LP+ASKEP - Devia - RG - Cempaka New

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. D DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST SECTIO


CAESAREA P2 A2 FETAL DISTRESS DI RUANG CEMPAKA
RSUD dr. Doris SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
Devia
NIM: 2022-01-14401-006

YAYASAN EKA HARAP


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKES)
EKA HARAP PALANGKA RAYA
PRODI DII KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan Ini Disusun Oleh:


Nama : Devia
NIM : 2022.01.14402.006
Program Studi : D3 Keperawatn
Judul : “Laporan Pendahuluan Pada Ny. D Dengan Diagnosa
Medis Post Sectio Caesare P2 HO a/i Fetal Distress Di
Ruang Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”
Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk
menempuh Praktik Klinik Keperawatan II Pada Program Studi D3 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan Keperawatan Ini Telah di Setujui Oleh:

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Amiyani Kristina, Ners., M. Kep Lidya Amiani, S. Kep., Ners

1
2

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Ny.
D Dengan Diagnosa Medis Post Sectio Caesare P2 A2 Fetal Distress Di Ruang
Cempaka Di Ruang Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik Praklinik
Keperawatan Maternitas Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Dina Rawan G.Rana, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi
Sarjana Keperawatan serta Pembimbing Akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini.
3. Ibu Vina Agustina Ners., M. Kep Selaku Koordinator PKK II dalam
Program Studi D3 Keperawatan STIKES Eka Harap Palangka Raya
4. Ibu Amiyani Kristina, Ners., M. Kep., Ners selaku dosen Pembimbing
Institusi dan Tim penilai Ujian Praktek Lapangan di Ruang Sakura, yang
telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan dalam penulisan
penyelesaian laporan ini.
5. Ibu Lidya Amiani, S. Kep., Ners Selaku Pembimbing Lahan yang telah
banyak memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesaian
laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 15 Juni 2024

Devia
3

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan........................................................................................2
1.4 Manfaat………..........................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
2.1 Konsep Dasar Sestio Caesare ....................................................................4
2.1.1 Definisi...........................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi...........................................................................4
2.1.3 Etiologi Klasifikasi.........................................................................7
2.1.5 Fatofisiologi (WOC)....................................................................10
2.1.6 Manifestasi Klinis........................................................................13
2.1.7 Komplikasi...................................................................................13
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...............................................................14
2.1.9 Penatalaksanaan Medis................................................................14
2.2 Konsep Penyakit Fetal Distres.................................................................15
2.2.1 Definisi.........................................................................................15
2.2.2 Etiologi.........................................................................................15
2.2.3 Klasifikasi....................................................................................16
2.2.5 Patofisiologi.................................................................................17
2.2.7 Penatalaksanaan Medis ..................................................................18
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan...........................................................19
2.3.1 Pengkajian Keperawatan..............................................................19
2.3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................22
2.3.3 Intervensi Keperawatan................................................................23
2.3.4 Implementasi Keperawatan..........................................................32
2.3.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................32
DAFTAR PUSTAKA
4

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sectio caesarea didefinisikan sebagai suatu persalinan buatan, dimana
janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
Persalinan sectio caesarea 25 kali lebih besar berisiko kematian,
dibandingkan dengan persalinan pervaginam, karena infeksi setelah operasi
dapat mengancam jiwa sehingga perawatan setelah operasi memerlukan
perhatian khusus (Dina, 2019).
Menurut WHO (2019) angka kejadian sectio caesarea di Mexiko dalam
10 tahun terakhir dari tahun 2007–2017 mengalami peningkatan. Tingkat
nasional persalinan sectio caesarea sebanyak 45,3% dan sisanya adalah
persalinan pervaginam. Tingkat kelahiran sectio caesarea di Mexiko
meningkat dari 43,9% menjadi 45,5. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) pada tahun 2018 angka kejadian persalinan sectio caesarea di
Indonesia adalah sebesar 17,6% tertinggi di wilayah DKI Jakarta sebesar
31,3% dan terendah di Papua sebesar 6,7% (KEMENKES RI, 2019)

Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga


sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga
kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani.
dampak atau komplikasi yang terjadi jika dilakukan operasi sectio caesarea
yaitu dampak pada ibu terjadi infeksi puerperal seperti kenaikan suhu
beberapa hari selama masa nifas, perdarahan yang disebabkan karena pada
saat pembedahan cabang-cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena atonia
uteri, dan kurang kuatnya parut pada dinding uterus sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruture uteri. Sedangkan dampak pada janin yaitu
terjadi asfiksia, trauma tindakan, aspirasi oleh air ketuban, meconium dan
cairan lambung serta terjadinya infeksi sampai sepsis yang dapat
menyebabkan kematian (Mardianingsih, 2021)
5

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan “Asuhan Keperawatan Pada Ny. D
Dengan Diagnosa Medis Post Sectio Caesare P2 A2 HO a/i Fetal Distress Di
Ruang Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan “Asuhan Keperawatan
Pada Ny. D Dengan Diagnosa Medis Post Sectio Caesare P2 A2 HO a/i Fetal
Distress Di Ruang Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa D3 Keperawatan mampu melakukan Pengkajian Asuhan
Keperawatan Pada Ny. D Dengan Diagnosa Medis Post Sectio Caesare P2
A2 HO a/i Fetal Distress Di Ruang Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
1.3.2.2 Mahasiswa D3 Keperawatan mampu merumuskan Diagnosa Keperawatan
pada Ny. D Dengan Diagnosa Medis Post Sectio Caesare P2 A2 Atas HO
a/i Fetal Distress i Di Ruang Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya
1.3.2.3 Mahasiswa D3 Keperawatan mampu menentukan dan menyusun
Intervensi Ny. D Dengan Diagnosa Medis Post Sectio Caesare P2 A2 HO
a/i Fetal Distress Di Ruang Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya
1.3.2.4 Mahasiswa D3 Keperawatan mampu melaksanakan Implementasi
Keperawatan pada Ny. D Dengan Diagnosa Medis Post Sectio Caesare P2
A2 Atas HO a/i Fetal Distress Di Ruang Cempaka RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
1.3.2.5 Mahasiswa D3 Keperawatan mampu melakukan Evaluasi Keperawatan
pada Ny. D Dengan Diagnosa Medis Post Sectio Caesare P2 A2 HO a/i
Fetal Distress Di Ruang Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
6

Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu


pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan
ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program
Studi Profesi Ners Keperawatan STIKES Eka Harap Palangka Raya.

