LP Stemi Bish

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER DENGAN KASUS


ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)
DI RUANG PJT (PELAYANAN JANTUNG TERPADU)
RSUD KOTA MATARAM

OLEH :
NAMA : BAIQ INDAH SUCI HELMAYANI
NIM : 010 STYJ20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI JENJANG PROFESI NERS
MATARAM
2021
I. KONSEP DASAR TEORI
a. Definisi
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh
proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan
ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST
elevasipada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung
yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.Infark miokard akut
(IMA) merupakan salah satu diagnosa rawat inap terserang di Negara
maju. IMA dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spectrum
koroner akut yang terdiri atas angka pectoris yang tidak stabil. IMA tanpa
elevasi ST dan IMA dengan elevasi STEMI umumnya secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak arterosklerosis yang sudah ada
sebelumnya (Sudarjo,2010).
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard,yang biasanya
timbul sebagai akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk
menghasilkan nekrosis inversibel otot jantung. (Huan H Gray,dkk,2010).
infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh
kerusakan darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran darah
(Carpenito, 2012).
Infark miokard Akut adalah iskemia atau nekrosis pada oto jantung
yang diakibatkan karena penurunan aliran darah melalui satu atau lebih
arteri koroner (Doengos, 2011).
Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung lebih dari
30-45 menit yang memyebabkan kerusakan selular yang irreversible dan
kematian otot atau nekrosis pada bagian miokardium (Price &Wilson,
2010).
b. Etiologi
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah
miokard. Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan
kritis arteri koroner karena ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit /
penyumbatan total arteri oleh embolus atau thrombus, syok dan hemoragi /
perdarahan. Pada kasus ini selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai
darah dan kebutuhan oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah
terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar
kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum
terjadinya STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress
emosional, dan penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa
faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu.
Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor
resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.
1. Faktor yang tidak dapat dirubah :
a) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang
progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi
mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada
usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40
dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat
(Kumar, et al., 2010).
b) Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika
terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah
menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis
meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini
diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al.,
2011).
c) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit
putih.
d) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun)
meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.
2. Faktor resiko yang dapat dirubah :
a) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida
serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180
mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan
peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240
mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya
resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang
tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.
b) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah
systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat
meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60%
dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar
50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung
kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar,
et al., 2012).
c) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok
mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan
atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang
lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti
merokok dapat menurunkan risiko secara substansial (Kumar, et al.,
2011).
d) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua
kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak.
Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita
diabetes mellitus
e) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.
f) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang
bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

c. Manifestasi klinis
1. Klinis
a) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak
mereda, bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan
gejala utama.Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan
pada pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu
dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat
dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti terbakar. Karakteristik
nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun
biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih
lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau
epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat
terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering
disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas
(Fauci, et al., 2011).
b) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c) Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke
bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d) Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis  berat,
pusing atau kepala ringan dan mual muntah.
g) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (menyimpulkan pengalaman nyeri)
2. Laboratotium
a) Pemeriksaan Enzim jantung
- CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot  jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
- LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2 : Meningkat dalam 24 jam
dan memakan waktu lama untuk kembali normal
- AST (/SGOT : Meningkat
b) EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu gelombang Q nyata,
elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik. Perubahan- perubahan ini
tampak pada hantaran yang terletak diatas daerah miokardium yang
mengalami nekrosis. Selang beberapa waktu gelombang ST dan
gelombang T akan kembali normal hanya gelombang Q tetap  bertahan
sebagai bukti elektrokardiograf adanya infark lama

