan
hipotesis asosiatif.

B. Saran

Bagi para pembaca dan teman-teman mahasiswa yang lainnya, jika ingin
menambah wawasan dan ingin mengetahui lebih jauh, maka penulis
mengharapkan dengan rendah hati agar lebih membaca buku-buku lainnya
yang berkaitan dengan judul di makalah ini,
Demikian pokok bahasan makalah ini dapat kami paparkan, besar harapan
kami makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi, penulis menydari makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa
yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

33
Hardani. dkk. (2020). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta:
CV Pustaka Ilmu Group.
Kerlinger. (2000). Foundation of behavioral research (4th Ed) (New York: Holt,
Rinehart & Winston.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Surahman. (2020). Metode Penelitian. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Winarno. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Jasmani. Malang: Universitas
Negeri Malang.

Hipotesis
Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar Praktik, Jakarta: Rineka
Cipta.

Sevilla, C.G., dkk, 1993, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: Universitas


Indonesia.

Furchan, A., 2004, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Hadi, A. dan Haryono, 2005, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung:


Pustaka Setia.

Margono, 2004, Metodologi Penelitian Pendidika, Jakarta: Rineka Cipta.

Nazir, 2005, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Riduan, 2002, Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Sudjana, N. dan Ibrahim, 1989, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung:


Sinar Baru.

34
Sugiyono, 2005, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.

_______, 2001, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.S., 1999, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Populasi dan sampel


Masri Singarimbun dan sofian Effendi, (Penyunting), Metode Penelitiaq Survei,
LP3ES, Jakarta, 1992.
Mohammad Ali, Penelitian Kependidikan : Prosedur & Strategi, Cetakan ke 3,
Angkasa, Bandung, 1985.
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indo• nesia, Jakarta, 1985.
Nasuüon, Metode Research, Jemmors, Tanpa Kota, Tanpa Tahun.
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, Dep. Pendidikan dan Kebudayaan
Ditjen. Dikti, Proyek Pengethbangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan,
Jakarta, 1989.
Sumadi Suryobroto,. Metodologi Penelitian, CV Rajawali, Jaıa•ta, 1983.
William G.' Cochram, (Terj.), Teknik
Penarikan Sampel, Edişi Ketiga, Penerbit Universitas Indonesia (UIPress),
Jakarta, 1981.

35

Anda mungkin juga menyukai