Bab II Metodeologi
Bab II Metodeologi
Bab II Metodeologi
Mulai
KAJIAN PUSTAKA
PENYUSUNAN METODOLOGI
Inventarisasi Kebutuhan
Data
ANALISIS
Analisis Kinerja Ruas Jalan eksisting
Analisis Kecepatan Sesaat
Analis Tarikan dan Bangkitan
Kajian Kontruksi
Kajian Operasi
Rekomendasi
SELESAI
Gambar 3.1 Bagan Alir Penyusnan Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas SPBU
Data Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas SPBU ini meliputi data
sekunder dan data primer. Data-data sekunder didapat dari Desk Studi terdahulu
dan dari instansi-instansi terkait yang meliputi :
a. Data kepemilikan kendaraan dan Data tingkat pertumbuhan lalu lintas sangat
berguna untuk memprediksi pertumbuhan lalu lintas yang akan datang, data ini
didapat dari Dinas Perhubungan Kabupaten Bengkalis.
b. Data hasasil Dokumen UKL-UPL SPBU PT. Putra Prima Mulia Perkasa.
c. Data Site Plan Rencana Pembangunan SPBU.
d. Kondisi Sosio-Ekonomi yang di dapat dari data BPS Bengkalis Dalam Angka 2017
Peralatan yang digunakan dalam Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas
SPBU, adalah :
a. Formulir Survai, papan Survai, alat tulis dan alat bantu lainnya;
b. Counter untuk menghitung volume lalu lintas terklasifikasi secara manual;
c. Jam dan stop watch untuk mengetahui waktu tempuh kendaraan;
d. Walking measure untuk menghitung panjang atau lebar jalan;
e. Kamera video untuk menghitung volume lalu lintas;
f. Komputer untuk kompilasi dan analisis data;
Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas SPBU PT. Putra Prima Mulia
Perkasa dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data baik data sekunder
maupun data primer melalui pengamatan lapangan. Pengumpulan data sekunder
dapat dilaksanakan dengan melakukan koordinasi dengan instansi atau pihak
terkait. Sedangkan pengumpulan data primer dapat dilaksanakan dalam beberapa
tahap, yaitu :
a. Survai volume lalu lintas ruas jalan, yaitu Survai yang dilakukan adalah
menghitung volume lalu lintas kendaraan secara terklasifikasi yang meliputi
kendaraan tak bermotor, kendaraan berat, kendaraan ringan dan sepeda
motor yang lewat pada sekitar ruas Jalan Jendaral Sudirman, Hasil Survai ini
untuk mengetahui trend / periode puncak arus lalu lintas yang melewati
kawasan Jalan SPBU itu berada.
b. Survai hambatan samping, Survai ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis
hambatan samping yang dihitung meliputi jumlah pejalan kaki, jumlah
kendaraan parkir atau berhenti, jumlah kendaraan yang berjalan lambat.
Lokasi Survai dilaksanakan adalah pada sekitar ruas Jalan Jendaral Sudirman.
c. Survai Inventarisasi ini berguna untuk memperoleh informasi tentang
prasarana angkutan umum seperti halte atau shelter, jumlah dan kondisi
rambu, APILL, marka, nama ruas jalan, lokasi parkir pinggir jalan( on street
parking ) serta system pengaturan arus lalu lintas searah atau dua arah. Data
ini digunakan untuk identifikasi, kondifikasi dan perhitungan kinerja lalulintas.
Numun dalam kondisi wilayah studi tidak di dapati simpang bersinyal.
Survai ini bertujuan untuk mendapatkan data kecepatan perjalanan di ruas jalan
untuk kendaraan ringan pada waktu tertentu. Data tersebut digunakan untuk
keperluan kalibrasi hasil analisis kecepatan. Survai dilakukan pada ruas sekitar
Jalan Jendaral Sudirman dengan cara mengukur secara manual waktu tempuh
kendaraan ringan untuk melintasi dua titik sejauh 100 meter. Di setiap ujung
berdiri seorang pengamat. Pengamat pertama menurunkan tangan begitu sebuah
kendaraan yang akan diukur kecepatannya melewatinya dan pengamat kedua
akan menjalankan stop watch. Pengamat kedua kemudian menghentikan stop
watch begitu kendaraan tersebut melewatinnya dan kemudian mencatat waktu
tempuh kendaraan yang diamati.
misal warung
WK WC WK
Gambar 3.2 Penjelasan Istilah Geometrik yang Digunakan Untuk Jalan Perkotaan
Jalan tak terbagi total dua arah HV Lebar jalur lalu lintas WC
(m)
(Kend/jam) 6 6
Tabel 1.2 Emp untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah
c. Kapasitas Jalan
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( 1997 ), kapasitas adalah
jumlah maksimum kendaraan bermotor yang melintasi suatu penampang
tertentu pada suatu ruas jalan dalam satuan waktu tertentu.
Besarnya kapasitas jalan perkotaan dapat diformulasikan sebagai berikut :
Kapasitas dasar (CO),dimana tergantung pada tipe jalan, jumlah lajur dari
atau adanya pemisah fisik.
Faktor koreksi Lebar jalan (FCW),
Faktor koreksi arah lalu lintas (FCSP),
Faktor koreksi hambatan samping (FCSF)
Faktor koreksi ukuran kota (FCCS).
d. VC Rasio
VC Rasio dirumuskan sebagai : VC = V / C
Pelayanan V/C
Sumber : Traffic Planning and Engineerin, 2nd Edition Pergamon Press Oxword, 1979
DATA MASUKAN
A-1 : Kondisi geometrik
A-2 : Kondisi lalu lintas
A-3 : Kondisi lingkungan
KAPASITAS
B-1 : Lebar pendekat dan tipe simpang
B-2 : Kapasitas dasar
B-3 : Faktor penyesuaian lebar masuk
B-4 : Faktor penyesuaian median jalan utama
PERUBAHAN B-5 : Faktor penyesuaian ukuran kota
B-6 : Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan,
hambatan samping dan kendaraan tak bermotor
B-7 : Faktor penyesuaian belok kiri
B-8 : Faktor penyesuaian belok kanan
B-9 : Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor
B-10 : Kapasitas
KEPERLUAN PERUBAHAN
3) Sepeda motor (MC), yaitu kendaraan bermotor beroda dua atau tiga
(termasuk sepeda motor dan kendaraan beroda 3 sesuai sistem
klasifikasi Bina Marga).
Metode analisis simpang tak bersinyal (prioritas), menurut MKJI, 1997 adalah
:
Dengan:
CO = Kapasitas dasar (smp/jam)
FW = Faktor penyesuaian lebar masuk
FM = Faktor penyesuaian tipe median jalan utama
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU = Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan
FLT = Faktor penyesuaian penyesuaian belok kiri
FRT = Faktor penyesuaian penyesuaian belok kanan
FMI = Faktor penyesuaian penyesuaian rasio arus jalan minor
Kualitas simpang juga diukur dari peluang antrian dan tundaan untuk
masing-masing lajur. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997,
A 5.0
E 30.0 dan 45
F > 45
b. Derajat kejenuhan
Derajat kejenuhan merupakan rasio lalu - lintas terhadap kapasitas. Jika
yang diukur adalah kejenuhan suatu simpang maka derajat kejenuhan di sini
DS = QTOT / C
Keterangan :
DS = Derajat kejenuhan
QTOT = Arus total (smp/jam)
C = Kapasitas simpang (smp/jam)
Sumber : MKJI, 1997
c. Peluang Antrian
Rentang nilai peluang antrian ditentukan dari hubungan empiris antara
peluang antrian dan derajat kejenuhan.
Gambar 3.4 Rentang Peluang Antrian (QP%) Terhadap Derajat Kejenuhan (DS)
d. Tundaan
1) Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA)
Tundaan lalu - lintas jalan utama adalah tundaan lalu - lintas rata - rata
semua kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan
utama. Ditentukan dengan rumus :
DS ≤ 0,6
DTMA = 1,8 + 5,8234 × DS – (1- DS) × 1,8
DS ≥ 0,6
DTMA = 1,05034 / (0,346 – 0,246 × DS) – (1- DS) × 1,8
Keterangan :
DS = Derajat kejenuhan
Sumber : MKJI, 1997
Keterangan :
C = S x g/c
Keterangan :
C = Kapasitas kaki simpang (kend/jam)
S = Arus jenuh (kend/jam)
G = Waktu hijau (detik)
C = Waktu siklus (detik)
Sumber : MKJI, 1997
Keterangan :
So= 600 × We
Keterangan :
So = arus jenuh dasar (smp)
We = lebar efektif pendekat (meter)
Sumber : MKJI, 1997
Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh
dasar (So) untuk keadaan standar dengan faktor penyesuaian (F) yang
telah ditetapkan :
Keterangan :
Rasio arus lalu - lintas adalah nilai perbandingan antara arus lalu - lintas
dengan arus jenuh yang dimiliki oleh simpang. Perbandingan keduanya
menggunakan rumus:
Y = Q/S
Keterangan :
Keterangan :
Q = arus lalu - lintas (smp/jam)
C = kapasitas (smp/jam)
Sumber : MKJI, 1997
Keterangan :
C = Waktu siklus sinyal (detik)
L = Total waktu hilang setiap fase = nl + R
n = Jumlah fase
l = Waktu yang hilang tiap fase diasumsikan 3 detik
R = Waktu semua merah
IFR = Nilai rasio arus simpang tertinggi
Sumber : MKJI, 1997
2) Waktu hijau efektif
S yi, max
Hi = × (Co – (L-1))
IFR
Keterangan :
Hi = Waktu hijau untuk tahap 1 ( detik )
Co = Waktu siklus optimal ( detik )
IFR = nilai rasio arus simpang tertinggi
Sumber : MKJI, 1997
c. Analisis tundaan
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui
simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui simpang, rumus:
NQ 1
DT = ( A × c )
C
Keterangan :
DT = rata-rata tundaan lalu l- intas tiap pendekat (detik/smp)
C = waktu siklus yang disesuaikan (detik)
A = 1,5×(1-GR)²/(1-GR×DS)
C = kapasitas (smp/jam)
Sumber : MKJI, 1997
d. Analisis antrian
Antrian adalah jumlah kendaraan yang mengantri dalam 1 pendekat.
NQ 1=0,25× C ׿
Keterangan :
NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
C = kapasitas (smp/jam)
Ds = derajat kejenuhan
Sumber : MKJI, 1997
2) Antrian smp yang datang pada fase merah (NQ2)
Jumlah antrian kendaraan satuan mobil penumpang yang datang selama
fase merah dihitung dengan rumus:
1−GR Q
NQ 2=c × ×
1−GR × DS 3600
Keterangan :
NQ2 = jumlah antrian smp yang datang selama fase merah
DS = derajat kejenuhan
Q = volume lalu lintas (smp/jam)
C = waktu siklus (detik)
Sumber : MKJI, 1997
NQ = NQ1+ NQ2
Keterangan :
NQ = jumlah rata-rataantrian smppada awal sinyal hijau
NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
NQ2 = jumlah antrian smp yang datang selama fase merah
Sumber : MKJI, 1997
dengan lalu lintas menerus. Lokasi titik-titik konflik yang timbul karena keberadaan
akses dapat dilihat pada gambar di bawah. Selanjutnya dari potensi terjadinya
konflik dilakukan analisis pergerakan kendaraan, seperti : adanya arus lalu lintas
berpencar (diverging), bergabung (merging), berpotongan (crossing) dan
bersilangan (weaving), yang tentunya memiliki tingkat kefatalan yang berbeda jika
terjadi kecelakaan. Dari hasil analisis tersebut, diharapkan dapat memberikan
gambaran atau masukan upaya untuk meminimalkan dan mengendalikan konflik
yang terjadi.
5. Analisis Parkir
Dalam penanganan masalah parkir perlu dilakukan pendekatan sistematik yang
didasarkan pada dua aspek utama, yaitu kajian terhadap volume permintaan
parkir dan kajian terhadap penyediaan fasilitas parkir.
a. Permintaan Parkir
a) Pusat Perdagangan
Luas Areal (x 100 m2) 10 20 50 100 500 1.00 1.500 2.000
Kebutuhan (SRP) 59 67 88 125 415 0 1.140 1.502
777
b) Pusat Perkantoran
Jumlah Karyawan 1.000 1.25 1.500 1.750 2.000 2.50 3.00 4.000 5.000
Kebutuhan Administrasi
235 0 237 238 239 0 0 246 249
(SRP) Pelayanan
288 236 290 291 291 240 242 298 302
Umum
289 293 295
c) Pusat Swalayan
Luas Areal (x 100 m2) 50 75 100 150 200 300 400 500 1.000
Kebutuhan (SRP) 225 250 270 310 350 440 520 600 1.050
d) Pasar
Luas Areal (x 100 m2) 40 50 75 100 200 300 400 500 1.000
Kebutuhan (SRP) 160 185 240 300 520 750 970 1.200 2.300
e) Sekolah/ Perguruan Tinggi
Jumlah Mahasiswa (x 1000) 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kebutuhan (SRP) 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
f) Tempat Rekreasi
Luas Areal (x 100 m2) 50 100 150 200 400 800 1.60 3.200 6.400
Kebutuhan (SRP) 103 109 115 122 146 196 0 494 892
295
g) Hotel dan Penginapan
Jumlah Kamar 100 150 200 250 350 400 550 600 650
< 100
154 155 156 158 161 162 165 166 167
100 – 150
300 450 476 477 480 481 484 485 487
Tarif Baku
150 – 200
300 450 600 798 799 800 803 804 806
($)
200 – 250
300 450 600 900 1.050 1.11 1.11 1.124 1.425
9 2
h) Rumah Sakit
Jumlah Tempat Tidur 50 75 100 150 200 300 400 500 1.000
Kebutuhan (SRP) 97 100 104 111 118 132 146 160 230
i) Bioskop
Jumlah Tempat Duduk 300 400 500 600 700 800 900 1.000
Kebutuhan (SRP) 198 202 206 210 214 218 222 227
j) Gelanggang Olah Raga
Jumlah Tempat Penonton 1.000 4.00 5.000 6.000 7.000 8.00 9.00 10.000 15.000
Kebutuhan (SRP) 230 0 290 340 390 0 0 540 790
235 440 490
Sumber: Abubakar et.al.1996 & 1998; 57-60 --> Ditjen Perhubungan Darat
Keterangan : SRP = satuan ruang parkir = petak parkir
b. Penyediaan Parkir
Penyediaan fasilitas parkir di luar badan jalan ( Off Street) dapat berupa
pelataran/taman parkir ataupun gedung parkir. Pertimbangan aspek lokasi,
berkaitan dengan kemudahan dan kenyamanan dari pengguna parkir untuk
mencapai fasilitas parkir dan dari fasilitas parkir menuju ke tujuan dan
sebaliknya.
Dalam penyediaan ruang parkir dikenal istilah Satuan Ruang Parkir (SRP). SRP
diartikan sebagai ukuran luas efektif untuk meletakkan kendaraan (mobil
penumpang, bus/truk, atau sepeda motor), termasuk ruang bebas dan lebar
bukaan pintu. Dapat pula dikatakan bahwa SRP merupakan ukuran kebutuhan
ruang untuk parkir suatu kendaraan dengan nyaman dan aman dengan
besaran ruang yang seefisien mungkin .
1) Jalur Gang
lebar
modul
panjang gang
Gambar 3.1 Dimensi Jalur Gang untuk Pola Parkir Sudut 90o
panjang
lebar
gang Modul
Gambar 3.2 Dimensi Jalur Gang untuk Pola Parkir Sudut 45o
1 2 1 2 1 2 1 2
Ara Ara Ara Ara Ara Ara Ara Ara
h h h h h h h h
d. SRP 9.5
Bus/Truk
(3.40x12.5)m
2
Keterangan : * lokasi parkir tanpa fasilitas pejalan kaki
** lokasi parkir dengan fasilitas pejalan kaki
2) Jalan Masuk dan Keluar
Ukuran lebar pintu keluar masuk dapat ditentukan berdasarkan bentuk dan
jumlah jalur seperti berikut :
Satu Jalur : Dua Jalur :
b = 3.0 – 3.5 m b = 6.0 m
d = 0.8 – 1.0 m d = 0.8 – 1.0 m
R1 = 6.0 – 6.5 m R1 = 3.5 – 5.0 m
R2 = 3.5 – 4.0 m R2 = 1.0 – 2.5 m
Lokasi Parkir
R1 R2
Lokasi parkir
R2 R1
Analisis dari penanganan masalah ini diharapkan dapat memberikan solusi untuk
meminimalkan dampak lalu lintas. Adapun langkah-langkah penanganan masalah
adalah sebagai berikut :
Penanganan ini mencakup perubahan fisik ruas jalan yang berupa pelebaran
atau penambahan lajur sehingga kapasitas ruas jalan dapat ditingkatkan
secara berarti. Jenis penanganan ini dilakukan apabila nilai DS sudah lebih
besar dari 0,80.
Jenis penanganan ini dilakukan bila pelebaran jalan atau penambahan lajur
sudah tidak memungkinkan, terutama karena keterbatasan lahan serta kondisi
lalu lintas yang nilai DS-nya jauh lebih besar dari 0,80.
Penanganan ini dilakukan bagi persimpangan tanpa lampu lalu lintas dengan
arus lalu lintas cukup tinggi, sehingga titik konfliknya cukup berat dan
kompleks.
Pendekatan dapat didasarkan pada besarnya nilai DS ruas jalan yang sudah
mendekati 0,80.
Penanganan ini dilakukan bila nilai DS ruas jalan yang menuju persimpangan
sudah lebih besar dari 0,80.
Penanganan ini terutama diterapkan pada ruas jalan arteri, dimana kondisi lalu
lintas pada kaki persimpangan yang menuju persimpangan tersebut tidak bisa
lagi diatasi dengan penanganan R2 dan R3.
Pt = Po x ( 1 + i )^ n
Keterangan :
Pt = Pertumbuhan lalu lintas tahun ke – n
Po = Lalu lintas tahun eksisting
i = faktor pertumbuhan
n = jumlah tahun