1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga


Klien dan keluarga mengerti cara perawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa
Medis Post Sectio Caesare P2 A2 HO a/i Fetal Distress Di Ruang Cempaka
Di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Diagnosa Medis Post Sectio Caesare P2
A2 HO a/i Fetal Distress Di Ruang Cempaka Di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan kepada pasien dengan Diagnosa
Medis Post Sectio Caesare P2 A2 HO a/i Fetal Distress Di Ruang
Cempaka Di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.4.3.2 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTKA
2.1 Konsep Dasar Sectio Caesaria (SC)
2.1.1 Definisi

Tindakan Sectio Caesarea merupakan pilihan utama bagi tenaga medis


untuk menyelamatkan ibu dan janin. Ada beberapa indikasi untuk dilakukan
tindakan sectio caesarea adalah gawat janin, persalinan tidak maju, plasenta
previa, prolaps tali pusat, mal presentase janin/letak lintang, panggul sempit
dan preeklamsi (Mardianingsih, 2021).

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat


sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Yuli, 2017).
Sectio Caesaria adalah proses kelahiran janin melalui insisi bedah di dinding
abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi) (Martina, 2021).
2.1.2 Anatomi Fisiologi

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di


dalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna,
yang terletak di perineum.
1. Stuktur eksterna (Emma, 2019)
a. Vulva
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa.
Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong,
berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil
sampai ke belakang dibatasi perineum.
b. Mons pubis

4
5

Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan


berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat
jarang di atas simfisis pubis.
c. Labia mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang
menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons
pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah
mengililingi labia minora, berakhir di perineum pada garis tengah.
Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan
introitusvagina.

d. Labia minora
Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan
lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang ,
memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan dan menyatu
dengan fourchett. Sementara bagian lateral dan anterior labia
biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora
sama dengan mukosa vagina.
e. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak
tepat di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang,
bagian yang terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung
badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif dari pada badannya.
Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris
membesar.
f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau
lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.
Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina
dan kelenjar paravagina..
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis,
dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora
6

di garis tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan dan fosa


navikularis terletak di antara fourchette dan himen
h. Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum
2. Struktur interna

a. Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di
belakang tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada
tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang
memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira
setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovarii
proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium
adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Saat
lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum
primordial.

b. Tuba fallopi
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini
memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar
dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini
kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi
merupakan jalan bagi ovum. Ovum didorong di sepanjang tuba,
sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan peristaltis lapisan
otot.
c. Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang
tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki
bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus
terdiri dari tiga bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat di
bagian atas dan insersituba fallopi, korpus yang merupakan bagian
utama yang mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni bagian
sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks
7

d. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan
cepat terhadap stimulai esterogen dan progesterone
2.1.3 Etiologi

1. Etiologi yang berasal dari ibu

Indikasi dilakukan sectio caesaria pada ibu adalah disproporsi


cepalo pelvik, placenta previa, tumor jalan lahir, hidromnion, kehamilan
gemeli, sedangkan pada janin adalah janin besar, mal presentasi, letak
lintang, hidrocepalus. Penyebab dari pre eklampsi sampai sekarang
belum diketahui, faktor predisposisinya (Sari, 2017) :
1. Nulipara umur belasan tahun.
2. Pasien kurang mampu, dengan pemeriksaan antenatal yang buruk
terutama, dengan diit kurang protein.
3. Mempunyai riwayat pre eklampsia atau eklampsia dalam
keluarganya.
4. Mempunyal penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya.
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi
kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, 8 9
kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif &
Hardhi, 2015). Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000
gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang
dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami.
Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
8

oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuranukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum
jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting,
yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37
minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun
dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1). Kelainan pada letak kepala
a. Letak kepala tengadah , Bagian terbawah adalah puncak
9

kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling


rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b. Presentasi muka , Letak kepala tengadah (defleksi),
sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah
muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c. Presentasi dahi , Posisi kepala antara fleksi dan defleksi,
dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.
Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
g. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada
di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan
presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

2.1.4 Klasifikasi
2.1.4.1 Sectio Caesarea Klasik atau Kopral
Ciri sectio cessarea klasik ini adalah dengan panjang sayatan kira-
kira 10 cm yang memanjang pada korpus uteri. Untuk mencegah masuknya
air ketuban dan darah ke rongga perut maka setelah dinding perut dan
peritoneum parietal tersayat dan terbuka pada garis tengahnya harus dibalut
beberapa kain kasa panjang yang mencakup antara dinding perut serta
dinding uterus. Pada bagian ujung bawah di atas batas plika vesiko uterina
diberikan sayatan insisi pada bagian tengah korpus uteri dengan panjang 10-
12cm. untuk mengisap air ketuban sebanyak mungkin maka dibuatlah
lubang kcil pada kantong ketuban; kemudian lubang ini dilebarkan, dan
untuk memudahkan tindakan-tindakan selanjutnya maka janin dilahirkan
dari rongga perut. Plasenta dan selaput ketuban dikeluarkan secara manual
serta berikan suntikan 10 oksitosin dalam dinding uterus atau intravena.
10

selanjutnya dinding uterus tersebut ditutup dengan jahitan catgut yang kuat
dalam dua lapisan; lapisan awal atau pertama terdiri atas jahitan simpul dan
lapisan kedua atas jahitan menerus. Selanjutnya diadakan jahitan menerus
dengan catgut yang lebih tipis, yang mengikutsertakan peritoneum serta
bagian luar miomertrium dan yang menutup jahitan yang terlebih
dahuludengan rapi. Akhirnya dinding perut ditutup secara biasa.

2.1.4.2 Sectio caesarea transperitonea lisprofunda.

Cirinya adalah sayatan yang melintang konkaf di segmen bawah


rahim yang panjangnya kira –kira 10. ibu disuruh berbaring dalam
keadaan trendelenburg ringan dan dipasang dauercatheter. Di dinding
perut pada bagian garis tengah dari simfisis sampai beberapa sentimeter di
bawah pusat diberikan insisi. Dengan satu kain kasa panjang atau
lebihmaka dipasang spekulum perut serta lapangan operasi dipisahkan dari
rongga perut, itu dilakukan setelah peritoneum dibuka. Peritoneum pada
dinding uterus depan dan bawah dipegang dengan pinset, plika vesiko-
uterina dibuka dan ibnsisi ini diteruskan melintang jauh ke lateral;
kemudian kandung kencing dengan peritoneum di depan uterus didorong
ke bawah dengan jari. (Esta, 2017)

2.1.5 Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang


menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, ruptur uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia dan malpresentasi
janin. Kondisi ini menyebabkan perlu adanya satu tindakan pembedahan
yaitu Sectio Caesarea.(yuli, 2017)

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan


menyebabkan pasien mengalami kelemahan dan sulit menggerakkan
ekstremitas sehingga menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Akibat
dari intoleransi aktivitas akan terjadi kelemahan pada abdomen sehingga
menyebabkan motilitas cerna mengalami penurunan yang menyebabkan
11

konstipasi. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan


menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisist perawatan diri.
(Esta, 2017)

Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi
pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf disekitar daerah insisi. Hal ini
akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menyebabkan nyeri (nyeri akut), akibat nyeri yang dirasakan dapat
menyebabkan sering terbangun saat tidur dan terjadi masalah gangguan pola
tidur, setelah proses pembedahan daerah insisi akan menutup dan
menimbulkan luka post operasi yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan kemerahan dan menyebabkan masalah risiko infeksi.(Martina,
2021).
12

WOC
POST SC

B1 B2 B3 B4 B5 B6
(Breathing) (Blood) (Brain) (Bladder) (Bowel) (Bone)

Peningkatan Kontraksi Uterus Nifas Nyeri saat


Sekresi Mukosa (post pembedahan) Bedrest Luka Post Sc
mobilisasi
Luka terbuka
post dientri
Reflex Batuk Atonia aliran Terputusnya Pusing
Menahan BAK Bedrest
darah uteri kontinuitas jaringam

Perawatan
Akumulasi Kurang Mual muntah
sekret Kontraksi Pengeluaran MK :
berlebihan MK:
mediator nyeri Gangguan
Intoleransi
Eliminasi
Aktivitas
MK : Jalan MK : Resiko Urine
Pendarahan Nyeri saat Infeksi Intake Menurun
Nafas Tidak
Efektif Meningkat beraktifitas

MK : Defisit
MK: Resiko MK : Nyeri Nutrisi
Syok Hipolemix Akut
13

2.1.6 Manifestasi Klinis

Perlu adanya perawatan yang lebih komprehensif pada ibu yang


melahirkan melelui persalinan section caesaria yaitu dengan perawatan post
partum serta perawaan post operatif. Doenges (2010) dalam Mardianingsih
(2021) mengemukakan, manifestasi klinis section caesarea meliputi:
1. Nyeri yang disebabkan lukahasil bedah
2. Adanya luka insisi dibagian abdomen
3. Di umbilicus, fundus uterus kontraksi kuat
4. Aliran lokea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5. Ada kurang lebih 600-800ml darah yang hilang selama porses pembedahan
6. Emosi yang labil atau ketidakmampuan menghadapisituasi baru pda
perubahan emosional
7. Rata-rata terpasang kateter urinarius
8. Tidak terdengarnya auskultasi bising usus
9. Pengaruh anestesi dapat memicu mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas serta vesikuler
11. Biasanya ada kekurang pahaman prosedur pada kelahiran SC yang tidak
direncanakan
12. Pada anak yang baru dilahirkan akan dibonding dan attachment

2.1.7 Penatalaksanaan Medis

Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya: (Sari, 2017)


1. Penatalaksanaan secara medis
a. Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam
Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain.
Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif
dapatdipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
d. Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
14

2. Penatalaksanaan secara keperawatan


a. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama
dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
c. Mobilisasi Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari
tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua
penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
d. Pemulangan Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan
pada hari kelima setelah operasi, (Dina, 2019)

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada secsio sesarea (Emma, 2019 ), yaitu :
a. Infeksi puerperal (nifas) yang terdiri dari; ringan, dengan kenaikan suhu
beberapa hari saja. Sedang, dengan kenaikan suhu lebih tinggi, disertai
dehidrasi dan perut sedikit kembung. Dan berat, dengan peritonitis, sepsis
dan ileus paralitik. Hal ini sering dijumpai pada partus tak maju, dimana
sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah
terlalu lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan
terbuka, karena atonia uteri dan perdarahan pada plasenta
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
repetonialisasi terlalu tinggi
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemantauan janin terhadap kesehatan janin, pemantauan EKG, elektrolit,
hemoglobin / Hematokrit, golongan darah, urinalis, pemeriksaan sinar x sesuai
indikasi, ultrasound sesuai pesanan. (Esta, 2017)
15

2.2. Konsep Penyakit Fetal Distres


2.2.1 Definisi
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahım (Mitayani, 2011)
Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat gangguan
oksigenası dan atau nutrisi yang bias bersifat akut (prolaps tali pusat), sub akut
(kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau kronik (plasenta insufisiensi)
Gawat janin menunjukkan suatu keadaan bahaya yang relatif dari janin yang
secara serius, yang mengancam kesehatan janin. Istilah gawat janın (fetal distress)
terlalu luas dan kurang tepat menggambarkan situası klinis. Ketidakpastian dalam
diagnosis gawat janin yang didasarkan pada interpretasi pola frekuensi denyut jantung
janin menyebabkan munculnya istilah-istilah deskriptif misalnya reassuring"
(meyakinkan) atau "nonreassuring" (meragukan, tidak meyakinkan). Gawat janin juga
umum digunakan untuk menjelaskan kondisi hipoksia yang bila tidak dilakukan
penyelamatan akan berakibat buruk yaitu menyebabkan kerusakan atau kematian
janin jika tidak diatasi secepatnya atau janin secepatnya dilahirkan. Hipoksia salah
keadaan jaringan yang kurang oksigen, sedangkan hipoksemia salah kadar oksigen
darah yang kurang. Asidemia ialah keadaan lanjut dan hipoksemia yang dapat
disebabkan menurunnya fungsi respirasi atau akumulası asam (Muctar, 2013)

2.2.2 Etiologi
a. Penyebab fetal distress (mamuaba, 2011) adalah:
1. Kelainan pasokan plasenta solutio plasenta, plasenta previa, postterm, prolapsus
tali pusat, lilitan tali pusat, pertumbuhan janın terhambat, insufisiensi plasenta,
kompresi tali pusat.
2. Kelainan arus darah plasenta hipotensi ibu, hipertensi, kontraksi hipertonik,
Saturası oksigen ibu berkurang: hipoventilasi, hipoksia, penyakit jantung
b. Faktor yang mempengaruhi fetal distress akut
1. Kontraksi uterus
Kontraksi uterus hipertonik yang lama dan kuat adalah abnormal dan uterus
dalam keadaan istirahat yang lama dapat mempengaruhi surkulasi utero platenta,
ketika kontraksi sehingga mengakibatkan hipoksia uterus
16

2. Kompresi tah pusat


Kompresi tali pusat akan mengganggu sukulasi darah fetus dan dapat
mengakibatkan hipoksia. Tali pusat dapat tertekan pada prolapsus, lilitan tali
pusat
3. Kondisi tali pusat
Plasenta terlepas, terjadi solusio plasceta. Hal ini berhubungan dengan kelainan
fetus
4. Depresi pusat pada sistem pernafasan
Depresi sistem pemalasan pada bayi baru labur sebagai akibat pemberian
analgetika pada ibu dalam persalinan dan perlukaan pada proses kelahiran
menyebabkan hipoksia
c. Faktor yang mempengaruhi fetal distress kronis
Fetal distress kronis berhubungan dengan faktor sosial yang kompleks.
1. Status sosial ekonomi rendah
Hal ini berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Status
sosial ekonomi adalah suatu gambaran kekurangan penghasilan tetapi juga
kekurangan pendidikan, nutrisi, kesehtan fisik dan psikis
2. Umur matemal
Umur ibu yang sangat muda dan tua lebih dari 35 tahun merupakan umur resiko
tinggi
3. Merokok
Nikotin dapat menyebabkan vasokontriksi, dan menyebabkan penurunan aliran
darah uterus dimana karbonmonoksida mengurangi transport oksigen
4. Penyalahgunaan obat terlarang
Penyalah gunaan obat terlarang dalam kehamilan berhubungan dengan banyak
komplikasi meliputi IUGR, hipoksia dan persalinan preterm yang semuanya
meningkatkan resiko kematian perinatal
5. Riwayat obstetrik yang buruk
Riwayat abortus sebelumnya, persalinan preterm atau lahır mati berhubungan
dengan resiko tinggi pada janın dalam kehamilan ini
6. Penyakit maternal
Kondisi yang meningkatkan resiko fetal distress kronis dapat mempengaruhi
sistem sirkulasi maternal dan menyebabkan insufisiensi aliran darah dalam
uterus seperti Hiperten yang diinduksi kehamilan, hipertensı kronik, diabetes,
17

penyakit ginjal kronis. Sedangakan faktor yang mempengaruhi penurunan


oksigenası arteri maternal seperti penyakit skle sel, anemia berat (Hb kurang
darı 9% dl atau kurang), penyakit paru-paru, penyakit jantung. epilepsi (jiak
tidak terkontrol dengan baik), infeksi maternal berat. Kondisi tersebut meliputi
insufisiensi plasenta, post matar, perdarahan antepartum yang dapat
mengakibatkan pengurangan suplai oksigen ke fetus
7. Kondisi plasenta
Kond tersebut meliputi insufiriems plasenta, postmanua perdarahan antepartum
yang dapat mengakibatkan resiko hipoksia intra uterin, Resiko ni
mengakibatkan pengurangan suplai oksigen ke fetus
8. Kondisi fetal
Malformasi konginetal tertentu, infeksi intra uterin dan incompatibilitas resus
yang meningkatkan resiko hipoksia intra uterin Resiko ini meningkat pada
kehamilan ganda.
9. Faktor resiko intra partum
Selama persalinan faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko fetal
distress, yaitu: malpresentasi seperti presentasi bokong, kelahiran dengan
forcep, SC, sedatif atau analgetik yang berlebihan, komplikasi anastesi (meliputi
hipotensi dan hipoksia), partum presipitatus atau partus lama.

2.2.3 Anatomi Fisiologi


a. Genitalia Eksterna (vulva)
18

Yang terdiri dari:


1. Tundun (Mons veneris)
Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri dan jaringan dan lemak,
area ini mulai ditumbuhi bulu (pubis hair) pada masa pubertas. Bagian yang
dilapisi lemak, terletak di atas simfisis pubis
2. Labia Mayora
Merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong. Kedua bibir ini
bertemu di bagian bawah dan membentuk perineum. Labia mayora bagian luar
tertutup rambut, yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris.
Labia mayora bagian dalam tanpa rambut, merupakan selaput yang mengandung
kelenjar sebasea (lemak). Ukuran labia mayora pada wanita dewasa panjang 7.8
cm, lebar 2-3 cm, tebal 1-1,5 cm. Pada anak-anak dan mullipara kedua labia
mayora sangat berdekatan.
3. Labia Minora
Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar (labia mayora),
tanpa rambut. Setiap labia minora terdiri dari suatu jaringan tipis yang lembab
dan berwarna kemerahan. Bagian atas labia minora akan bersatu membentuk
preputium dan frenulum clitoridis, sementara begian Di Bibir kecil ini
mengelilingi onfisium vagina bawahnya akan bersatu membentuk fourchette
4. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil Glans
clitoridis mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga
19

sangat sensitive. Analog dengan penis pada laki-laki. Terdiri dari glans, corpus
dan 2 buah crura, dengan panjang rata-rata tidak melebihi 2 cm.
5. Vestibulum (serambi)
Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora). Pada
vestibula terdapat i buah lubong, yaitu orifisium urethra eksterna, introitus
vagina, 2 buah muara kelenjar Bartholini, dan 2 buah, muara kelenjar
paraurethral Kelenjar bartholint berfungsi untuk mensekresakan cairan mukoid
ketika terjadi rangsangan seksual. Kelenjar bartholini juga menghang
menghalangi masuknya bakteri Neisseria gonorhoeae maupun bakteri bakteri
pathogen
6. Himen (selaput darah).
Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapsan tipis mi yang menutupi
sahagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran
menstruasi dapat mengalir keluar. Bentuk dari himen dari masing-masing
wanita berbeda-beda, ada yang berbentuk seperti bulan sabit, konsistensi ada
yang kaku dan ada lunak, lubangnya ada yang seujung jarı, ada yang dapat
dilalui satu jari. Saat melakukan koitus pertama sekali dapat terjadi robekan,
biasanya pada bagian posterior
7. Perineum (kerampang)
Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm. Dibatasi otot-
otot muskulus levator ani dan muskulus coccygeus. Otot-otot berfungsi untuk
menjaga kerja dari sphincter ani.
b. Genitalia Interna
20

1. Vagina
Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahım dengan
vulva. Jarıngın muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani
dan muskulus levator ani, oleh karena itu dapat dikendalikan. Vagina terletak
antara kandung kemih dan rektum Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan
dinding belakangnya sekitar 11 cm. Bagian serviks yang menonjol ke dalam
vagina disebut portio.
2. Uterus:
Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara kandung
kemih dan rectum. Dinding belakang dan depan dan bagan alas tertutup
peritonium, sedangkan bagian bawah berhubungan dengan kandung kemih
Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina yang merupakan cabang utama
dari arterı illiaka interna (arterihipogastrika interna) .Bentuk uterus seperti bola
lampu dan gepeng
a) Korpus uteri: berbentuk segitiga
b) Serviks uteri: berbentuk silinder
c) Fundus uteri: bagian korpus uteri yang terletak diatas kedua pangkal
tuba
3. Tuba Fallopi
Tuba fallopii merupakan tubulo-makuler, dengan panjang 12 cm dan
diameternya antara 3 sampai 8 mm. Fungsi tubae sangat penting, yaitu untuk
menangkap ovum yang di lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari
spermatozoa ovum dan hasıl konsepsi, tempat terjadinya konsepsi, dan tempat
pertumbuhan dan perkembangan hasıl konsepsi sampai mencapai bentuk
blastula yang siap melakukan implantasi
4. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk buah kenarı terletak kiri dan kanan uterus di
bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum
uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan
pada saat kim kira pertengahan (hari ke 14) siklus menstruasi Ovulasi adalah
pematangan folikel de graaf dan mengeluarkan ovum Ketika dilahirkan, wanita
memiliki cadangan ovum sebanyak 100 000 buah di dalam ovariumnya, bila
habis menopause (Manuaba, 2010)
2.2.4 Klasifikasi
21

Jenis gawat janin menurut muchtar (2013) yaitu:


a. Gawat janin yang terjadi secara ilmiah
b. Gawat janın iatrogenic
Gawat janın iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan medik atau
kelalaian penolong Resiko dan prakick yang dilakukan telah mengungkapkan
patofisiologi gawat janın iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin
Kejadian yang dapat menimbulkan gawat janin iatrogenik adalah
1. Posisi tidur ibu
Posisi terlentang dapat menimbulkan tekanan pada Aorta dan Vena Kava sehingga
timbul Hipotensi. Oksigenisasi dapat diperbaiki dengan perubahan posusa tidur
menjadi miring ke kiri atau semilateral
2. Infus oksitosin
Bila kontraksi uteris menjadi hipertonik atau sangat kerap. maka relaksasi uterus
terganggu, yang berarti penyaluran arus darah uterus mengalami kelainan. Hal ini
disebut sebagai Hiperstimulasi Pengawasan kontraksi hams ditujukan agar
kontraksi dapat timbul seperu kontrkası fuiologik
3. Anestesi Epidura
IBlokade sistem simpatik dapat mengakibatkan penurunan anas darah vena, curah
jantung dan penyuluhan darah uterus Obat anastesia epidural dapat menimbulkan
kelainan pada denyut jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan
dapat terjadi deselerası lambat. Diperkirakan ibat-obat tersebut mempunyai
pengaruh terhadap otot jantung janın dan vasokontriksi arteri uterina
c. Gawat janin sebelum persalinan
1. Gawat janin kronik
Dapat timbul setelah penode yang panjang selama periode antenatal bila status
fisiolog dari ibu-janin plasenta yang ideal dan normal terganggu
2. Gawat janın akut yaitu suatu kejadian bencana yang tiba tiba mempengaruhi
oksigenasi janin
d. Gawat janın selama persalinan
Menunjukkan hipoksia janin tanpa oksigenası yang adekuat, denyut jantung janio
kehilangan varibilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi
uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH
janin yang menurun
22

2.2.5 Patofisiologi Fetal Distres


Kontrol fuiologis dari fetal dotress dilihat dari denyut jantung janın yang dipengaruhi
oleh aliran darah dan atau oksigonasi. Pada kasus insufissensi plasenta kronik terjadi
gangguan mekanisme kontrol fisiologis denyut jantung janın yang disebabkan oleh
penurunan kadar oksigenasi pada janin. Pada kasus akut seperti prolaps tali pusat,
penurunan aliran darah ke janin lebih berperan dalam proses teradinya fetal distress.
Selain itu proses persalinan normal juga berperan dalam terjadinya fetal distress.
Penurunan aliran darah dan atau oksigenasi ke janın akan mengakibatkan terjadinya
lupoksia janın. Keadaan ini akan meningkatkan kadar CO: dan penurunan kadar O2 di
dalam tubuh janın
Berkurangnya kandungan oksigen dalam darah (hipoksemia) akan merangsang syaraf
simpaus, sehingga akan menimbulkan takikardi. Bila kondisi hipoksemia tidak teratasi
dan berlanjut jadi hipoksia, akan menyebabkan perubahan aktivitas biofisik. Menurut
Manuaba (2011), respon biofisik terhadap kondisi hipoksia terhagi menjadi 2 kategori
yaitu pertama respons akut/intermediat (yakni perubahan atau hilangnya aktivitas yang
diregulasi oleh sistim syaraf pusat SSP), dan kedua respons kronik (yakni berkurangnya
produksi air ketuban oligohidramnion, gangguan pertumbuhan dan meningkataya risiko
komplikasi neonatal).
23

2.2.5 Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala fetal distres
a. Gerakan janin menurun DJJ abnormal
1. Bradikardi DJJ kurang dari 110 x/menit
Terjadi saat kontraksı atau tidak menghilang setelah kontraksi menunjukan
adanya kegawatan janin
2. Taki Kardi DJJ lebih dari 160 x/menit
Dapat merupakan reaksi terhadap adanya demam pada ibu,obat-obatan yang
dapat menyebabkan takhikardi misalnya obat tokohtik amnionitis,bila ibu tidak
mengalami takhikardi DJJ lebih dari 160 s/menit menunjukan adanya anval
hipoksia
b. Pasien mengalanu kegagalan dalam pertambahan berat badan dan uteru tidak
bertambah besar. Uterus yang lebih kecil daripada umur kehamilan yang
diperkirakan memberi kesan retardasi pertumbuhan infmuterm atau
oligohidramnion
c. Riwayat dari satu atau lebih faktor-faktor risiko unggı, masalah-masalah obstetri,
persalinan prematur atau lahir matı dapat memberi kesan suatu peningkatan risiko
gawat janın. Faktor-faktor risiko tinggi meliputi penyakit hipertenst, diabetes
melitus, penyakit jantung, postmaturitas, malnutrisi ibu, anemia, isomunisasi Rh
24

dan penyakit ginjal


d. Mekoneum Cairan amnion yang hijau kental merandakan jumlah air ketulan yang
sedikit (Prawiroharjo, 20101

2.2.6 Komplikasi
Hipoksi dan asidosis yang terjadi pada fetal distress dapat menyebabkan
kematian pada janin. Selain itu, keadaan mi besa menimbulkan kerusakan pada otak
janin. Berdasarkan penelitian Rochtar (2004) dalam prawiroharjo (2010) pada spesies
primata, oklusi tali pusat menunjukkan gambaran nekrosis pada otak janin yang
semakin berat sesuai dengan tingkat oklusi dan lama oklusi yang terjadi.