d. Patiofisologi
Penyebab paling sering Akut Miokard Infark adalah penyempitan
pembuluh darah yang disebabkan oleh karena atheromatous. Pecahnya
plak menyebabkan terjadinya agregasi trombosit, pembentukan thrombus
dan akumulasi fibrin, perdarahan dalam plak dan beberapa tingkatan
vasospasm. Keadaan ini akan mengakibatkan sumbatan baik parsial 
maupun total, yang berakibat iskemi miokard. Sumbatan total pembuluh
darah yang lebih dari 4-6 jam berakibat nekrosis miokard yang irreversible
tetapi reperfusi yang dilakukan dalam waktu ini dapat menyelamatkan
miokardium dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium,
diakibatkan oleh iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat
irreversible. Waktu diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami
kerusakan adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard hampir
selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi
ventrikel kiri, makin luas daerah infark, makin kurang daya kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan : berkurangnya kontraksi
dengan gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel kiri,
berkurangnya volume denyutan,  berkurangnya waktu pengeluaran dan
meningkatnya tekanan akhir diastole ventrikel kiri.
f. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung :
- CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
- LDH(laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24  jam
dan memakan waktu lama untuk kembali normal
- AST (/SGOT : Meningkat  b.
b. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik  jantung.
Melalui aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung,  besarnya
jantung, dan kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah yang
memiliki kaitanya dengan PJK.
c. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan
bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan
untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita  penyakit jantung
dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit  jantung. Selain
itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur kapasitas jantung,
gangguan irama, dan lain-lain.
d. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra
untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai
fungsi jantung.
e. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang
disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya
penyempitan diarteri koroner.
f. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X
yang menembus organ.Sinar X yang menembus diterima oleh detektor
yang mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem
komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
g. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu
kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan
gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla)
untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
h. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien,
kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera
positron, sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang
memancarkan sinar gamma. (Kabo, 2008).

g. Komplikasi
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMi, ventrikuler kiri mengalami serial perubahan
bentuk,ukuran dan ketebalan pada segment yang mengalami infak miokard
dan non infak. Proses ini disebut remodeling ventrikuler dan pada
umumnya mendahulukanberkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun paska infak, segera setelah infak ventrikel
kiri memgalami dilatasi secara akut hasil ini berasal dari ekspansi infak
antara lain:slippage serat otot,disfungsi sel miokardial normal dan
hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadinya
penampungan segment non infak mengakibatkan penipisan yang
diproporsionalkan dan elegasi zona infak.Pembesaran ruang jantung secara
keseluruhan yang terjadi ditentukan dengan ukuran dalam lokasi infak
dengan dilatasi terbesar paska infak pada afeks pentrikel kiri yang
menyebabkan penurunan hemodinamik yang nyata. Lebih sering terjadi
gagal jantung dan prognosis yang lebih buruk progresivitas dilatasi dan
konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor dan
vasodilator yang lain. Pada pasien dengan fraksi injeksi <40% tanpa
melihat ada tidaknya gagal jantung,inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian pada
STEMI.Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari infak)
dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki bassah di
paru-paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop pada pemeriksaan rontgen
sering dijumpai kongesti paru.
3. Komplikasi mekanik
Rupture muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel rupture dinding
ventrikel,penatalaksanaannya hanya oprasi

h. Penatalaksanaan
1. Medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah memperkecil
kerusakan  jantuang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera
mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
jantung. Terapi obat-obatan ,pemberian O2, tirah baring dilakukan secara
bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-obatan dan O2
digunakan untuk meningkatkan suplay O2, sementara tirah baring
digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2.Hilangnya nyeri merupakan
indicator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai
keseimbangan.Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi
beben kerja jantung membatasi luas kerusakan.
2. Farmakologi
Ada 3 kelas obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan suplai
oksigen; Vasodilator untuk mengurangi nyeri jantung,missal;NTG
(nitrogliserin). Anti koagulan Missal;heparin (untuk mempertahankan
integritas jantung) Trombolitik Streptokinase (mekanisme pembekuan
dalam tubuh). (Smeltzer & Bare,2006).
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama,
suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias
dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
b. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
c. Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
1) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
3) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di
atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri
serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
4) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan rentang
0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan.
Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).
5) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh
infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah
dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infark
miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas, dan pingsan.
d. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi,
DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh
klien pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping
yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang
timbul.
e. Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
f. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup
menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada
istirahat/kerja.
g. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk/berdiri
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
3) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
5) Friksi; dicurigai perikarditis.
6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
7) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
8) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
h. Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang
keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
i. Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
j. Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar.
Tanda:penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan
k. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
l. Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan
m. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
a) Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
b) Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
c) Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
d) Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM,
hipertensi dan lansia.
Tanda:
a) Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
b) Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
c) Menarik diri, kehilangan kontak mata
d) Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan,
warna kulit/kelembaban, kesadaran.
n. Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas
bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
o. Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan
menarik diri dari keluarga
p. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,
penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau

Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
1. Tingkat kesadaran
2. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
3. Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak
mencukupinya oksigen ke dalam miokard
4. Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
5. Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,
perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan
miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
6. Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
7. Warna dan suhu kulit
8. Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap
tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
9. Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika
merupakan potensial komplikasi yang fatal
10. Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema,
adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman
atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan,
pada resiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan . Diagnosa
keperawatan merupakan bagian vital dalam menentukanasuhan
keperawatan yang sesuai untuk membantu pasien mencapai
kesehatan yang optimal (PPNI, 2016):
1. Nyeri Akut berhubungan dengan timbunan asam laknat meningkat
2. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan suppley oksigen miokard
turun
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan pasien
individu, keluarga, dan komunitas (PPNI, 2018).
Tabel Intervensi Nyeri Akut
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
Nyeri akut. Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
1
Ekspektasi: menurun Observasi
Gejala dan tanda Kriteria hasil: - Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi,
mayor - Kemampuan frekuensi, kualitas, intensitasnyeri
Subjektif: menuntaskan - Identifikasi skalanyeri
1. Mengeluh aktifitas - Identifikasi respons nyeri non verbal
nyeri meningkat - Identifikasi faktor yang memperberat dan
Objektif: - Keluhan nyeri memperingan nyeri
1. Tampak menurun - Identifikasi pengetahuan dankeyakinan
meringis - Meringismenurun tentang nyeri
2. Bersikap - Sikapprotektif - Identifikasi pengaruh budaya terhadap
protektif menurun responnyeri
(misal - Gelisahmenurun - Identifikasi pengaruh nyeri padakualitas
waspada, - Kesulitantidur hidup
posisi menurun - Monitor keberhasilan terapikomplementer
menghindari - Menarikdiri yang sudahdiberikan
nyeri) menurun - Monitor efek samping penggunaananalgetik
3. Gelisah - Berfokus pada diri Terapeutik
4. Frekuensinadi sendirimenurun - Berikan teknik nonfarmakologis yntuk
meningkat - Diaforesis mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,hipnosis,
5. Sulittidur menurun akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
- Perasaan depresi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
Gejala dan tanda (tertekan) terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
minor menurun bermain)
Subjektif: - Perasaan takut - Kontrol lingkungan yang memperberatrasa
(tidak tersedia) mengalamicidera nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
Objektif: tulangmenurun kebisingan)
1. Tekanan darah - Anoreksia - Fasilitasi istirahat dantidur
meningkat menurun - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
2. Pola napas - Perineum terasa pemilihan strategi meredakan nyeri
berubah tertekanmenurun Edukasi
3. Nafsu makan - Uterusteraba - Jelaskan penyebab, periode, danpemicu
berubah membulat nyeri
4. Proses menurun - Jelaskan strategi meredakannyeri
berpikir - Ketegangan otot - Anjurkan memonitor nyeri secaramandiri
terganggu menurun - Anjurkan menggunakan analgetiksecara
5. Menarikdiri - Pupil dilatasi tepat
6. Berfokus pada menurun - Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
dirisendiri - Muntahmenurun mengurangi rasanyeri
7. Diaforesis - Mualmenurun Kolaborasi
- Frekuensinadi - Kolaborasi pemberian analgetik, jikaperlu
membaik
- Pola napas Pemberian Analgesik
membaik Observasi
- Tekanan darah - Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
membaik pencetus, pereda, kualitas, lokasi,intensitas,
- Proses berpikir frekuensi, durasi)
membaik - Identifikasi riwayat alergiobat
- Fokusmembaik - Identifikasi kesesuaian jenis analgesik(mis.
- Fungsi berkemih narkotika, non-narkotik, atau NSAID)
membaik dengan tingkat keparahannyeri
- Perilakumembaik
Tabel Intervensi Pola Nafas Tidak Efektif
Tujuan & Kriteria
No Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
.
2 PolaNafas Diharapkan Pola 1. Pengaturan posisi
Tidak Efektif nafas tidak efektif Tindakan :
membaik dengan Observasi :
kriteria hasil :  Monitor status oksigenasi sebelum
 frekuensi nafas dan sesudah mengubah posisi
membaik  Monitor alat reaksi agar selalu tapat
 kedalaman nafas Terapeutik
membaik  Tempatkan pada matras /tempat
 ekskursi dada tidur terapeutik yang tepat
membaik  Tempatkan pada posisi terapeuti
 dispnea menurun  Tempatkan objek yang sering dalam
 tekanan inspirasi jangkauan
meningkat.  Sediakan matras yang kokoh dan
padat
 Tempatkan bel atau lamp
panggilandalam jangkauan
 Atur posisi yang meningkatkan
drainage
 Ubah posisi setiap 2 jam
 Ubah posisi dengan tehnik long rol
 Jadwal secara tertulis untuk
perubahan posisi
 Pertahankan posisi dan integritas
traksi
Edukasi
 Informasikan saat akan dilakukan
perubahan posisi
 Ajarkan cara menggunakan postur
yang baik dan mekanika tubuh yang
baik selama melakukan perubahan
posisi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian premedikasi
sebelum mengubah posisi

2. Menejemen jalan nafas buatan


Tindakan :
Observasi :
 Monitor posisi selang endotrakeal
(ETT), terutama setelah mengubah
posisi
 Monitor tekanan balon ETT setiap
4-8 jam
 Monitor kulit area trakeostomi (mis.
Kemerahan, drainase, pendarahan)
Terapeutik
 Kurangi tekanan balon secra
pariodik tiap shift
 Pasang oropharingeal airway (OPA)
untuk mencegah ETT tergigit
 Cegah ETT terlipat (kinking)
 Berikan pre-oksigenasi 100%
selama 30 detik (3-6 kali ventilasi)
sebelum dan setelah penghisapan
 Berikan volume pre-oksigenasi
(bagging atau ventilasi mekanik) 1,5
kali volume tidal
 Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik jika diperlukan (bukan
secara berkala/rutin)
 Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam
 Ubah posisi ETT secara bergantian
(kiri dan kanan) setiap 24 jam
 Lakukan perawatan mulut (mis.
Dengan sikat gigi, kasa, pelembab
bibir)
 Lakukan perawatan stoma
trakeostomi
Edukasi
 Jelaskan pasien dan/atau keluarga
tujuan dan prosedur pemasangan
jalan napas buatan
Kolaborasi
 Kolaborasi intubasi ulang jika
terbentuk mucous plug yang tidak
dapat dilakukan penghisapan

1. Resiko Diharapkan Resiko 1. Pencegahan aspirasi


Aspirasi Aspirasi menurun Tindakan :
dengan kriteria Observasi :
hasil :  Monitor tingkat kesadaran, batuk,
 Kelemahan otot dan kemmapuan menelan
menurun  Monitior status pernapasan
 Kemampuan  Monitor bunyi napas, terutama
menelan setelah makan/minum
menurun  Periksa residu gaster sebelum
 Kebersihan memberikan supan oral
mulut meningkat  Periksa kepatenan selang
 Sianosis nasogastrik sebelum memberikan
menurun asupan oral
 Batuk menurun Terapeutik
 Posisikan semi Flowler (30-45
derajat) 30 menit sebelum
memberikan asupan oral
 Pertahankan posisi semi Flowler
(30-45 derajat) pada pasien tidak
sadar
 Pertahankan kepatenan jalan
napas(mis. Teknik head tilt chin lift,
jaw thrust, in line)
 Pertahankan pengembangan balon
endotracheal tube (ETT)
 Lakukan penghisapan jalan napas,
jika produksi sekret meningkat
 Sediakan suction diruangan
 Hindari memberi makanan melalui
selang gastrointestinal, jika residu
banyak
 Memberikan makanan dengan
ukuran kecil atau lunak
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Anjurkan makan secra perlahan
 Ajarkan strategi pencegahan aspirasi
 Ajarkan teknik mengunyah atau
menelan, jika perlu

Tabel Intervensi Intoleransi Aktivitas


Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
Intoleransi Toleransi Manajemen Energi
aktivitas Aktivitas Observasi
Ekspektasi: meningkat - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
Kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
- Frekuensinadi - Monitor kelelahan fisik danemosional
meningkat - Monitor pola dan jamtidur
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis.Ambulasi,
mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
- Fasilitasi ativitas pengganti saatmengalami
keterbatasan waktu, energi, ataugerak
- Fasilitasi aktivitas motorik kasaruntuk
pasienhiperaktif
- Tingkatan aktivitas fisik untukmemelihara
berat badan, jika sesuai
- Fasilitasi aktivitas motorikuntuk
merelaksasiotot
- Fasilitasi aktivitas dengan komonenmemori
implisit dan emosional (mis. kegiatan
keagamaan khusus) untuk pasiendemensia
- Libatkan dalam permainan kelompokyang
tidak kompetitif, terstruktur, danaktif
- Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas
rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan
kecemasan (mis. vocal group, bola voli,
tenis meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permainan sederhana, tugasrutin,
tugas rumah tangga, perawatan diri,dan
teka-teki dan kartu)
- Libatkan keluarga dalam aktivitas, jikaperlu
- Fasilitasi mengembangkan motivasidan
penguatandiri
- Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapaitujuan
- Jadwalkan aktvitas dalam rutinitas sehari-
hari
- Berikan penguatan positif ataspartisipasi
dalamaktivitas
Edukasi
- Jelaskan metode aktivitas fisiksehari-hari,
jika perlu
- Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
- Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif dalam menjagafungsi
dankesehatan
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jikasesuai
- Anjutkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
- Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Gordon,1994, dalam (Potter & Perry, 2011).
Komponen tahap implementasi:
a. Tindakan keperawatan mandiri
b. Tindakan keperawatan kolaboratif
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan
proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan
evaluasi itu sendiri (Ali, 2009). Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan
hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan
mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan
(Mubarak,dkk.,2011). Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana:
(Suprajitno dalam Wardani, 2013):
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data
sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi
untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan
(Nurhayati, 2011).
Ada tiga alternative dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu:
a. Masalah teratasi
Masalah teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan tingkah laku
dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan
b. Masalah sebagian teratasi
Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan
c. Masalah belum teratasi
Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak menunjukkan
perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul
masalah yang baru

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. (2010). Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit,BU.


Jakarta: EGC.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2010.
Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Herdman, T. H. (2012). NANDA internasional. Diagnosis Keperawatan :
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. alih bahasa Made Sumarwati, Dwi
Widiarti, Estu Tiar, editor bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta : EGC.
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2007. Robbin’s Basic Pathology. Elsevier Inc.
Muttaqin, A. 2010. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2011. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Rokhaeni, H. (2010). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama.
Jakarta: Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita.
Smeltzer. C.S & Bare.B (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
Suyono, S et al. (2012). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Tambayong. J.(2012). Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep.
Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai