LP Glomerulonefritis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“GLOMERULONEFRITIS”

DISUSUN OLEH

Nur Hijrah Tiala (70300111054)


Nurfadhilla M (70300111065)
Rizal Samsuryadi (703001110)
Sri Wahyunengsih (70300111075)
Yunianti (70300111089)

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2013
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang

etiologinya tidak jelas tetapi secara umum memberikan gambaran

histopatologi tertentu pada glomerulus.

Glomerulonefritis ditandai dengan reaksi radang pada glomerulus dengan

adanya leukosit dan proliferasi sel, serta eksudasi eritrosit, loukosit dan

protein plasma dalam ruang Bowman. Selain itu tampak pula kelainan

sekunder pada tubulus, interstitium dan pembuluh darah.

Glomerulonefritis bukan merupakan infeksi ginjal oleh jasad renik, bukan

pula suatu penyakit tersendiri oleh etiologi tertentu, melainkan sebaliknya

dianggap sebagai suatu pola reaksi ginjal terhadap berbagai faktor yang belum

seluruhnya jelas. Glomerulonefritis (juga disebut sindrom nefrotik), mungkin

akut, dimana pada kasus seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau

kronis ditandai oleh penurunan fungsi ginjal lambat, tersembunyi, dan

progresif yang akhirnya menimbulkan penyakit ginjal tahap akhir. Ini

memerlukan waktu 30 tahun untuk merusak ginjal sampai pada tahap akhir.

Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan

dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin

endogenus (seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus (agen infeksius atau

proses penyakit sistemik yang menyertai). Hospes (ginjal) mengenal antigen

sebagai suatu benda asing dan mulai membentuk antibody untuk

menyerangnya. Respon peradangan ini menimbulkan penyebaran perubahan

patofisiologi, termasuk menurunnya perubahan laju filtrasi glomerulus (LFG),

peningkatan permiabilitas dari dinding kapiler glomerulus terhadap protein


plasma (terutama albumin) dan SDM, dan retensi abnormal Na dan H 2O yang

menekan produksi rennin dan aldosteron (Glassock, 1988).

Berbgai macam glomerulofati dapat terjadi, masing-masing dengan

penampilan klinis yang berbeda. Jadi penyakit diklasifikasikan menurut

morfologi, etiologi, patogenesis, sindrom klinis, atau kombinasi dari

semuanya. Masing-masing tipe dari glomerulopati akan menunjukan

manifestasi dari gagal ginjal dalam tiga bulan awitan. Ini kemudian disebut

glomerulonefritis yang berkembang dengan cepat, memerlukan intervensi

medis awal yang berbeda.

B. Rumusan Masalah
1. Definisi

2. Etiologi

3. Klasifikasi

4. Patofisiologi

5. Manifestasi klinik

6. Pemeriksaan diagnostic
7. Komplikasi

8. Penatalaksanaan

9. Pencegahan

10. Prognosis
11. Tujuan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Glomerulonefritis adalah suatu peradangan pada glomeruli yang

menyebabkan hematuria (darah dalam air kemih), dengan gumpalan sel darah

merah dan proteinuria (protein dalam air kemih) yang jumlahnya bervariasi.

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan

berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi

glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.

Glomerulonefritis ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu glomerulonefritis

akut dan glomerulonefritis kronik.

1. Glomerulonefritis akut

Ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus

tertentu. Yang sering ialah infeksi karena kuman streptococcus. Penyakit

ini sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering

mengenai anak pria dibandingkan perempuan. Biasa disebabkan oleh

reaksi terhadap infeksi streptokokus, penyakit ini jarang memiliki efek

jangka-panjang pada sistem ginjal.

2. Glomerulonefritis kronik

Adalah glomerulonefritis tingkat akhir (“and stage”) dengan kerusakan

jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga

menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang irreversible.


B. Etiologi

Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus

respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus

gol A. Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah faktor iklim, keadaan gizi,

keadaan umum, faktor alergi, sifilis, keracunan (keracunan timah hitam,

tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan

lupus eritematosus.