2.2.7 Penatalaksanaan Medis


Prinsip penatalaksanaan fetal distress adalah
a. Meningkatkan oksigenasi janin dan aliran darah uteroplasenta
b. Menurunkan aktivitas kontraksi uterus
c. Membetuskan kompresi tali pusat
d. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau terminasi kehamilan
merupakan indikası. Rencana kelahiran didasarkan pada faktor faktor etiologi
kondisi janin, riwayat obstetri pasien, dan jalannya persalinan.
Bentuk intervensi
1. Merubah posisi ibu dari terlentang mergadi minng, sebagai usaha untuk
memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah uteroplasental.
Perubahan dalam posisi ini juga dapat membebaskan kompresi tali pusat
2. Pemberian oksigensi yang adekuat kepada ibu dengan nonrehreathing mak
sebanyak 5-10 L/menit, sebagai usaha meningkatkan penggantian oksigen
fetomaternal
3. Pemberian cairan intra vera 500-1000 ml Einger Laktat dalam
waktu > 20 menit
4. Menurunkan frekuensi kontraksi uterus dengan mengehentikan pemberian
oksitosin dan prostaglandin. Hal ini dilakukan karena kontraksi uterus akan
menganggu sirkulasi darah keruang intervili
5. Memberikan tokolitik sesuai rekomendasi American College of Obstetricians
and Gynecologist tahun 2013, seperti injeksi terbutalin sulfat subkutan 0,25
mg atau injeksi nitrogliserin intravena dosis rendah 60-180
25

e. Pemantauan DJJ, untuk gawat janin saat persalinan


1. Kasus resiko rendah - auskultasi DJ selama persalinan
a) Setiap 15 menit selama kala 1
b) Setiap setelah bis pada kala 11
c) Hitung selama satu menit bila his telah selesai
2. Kasus resiko tinggi penggunaan pemantauan DIJ elektronik secam
berkesinambungan dengan penyediaan sarana pemeriksaan pi darah
janun (muchtar, 2013)

2.2.8 Pemeriksaaan Diagnostik


a. USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berharing plachta tapi apakah placenta melapisi
cervik tidak biasa diungkapkan
b. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lenibut untuk menampakkan bagian bagian tubuh
dari janin
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yaitu ada hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor
pembekuan pada umumnya di dalam batas normal
d. Pengkajian vaginal
Pengkajan ini akan mendiagrosa placenta previa taps seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapa (lebih baik sesuadah 34 minggu)
Pemeriksaan itu disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure).
Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagıma yang dilakukan di ruang operasi
dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelaburan secara cesar
e. Isotop Scanning Atau lokasi penempatan placenta
Yaitu untuk mengetahu letak atau posisi plasenta (Manualn, 2011)
26

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
2.3.1.1 Anamnesa, Indentitas pasien, riwayat penyakit,keluhan utama

Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama :
Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi
luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah
abdomen , daerah tangan , telapak kaki,.
2) Riwayat Penyakit Sekarang :
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan,
intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan
serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang
telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan
gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan
neuropati
3) Riwayat Kesehatan masa lalu:
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
27

hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa
lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.
Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul
4) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat
dipengauhi oleh penyakit-penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi,
Hipertensi ( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah
dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit
merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
2.3.1.2 Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien biasanya baik atau compos
mentis (CM) dan umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau
cema s akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
2) B1 (Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas normal.

3) B2 (Blood)
Tekanan darah biasanya mengalami peningkatan atau dalam batas normal tidak ada
bunyi jantung tambahan dan tidak ada kelainan katup.
4) B3 (Brain)
Kaji adanya hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, terlihat kelemahan/kehilangan
fungsi. Pergerakan mata atau kejelasan penglihatan, dilatasi pupil. Agitasi
berhubungan denan nyeri atau ansietas.
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Perubahan pola kemih
seperti inkontinesia urin, disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan
kebersihan.
6) B5 (Bowel)
Kaji adanya konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi bising usus,
anoreksia, adanya anoreksia abdomen, dan nyeri tekan abdomen.
7) B6 ( Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Kaji adannya berat tiba-tiba mungkin
teralokasi pada area jaringan dapat berkurang pada imobilisasi, kontraktur atrofi
28

otot ,laserasi kulit dan perubahan warna.


Pemeriksaan fisik ibu
a. Keadaan umum, meliputi tentang kesadaran, nilai glasgow coma scale (GCS) yang
berisi penilaian eye, movement, verbal. Mencakup juga penampilan ibu seperti baik,
kotor, lusuh.
b. Tanda-tanda vital, meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi.
c. Antropometri, meliputi tinggi badan, berat badan sebelum hamil, berat badan saat
hamil dan berat badan setelah melahirkan.
d. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
- Kepala, observasi bentuk kepala, apakah terdapat lesi atau tidak, persebaran
pertumbuhan rambut, apakah terdapat pembengkakan abnormal, warna rambut
dan nyeri tekan.
- Wajah, pada wajah ibu postpartum biasanya terdapat cloasma gravidarum
sebagai ciri khas perempuan yang pernah mengandung, apakah terdapat lesi atau
tidak, nyeri pada sinus, terdapat edema atau tidak.
- Mata, observasi apakah pada konjungtiva merah mudah atau pucat, ibu yang
baru mengalami persalinan biasanya banyak kehilangan cairan, bentuk mata kiri
dan kanan apakah simetris, warna sklera, warna pupil dan fungsi penglihatan.
- Telinga, dilihat apakah ada serumen, lesi, nyeri tekan pada tulang mastoid dan
tes pendengaran.
- Hidung, observasi apakah ada pernafasan cuping hidung, terdapat secret atau
tidak, nyeri tekat pada tulang hidung, tes penciuman.
- Mulut, dilihat apakah ada perdarahan pada gusi, jumlah gigi ada berapa,
terdapat lesi atau tidak, warna bibir dan tes pengecapan.
- Leher, pada leher dilihat apakah bentuknya proporsional, apakah terdapat
pembengkakan kelenjar getah bening atau pembengkakan kelenjar tiroid.
- Dada, observasi apakah bentuk dada simetris atau tidak, auskultasi suara nafas
pada paru-paru dan frekuensi pernafasan, auskultasi suara jantung apakah ada
suara jantung tambahan dan observasi pada payudara, biasanya pada ibu post
partum payudara akan mengalami pembesaran dan aerola menghitam serta
normalnya ASI akan keluar.
- Abdomen, pada abdomen observasi bentuk abdomen apakah cembung, cekung
atau datar. Observasi celah pada diastasis recti, tinggi fundus uteri pasca
29

persalinan, pada ibu yang mengalami kehamilan tanda khas pada abdomen
terdapat linia nigra, observasi juga pada blas apakah teraba penuh atau tidak.
- Punggung dan bokong, dilihat apakah ada kelainan pada tulang belakang,
apakah terdapat nyeri tekan.
- Genetalia, observasi perdarahan pervaginam, apakah terpasang dower cateter,
observasi apakah terdapat luka ruptur, episiotomi bagaimana keadaan luka,
bersih atau tidak.
- Anus, observasi apakah ada pembengkakan, terdapat lesi atau tidak, apakah
terdapat hemoroid.
- Ekstremitas Atas : pada ekstremitas atas dilihat tangan kiri dan kanan simetris
atau tidak, terdapat lesi atau tidak, edema, observasi juga apakah ada nyeri tekan
serta ROM.
- Bawah : pada ekstremitas bawah diobservasi apakah terdapat varises, edema,
pergerakan kaki serta ROM.

Pemeriksaan fisik bayi


a. Keadaan umum, meliputi tampilan, kesadaran bayi yang dinilai menggunakan
APGAR score.
b. Atropometri, meliputi pemeriksaan berat badan bayi, tinggi badan, lingkar kepala,
lingkar dada, lingkar lengan atas serta lingkar abdomen.
c. Pemeriksaan Fisik Head to Toe, pada pemeriksaan fisik pada bayi diobservasi
apakah ada kelainan pada kepala, seperti bentuknya, warna rambut apakah terdapat
lesi, kemudian dilihat pada wajah apakah bentuk mata hidung mulut proporsional
atau tidak, observasi bentuk telinga kanan dan kiri, bentuk leher apakah ada
pertumbuhan abnormal, observasi bentuk dada dan abdomen auskultasi pada suara
jantung dan suara nafas apakah ada penambahan suara atau tidak, bentuk punggung
dan bokong, genetalia apakah terdapat kelainan, observasi anus serta ekstremitas
atas dan bawah.
2.3.2 Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (D.0077. Hal 172)
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan (D.0019)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat.
(D.0142. Hal 304)
30

4. Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih (D.0040)


5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot (D.0056. Hal 128 )
6. Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler (D.0039. Hal 92)
7. Bersihan Jalan napas tidak efektif b.d efek tindakan farmakologis (D.0001)

8.
23

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri I.08238, hal 201)
dengan diskontuinitas keperawatan selama 1x7 jam Observasi :
jaringan (D.0077.Hal diharapkan nyeri dapat terkontrol 1. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi frekuensi,kualitas,intensitas
172) dengan kriteria hasil : nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri pasien menurun.
3. Identifikasi respon nyeri secara non verbal
(5)
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
2. Meringis pasien menurun.(5). 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

3. Skala nyeri berkurang 0-3 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
4. Kegelisahan pasien menurun.(5)
8. Monitor efek samping penggunaan analgesic
5. Ketegangan otot pasien.(5) Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri.
6. Kesulitan tidur pasien menurun
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
7. Kemampuan menuntaskan
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
aktivitas pasien meningkat. (5)
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
8. TTV dalam batas normal meredakan nyeri
24

Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
5. Anjurkan teknik nonfamakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgesic
2. defisit nutrisib.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)
ketidakmampuan keperawatan 1x7 jam diharapkan Observasi
status nutris membaik , dengan
mencerna makanan 1. Identifikasi status nutrisi
kriteria hasil :
(D.0019) 1. Porsi makana yang dihabiskan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
meningkat 3. Identifikasi makanan yang disukai
2. Kekuatan mengunyah meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
3. Kekuatan otot menelan membaik 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
4. Penyiapan dari penyimpanan 6. Monitor asupan makanan
makanan yang aman 7. Monitor berat badan
5. Nyeri abdomen menurun 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
6. Indeks massa tubuh (IMT) Terapeutik
membaik 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
7. Membran mukosa membaik 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
25

3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai


4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

3. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan ( Pencegahan Infeksi I.14539 Hal.278)


berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam
Observasi :
pertahanan primer tubuh diharapkan pasien mengetahui dan
yang tidak adekuat. mencegah resiko infeksi dengan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sitemik
(D.0142 Hal 304) kriteria hasil : Terapeutik :

1. Pasien mampu mengidentifikasi


26

resiko meningkat. (5) 1. Batasi jumlah pengunjung

2. Kemampuan melakukan 2. Berikan perawatan kulit pada area edema


strategi kontrol resiko
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
meningkat. (5)
lingkungan pasien
3. Kemampuan pasien mengubah
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
prilaku meningkat. (5)
Edukasi :
4. Kemampuan pasien
menghindari faktor resiko 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

meningkat. (5) 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

5. Kemampuan mengenali 3. Ajarkan etika batuk


perubahan status kesehatan
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
meningkat.(5)
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

4. Gangguan eliminasi Eliminasi urin L.04034 hal 24 Manajemen Eliminasi Urin I.04152
27

berhubunggan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:


penurunan kapasitas keperawatan masalah keperawatan 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urin
kandung kemih (D.0040) teratasi dengan Kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia
1. Distensi kandung kemih menurun urin
(5) 3. Monitor eliminasi urin
2. Disuria menurun (5) 4. Terapeutik:
3. Frekuensi BAK membaik (5) 5. Catat waktu-waktu haluaran berkemih
6. Batasi asupan cairan, jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
3. Anjurkan minum yang cukup
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat suppositoria, jika perlu

5. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan (Dukungan Mobilisasi I.05173, hal 30)
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam
Observasi :
kelemahan otot (D.0056. diharapkan mobilisasi fisik
Hal 128 ) meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

1. Kekuatan otot pasien cukup 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

meningkat.(5) 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai


28

2. Rentang gerak pasien cukup mobilisasi


meningkat.(4)
4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
3. Nyeri menurun.(5)
Terapeutik :
4. Kecemasan pasien menurun. (5)
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
5. Kelemahan fisik menurun. (5)
2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
6. Gerakan terbatas pasien
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
menurun. (5)
pergerakan
7. Kekakuan sendi menurun. (5)
Edukasi :

1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini

3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan

6 Resiko Syok Setelah dilakukan tindakan ( Manajemen syok hipovolemik I.02050. hal. 222)
Hipovolemik keperawatan selama 1x7 jam
Observasi :
berhubungan dengan diharapkan Tingkat syok menurun
perdarahan yang dengan kriteria hasil : 1. Monitor status kardiopulmonal

berlebihan, pindahnya
29

cairan intravaskuler ke 1. Kekuatan nadi meningkat. (5) 2. Monitor status oksigenasi


ekstravaskuler.(D.0039)
2. Output urine meningkat. (5) 3. Monitor status cairan

3. Tingkat kesadaran 4. Periksa tingkat kesadaran dan respom pupil


meningkat. (5)
5. Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS
4. Pucat pada wajah pasien
Terapeutik :
menurun. (5)
1. Pertahankan jalan napas paten
5. Tekanan nadi membaik. (5)
2. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturnasi oksigen
6. Mean arterial pressure
>94%
membaik.(5)
3. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis,jika perlu
7. Frekuensi napas membaik.(5)
4. Lakukan penekanan langsung (direct pressure) pada
8. Frekuensi nadi membaik. (5)
pendarahan eksternal

5. Berikan posisi syok

6. Pasang jalur IV berukuran besar

7. Pasang kateter urine untuk dekompresi lambung

8. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dean


elektrolit
30

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2 L pada orang


dewasa

2. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB


pada anak

3. Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu

7. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (I.01011) Hal. 187
tidak efektif berhubungan keperawatan 1x7 jam diharapkan Observasi
Pola napas membaik dapat membaik
dengan efek farmakologis 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
dengan kriteria hasil :
(D.0001) 1. Dispnea menurun 2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi,
2. Penggunaan otot bantu napas wheezing, ronchi kering)
menurun
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
3. Pemanjangan fase ekspirasi
menurun Terapeutik
4. Frekuensi napas membaik 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-
5. Kedalaman napas membaik
lift (jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
31

5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik


6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi,pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
32

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan, dimana
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan. Dan merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi keperawatan ini dapat menilai sejauh mana keberhasilan yang dicapai
dan seberapa besar kegagalan yang terjadi. Dari hasil evaluasi, tenaga kesehatan dapat
menilai pencapaian dari tujuan serta dari hasil evaluasi ini, tenaga kesehatan akan
menjadikan hasil evaluasi ini sebagai bahan koreksi dan catatan untuk perbaikan tindakan
yang harus dilakukan (Prabowo, 2018).
Evaluasi keperawatan disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional,
seperti :
1. S (Subjektif) adalah ungkapan perasaan maupun keluhan yang disampaikan pasien
2. O (Objektif) adalah pengamatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan melalui
sikap ibu ketika dan setelah dilakukan tindakan keperawatan
3. A (Assesment) adalah analisa tenaga kesehatan setelah mengetahui respon subjektif
dan objektif yang dibandingkan dengan tujuan dan kriteria hasil yang ada pada
rencana keperawatan
4. P (Planning) adalah perencanaan untuk tindakan selanjutnya yang akan dilakukan
oleh tenaga keseh
33
48
DAFTAR PUSTAKA

Atik, Syiska, Jenie Palupi, and Yunita Sari. 2019. “Gambaran Derajat Asfiksia
Neonatorum Pada Persalinan.” 01(1): 13–20.
Dina Misfonica. 2019. “Efektivitas Aromaterapi Lavender Terhadap Tingkat Nyeri
Pada Pasien Pasca Operasi Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Kusuma Ungaran.” :
1–9.
Emma AN, et al,. (2019). Analisa Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Sectio
Caesarea di RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin. Kalimantan Selatan:
Jurnal Berkala Kesehatan. Vol. 6 no. 1, hal.31-42.
Esta AF. (2017). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Persalinan Sectio
Caesarea di RSUD Rantau Prapat : http://repo.poltekkesmedan.ac.id
Lestari AA, et al,. (2020). Hubungan Riwayat Preeklampsia dengan Kejadian
Preeklampsia pada Ibu Hamil. STIKES Widya Nusantara Palu : Mutu Pelayanan
Kebidanan. http.//www.acdemia.edu.
Kemenkes RI (2022) Profil Kesehatan Indonesia 2021, Pusdatin.Kemenkes.Go.Id.
Kementerian Kesehatan RI. (n.d.). Data dan Informasi Kesehatan Indonesia 2019.
Profil Kesehatan Indonesia, 8, 1–213
Mardiyaningsih, E., Purwaningsih, H., & Galih Widodo, G. (2021). Breastfeeding Self
Efficacy Ibu Post Seksio Saesarea. Journal of Holistic Nursing Science, 8(1), 54–
60. https://doi.org/10.31603/nursing.v8i1.3509
Martina, I., & Jainurakhma, J. (2021). Tingkat Breastfeeding Self Efficacy Terhadap
Motivasi Ibu Nifas Post-Op Sectio Secaria Dalam Pemberian ASI Eksklusif Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kepanjen Malang. Jurnal Ilmu Kesehatan MAKIA,
11(2), 1–8
Yuli Aspiani, R. (2017). Asuhan Keperawatan Maternitas. In A. M@ftuhin (Ed.),
PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia; Definisi Dan Indikator.
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.
Safitri, S. (2020). Pendidikan Kesehatan tentang Anemia kepada Ibu Hamil. Jurnal
Abdimas Kesehatan (JAK), 2(2), 94. https://doi.org/10.36565/jak.v2i2.88.
50

Sari RM, at al,. (2017). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Sectio
Caesarea di Rumah Sakit DKT Bengkulu. Bengkulu: Jurnal Kebidanan dan
Kesehatan
Sulastri, M., Suryani, I. S., & Marlina, L. (2021). Efektivitas Kacang Hijau dan Buah
Naga Dalam Meningkatkan Kadar Hemoglobin dan Saturasi Oksigen Pada
Remaja. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada: Ilmu-Ilmu Keperawatan, Analisis
Kesehatan Dan Farmasi, 21, 119–125
Tanziha, I., Utama, L. J., & Rosmiati, R. (2016). Faktor Risiko Anemia Ibu Hamil Di
Indonesia. Jurnal Gizi Pangan, (. 11(2), 143–152
WHO. (2021). Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi Diagnosis and
Management of Iron Media Informasi, Volume 19, Nomor 1,2023| 79 Deficiency
Anemia. Midwifery Journal, 1–4.

Anda mungkin juga menyukai