Askep Glumerulo Nefrotik Kronik (Kelompok 14)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

GLUMERULO NEFROTIK CRONIC

OLEH KELOMPOK 14

BERKAH PUTRI HAKIM (012018004)


HELMI HASAN (012019033)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


KURNIA JAYA PERSADA
PALOPO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadiraat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat, dan karuniaNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dengan tersusunnya makalah ini jauh dari
kesempurnaan dan di dalamnya masih terdapat kekurangan dan kekeliruan
serta masih jauh dari apa yang diharapkan.
Dalam penyelesaian makalah ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang penulis
tidak dapat sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan sumbangsihnya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya
atas apa yang telah diusahakan selama ini.

Palopo, Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................


KATA PENGANTAR .................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................
C. Tujuan.......................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................
A. Tinjauan Umum Tentang Glumerulo Nefrotik Cronik..............................
B. Asuhan Keperawatan.................................................................................
BAB III PENUTUP ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis ditemukan berkaitan dengan penyakit ginjal tahap
akhir (PGTA) yang membutuhkan dialisis, hospitalisasi, dan kematian yang
cukup tinggi. Glomerulonefritis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
glomerulonefritis yang berasal dari ginjal itu sendiri atau glomerulonefritis
primer, dan yang berasal dari gangguan sistemik atau glomerulonefritis
sekunder.
Glomerulonefritis merupakan kondisi yang bisa disebabkan oleh
infeksi, penyakit autoimun, atau akibat peradangan pada pembuluh darah.
Kondisi ini perlu ditangani karena bisa menyebabkan komplikasi,
seperti gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronis.
Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit
glomerulonefritis telah menyebabkan kematian pada 85.000 orang seiap
tahunnya. Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang
dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta
(24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan
perempuan 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6 – 8 tahun (40,6).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau
hipertensi. Gejala umum dapat berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit,
dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit glomerulonefritis?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien glomerulonefritis?

C. Tujuan
Mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisologis,
komplikasi, penatalaksanaan dan merumuskan asuhan keperawatan
pada pasien dengan glomerulonefritis meliputi pengkajian, diagnosis
keperawatan dan intervensi keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Glumerulo Nefrotik Cronik


1. Definisi
Glomerulonefritis adalah nefritis akut atau kronik yang berkaitan
dengan inflamasi pada pembuluh darah glomeruli ginjal. Penyakit ini
bisa disebabkan oleh bermacam hal seperti infeksi, autoimun, vaskulitis,
dan idiopatik.
Glomerulonefritis adalah salah satu jenis penyakit ginjal berupa
kerusakan yang terjadi pada glomeruli, yakni penyaring kecil di dalam
ginjal yang berfungsi membuang cairan berlebih, elektrolit, dan sampah
dari aliran darah. Kerusakan ini akan menyebabkan terbuangnya darah
serta protein melalui urine.
Glomeronefritis kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama
dari sel-sel glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat
glomerolonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.
(Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2011). Glomerulonefritis kronis sering
timbul beberapa tahun setelah cedera dan peradangan glomerulus
subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan
proteinuria (protein dalam urine) ringan (Muttaqin dan Sari, 2012;
Mansjoer,et al., 2000).
Pasien glomerulonefritis memiliki beragam presentasi klinis,
seperti hematuria, oliguria, nyeri punggung, dan edema. Pada
glomerulonefritis kronik dapat ditemukan tanda dan gejala uremia.
Pemeriksaan penunjang berupa darah lengkap, laju filtrasi glomerulus,
dan urinalisis dapat dilakukan pada awal penemuan pasien dengan klinis
mengarah ke glomerulonefritis. Pemeriksaan biopsi ginjal dapat
mengkonfirmasi penyakit dan menentukan tipe glomerulonefritis.
Penyakit ini sering ditemukan dalam tahap lanjut setelah
memberikan gejala yang nyata sehingga kehilangan kesempatan untuk
melakukan pencegahan dan penanganan faktor risiko atau penyebabnya
sejak awal. 

2. Etiologi glomerulonefritis pada anak


Penyebab penyakit ini pada balita paling sering adalah kelainan
bawaan, misalnya kelainan atau kekurangan dalam pembentukan jaringan
ginjal, disertai adanya sumbatan atau tanpa sumbatan. Sedangkan pada
usia 5 tahun ke atas sering disebabkan oleh penyakit yang diturunkan
(misalnya penyakit ginjal polikistik) atau penyakit yang didapat
(misalnya glomerulonefritis kronis).
Sebagian besar glomerulonefritis timbul didahului oleh infeksi
ekstrarenal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh
kuman streptococcus beta haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25,
dan 49.
Hubungan antara GN dengan infeksi streptococcus ini ditemukan
pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
 Timbulnya GN setelah terjadi infeksi skarlatina.
 Diisolasinya kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A.
 Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien.

3. Gejala Klinis
Gejala glomerulonefritis kronis bervariasi. Banyak klien dengan
penyakit yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama
sekali untuk beberapa tahun. Mayoritas klien mengalami gejala umum
seperti kehilangan berat badan, peningkatan iritabilitas, dan peningkatan
berkemih di malam hari (nokturia). Glomeruloneritis kronis ditandai
dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambatakibat
glomerulonefritis yang berlangsung lama. Gejala utama yang ditemukan
adalah :
a. Edema, penurunan kadar albumin
b. Hipertensi
c. Peningkatan suhu badan
d. Sakit kepala, lemas, gelisah
e. Mual, tidak nafsu makan, berat badan menurun
f. Ureum dan kreatinin meningkat
g. Oliguri dan anuria
h. Fungsi ginjal menurun
i. Ureum meningkat + kreatinin serum
j. Anemia
k. Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)

4. Patofsiologi

Potensial infeksi Reaksi Antigen dan Antibodi


(Streptokokus A)

Proliferasi sel dan


Vasospasme kerusakan
pembuluh darah Glomerulus

Hipertensi
GFR Inflamasi
menurun membran Basalis Infeksi
Glomerulus
MK: Ansietas Retensi Na MK: Hipertermi
dan Air Kerusakan
MK: Nyeri struktur ginjal
(Sakit kepala, pusing)
Edema

Proteinuria,
Hematuria Defisiensi
MK :
Eritropoietin
Kerusakan
integritas
kulit MK:
↓ Eritropoietin
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Anemia

MK:
Intoleransi
Aktivitas
5. Komplikasi
Secara umum, baik glomerulonefritis akut maupun kronis jika
tidak ditangani secara benar dapat bertambah parah dan memicu penyakit
lain. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
a. Oliguria sampai anuria
Yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadinya sebagian akibat
berkurangya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisien ginjal
akut dengan urenia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan hidremia.
Walau oliguria atau anoria yang lama jarang terdapat pada anak,
namun bila hal ini terjadi maka dialisis teritonium kadang-kadang
diperlukan.
b. Ensefalopati hipertensi
Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema
otak.
c. Gangguan sirkulasi
Berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan
spasme pembuluh darah, melainkan disebabkan juga oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi
gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
d. Anemia
Yang timbul karena adanya hiperfolemia disamping sintesis
eritropoetik yang menurun (Nuari & Widayati, 2017, p. 160).

6. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan urine sangat penting untuk menegakkan diagnosis.
Volume urine sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan
seperti air cucian daging.
2. Tes darah : Bun (blood urea nitrogen : nitrogen urea darah) dan
creatinine meningkat kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal
mulai menurun. Albumin serum dan protein total mungkin normal
atau agak turun (karena hemodilusi).
3. Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat
hipervolemia (retensi garam dan air). Pada pemeriksaan urine di
dapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria
makroskopis ditemukan pada 50% penderita. Ditemukan pula
albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, dan hialin.
4. Biopsi ginjal dapat diindikasikan untuk memastikan apakah jaringan
yang abnormal dan memastikan glomerulonefritis.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan glomerulonefritis dapat dilakukan berdasarkan
tingkat keparahan dan etiologi penyakit. Pada keadaan ringan, umumnya
hanya dibutuhkan terapi suportif dan pengobatan penyebab dasar,
misalnya dengan antibiotik. Pada glomerulonefritis yang berat, bisa
dibutuhkan terapi antihipertensi, kortikosteroid, maupun imunosupresan.
Dialisis atau transplantasi ginjal merupakan terapi lini terakhir dalam
penatalaksanaan glomerulonefritis.

8. Dampak terhadap pemenuhan dasar manusia (dalam konteks


keluarga)
Penyakit kronis yang diderita anak akan berdampak terhadap
keluarganya. Penyakit kronis akan menimbulkan krisis bagi seluruh
anggota keluarga khususnya orang tua. Orang tua menganggap diri
mereka bertanggung jawab untuk penyakit anaknya, sehingga orang tua
memiliki perasaan bersalah dan keputusasaan. Hal ini akan berpengaruh
terhadap fungsi peran dan seluruh anggota keluarga, yang nantinya lama-
kelamaan akan meningkatkan tekanan psikologis dan ketegangan di
dalam anggota keluarga (Renani et al, 2014). Kondisi ini juga dapat
mempengaruhi kemampuan anggota keluarga dalam membuat keputusan
untuk perawatan anaknya (Benbassat, 2010). Sementara keluarga harus
membuat keputusan yang cepat dan tepat karena keluarga sebagai
pemegang otonomi akan dianggap sebagai mitra penting yang
berkolaborasi dengan professional (Bangnasco, 2013).
Situasi-situasi tersebut menyebabkan anggota keluarga dipaksa
untuk beraptasi terhadap setiap perubahan dalam hidupnya, bila adaptasi
terhadap perubahan ini berhasil maka keluarga dapat memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan anak dengan benar. Untuk itu orang tua
harus mampu menjaga keseimbangan batin mereka, salah satunya adalah
dengan pemenuhan kebutuhan spiritual (Renani et al, 2014).
Banyak penelitian yang telah mendokumentasikan hubungan yang
signifikan antara spiritualitas dengan kesehatan jiwa, fisik, dan kesehatan
fungsional. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Gallagher et al
(2015). Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif antara
spiritual dengan tingkat depresi orang tua artinya semakin tinggi tingkat
spiritual orang tua semakin rendah tingkat depresinya. Penelitian serupa
dilakukan oleh Sugianto (2014) tentang pengaruh konseling spiritual
perawat terhadap tingkat kecemasan pada keluarga pasien menunjukkan
hasil bahwa terdapat pengaruh konseling spiritual perawat terhadap
tingkat kecemasan pada keluarga pasien.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian anamnesis
1) Identitas klien
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada
anak umur 3-7 tahun lebih sering pada pria.
2) Riwayat penyakit
 Sebelumnya:
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan
riwayat lupus eritematosus atau penyakit autoimun lain.
 Sekarang:
Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging,
bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh, tidak nafsu makan,
mual, muntah dan diare. Badan panas hanya satu hari
pertama sakit.
3) Pertumbuhan dan perkembangan :
 Petumbuhan :
BB = 9x7-5/2=29 kg, menurut anak 9 tahun BB nya adalah
BB umur 6 tahun = 20 kg ditambah 5-7 Ib pertahun = 26-
29 kg, tinggi badan anak 138 cm. Nadi 80-100x/menit, dan
RR 18-20x/menit, tekanan darah 65-108/60-68 mmHg.
Kebutuhan kalori 70-80 kal/kgBB/hari. Gigi pemenen
pertama /molar, umur 6-7 tahun gigi susu mulai lepas, pada
umur 10-11 tahun jumlah gigi permanen 10-11 buah.
 Perkembangan :
Psikososial : Anak pada tugas perkembangan nutrisi X
inferioritas, dapat menyelesaikan tugas menghasilkan
sesuatu.
b. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan/malaise
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2) Sirkulasi
Tanda: Hipertensi, pucat, edema
3) Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4) Makanan/cairan
Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah
Tanda: Penurunan keluaran urine
5) Pernafasan
Gejala: Nafas pendek
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi
kedalaman (pernapasan kusmaul)
6) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

c. Pengkajian berpola
1) Pola nutrisi dan metabolik :
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat
terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium
dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Klien
mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun.
Adanya mual, muntah dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi
yang tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema.
Perlukan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
2) Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi urine: gangguan
pada glumerulus menyebabkan sisa-sisa metabolisme tidak
dapat disekresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium
pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang
menyebabkan oliguria sampai anuria, proteinuri, hematuria.
3) Pola aktivitas dan latihan :
Pada klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan
kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan
klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan tekanan
darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai
bila tekanan darah sudah normal selama 1 minggu. Adanya
edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada,
penggunaan otot bantu napas, teraba, auskultasi terdengar rales
dan krekels, pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan
beban sirkulasi dapat menyebabkan pembesaran jantung
(Dispnea, ortopnea dan pasien terlihat lemah), anemia dan
hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme pembuluh darah.
Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung.
Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum karena
hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah, dan
kejang-kejang. GNA munculnya tiba-tiba orang tua tidak
mengetahui penyebab dan penanganan penyakit ini.
4) Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur telentang karena sesak dan gatal karena
adanya uremia, keletihan, kelemahan malasie, kelemahan otot
dan kehilangan tonus.
5) Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan
rasa gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi
ensefelopati hipertensi. Hipertensi terjadi pada hari pertama
sakit dan ditemukan bila ada infeksi karena imunitas yang
menurun.
6) Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinnya berwarna merah dan
edema dan perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh
kembali seperti semula.
7) Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman-temannya karena jauh dan
lingkungan perawatan yang baru serta kondisi kritis
menyebabkan anak banyak diam.
8) Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan sebelum tidur.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pada laboratorium didapatkan :
Hb menurun (8-11).
Ureum dan serum kreatinin meningkat.
(Ureum: laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24 jam atau 1-2,8
mg/24jam, wanita = 7,9-14,1 mmol/24 jam atau 0,9-1,6 mg/24
jam, sedangkan serum kreatinin: laki-laki = 55-123 mikromol/L
atau 0,6-1,4 mg/dl, wanita = 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2
mg/dl).
Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
 Urinalisis (BJ. Urine meningkat: 1,015-1,025, albumin Å,
eritrosit Å, leukosit Å).
 Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan
(Ductus koligentes).
2) Pemeriksaan darah
LED meningkat.
Kadar Hb menrun.
Albumin serum menurun (++).
Ureum & kreatinin meningkat.
Titer anti streptolisin meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri kronis berhubungan dengan agens pencedera.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
3) Hipertermi berhubungan dengan penyakit.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
6) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada kasus terkini.

3. Intervensi
1. Nyeri kronis berhubungan dengan agens pencedera.
 Pemberian analgesik
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien.
- Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi
obat analgesik yang diresepkan.
- Cek adanya riwayat alergi obat.
- Evaluasi kemampuan pasien untuk berperan serta dalam
pemilihan analgetik, rute dan dosis dan keterlibatan pasien
sesuai kebutuhan.
- Tentukan analgesik sebelumnya, rute pemberian, dan dosis
untuk mencapai hasil pengurangan nyeri yang optimal.
 Manajemen pengobatan
- Tentukan obat apa yang diperlukan, dan kelola menurut
resep dan/atau protokol.
- Monitor efektifitas cara pemberian obat yang sesuai.
- Monitor tanda dan gejala toksisitas obat.
- Monitor efek samping obat.
- Kaji ulang pasien/keluarga secara berkala mengenai jenis
dan jumlah obat yang dikonsumsi.
- Pertimbangkan pengetahuan pasien mengenai obat-obatan.
- Berikan pasien dan anggota keluarga mengenai informasi
tertulis dan visual untuk meningkatkan pemahaman diri
mengenai pemberian obat yang tepat.
 Manajemen nyeri
- Lakukan pegkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.
- Observasi adanya petujuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
- Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien
terhadap nyeri.
- Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan dukungan.
- Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan (misalnya., suhu,
ruangan, pencayahan, suara bising).
 Monitor tanda tanda vital
- Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan
dengan tepat.
- Monitor tekanan darah, denyut nadi, dan pernapasan
sebelum, selama, dan setelah beraktivitas dengan tepat.
- Inisiasi dan pertahankan perangkat pemantauan suhu tubuh
secara terus-menerus dengan tepat.
- monitor dan laporkan tanda dan gejal hipotermia dan
hipetermia.
- Monitor keberadaan dan kualitas nadi.
- Monitor irama dan tekanan jantung.
- Monitor nada jantung.
- Monitor irama dan laju pernapasan (misalnya, kedalaman
dan kesimetrisan).
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan Ketidakmampuan makan.
 Manajemen elektrolit/cairan
- Pantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang memburuk
atauh dehidrasi.
- Timbang berat badan harian dan pantau gejala.
- Berikan cairan yang sesuai.
- Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan
keseimbangan cairan.
- Monitor tanda-tanda vital yang sesuai .
- Monitor manifestasi dari ketidakseimbangan elektrolit.
- Monitor kehilangan cairan (misalnya., perdarahan, muntah,
diare, keringat dan takipnea).
 Manajemen nutrisi
- Tentukan status gizi pasien dan kemampuan [pasien] untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
- Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan gizi.
- Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengonsumsi
makan (mislanya., bersih, berventilasi, santai, dan bebas
dari bau yang menyengat).
- Beri obat-obatan sebelum makan (misalnya, penghilang rasa
sakit, antiemetik) jika diperlukan.
- Amjurkan keluarga untuk membawa makanan favorite
pasien sementara [pasien] berada di rumah sakit atau
fasilitas perawatan yang sesuai.
- Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan
berat badan.
3. Hipertermi berhubungan dengan penyakit.
 Perawatan demam
- Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya.
- Monitor warna kulit dan suhu.
- Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan
cairan yang tidak dirasakan.
- Jangan beri aspirin untuk anak-anak.
- Pantau komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan
demam serta tanda dan gejala kondisi penyebab demam
(mislanya., kejang, penurunan tingkat kesadaran, status
elektrolit abnormal, ketidakseimbangan asam basa, aritmia
jantung, dan perubahan abnormalitas sel).
 Kontrol infeksi
- Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk
setiap pasien.
- Ganti perawalatan per pasien sesuai protokol institusi.
- Dorong intake cairan yang sesuai.
- Dorong untuk beristirahat.
- Berikan terapi antibiotik yang sesuai.
- Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada penyedia
perawatan kesehatan.
 Pengaturan suhu
- Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai kebutuhan.
- Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai
kebutuhan.
- Monitor suhu dan warna kulit.
- Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala dari
hipotermia dan hipetermia.
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat.
- Berikan pengobatan antipiretik, sesuai kebutuhan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.
 Manajemen energi
- Kaji status fisiologi pasien yang menyebabkan kelelahan
sesuai dengan konteks usia dan perkembangan.
- Tentukan persepsi pasien/orang terdekat dengan pasien
mengenai penyebab kelelahan.
- Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara
farmakologis mauapun non farmakologis, dengan tepat.
- Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan
untuk menjaga ketahanan.
- Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber
energi yang adekuat.
 Manajemen nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.
- Observasi adanya petujuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
- Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien
terhadap nyeri.
- Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan (misalnya., suhu
ruangan, pencahayaan, suara bising).
- Libatkan keluarga dalam modalitas penurunan nyeri, jika
memungkinkan.
 Peningkatan keterlibatan keluarga
- Bangun hubungan pribadi dengan pasien dan anggota
keluarga yang akan terlibat dalam perawatan.
- Identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat
dalam perawatan pasien.
- Identifikasi defisit perawatan diri pasien.
- Informasikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan
kondisi pasien pada anggota keluarga.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
 Pengaturan posisi
- Tempatkan pasien diatas matras/tempat tidur terapeutik.
- Dorong pasien untuk terlibat dalam perubahan posisi.
- Imobilisasi atau sokong bagian tubuh yang terkena dampak,
dengan tepat.
- Sokong bagian tubuh yang oedema.
- Minimalisir gerakan dan cedera ketika memposisikan dan
membalikkan tubuh pasien.
 Pengecekan kulit
- Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema
dan ulserasi pada ekstremitas.
- Monitor warna dan suhu kulit.
- Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan
kelembaban.
- Monitor infeksi, terutama di daerah edema.
- Ajarkan anggota kelurga mengenai tanda-tanda kerusakan
kulit dengan tepat.
6. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada kasus terkini.
 Pengurangan kecemasan
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
- Pahami situasi krisis yang terjadi dari perspektif klien.
- Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan.
- Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara
yang tepat.
- Kaji untuk tanda verbal dan non verbal kecemasan.
 Teknik menenangkan
- Pertahankan sikap yang tenang dan hati-hati.
- Pertahankan kontak mata.
- Kurangi stimulus yang menciptakan perasaan takut dan
cemas.
- Berada di sisi klien.
- Identifikasi orang-orang terdekat klien yang bisa membantu
klien.
- Peluk dan beri kenyamanan pada bayi atau anak.
- Duduk dan bicara dengan klien.
- Bicara dengan lembut atau bernyanyi pada bayi/anak.
- Usap dahi klien jika diperlukan.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan
atau intervensi.

5. Evaluasi
Pada evaluasi pasien akan :
1. Nyeri hilang dan terkontrol.
2. Memenuhi kebutuhan nutrisi klien adekuat.
3. Mempertahankan suhu tubuh normal pada anak.
4. Mempertahankan toleransi anak terhadap aktivitas sehari-hari.
5. Mempertahankan integritas kulit.
6. Menurunkan tingkat ansietas pada pasien dan keluarga.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Glomerulonefritis bisa terjadi dalam waktu singkat (akut) atau jangka
panjang (kronis). Kondisi ini juga juga bisa berkembang dengan cepat dan
menyebabkan kerusakan ginjal (rapidly progressive glomerulonephritis).
Penyakit ginjal pada anak yang ditekankan kepada pengenalan dini dan
bagaimana pencegahan serta penanganan seawal mungkin agar tidak
berkembang lebih lanjut. Informasi ini penting diketahui oleh masyarakat
umum terutama oleh para orangtua, tenaga medis, dan pembuat kebijakan.
Hal-hal yang perlu disampaikan menyangkut pentingnya mengenali gejala
dan tanda penyakit ginjal, mengetahui faktor risiko, menanamkan kesadaran
untuk datang memeriksakan ke dokter atau tenaga kesehatan bila merasa
sakit, dan mengobati penyakit sesuai dengan anjuran dokter atau tenaga
kesehatan agar terbentuk generasi masa depan yang lebih kuat dan sehat.
Salah satu yang harus diwaspadai adalah penyakit ginjal kronis.

B. Saran
a. Dalam meningkatkan mutu pelayanan kita harus memperhatikan aspek
sumber daya manusia baik pengelola, pelaksana maupun yang memberi
pelayanan pada asuhan keperawatan anak khususnya masalah penyakit
yang dibahas, karena hal ini merupakan salah satu faktor yang
menentukan asuhan keperawatannya.
b. Meningkatkan kesadaran dan kemandirian keluarga, dalam rutin
memeriksakan anaknya ke fasilitas kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Couser, GM, (2016). Pathogenesis and Treatment of Glomerulonephritis-an


Update. J Bras Nefrol, 38 (1), pp 107–22.
National Health Service Choices UK (2019). Health A-Z. Glomerulonephritis
National Institute of Health (2019). MedlinePlus. Glomerulonephritis.
National Kidney Foundation (2020). A to Z Health Guide. What is
Glomerulonephritis
Mayo Clinic (2020). Diseases & Conditions. Glomerulonephritis.
Cese-Lo, C. Healthline (2018). Glomerulonephritis (Bright’s Disease).
Rull, G. Patient (2018). Glomerulonephritis.
Herdman, T. Heather. 2015. Nanda Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC
Bulecheck, Gloria .M dkk. 2016. Nursing Intervention Classification
(NIC) Edisi keenam. Singapura: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai