LP Gagal Napas (CIA)
LP Gagal Napas (CIA)
LP Gagal Napas (CIA)
DISUSUN OLEH :
CIA
2018.C.10a.0962
1
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1
Keperawatan,
KATA PENGANTAR
2
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Diagnosa Medis Gagal Napas dan Pneumonia Di Keperawatan Kritis”. Laporan
pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK IV).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKES
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
4. Bapak Syamsudin S.Kep., Ners selaku pembimbing lahan paktik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
5. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik Keperawatan
III Program Studi Sarjana Keperawatan.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Palangka Raya, 06 Oktober 2021
Penulis
DAFTAR ISI
3
SAMPUL………………………………………………..………..………......1
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2
KATA PENGANTAR............................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................6
1.1 Latar Belakang...........................................................................................6
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................8
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................8
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................10
2.1 Konsep Penyakit Gagal napas..................................................................10
2.1.1 Definisi..................................................................................................10
2.1.2 Anatomi Fisiologi..................................................................................10
2.1.3 Etiologi..................................................................................................14
2.1.4 Klasifikasi..............................................................................................15
2.1.5 Patofisiologi...........................................................................................15
2.1.6 Manifestasi Klinis..................................................................................18
2.1.7 Komplikasi.............................................................................................18
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................19
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..........................................................................19
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan...........................................................20
2.3.1 Pengkajian Keperawatan.......................................................................20
2.3.2 Diagnosa keperawatan...........................................................................22
2.3.3 Intervensi...............................................................................................22
2.3.4 Implementasi Keperawatan...................................................................27
2.3.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................................27
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang
4
adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi, Kegagalan napas
adalah kondisi yang sering terjadi pada pasien sakit kritis yang dikaitkan dengan
angka kematian yang tinggi, terutama bila ventilasi mekanis invasif diperlukan. Pada
banyak kasus sering terjadi demam, batuk, mengeluarkan dahak dan sesak napas.
Kegagalan napas yang parah bisa menyebabkan terjadinya infeksi pernapasan berat
yaitu seperti infeksi paru-paru (pneumonia). Seperti yang terjadi baru-baru ini dunia
dilanda pandemic Covid-19 atau virus corona dimana virus ini diklasifikasikan
sebagai betacorona virus yang dapat juga menyebab kan gagal napas akut dan dapat
menyebabkan kematian. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen
merupakan garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus paham
dengan manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu mengatasi
berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut.
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau merupakan
penyakit infeksi menular yang merupakan penyebab utama kematian pada semua
orang yaitu bisa pada anak, orang dewasa maupun lansia di dunia (Mujahidin &
Pribadi, 2017). Penyakit pneumokokus adalah ditandai dengan manifestasi klinis
yang beragam, tetapi keseluruhan di dominasi oleh pneumonia yang menyumbang
15% dari semua pediatrik kematian pada tahun 2017 (World Health Organization,
2019). Hingga 81% kematian akibat pneumonia terjadi dalam 2 tahun pertama
kehidupan dan hampir semua kematian akibat pneumonia tercatat di negara
berpenghasilan rendah dan menengah seperti SubSaharan Afrika menanggung beban
pneumonia yang besar (43% kematian akibat pneumonia global). Di tahun 2016
pneumonia adalah penyebab paling sering ketiga dari kunjungan klinik rawat jalan
rumah sakit di Burkina, Faso yaitu mewakili ada 5,4% dari semua kunjungan.
Meskipun patogen lain termasuk virus dan jamur dapat menyebabkan pneumonia,
sterptococcus pneumonia adalah penyebab paling umum dari penyakit pneumonia
(Kabore, Ouattara, & Sawadogo, 2020). Di China sekitar 2,5 juta pasien dengan
diagnosis pneumonia dan ada 125.000 kematian akibat terkait penyakit pneumonia
yang terjadi setiap tahun. Selain itu pneumonia juga dikaitkan dengan berbagai
penyakit seperti komplikasi radang selaput dada, abses paru-paru, septikemia dan
5
penyakit kardiovaskular. Resiko pneumonia dan kematian terkait erat dengan
bertambahnya usia, sehingga beban pneumonia diproyeksikan akan meningkat karena
populasi yang menua (Tian, Wu, & Liu, 2020).
Kegagalan napas adalah kondisi yang sering terjadi pada pasien sakit kritis
yang dikaitkan dengan angka kematian yang tinggi, terutama bila ventilasi mekanis
invasif diperlukan. Pada banyak kasus sering terjadi demam, batuk, mengeluarkan
dahak dan sesak napas. Kegagalan napas yang parah bisa menyebabkan terjadinya
infeksi pernapasan berat yaitu seperti infeksi paru-paru (pneumonia). Pneumonia
adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau merupakan penyakit infeksi
menular yang merupakan penyebab utama kematian pada semua orang yaitu bisa
pada anak, orang dewasa maupun lansia di dunia (Mujahidin & Pribadi, 2017).
Penyakit pneumokokus adalah ditandai dengan manifestasi klinis yang beragam,
tetapi keseluruhan di dominasi oleh pneumonia yang menyumbang 15% dari semua
pediatrik kematian pada tahun 2017 (World Health Organization, 2019).
Berdasarkan peningkatan kasus keggalan napas dan pneumonia menurut
presentasi klinis terdiri dari spektrum dari penyakit kronis tanpa gejala dengan deteksi
insidental pada foto thoraks hingga kasus akut parah yang membutuhkan dukungan
ventilasi. Gejalanya tidak spesifik, biasanya batuk dan sesak napas saat melakukan
aktivitas terlalu sering atau berat, kadang disertai dengan demam, dan sering terjadi
muncul keringat pada saat malam hari. Pemriksaan klinis sering tidak jelas, kadang-
kadang mungkin ada ronchi atau mengi (Viswam, Trotter, & Burge, 2018).
Maka saya tertarik untuk membuat sebuah pengelolaan kasus dalam bentuk
studi kasus tentang pasien penderita Gagal napas dan pneumonia dibutuhkan upaya
untuk meminimalkan melalui latihan batuk efektif sehingga tidak terjadi komplikasi
dan sputum pasien berkurang. maka penulis ingin memaparan asuhan keperawatan
pada pasien penderita Gagal napas dan pneumonia di RSUD dr.Doris Sylvanus
Palangka Raya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah dalam laporan pendahuluan ini adalah Bagaimana pemberian asuhan
6
keperawatan pada Ny. M Gagal napas dan pneumonia di RSUD dr.Doris Sylvanus
Palangka Raya.?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar Mahasiswa Keperawatan yang sebagai calon perawat dapat mengetahui
dan memahami tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan diagnosa Gagal
napas dan pneumonia.
1.3.2 Tujuan Khusus
Berdasarkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah, Adapun
tujuan khusus dari penulisan laporan ini adalah :
1. Mahasiswa mampu menyusun Laporan Pendahuluan dan Manajemen Asuhan
Keperawatan Pada Pasien dengan Diagnosa Medis Gagal napas dan pneumonia.
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan perawatan
dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan pada Pasien
dengan Diagnosa Gagal napas dan pneumonia.
3. Mahasiswa mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada Pasien dengan Diagnosa Medis Gagal
napas dan pneumonia.
4. Mahasiswa mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan
mendukung serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang
diberikan Pasien dengan Diagnosa Medis Gagal napas dan pneumonia.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Untuk mahasiswa
Menambah wawasan, pengetahuan serta pengalaman dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal napas dan pneumonia.
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Agar pasien dapat menjadikan ini sebagai pedoman untuk mengetahui lebih
lanjut penyakit yang dialami.
7
Untuk keluarga lebih memamhami bagaimana perawatan untuk pasien dengan
Gagal napas dan pneumonia.dan dapat dijadikan pedoman dan untuk
mengetahui lebih lanjut tentang penyakit yang dialami kelurganya agar dapat
melalukan perawatan mandiri.
1.4.3 Untuk Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan evaluasi yang
diperlukan dalam pelaksanaan praktek keperawatan yang tepat terkhususnya
untuk pasien Gagal napas dan pneumonia.