C. Klasifikasi

1. Berdasarkan distribusi

a. Difus : Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering terjadi

menyebabkan gagal ginjal kronik

b. Fokal : Hanya sebagian glomerulus yang abnormal

c. Lokal : Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnormal, misalnya

satu sampai kapiler.

2. Berdasarkan bentuk klinis glomerulonefritis difus

a. Akut : Jenis gangguan klasik dan jinak, yang hampir selalu diawali
oleh infeksi streptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada

membrabasalis glomerulus (GBM) dan perubahan proliferasi selular.

b. Subakut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai

dengan perubahan proliferative selular nyata yang merusak glomerulus

sehingga mengakibatkan kematian karena uremia dalam jangka waktu

beberapa bulan sejak timbulnya penyakit.

c. Kronik : Glomerulonefritis progesif lambat yang berjalan menuju

perubahan sklerotik dan obileratif pada glomerulus; ginjal mengisut

dan kecil; kematian akibat uremia; seluruh perjalanan penyakit

berlangsung dari 2 sampai 40 tahun.


3. Berdasarkan mekanisme patogenik dan pola imunofluresensi

a. Kompleks imun, granular : Antibodi (Ab) terhadap antigen (Ag)

nonglomerular eksogen maupun endogen berperan dalam

pembentukan kompleks

b. Nefrotoksik (anti-GMB),linear:Bentuk Ab yang bereaksi dengan MBG

pasien sendiri sebagai antigennya (anti-GMB atau Ab antiginjal).

Penyakit autoimun sejatiberbeda dengan GN kompleks imun, yaitu

MBG hanya berperan seperti pendamping yang tak berdosa; endapan

imun terletak pada sudendotel dan mengakibatkan gambaran linier

seperti pita pada mikroskop imunofluoresensi; disertai GN progesif

cepat (RPGN) dan sindrom Goodpasture.

4. Berdasarkan gambaran histology

a. Perubahan minimal : Disebut juga nefrosis lipoid atau penyakit

podosit; glomeruli tampak normal atau hampir normal pada mikroskop

cahaya, sedangkan pada mikroskop cahaya, sedangkan pada mikroskop

elektron terlihat adanya penyautan podosif; hanya bentuk GN mayor

yang tidak memperlihatkan imunopatologi; biasanya berwujud sebagai

sindrom nefrotik pada anak usia 1 sampai 5 thn; dengan terapi

kortikosteroid; prognosis sangat baik.

b. Perubahan Proliferatif : Endapan immunoglobulin, komplemen, dan

fibrin,akan menyebabkan proliferasi sel-sel endotel, mesangium, dan

epitel: kemudian mengakibatkan pembentukan sabit yangdapat

melingkari dan menyumbat rumbai glomerulus tanda yang bahaya.

Sering ditemui pada RPGN dan GN kronik yang sudah lanjut.

c. Perubahan membranosa : Endapan epimembranosa dari bahan imun

disepanjang GBM mengakibatkan GMB menebal, tetapi hanya sedikit


atau hamper tidak ada peradangan atau poliferasi sel meskipun lumen

kapiler akhirnya akan mengalami obliterasi. Les ini merupakan lesi

yang sering dijumpai pada orang dewasa pasien sindrom nefrotik,

berespon buruk terhadap terapi kostikosteroid dan imunosupresif.

Prognosis pada umumnya jelek dan perlahan-lahan berkembang

menjadi gagal ginjal. Perubahan membranosa juga lazim terjadi pada

penyakit-penyakit nefritis sistemik seperti diabetes militus dan lupus

eritematosus sistemik (SLE).

d. Perubahan membranpoliferatif : Disebut juga GN mesangiokapiler,

lobular, atau hipokomplementemik; bahan kompleks imun diendapkan

antara GBM dan endotel sehingga GBM menebal dan terjadi

proliferasi sel-sel mesangium, sehingga glomerulus tampak berlobus

atau seperti kumparan kawat jika dilihat dengan mikroskop cahaya;

ditandai dengan kadar komplemen serum yang rendah, hematuria dan

sindrom nefrotik berespon buruk terhadap teapi dan umumnya

perlahan-lahan berkembang menjadi gagal ginjal.

e. Glomerulonefritis fokal : Lesi proliferative atau sklerosis yang terjadi

secara acak di seluruh ginjal (fokal lawannya difus) dan sering kali

hanya mengenai sbaian dari rumbai glomerulus (lokal); setidaknya

terjadi pada sebagian perjalanan penyakit SBE, SLE,

poliarteritisnodosa, sindrom Goodpasture dan purpura; kadang terjadi

GN fokal idiopatik pada anak; prognosis baik.

5. Berdasarkan sindrom klinis

a. Sindrom nefritis akut : Nefritis akut yang timbul mendadak biasanya

menyertai GN pasca streptococcus, tetapi juga dapat terjadi pada

penyakit ginjal lainnya dan sebagai eksaserbasi akut GN kronik


b. Sindrom nefrotik : Kompleks klinik yang ditandai dengan proteinria

massif (> 3,5 grm/hari), hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidemia.

Terjadi pada penyakit ginjal primer dan sisitemik; 50% penyakit GN

kronik pernah mengalaminya setidaknya sekali.

c. Kelainan urine asimtomatik

1) Persistem : Stadium laten pada GN kronik di tandai dengan

Proteinuria minimal dan/atau hematuria tapi tanpa gejala. Fungsi

glomerulus relative stabil atau mungkin memperlihatkan

perkembangan yang lambat (silent azotemia)

d. Sindrom uremik : Stadium akhir gagal ginjal simtomatik.

6. Kongenital (herediter)

a. Sindrom alport

Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis

progresif familia yang sering disertai tuli saraf dan kelainan mata

seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan

penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari

semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu

penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan

pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita sindrom

alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa

hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul

pada saat menderita infeksi saluran nafas atas. Hilangnya pendengaran

secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada

saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.

b. Sindrom nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir.

Gejala proteinuria massif,sembab dan hipoalbuminemia kadang kala


baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian.

Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir,juga

sering dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories

sindrom nefrotik ( hipoproteinemia, hiperlipidemia ) tampak sesuai

dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis

lainnya.

7. Glomerulonefritis primer

a. Glomerulonefritis membrana proliferasif (mesangiokapiler)

Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya

dengan gejala yang tidak spesifik, berfvariasi dari hematuria

asimptomatik samapi glomerulonefritis progresif. 20-30% pasien

menukjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30% berikutnya

menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dngan hematuria yang

nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-

gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai

riwayat infeksi saluran pernapasan bagian atas, sehingga penyakit

tersebut dikira glomerulonefritis akut paska stertococcus atau nefropati

IgA.

b. Glomerulonefritis membranosa

Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan

tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati

membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus

eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai

pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom

nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar

antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak


dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin.

Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik

merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan sedangkan

hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.

c. Nefropati IgA ( Penyakit Berger )

Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan

glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal

kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan

gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati

IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan

hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik

biasanya di dahului infeksi saluran napas atas atau infeksi lain atau non

infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.

8. Glomerulonefritis Sekunder

Glomerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu

glomerulonefritis paska streptococcus, dimana kuman penyebab tersering

adalah streptococcus beta hemoliticus group A yang nefritogenik terutama

menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis paska

streptococcus dating dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang

disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

D. Patofisiologi

1. Glomerulonefritis akut

Perubahan utama adalah penurunan kecepatan filtrasi glomeruli tanpa

penurunan yang tak sebanding dalam aliran darah ginjal, menimbulkan


penurunan keluaran urin. Fungsi tubulus umumnya tidak terganggu terlalu

berat.

Peradangan akut glomerulus terjadi akibat pengendapan kompleks

antigen antibody di kapiler-kapiler glomerulus. kompleks biasanya

terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring/kulit oleh streptococcus

(glomerulonefritis pasca streptococcus) tetapi dapat timbul setelah infeksi

lain. Pengendapan kompleks Ag Ab di glomerulus akan memacu suatu

reaksi peradangan. Reaksi peradangan di glomerulus akan menyebabkan

pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan

peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus.

Protein-protein plasma dan darah merah bocor melalui glomerulus.

Akhirnya membrane glomerulus rusak sehingga terjadi pembengkakan dan

edema di ruang intertisium bowman. Hal ini meningkatkan cairan

intertisium, yang dapat menyebabkan kolapsnya setiap glomerulus di

daerah tersebut. Akhirnya, peningkatan cairan intertisium akan melawan

filtrasi glomerulus lebih lanjut.

Pengaktifan komplemen menarik sel-sel darah putih dan trombosit ke

glomerulus. Pada peradangan terjadi pengaktifan factor-faktor koagulasi,

yang dapat menyebabkan pengendapan fibrin, pembentukan jaringan parut

dan hilangnya fungsi glomerulus. Membrane glomrulus menebal dan

menyebabkan penurunan GFR lebih lanjut.

2. Glomerulonefritis Kronik

Makroskopik tampak ginjal mengecil dan mengkerut, permukaannya

berbutir kecil-kecil, mikroskopik tampak banyak glomerulus berdegenerasi

hialin dan tubulus menjadi atrofik.nefron yang menghilang diganti oleh

jaringan ikat dengan infiltrasi limfosit.


E. Manifestasi Klinik

1. Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi

gagal ginjal.

2. Lemah, nyeri kepala, gelisah, mula, coma dan kejang pada stadium akhir.

3. Edema sedikit bertambah jelas jika memasuki fase nefrotik.

4. Suhu subfebril.

5. Kolestrol darah naik.

6. Penurunan kadar albumin.

7. Fungsi ginjal menurun.

8. Ureum meningkat + kreatinin serum.

9. Anemia.

10. Tekanan darah meningkat mendadak meninggi.

11. Kadang-kadang ada serangan ensefalopatihipertensi.

12. Gagal jantung kematian.

13. Berat badan menurun.

14. Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)

15. Hematuria.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pada urin ditemukan :

a. Albumin (+)

b. Silinder

c. Eritrosit

d. Lekosit hilang timbul

e. BJ urine 1,008 – 1,012 (menetap)

2. Pada darah ditemukan :

a. LED tetap meninggi


b. Ureum meningkat

c. Fosfor serum meningkat

d. Kalsium serum menurun

3. Pada stadium akhir :

a. Serum natrium dan klorida menurun

b. Kalium meningkat

c. Anemia tetap

4. Pada uji fugsional ginjal menunjukan kelainan ginjal yang progresif.

G. Komplikasi

1. Glomerulonefritis Akut

a. Gagal ginjal akut

b. Decompensasi kordis

c. Ensefalopati hipertensif

d. Gagal jantung

e. Edema paru

f. Retinopati hipertensif

2. Glomerulonefritis Kronik

a. Kegagalan ginjal kronis

b. Hipertensi

c. Hematuria makroskopik

d. Proteinuria

e. Sindrom nefrotik

H. Penatalaksanaan

1. Medik :

a. Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.

b. Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.


c. Pengawasan hipertenasi antihipertensi.

d. Pemberian antibiotik untuk infeksi.

e. Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.

2. Keperawatan :

a. Disesuaikan dengan keadaan pasien.

b. Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada ahlinya.

c. Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.

d. Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai

kemampuannya.

e. Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke

sindrom nefrotik atau GGK.

I. Pencegahan
J. Prognosis
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Genitourinaria

a. Urine berwarna coklat keruh

b. Proteinuria

c. Peningkatan berat jenis urine

d. Penurunan haluaran urine

e. hematuria

2. Kardiovaskular

a. Hipertensi ringan

3. Neorologis

a. Letargi

b. Iritabilitas

c. kejang

4. Gastrointestinal

a. Anoreksia

b. Muntah

c. Diare

5. Mata, telinga, hidung dan Tenggorok

a. Edema periorbital

6. Hematologis

a. Anemia sementara

b. Azotemia

c. Hiperkalemia
7. Integument

a. Pucat

b. Edema menyeluruh
B. Penyimpangan KDM

1. Glomerulonefritis akut

Peradangan kompleks Peradangan kompleks


antigen-antibodi di antigen-antibodi di
kapiler glomerulus kapiler glomerulus

Menarik Terjadinya suatu Peningkatan suhu


SDP+trombosit peradangan tubuh
Ke glomerulus

Pengaktifan komplement

Terjadinya proses
peradangan
Peningkatan aliran darah
ke ginjal

- Terjadinya proses
koagulasi Permeabilitas kapiler
pengendapan fibrin meningkat
- Pmbntukan jringan
parut
- Hilangnya
f/glomerulur Protein2 plasma&SDM Ggn perfusi jringan
- Membrane bocor mlalui glomerulus
glomerulus menebal

Membrane glomerulus
mningkat
GFR menurun

Edema di ruang intestinum Gangguan integritas


bowman kulit

Tkanan intestinum
meningkat

Glomerulus kolaps

Retensi cairan Defisit vol. cairan tubuh


C. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan retensi air dan

hipernatremia.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan oliguria.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.

5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi dan

udema.

D. Intervensi

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan retensi air dan

hipernatremia.

Tujuan: Klien akan menunjukkan perfusi jaringan serebral normal ditandai

dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air,

tidak ada tanda-tanda hipernatremia.

Intervensi Rasional
1. Monitor dan catat TD setiap 1 – 2 Untuk mendeteksi gejala dini
jam perhari selama fase akut. perubahan TD dan menentukan
intervensi selanjutnya.
2. Jaga kebersihan jalan nafas, serangan dapat terjadi karena
siapkan suction. kurangnya perfusi oksigen ke otak.
3. Atur pemberian anti HT, monitor Anti HT dapat diberikan karena
reaksi klien. tidak terkontrolnya HT yang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal
4. Monitor status volume cairan monitor sangat perlu karena
setiap 1 – 2 jam, monitor urine perluasan volume cairan dapat
output (N : 1 – 2 ml/kgBB/jam). menyebabkan tekanan darah.
5. Kaji status neurologis (tingkat Untuk mendeteksi secara dini
kesadaran, refleks, respon pupil) perubahan yang terjadi pada status
setiap 8 jam. neurologis, memudahkan intervensi
selanjutnya.
6. Atur pemberian diuretic : diuretic dapat meningkatkan eksresi
Esidriks, lasix sesuai order. cairan.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan oliguria.

Tujuan : Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas normal

ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam.

Intervensi Rasional
1. Timbang BB tiap Peningkatan BB merupakan indikasi
hari, monitor output urine tiap 4 adanya retensi cairan , penurunan
jam. output urine merupakan indikasi
munculnya gagal ginjal.
2. Kaji adanya Peningkatan lingkar perut
edema, ukur lingkar perut setiap danPembengkakan pada skrotum
8 jam, dan untuk anak laki-laki merupakan indikasi adanya ascites.
cek adanya pembengkakan pada
skrotum.
3. Monitor reaksi Diuretik dapat menyebabkan
klien terhadap terapi diuretic, hipokalemia, yang membutuhkan
terutama bila menggunakan penanganan pemberia potassium.
tiazid/furosemide.
4. Monitor dan Klien mungkin membutuhkan
catat intake cairan. pembatasan pemasukan cairan dan
penurunan laju filtrasi glomerulus,
dan juga membutuhkan pembatasan
intake sodium.
5. Kaji warna Urine yang keruh merupakan
warna, konsentrasi dan berat indikasi adanya peningkatan protein
jenis urine sebagai indikasi adanya penurunan
perfusi ginjal.
6. Monitor hasil tes Peningkatan nitrogen, ureum dalam
laboratorium darah dan kadar kreatinin indikasi
adanya gangguan fungsi ginjal.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

Tujuan : Klien akan menunjukan peningkatan intake ditandai dengan porsi


akan dihabiskan minimal 80%.
Intervensi Rasional
1. Sediakan makan dan karbohidrat Diet tinggi karbohodrat biasanya
yang tinggi. lebih cocok dan menyediakan kalori
essensial.
2. Sajikan makan sedikit-sedikit Menyajikan makan sedikit-sedikt
tapi sering, termasuk makanan tapi sering, memberikan kesempatan
kesukaan klien. bagi klien untuk menikmati
makanannya, dengan menyajikan
makanan kesukaannya dapat
menigkatkan nafsu makan.
3. Batasi masukan sodium dan Sodium dapat menyebabkan retensi
protein sesuai order cairan, pada beberapa kasus ginjal
tidak dapat memetabolisme protein,
sehingga perlu untuk membatasi
pemasukan cairan.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.

Tujuan : Klien akan menunjukan adanya peningkatan aktivitas ditandai

dengan adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu

beraktivitas.

Intervensi Rasional
1. Buat Dengan periode istirahat yang
jadwal/periode istirahat setelah terjadual menyediakan energi untuk
aktivitas. menurunkan produksi dari sisa
metabolisme yang dapat
meningkatkan stress pada ginjal.
2. Sediakan/ciptak Jenis aktivitas tersebut akan
an lingkungan yang tenang, menghemat penggunaan energi dan
aktivitas yang menantang sesuai mencegah kebosanan.
dengan perkembangan klien.
3. Buat Tingkatan dalam
rencana/tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat
keperawatan klien agar tidak membantu klien dalam memenuhi
dilakukan pada saat klien kebutuhan tidurnya.
sementara dalam keadaan
istirahat pada malam hari.

5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi dan

udema.

Tujuan : Klien dapat mempertahankan integritas kulit ditandai dengan

kulit tidak pucat, tidak ada kemerahan, tidak ada edema dan keretakan

pada kulit/bersisik.

Intervensi Rasional
1. Sediakan kasur Menurunkan resiko terjadinya
busa pada tempat tidur klien. kerusakan kulit.
2. Bantu merubah Dapat mengurangi tekanan dan
posisi tiap 2 jam. memperbaiki sirkulasi, penurunan
resiko terjadi kerusakan kulit.
3. Mandikan klien Deodoran/sabun berparfum dapat
tiap hari dengan sabun yang menyebabkan kulit kering,
mengandung pelembab. menyebabkan kerusakan kulit.
4. Dukung/beri Meningkatkan sirkulasi balik dari
sokongan dan elevasikan pembuluh darah vena untuk
ekstremitas yang mengalami mengurangi pembengkakan.
edema.
5. Jika klien laki- Untuk mengurangi kerusakan kulit.
laki scrotum dibalut.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah,
Brunner and Suddarth edisi 8 volume 2, Sozannie, Smeltzer and
Brenda.E.Bare. Jakarta : EGC.

Betz, Cecily L. 2002. Buku saku Keperawatan Pediatri, Cecily L.Betz dan
Linda A. Sowden, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Murwani Arita. 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jogjakarta :


Mitra Cendekia
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta : EGC

Price. Sylvia A,dkk.2005. PATOFISIOLOGI:konsep klinis proses-proses


penyakit. Jakarta : EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik.
Jakarta : EGC.

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan
dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin
endogenus (seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus (agen infeksius atau
proses penyakit sistemik yang menyertai).

Berbgai macam glomerulofati dapat terjadi, masing-masing dengan

penampilan klinis yang berbeda. Jadi penyakit diklasifikasikan menurut

morfologi, etiologi, patogenesis, sindrom klinis, atau kombinasi dari

semuanya. Masing-masing tipe dari glomerulopati akan menunjukan

manifestasi dari gagal ginjal dalam tiga bulan awitan. Ini kemudian disebut

glomerulonefritis yang berkembang dengan cepat, memerlukan intervensi

medis awal yang berbeda.

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai