Glomerulonefritis Kronik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

Glomerulonefritis Kronik

1. Klasifikasi Glomerulonefritis

Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan :

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri.


Glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit
sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES),
mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat gagal
ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh infeksi
stroptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada membrana basalis
glomerulus dan perubahan proliferasif seluler.
Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan
perubahan-perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak glomerulus
sehingga dapat mengakibatkan kematian akibat uremia dalam waktu
beberapa bulan.
Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat berlangsung 2-40 tahun yang
berjalan menuju perubahan sklerotik dan abliteratif pada glomerulus, ginjal
mengisut dan kecil, kematian akibat uremia.
2. Definisi Glomrulonefritis Kronik

Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus yang
seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik.

Glomerulonefritis kronis mungkin mempunyai awitan sebagai glomerulonephritis akut


atau menugkin menunjukan reaksi antigen-antibodi tipe yang lebih ringan yang tidak
terdeteksi. Setelah reaksi ini terjadi berulang, ukuran ginjal berkurang sedikitnya seperlima
dari ukuran normalnya dan mengandung jaringan fibrosa dalam jumlah banyak
(Baugahman, 2000).

3. Etiologi Glomerulonefritis Kronik


Penyebab glomerulonefiritis yang lazim adalah streptokokus beta hemolitikus grup A
tipe 12 dan 1, jarang oleh penyebab lainnya atau berhubungan dengan penyakit autoimun
lain, reaksi obat, bakteri dan virus (Kusuma, dkk, 2012). Glomerunefritis kronis ini timbul
tanpa asal-usul yang jelas dan biasanya baru diketahuai pada stadium lanjut, ketika timbul
gejala-gelaja insufisien ginjal (Price, 2005). Glomerulonefritis kronis juga dapat disebabkan
oleh :

Glomerulonefritis akut
Pielonefritis
Diabetes mellitus
Hipertensi yang tidak terkontrol
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Gangguan vaskuler
Lesi herediter
Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut
(Smeltzer C, Suzanne, 2002)
4. Patofisiologi Glomerulonefritis Kronik
(terlampir)
5. Manifestasi Glomerulonefritis Kronik

Gejala-gejala bervariasi. Beberapa pasien dengan penyakit yang berat tidak


menunjukkan gejala selema beberapa waktu.

Indikasi pertama mungkin terjadi pendarahan hidung hebat, stroke atau


konvulsi
Banyak pasien semata-mata menemukan bahwa kakinya membengkak pada
malam hari
Gejala-gejala lainnya termasuk penurunan berat badan atau kekakuan,
peningkatan peka rangsang dan nokturia.
Sakit kepala, pening dan gangguan pencernaan umum (Baugahman, 2000)
Penyebab klien dengan glumerulonefritis kronis mencari bantuan medis ketika timbul
gejala :

Sakit kepala, terutama pagi hari


Dyspnea waktu melakukan kegiatan
Penglihatan kabur
Merasa tidak enak, cepat capek, dan lelah

Tanda glumerulonefritis kronik adalah edema, nokturiam berat badan menurun dan
pada urinalisis terlihat adanya albumin dan eritrosit (Baradero, 2008).

6. Pemeriksaan Diagnostik Glumerulonefritis Kronik

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien dengan glumerulonefritis


kronik diantaranya :

Urinalisis, menunjukan berat jenis 1,010 proteinuria variable dan cast.


Pemeriksaan darah, menunjukan hubungan dengan kemajuan gagal ginjal,
anemia (sebagai akibat hipervolemia dari retensi garam dan air),
hipoalbunemia, penurunan kalsium serum dan peningkatan fosfor serum,
hipermagnesium, peningkatan LED (Laju Endap Darah)
Foto thorax (film dada) mungkin menunjukan pembesaran jantung dan edema
pulmonal.
Elektrokardiogram mungkin normal atau menunjukan hipertrofi ventrikel
(Baugahman, 2000).

Selain pemeriksaan diagnostic di atas, pemeriksaan diagnostik lainnya yang dapat


dilakukan diantaranya :

a. Urin
Warna
Secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
Volume urin :
Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria)
Berat jenis
Kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
Osmolalitas
Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan rasio
urin/serum sering 1:1
Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
Natrium:
Lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natriumranya :
b. Darah :
Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2
Protein (albumin) : menurun
Natrium serum : rendah
Kalium: meningkat
Magnesium: meningkat
Kalsium ; menurun
c. Osmolalitas serum : lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasonografi ginjal : untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif (Doenges, E Marilynn, 2000)
7. Penatalaksanaan Glumerulonefritis Kronik
a. Penanganan ambulatory pasien ditunjukan oleh gejala-gejala :
Jika terdapat hipertensi, lakukan penurunan tekanan darah dengan
pembatasan natrium dan air.
Protein dengan nilai biologik yang tinggi diberikan untuk mendukung status
nutrisi yang baik.
Tangani infeksi perkemihan dengan cepat
Jika berkembang edema hebat, baringkan dengan tirah baring dengan
bagian kepala tempat tidur dinaikan untuk meningkatkan kenyamanan dan
diuresis.
Pantau berat badan harian
Berikan diuretic untuk mengurangi kelebihan cairan.
Sesuaikan masukan natrium dengan cairan sesuai dengan kemampuan ginjal
pasien untuk mengeksresi air dan natrium.
Dialysis dipetimbangkan sedini mungkin dalam perjalanan penyakit pasien
untuk menjaga dalam kondisi fisik yang optimal, mencegah
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dam meminimalkan risiko
komplikasi ginjal (Baugahman, 2000).
b. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada klien glumerulonefritis
kronis diantaranya :
Berikan dukungan emosional selama perjalanan penyakit dan pengobatan
dengan memberikan kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan
pikiran dan mengajukan pertanyaan serta pilihan-pilihan.
Amati tanda-tanda penyimpangan fungsi ginjal ; laporkan perubahan yang
terjadi pada status cairan dan elektrolit serta status jantung/ neurologis
(Baugahman, 2000).
c. Manajemen kolaborasi keperawatan yang dapat dilakukan :

Tidak adanya terapi spesifik yang dapat menghentikan perkembangan


CNK. Penanggulangan gagal ginjal dapat dimuali apabila GNK berkembang
sampai ke penyakit ginjal tahap akhir. Setiap kali klien mengalami ekserbasi
GNK, jika terjadi hematuria, hipertensi dan edema klien harus dilakukan tirah
baring. Tanda dan gejala edema paru dan gagal janrung kongestif dipantau
denngan ketat.

Pada wanita hamil dengan GNK cendrung mengalami toksemia dan


abortus spontan. Wanita dengan nefritis dalam bentuk apapun harus menemui
dokternya apabila ingin hamil. Kehamilannya harus diawasi oleh ahli obstetric
yang berpengalaman menangani kehamilan resiko tinggi.

Pasien dianjurkan untuk hidup sehat (menghindari infeksi dan melakukan


diet seimbang), disiplin mengkonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter,
segera melapor ke dokter jika ada tanda eksaserbasi penyakit dan melakukan
perawatan lanjutan (Beradero, 2008).

8. Komplikasi Glumerulonefritis Kronik


Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau
aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini
terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan
kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan
anoksia dan edema otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah,
pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan
spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya
volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat
HT yang menetap dan kelainan di miocardium.
Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik
yang menurun.
9. Asuhan Keperawatan pada Klien Glumerulonefritis Kronik
a. Pengkajian
Aktifitas /istirahat
Gejala:
- Kelemahan malaise
- Kelelahan ekstrem,
- Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda:
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
Sirkulasi :
Gejala:
- Riwayat hipertensi lama atau berat
- Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
- Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki,
telapak tangan
- Nadi lemah, halus, hipotensi ortostatik
- Disritmia jantung
- Pucat pada kulit
- Friction rub pericardial
- Kecenderungan perdarahan

Integritas ego :
Gejala:
- Faktor stress, misalnya masalah finansial, hubungan dengan orang
lain
- Perasaan tak berdaya, tak ada harapan
Tanda :
- Menolak, ansietas, takut, marah, perubahan kepribadian, mudah
terangsang
Eliminasi :
Gejala :
- Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
- Diare, Konstipasi, abdomen kembung,
Tanda:
- Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, coklat,
kemerahan, berawan
- Oliguria, dapat menjadi anuria
Makanan/cairan
Gejala:
- Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
- Anoreksia, mual/muntah, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap
pada mulut ( pernafasan amonia)
Tanda:
- Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
- Edema (umum, tergantung)
- Perubahan turgor kulit/kelembaban
- Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
- Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga
Neurosensori
Gejala:
- Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada
Sakit kepala, penglihatan kabur
- Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitas bawah
(neuropati perifer)
Tanda:
- Gangguan status mental, contohnya ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, penurunan lapang perhatian, stupor, koma
- Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
- Rambut tipis, kuku tipis dan rapuh
Nyeri/kenyamanan
Gejala: sakit kepala, kram otot/nyeri kaki, nyei panggul
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
Pernapasan
Gejala:
- Dispnea, nafas pendek, nokturnal paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum
Tanda:
Dispnea, takipnea pernapasan kusmaul
- Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
Keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda: pruritus dan demam (sepsis, dehidrasi)
Seksualitas
Gejala: amenorea, infertilitas, penurunan libido
Interaksi sosial
Gejala:
- Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dalam keluarga
Penyuluhan
- Riwayat diabetes mellitus pada keluarga (resti GGK), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria
- Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
- Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang (Doenges, E
Marilynn, 2000)
b. Diagnosa keperawatan :
- Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hypernatremia
- Peningkatan volume cairan b/d oliguria
- Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) b/d anorexia.
- Intolerance aktiviti b/d fatigue.
- Gangguan istirahat tidur b/d immobilisasi dan edema.
c. Rencana intervensi keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hypernatremia
Kriteria hasil : Klien akan menunjukkan perfusi jaringan normal ditandai
dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air, tidak ada
tanda-tanda hipernatremia.

Intervensi :
Monitor dan catat TD setiap 1 2 jam perhari selama fase akut.
Rasional : untuk mendeteksi gejala dini perubahan TD dan menentukan
intervensi selanjutnya.
Atur pemberian anti HT, monitor reaksi klien.
Rasional : Anti HT dapat diberikan karena tidak terkontrolnya HT yang
dapat menyebabkan kerusakan ginjal
Monitor status volume cairan setiap 1 2 jam, monitor urine output (N :
1 2 ml/kgBB/jam).
Rasional : monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat
menyebabkan tekanan darah.
Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order.
Rasional : diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.
2. Peningkatan volume cairan b/d oliguria
Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas
normal ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam.
Intervensi :
Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam.
Rasional : Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi cairan ,
penurunan output urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal.
Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak laki-
laki cek adanya pembengkakan pada skrotum
Rasional :Peningkatan lingkar perut danPembengkakan pada skrotum
merupakan indikasi adanya ascites.
Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila
menggunakan tiazid/furosemide.
Rasional : Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang
membutuhkan penanganan pemberia potassium.
Monitor dan catat intake cairan.
Rasional :Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan cairan
dan penurunan laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan
pembatasan intake sodium.
Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine.
Rasional : Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan
protein sebagai indikasi adanya penurunan perfusi ginjal.
Monitor hasil tes laboratorium
Rasional : Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar
kreatinin indikasi adanya gangguan fungsi ginjal.
3. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anorexia.
Kriteria Hasil : Klien akan menunjukan peningkatan intake ditandai dengan
porsi akan dihabiskan minimal 80%.
Intervensi :
Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi.
Rasional : Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan
menyediakan kalori essensial.
Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan
klien.
Rasional : Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan
kesempatan bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan
menyajikan makanan kesukaannya dapat menigkatkan nafsu makan.
Batasi masukan sodium dan protein sesuai order.
Rasional : Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa
kasus ginjal tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk
membatasi pemasukan cairan.
4. Intoleransi aktivitas b/d fatigue.
Kriteria Hasil : Klien akan menunjukan adanya peningkatan aktivitas ditandai
dengan adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu
beraktivitas.
Intervensi :
Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas.
Rasional : Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan energi
untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat
meningkatkan stress pada ginjal.
Sediakan/ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang menantang
sesuai dengan perkembangan klien.
Rasional : Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan energi
dan mencegah kebosanan.
Buat rencana/tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak dilakukan
pada saat klien sementara dalam keadaan istirahat pada malam hari.
Rasional : Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat
membantu klien dalam memenuhi kebutuhan tidurnya.
Daftar Pustaka

Baradero, Mary, dkk. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : ECG.

Baughaman, Diane C, dkk. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta : EGC.

Doengoes, Marylynn E. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta;EGC,1999

Kusuma, Hardhi, dkk. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA (North
America Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hardy.

Price,Sylvia Anderson, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Volume: 2. Edisi:
6. Jakarta;EGC,2005

Smeltzer,Suzanne C. Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner & Suddar.


Jakarta;EGC,2001

Anda mungkin juga menyukai