1.4.4 Untuk IPTEK
Sebagai rujukan dasar dan masukan dalam pengembangan ilmu dan teknologi
Keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Gagal napas dan pneumonia
2.1.1 Definisi
Gagal napas adalah suatu sindroma kegagalan fungsi sistem respirasi pada salah
satu atau kedua mekanisme pertukaran gasnya, yaitu oksigenasi dan eliminasi CO2.
Gagal napas dapat berupa kondisi hipoksemia ataupun hiperkapnea. (Lavoisier A
2014). Kegagalan pernapasan merupakan salah satu indikasi pasien dirawat di
ruangan intensive care unit (ICU). Kegagalan pernapasan merupakan salah satu
penyebab meningkatnya mortalitas dan morbiditas. Setiap tahunnya diperkirakan 1
8
juta orang dirawat di ICU karena gagal nafas (Wunsch, et al, 2010).Gagal nafas
merupakan fase lanjut dari gangguan pernafasan yang menyebabkan kegagalan paru
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan mengeluarkan CO2Nitu ME, Elger H.
Respiratory failure. Ped Rev 2009;
Kegagalan napas merupakan kondisi yang sering terjadi pada pasien sakit kritis
yang dikaitkan dengan angka kematian yang tinggi, terutama bila ventilasi mekanis
invasif diperlukan. Pada banyak kasus sering terjadi demam, batuk, mengeluarkan
dahak dan sesak napas. Kegagalan napas yang parah bisa menyebabkan terjadinya
infeksi pernapasan berat yaitu seperti infeksi paru-paru (pneumonia) Pneumonia
adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam, seperti
bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing.
. 2.1.2 Anatomi Fisiologi
2.1.2.1. Anatomi Sistem Pernapasan
Pernapasan adalah peristiwa menghirup atau pergerakan udara dari luar yang
mengandung oksigen (O2) kedalam tubuh atau paru-paru serta menghembuskan
napas yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi ke
luar dari tubuh pengisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut
ekspirasi. (Syaifuddin 2011)
Anatomi sistem pernapasan sebagai berikut :
1. Hidung
9
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama dalam
sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian internal. Di
hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan hyaline
kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari bagian eksternal
hidung memiliki tiga fungsi : (1) menghangatkan, melembabkan, dan menyaring
udara yang masuk; (2) mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau); dan (3)
modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan bergema.
Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang besar pada
anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga mulut); rongga
hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa
2. Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13
cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa.
Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan apabila
otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring adalah
sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi untuk suara
saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada reaksi imun terhadap benda
asing)
3. Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3 bagian
berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform, dan
corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan dimana jaringan ini
mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal sebenarnya) untuk
menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah tiroid,
epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi melindungi pita suara.
Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan makanan dan minuman agar
melewati esophagus
4. Trakea
10
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati udara
dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia
sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong keatas
melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak. Trakea dan bronkus
juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi batuk, memaksa partikel besar yang
masuk kembali keatas
5. Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam
masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan
semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang terkecil
dikenal dengan sebutan bronchiole.
6. Paru
11
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga lobus
di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua paru
terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi jantung.
Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang disebut
parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding toraks sedangkan
visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan
tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga
kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga
membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca
yang melekat saat basah.
7. Alveoli
Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu bronchiole.
Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal. Di bagian akhir
bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil tempat
dimana terjadi pertukaran gas. Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar.
Sel tipe I merupakan sel epitel skuamosa biasa yang membentuk sebagian besar dari
lapisan dinding alveolar. Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan
berada diantara sel alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran
gas. Sel alveolar tipe II mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang
mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini
mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap lembab dan
menurunkan tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran kompleks
12
fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara ruang udara
dan darah terjadi secara difusi melewati dinding alveolar dan kapiler, dimana
keduanya membentuk membran respiratori.
2.1.3 Etiologi
Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan
kombinasi dari beberapa keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah :
2.1.3.1 Gangguan ventilasi
Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun
ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas bawah,
sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal
disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan
oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink, epiglotis
akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada emfisema, bronkhitis
kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama yang disertai dengan
sepsis.
2.1.3.2 Gangguan neuromuscular
Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera spinal,
fraktur servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan gangguan metabolik
seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai dengan depresi saraf pernapasan.
13
2.1.3.3 Gangguan/depresi pusat pernapasan
Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma, infark otak,
hipoksia berat pada susunan saraf pusat.
2.1.3.4 Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada
Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan minute
volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering terjadi pada guillain
bare syndrome, distropi muskular, miastenia gravis, kiposkoliosis, dan obesitas.
2.1.3.5 Gangguan difusi alveoli kapiler
Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas hipoksemia,
seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS, fibrosis paru, emfisema,
emboli lemak, pneumonia, tumor paru, aspirasi, perdarahan masif pulmonal.
2.1.3.6 Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch)
Peningkatan deadspace, seperti pada tromboemboli, emfisema, dan
bronkhiektasis.
2.1.4 Klasifikasi
Terdapat mekanisme yang berbeda yang mendasari perubahan PaO2 dan
PaCO2 baik pada tipe I maupun II. Pada tipe I dengan gangguan oksigenasi,
didapatkan PaO2 rendah, PaCO2 normal atau rendah terutama disebabkan
abnormalitas ventilasi/perfusi. Sebaliknya, pada tipe II, yang umumnya disebabkan
oleh hipoventilasi alveolar, peningkatan ruang mati, maka akan terjadi peningkatan
produksi CO2.
2.1.4.1 Gagal napas tipe I adalah kegagalan oksigenasi dan terjadi pada tiga keadaan:
1. Ventilasi/perfusi yang tidak sepandan atau V/Q mismatch, yang terjadi bila darah
mengalir ke bagian paru yang tidak mengalami ventilasi adekuat, atau bila area
ventilasi paru mendapat perfusi adekuat.
2. Defek difusi, disebabkan penebalan membran alveolar atau bertambahnya cairan
interstisial pada pertemuan alveolus-kapilar. 3. Pirau intrapulmunol, yang terjadi bila
kelainan struktur paru menyebabkan aliran darah melewati paru tanpa berpatisipasi
dalam pertukaran gas.
14
2.1.4.2 Gagal nafas tipe II pada umumnya terjadi karena hipoventilasi alveolar dan
biasanya terjadi sekunder terhadap keadaan seperti disfungsi susunan saraf pusat,
sedasi berlebihan, atau gangguan neuromuskuler.
2.1.5 Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah
gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun
fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah
terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema
dan penyakit paru hitam. Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-
paru kembali seperti semula. Pada gagal nafas kronik struktur paru mengalami
kerusakan yang ireversibel. Penyebab gagal nafas yang utama adalah ventilasi yang
tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada
kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis,
meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat
pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode
postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat
agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan
efek dari analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah
ke gagal nafas akut.
15
ISPA (Pneumothoraks)
Daya Tahan Tubuh Menurun
WOC
Penyakit Menahun
Gagal napas
B1 B2 B3 B4 B5 B6
BREATHING BLOOD BRAIN BLADDER BOWEL BONE
1. Tanda
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
2. Gejala
18
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
- Evaluasi pengobatan
19
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian primer
1. Airway
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
3) Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
4) Jalan napas bersih atau tidak
2. Breathing
1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Peningkatan frekuensi nafas.
3) Nafas dangkal dan cepat
4) Kelemahan otot pernapasan
5) Reflek batuk ada atau tidak
6) Penggunaan otot Bantu pernapasan
7) Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
8) Irama pernapasan : teratur atau tidak
9) Bunyi napas Normal atau tidak
3. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran
4. Disability
1) Keadaan umum : GCS, tingkat kesadaran, nyeri atau tidak
2) Adanya trauma atau tidak pada thoraks
5. Exposure
1) Enviromental control
2) Buka baju penderita tetapi cegah terjadinya hipotermia
20
2. Pengkajian Sekunder
1) Identitas Pasien
Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, Tanggal
Pengkajian.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki riwayat penyait yang sama
ketika klien mauk rumah sakit.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita riwayat penyakit yang sama sebelumnya
Palpasi
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea,takypnea,
taktil fremitus menurun
Perkusi
Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit mengi, menurun,
tidak terdengar.
2. B2 (Blood)
21
Perawat perlu memonitor dampak asma bronkial pada status kardiovaskular
yang meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan pengisian
kapiler/CRT.
3. B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.
4. B4 (Bladder)
5. B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan.
6. B6 (Bone)
Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi
2.3.2.1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume penurunan
ekspansi paru (D.0005. Halaman : 26)
22
2.3.2.2 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan
nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
(D.0001. Halaman : 18)
2.3.2.4 Nyeri Akut berhbungan dengan proses inflamasi paru (D.0077 Halaman :
172)
2.3.2.7 Risiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan menurunnya curah
jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau
emboli (D.0015.Halaman : 48)
23
2. Tak tampak sesak napas dan nyeri
saat melakukan pernapasan
3. Bentuk dada simetris
4. Gerakan dada saat bernapas simetris
5. Tidak menggunakan otot bantu
pernapasan
6. Pola napas normal
Intervensi : Observasi
1. Monitor pola napas(frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan( mis.
Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tild dan chin-lift
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
7. Penghisapan endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsepMcGill
9. Berikan oksigen, jika perlu
1. Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif
2. Kolaborasi
1. Kolaborasipemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
24
Intervensi : Latihan Batuk Efektif (I.01006 Halaman : 142)
Intervensi : Observasi
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya retensi sputum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
saluran napas
4. Monitor input dan output cairan
( mis. jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
1. Atur posisi semi-Fowler atau
Fowler
2. Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
3. Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
2. Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8
detik
3. Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat
25
langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu
Intervensi : Observasi
1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
ataksik0
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
26
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
Intervensi : 1. Observasi
1. lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
2. Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
27
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
1. Kolaborasipemberian analgetik, jika
perlu
28
aktivitas yang dapat diukur dengan
adanya dispnea, kelemahan
berlebihan, dan tanda vital dalam
rentan normal.
Intervensi :
1. Observasi
1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh
yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan
emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
2. Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
3. Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
29
4. Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
Diagnoasa 6 Defisit Pengetahuan
Intervensi : Edukasi Kesehatan (I.12383 Halaman 65)
Intervensi : Observasi :
Terapeutik :
Edukasi :
30
1. Jelaskan faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang informasi
yang belum dipahami
Diagnosa 7 Risiko perfusi perifer
Intervensi : Observasi
1. Monitor status kardiopulmonal
(frekuensi dan kekuatann nadi,
frekuensi napas, TD, MAP)
2. Monitor status oksigenasi (oksimetri
nadi, AGD)
3. Monitor status cairan (masukkan
dan pengeluaran, turgor kulit, CRT)
4. Monitor tingkat kesadaran dan pupil
5. Periksa riwayat alergi
Terapeutik
1. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
2. Persiapkan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
3. Pasang jalur IV, Jika perlu
4. Pasang kateter urine untuk menilai
produksiburine, jika perlu
31
5. Lakukan skin test untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
1. Jelaskan penyebab/faktor risiko
syok
2. Jelaskan tanda dan gejala syok
3. Anjurkan melapor jika
mennemukan/merasakan tanda
gejala awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
5. Anjurkan menghindari balergen
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian tranfusi
darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian antiinfalamsi,
jika perlu
32
Intervensi : 1. Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
2. Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis. Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui
selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
3. Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
33
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
2.3.4 Implementasi Keperawatan
34
Daftar Pustaka
Frankel LR. Respiratory distress and failure. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-
18. Philadelphia : Saunders; 2007. h. 421-31
Wunsch, H., Linde-Zwirble, W. T., Angus, D. C., Hartman, M. E., Milbrandt, E. B.,
& Kahn, J. M. (2010). The epidemiology of mechanical ventilation use in the
United States. Critical care medicine, 38(10).
Lavoisier A. Hypoxemia and Hypercapnea. In: Marino PL. The ICU Book. 4 th
edition. Philadelphia, PA: Lippincott Williams and Wilkins. 2014; p. 191-99.
35
36