Bab Ii

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 35

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Keselamatan Kerja

Tujuan dari bekerja tidak saja untuk mendapatkan penghasilan, tetapi juga
untuk memenuhi kebutuhan sosial untuk memuliakan pribadinya sebagai manusia.
Pihak pemberi kerja pun berkewajiban menghormati harkat dan martabat para
pekerja sebagai manusia. Organisasi sudah seharusnya menyediakan lingkungan
kerja dan pengadaan sarana kerja yang menjamin keselamatan serta kesehatan.
Tersedianya sarana kerja juga harus diimbangi dengan kesediaan pekerja untuk
mematuhi ketentuan kerja yang berlaku.

Pengertian K3 secara filosofi adalah suatu pemikiran dan upaya untuk


menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja
pada khususnya dan manusia pada umumnya. Hasil karya dan budaya menuju
masyarakat adil makmur. Secara keilmuan berarti ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan penyakit
akibat kerja.

Kecelakaan kerja mungkin disebabkan oleh tindakan yang membahayakan


atau akibat adanya keadaan yang berbahaya. Yang perlu diketahui adalah potensi
bahaya yang ada, kapan potensi bahaya tersebut timbul, bentuk, sifat serta tindakan
pencegahan yang harus dilakukan. Penyebab kecelakaan sangat kompleks dan
umumnya berkaitan satu dengan lainnya. Teori yang pernah dikemukakan antara
lain “teori tiga faktor“ yang menyebutkan bahwa kecelakaan kerja disebabkan oleh
faktor peralatan teknis, lingkungan kerja dan pekerja itu sendiri. Teori “dua faktor“
membedakan 2 (dua) golongan penyebab kecelakaan kerja yaitu karena adanya
tindakan yang berbahaya dan kondisi kerja yang membahayakan, sebagaimana di
kutip dari buku Anoraga, 2008. Tetapi pada umumnya kecelakaan kerja, baik
langsung maupun tidak langsung terjadi kesalahan manusia. Penekanan itu atas
dasar asumsi bahwa kesalahan dapat dilakukan oleh mereka yang membuat desain,
11

kontruksi, instalasi, serta kegiatan manajemen, supervisi dan seluruh proses


produksi termasuk perlengkapannya.

Menurut teori Heinrich (1930) sebagaimana ditulis oleh Anoraga, (2008).


Menyebutkan suatu rangkaian faktor penyebab kecelakaan yang berkaitan satu
dengan yang lainnya. Teori yang dikenal sebagai Teori Domino ini, menanggap
faktor asal – usul seseorang dan lingkungan sosialnya akan mempengaruhi sikap
serta perlaku dalam melakukan pekerjaan, sehingga mengakibatkan seseorang
cenderung untuk bekerja ceroboh, serta menjurus ke arah kemungkinan terjadinya
kecelakaan. Kondisi demikian ditambah dengan faktor luar lainnya seperti bahaya
lingkungan kerja dan peralatan mengakibatkan suatu kecelakaan kerja beserta
seluruh akibatnya. Teori tersebut memperluas prinsip penerapan keselamatan kerja,
bahwa upaya yang perlu dilakukan tidak sekedar memperbaiki suatu kondisi tidak
aman (unsafe condition) melainkan juga mengoreksi tindakan manusia yang
berbahaya (unsafe action).

Selanjutnya, menurut teori Frank E Bird sebagaimana dikutip dari buku


Psikologi Industri & Sosial Anoraga, 2008, menyatakan bahwa sebab utama
kecelakaan akibat ketimpangan sistem manajemen, sedangkan unsafe condition dan
unsafe action pada hakekatnya merupakan gejala saja. Maka perbaikan harus
ditujukan ke arah perubahan sistem manajemen yang diwujudkan dalam bentuk
keterpaduan semua kegiatan produksi dan penerapan keselamatan kerja. Demikian
juga upaya mencegah terjadinya penyakit akibat kerja atau gangguan kesehatan.
Penyakit akibat kerja hakikatnya bersifat arti ficial, terjadi akibat resiko pekerjaan,
sesungguhnya dapat dicegah atau dihindarkan sendiri mungkin.

Beban kerja yang mungkin dihadapi pekerja dapat berupa beban fisik,
mental dan sosial yang masing – masing mempunyai dampak yang berbeda pula.
Penempatan yang tepat pada jenis pekerjaan sesuai dengan bakat, keterampilan,
motivasi dan sebagainya sangat besar peranannya dalam mencegah timbulnya
berbagai macam gangguan kesehatan. Demikian juga kapasitas kerja seseorang
yang tergantung pada kesegaran jasmani, gizi, jenis kelamin, usia, ukuran tubuh
dan sebagainya, merupakan faktor penting dalam upaya mengurangi kemungkinan
terjadinya penyakit akibat kerja.
12

Secara garis besar tujuan pokok diterapkannya K3 adalah untuk mencegah


terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Faktor penyebab kejadian
kecelakaan harus dapat teridentifikasi dan rangkaian kegiatan ini diartikan sebagai
fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengawasan. Penyebab paling mendasar kecelakaan meliputi :

 Kelemahan sistem manajemen, seperti tidak ada perhatian terhadap K3,


organisasi tidak jalan, tidak ada prosedur kerja, tidak ada pencatatan atau
pelaporan, tidak ada pengawasan atau monitoring.
 Faktor manusia atau pribadi (unsafe action) seperti kurang pengetahuan atau
keterampilan dan pengalaman, kelelahan atau fisik tidak sehat atau mental
belum siap dan kecerobohan.
 Faktor keadaan tidak aman, seperti lingkungan kerja tidak memenuhi
standart, mesin, cara kerja, sifat pekerjaan dan proses produksi.

2.2. Kecelakaan Kerja

2.2.1. Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan menurut M. Sulaksmono, 1997 adalah “suatu kejadian tak


diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah
diatur”.

Kecelakaan terjadi tanpa disangka – sangka dan dalam sekejap mata, dan
setiap kejadian menurut Benneth Silalahi (1995) terdapat empat faktor yang
bergerak dalam satu kesatuan berantai yaitu lingkungan, bahaya, peralatan, dan
manusia. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan
perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi di
karenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam
hal ini, terdapat 2 (dua) permasalahan penting yaitu :

1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan


2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan

Kadang – kadang kecelakaan akibat kerja diperluas ruang lingkupnya,


sehingga juga meliputi kecelakaan – kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat
13

perjalanan atau transport ke tempat kerja. Kecelakaan – kecelakaan di rumah atau


cuti, dan lain – lain adalah di luar makna kecelakaan akibat kerja, sekalipun
pencegahannya sering dimasukkan program keselamatan perusahaan. Kecelakaan
– kecelakaan demikian termasuk kepada kecelakaan umum hanya saja menimpa
tenaga kerja di luar pekerjaanya.

Terdapat 3 (tiga) kelompok kecelakaan :

1. Kecelakaan akibat kerja di perusahaan


2. Kecelakaan lalu lintas
3. Kecelakaan di rumah

Bahaya pekerjaan adalah faktor – faktor dalam hubungan pekerjaan yang


dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor –
faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan. Jika kecelakaan telah terjadi,
maka bahaya tersebut adalah sebagai bahaya nyata.

2.2.2. Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

Penyebab kecelakaan kerja di tempat kerja pada dasarnya dapat di


kelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Kondisi berbahaya yang selalu berkaitan dengan :


 Mesin, peralatan, bahan, dan lain – lain
 Lingkungan kerja : kebisingan, penerangan, dan lain – lain
 Proses produksi : waktu kerja, sistem, dan lain – lain
 Sifat kerja
 Cara kerja
2. Tindakan berbahaya dalam beberapa hal yang dapat di latar belakangi oleh
faktor – faktor :
 Kurangnya pengetahuan dan keterampilan
 Cacat tubuh yang tidak terlihat
 Keletihan dan kelelahan
 Sikap dan tingkah laku yang tidak aman
14

Sedangkan penyebab dasarnya terdiri dari dua faktor manusia atau pribadi
(personal faktor) dan faktor kerja atau lingkungan kerja.

1. Faktor manusia atau pribadi, meliputi : kurangnya kemampuan fisik, mental


dan psikologi, kurangnya atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan atau
keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup atau salah.
2. Faktor kerja atau lingkungan meliputi : tidak cukup kepemimpinan dan
pengawasan, tidak cukup rekayasa (engineering), tidak cukup pembelian
atau pengadaan barang, tidak cukup perawatan (maintenance), tidak cukup
alat - alat, perlengkapan dan barang - barang atau bahan - bahan, tidak cukup
standar-standar kerja, penyalahgunaan. (Sugeng Budiono, 2003)

Secara umum ada 2 (dua) penyebab terjadinya kecelakaan kerja yaitu


penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes),

1. Penyebab Langsung

Penyebab langsung atau kecelakaan adalah suatu keadaan yang biasanya bisa
dilihat dan dirasakan langsung, yang dibagi dalam 2 (dua) kelompok:

1) Tindakan - tindakan tidak aman (unsafe action).


2) Kondisi - kondisi yang tidak aman (unsafe conditions)

2. Penyebab Dasar

Terdiri dari 2 (dua) faktor yaitu faktor manusia atau pribadi dan faktor kerja atau
lingkungan kerja.

1) Faktor manusia atau pribadi, antara lain karena : kurangnya kemampuan


fisik, mental dan psikologi, kurangnya atau lemahnya pengetahuan dan
ketrampilan atau keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup atau salah.
2) Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena : tidak cukup kepimpinan
atau pengawasan, tidak cukup rekayasa, tidak cukup pembelian atau
pengadaan barang, tidak cukup perawatan, tidak cukup standar – standar
kerja, penyalahgunaan (Sugeng Budiono, 2003).
15

2.2.3. Pencegahan dan Pengendalian Kecelakaan Kerja

Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk


mengenal dan menemukan sebab - sebabnya bukan gejala - gejalanya untuk
kemudian sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan. Setelah ditentukan sebab -
sebab terjadinya kecelakaan atau kekurangan - kekurangan dalam sistem atau
proses produksi, sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian yang tepat
(Sukri Sahab, 1997).

Berbagai cara yang umum digunakan untuk meningkatkan keselamatan


kerja dalam industri dewasa ini diklasifikasikan sebagai berikut :

 Peraturan - peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal -


hal seperti kondisi kerja umum, perancangan, konstruksi, pemeliharaan,
pengawasan, pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban -
kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan,
pertolongan pertama dan pemeriksaan kesehatan.
 Standarisasi, yaitu menetapkan standar - standar resmi, setengah resmi,
ataupun tidak resmi.
 Pengawasan, sebagai contoh adalah usaha - usaha penegakan peraturan
yang harus dipatuhi.
 Riset teknis, termasuk hal - hal seperti penyelidikan peralatan dan ciri - ciri
dari bahan berbahaya, penelitian tentang pelindung mesin, pengujian
masker pernafasan, penyelidikan berbagai metode pencegahan ledakan gas
dan debu dan pencarian bahan - bahan yang paling cocok serta perancangan
tali kerekan dan alat kerekan lainya.
 Riset medis, termasuk penelitian dampak fisiologis dan patologis dari faktor
- faktor lingkungan dan teknologi, serta kondisi - kondisi fisik yang amat
merangsang terjadinya kecelakaan.
 Riset psikologis, sebagai contoh adalah penyelidikan pola - pola psikologis
yang dapat menyebabkan kecelakaan.
 Riset statistik, untuk mengetahui jenis - jenis kecelakaan yang terjadi,
berapa banyak, kepada tipe orang yang bagaimana yang menjadi korban,
dalam kegiatan seperti apa saja yang menjadi penyebab.
16

 Pendidikan, meliputi subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam


akademi teknik, sekolah dagang ataupun kursus magang.
 Pelatihan, sebagai contoh yaitu pemberian instruksi - instruksi praktis bagi
para pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal - hal keselamatan kerja.
 Persuasi, sebagai contoh yaitu penerapan berbagai metode publikasi dan
imbauan untuk mengembangkan kesadaran akan keselamatan.
 Asuransi, yaitu merupakan usaha untuk memberikan perlindungan dengan
memberikan jaminan terhadap kecelakaan yang terjadi.
 Tindakan - tindakan pengamanan yang dilakukan oleh masing-masing
individu (ILO: 1989:20-22).

Namun demikian, teknik pengendalian, pencegahan dan penanggulangan


terhadap kecelakaan kerja maupun bahaya - bahaya harus berpangkal dari 2 (dua)
faktor penyebab yaitu perbuatan berbahaya maupun kondisi berbahaya dan untuk
mengatasinya diperlukan usaha - usaha keselamatan dan kesehatan kerja. Adapun
usaha - usaha tersebut meliputi :

1. Mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan, kebakaran, peledakan,


dan penyakit akibat kerja.
2. Mengamankan mesin, instalasi, peralatan kerja, bahan baku dan bahan hasil
produksi. Sehingga nyaman, sehat, dan terdapat penyesuaian antara
pekerjaan dengan manusia dan sebaliknya manusia dengan pekerjaan (ILO
1989:20).

Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan saat ini bukan


saja diperhatikan dan dikontrol oleh unsur pemerintah saja, tapi juga oleh pihak
seperti pemerhati keselamatan dan kesehatan kerja dan internasional.

Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila semua pihak yang terkait dengan
keselamatan dan kesehatan kerja mengambil langkah yang strategis di dalam
menangani keselamatan dan kesehatan kerja mengambil langkah yang strategis
didalam menangani keselamatan dan kesehatan kerja agar mencapai nihil
kecelakaan.
17

Upaya kesasaran ini memang tidak mudah karena hal ini memerlukan
berbagai macam pendukung, paling tidak dengan penerapan – penerapan atau
program - program Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) :

1. Secara preventif : kemauan (Commitment) manajemen dan keterlibatan


pekerja, analisis resiko ditempat kerja, pencegahan dan pengendalian
bahaya, pelatihan bagi pekerja, penyelia dan manajer.
2. Secara Represif : Analisis kasus kecelakaan kerja yang telah terjadi (Sugeng
Budiono, 2003).

2.2.4. Pelaksanaan Pencegahan Kecelakaan Kerja

Pencegahan kecelakaan pada dasarnya merupakan tanggung jawab para


manajer lini, penyelia, mandor kepala, dan kepala urusan. Fungsionaris lini wajib
memelihara kondisi kerja yang selamat sesuai dengan ketentuan pabrik. Di lain
pihak, para kepala urusan wajib senantiasa mencegah jangan sampai terjadi
kecelakaan. Pemeliharaan keadaaan selamat dan pencegahan kecelakaan adalah
satu fungsi yang sama.

Teknik pelaksanaan pencegahan kecelakaan harus didekati dari dua aspek


diatas, yakni aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak, dan
sebagainya) dan perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang
berkaitan). Baiklah ulas aspek manusia terlebih dahulu, kemudian aspek perangkat
kerasnya (Benneth Silalahi, 1995).

1. Aspek Manusia
Pencegahan kecelakaan dipandang dari aspek manusianya harus bermula
pada hari pertama ketika semua karyawan mulai bekerja. Setiap karyawan
harus diberitahu secara tertulis uraian mengenai jabatannya yang mencakup
fungsi, hubungan kerja, wewenang dan tanggung jawab, tugas serta syarat -
syarat kerjanya. Setelah itu harus dipegang prinsip bahwa kesalahan utama
sebagian besar kecelakaan, kerugian, atau kerusakan terletak pada karyawan
yang kurang bergairah, kurang terampil dan pengetahuan, kurang tepat,
terganggu emosinya, yang pada umumnya menyebabkan kecelakaan dan
18

kerugian. Adapun pokok - pokok peningkatan kesadaran keselamatan dan


kesehatan kerja dikalangan karyawan yaitu :
 Pengertian
Memberikan pengertian yang sebaik - baiknnya kepada karyawan mengenai
cara bagaimana mereka harus bekerja secara benar, tepat, cepat, dan
selamat.
 Dasar keselamatan kerja
Meyakinkan mereka, bahwa keselamatan kerja dan kesehatan kerja
mempunyai dasar - dasar yang sama pentingnya dengan kualitas atau mutu
dan target.
 Pelaksanaan kerja
Memberikan pengertian yang mendalam kepada mereka, bahwa cara - cara
pelaksanaan pengamanan kerja yang dipaksakan tanpa disertai kesadaran
mungkin akan berakibat lebih buruk bila dibandingkan dengan pelanggaran
suatu peraturan.
 Tanggung jawab
Berusaha dengan bersungguh - sungguh agar seluruh isi program K3
menjadi tanggung jawab setiap karyawan demi kepentingan bersama.
 Pengamatan lingkungan
Melakukan pengamatan dan pengawasan secara terus menerus terhadap
pelaksanaan kerja dan lingkungan dengan baik, sehingga dapat dipastikan
bahwa setiap karyawan telah dapat membiasakan diri bekerja dengan
perilaku sebaik - baiknya dan selamat.
2. Aspek Peralatan
Dari aspek peralatan, pencegahan kecelakaan harus diadakan dengan
terlebih dahulu menyusun berbagai sistem dalam perusahaan. Ancangan
sistem ternyata lebih baik dibanding cara lain. Ancangan ini meliputi
langkah - langkah berikut :
 Sasaran mengendalikan kemungkinan - kemungkinan kecelakaan atau
kerugian lainnya.
 Apa yang diharapkan dari sasaran mengurangi jumlah keseluruhan keugian
perusahaan dalam masa anggaran yang sedang berjalan.
19

 Langkah - langkah seluruh peralatan yang dipergunakan harus terlindung


dari kemungkinan berinteraksi dengan manusia atau peralatan lain sehingga
menimbulkan kejadian - kejadian atau keadaan yang membahayakan
manusia, peralatan itu sendiri dan lingkungan (Bennett Silalahi, 1995).

2.3. Pengertian Kesehatan Kerja

Pengertian kesehatan kerja adalah adanya jaminan kesehatan pada saat


melakukan pekerjaan. Menurut WHO dan ILO (1995), kesehatan kerja bertujuan
untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang
setinggi - tingginya bagi pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap
gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi perlindungan bagi
pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan
penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan
penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau
jabatannya.

Kesehatan kerja menurut Suma’mur didefinisikan sebagai spesialisasi


dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya, agar masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi - tingginya, baik fisik atau mental maupun
sosial dengan usaha - usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit – penyakit atau
gangguan - gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor - faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit - penyakit umum.

Notoatmodjo menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah merupakan


aplikasi kesehatan masyarakat didalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik,
kantor, dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah
masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahan tersebut. Ciri pokoknya
adalah preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan).
Oleh sebab itu, dalam kesehatan kerja pedomannya ialah penyakit dan kecelakaan
akibat kerja dapat dicegah. Dari aspek ekonomi, penyelenggaraan kesehatan kerja
bagi suatu perusahaan adalah sangat menguntungkan karena tujuan akhir dari
kesehatan kerja ialah meningkatkan produktifitas seoptimal mungkin.
20

Secara eksplisit rumusan atau batasannya adalah bahwa hakikat kesehatan


kerja mencakup 2 (dua) hal yaitu :

1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi - tingginya


2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada
meningkatnya efisiensi dan produktifitas

Apabila kedua prinsip tersebut dijabarkan ke dalam bentuk opersional,


maka tujuan utama kesehatan kerja adalah :

 Pencegahan dan pemberantasan penyakit - penyakit dan kecelakaan -


kecelakaan akibat kerja.
 Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
 Perawatan mempertinggi efisiensi dan produktifitas tenaga kerja.
 Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta
kenikmatan kerja.
 Perlindungan bagi masyarakat sekitar dari bahaya - bahaya pencemaran
yang di timbulkan oleh perusahaan tersebut.
 Perlindungan bagi masyarakat luas dari bahaya - bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk - produk perusahaan.

2.3.1. Masalah Kesehatan Kerja

Beberapa masalah pelayanan kesehatan kerja di perusahaan (A.Siswanto,


2007), yaitu :

 Pelayanan kesehatan di perusahaan umumnya bersifat kuratif, sedangkan


pendekatan secara prefentif biasanya kurang mendapat perhatian terlebih
untuk pendekatan promosional.
 Pengertian dan kesadaran pimpinan perusahaan dan pekerja terhadap
kesehatan umumnya masih jauh dari yang diharapkan, kecuali dibeberapa
perusahaan tertentu saja yang telah betul – betul menerapkan program
pelayanan kesehatan kerja.
21

 Kedudukan organisasi kesehatan di perusahaan umumnya masih berada


pada tingkatan yang rendah, yaitu dibawah bagian unit kepegawaian,
sehingga unit kesehatan dalam program pelayanan kesehatan kerja di
perusahaan kurang mendapat tanggapan yang selayaknya.
 Dokter – dokter perusahaan umumnya bekerja tidak secara penuh sehingga
kemampuan mereka untuk mengembangkan pelayanan di perusahaan
terbatas.
 Lingkungan kerja perusahaan kurang manusiawi dan bahkan tidak jarang
keadaannya berada pada tingkat yang membahayakan terhadap kesehatan
maupun keselamatan pekerja.
 Keadaan gizi pekerja masih belum mendukung produktifitas kerja.
 Perencanaan tentang penyerasian manusia dan mesin atau pekerjaan serta
cara kerja yang sesuai dengan prinsip ergonomic umumnya belum atau tidak
diperhatikan.

2.3.2. Program Kesehatan Kerja

Dalam melaksanakan program kesehatan kerja di butuhkan dokter yang


disetujui oleh pimpinan perusahaan yang memiliki kemampuan untuk
mengembangkan kesehatan kerja. Dokter perusahaan dapat berperan aktif dalam
proses penentuan suatu keputusan tentang program pelayanan kesehatan kerja di
perusahaan. Program pelayanan kesehatan kerja di perusahaan harus dimanfaatkan
untuk kepentingan pengusaha dan tenaga kerja, serta semua orang yang berada di
lingkungan perusahaan. Disamping itu perlu diperhatikan (Economic Feasibility)
dari perusahaan yang bersangkutan.

Program pelayanan kesehatan kerja meliputi :

 Pemeriksaan kesehatan meliputi pemeriksaan sebelum bekerja, kesehatan


berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus.
 Diagnosa dan pengobatan penyakit baik umum maupun penyakit akibat
kerja, termasuk rehabilitasnya.
 Monitoring dan evaluasi tempat – tempat kerja secara berkala.
22

 Pengamanan bahan kimia di tempat kerja.


 Latihan dan pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja bagi
tenaga kerja secara berkala dan berkesinambungan.
 Pengadaan alat pelindung diri.
 Pencatatan dan perlaporan pelayanan kesehatan kerja.
 Penelitian epidermiologis untuk mengetahui dampak lingkungan kerja.
 Mengevaluasi secara berkala efektifitas dari program kesehatan kerja yang
telah dilaksanakan.
 Usaha – usaha lain, misalnya kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana.

2.3.3. Pelayanan Kesehatan

Menurut Permenakertrans No. 3/MEN/1982 Pasal 1, pelayanan kesehatan


kerja adalah suatu usaha kesehatan yang dilaksanakan dengan tujuan :

 Memberikan bantuan pada tenaga kerja dalam menyesuaikan diri terutama


dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja.
 Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan yang timbul dari
pekerjaan atau lingkungan kerja.
 Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
tenaga kerja.
 Memberikan pengobatan, perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja
yang menderita sakit.

2.3.4. Program Pelayanan Kesehatan Kerja

Program – program pelayanan kesehatan kerja yang dianjurkan adalah (Erna


Treaningsih, 2008) :

 Pelayanan Preventif
Pelayanan ini diberikan guna mencegah terjadinya penyakit akibat kerja,
penyakit menular di lingkungan kerja dengan menciptakan kondisi pekerja
dan mesin atau tempat kerja agar ergonomis, menjaga kondisi fisik maupun
23

lingkungan kerja yang memadai dan tidak menyebabkan sakit atau


membahayakan pekerja serta menjaga pekerja tetap sehat.
 Pelayanan Promotif
Peningkatan kesehatan pada pekerja dimaksudkan agar keadaan fisik dan
mental pekerja senantiasa dalam kondisi baik. Pelayanan ini diberikan
kepada tenaga kerja yang sehat dengan tujuan untuk meningkatkan
kegairahan kerja, mempertinggi efisiensi dan daya produktifitas tenaga
kerja.
 Pelayanan Kuratif
Pelayanan pengobatan terhadap tenaga kerja yang menderita sakit akibat
kerja dengan pengobatan spesifik berkaitan dengan pekerjaannya maupun
pengobatan umumnya serta upaya pengobatan untuk mencegah meluas
penyakit menular di lingkungan pekerjaan. Pelayanan ini diberikan kepada
tenaga kerja yang sudah memperlihatkan gangguan kesehatan atau gejala
dini dengan mengobati penyakitnya supaya cepat sembuh dan mencegah
komplikasi atau penularan terhadap keluarganya ataupun teman kerjanya.
 Pelayanan Rehabilitatif
Pelayanan ini diberikan kepada pekerja karena penyakit parah atau
kecelakaan parah yang telah mengakibatkan cacat, sehingga menyebabkan
ketidakmampuan bekerja secara permanen, baik sebagian atau seluruh
kemampuan bekerja yang biasanya mampu dilakukan sehari - hari.

2.4. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Program keselamatan dan kesehatan kerja merupakan usaha untuk


menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari
kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan akibat kerja.
Kecelakaan kerja dapat menimbulkan kerugian baik bagi tenaga kerja, pengusaha,
pemerintah dan masyarakat, oleh sebab itu diperlukan langkah atau sistem
manajemen K3 diantaranya melalui identifikasi bahaya dan rekomendasi tindakan
pengendalian efektif sehingga dapat mencegah, mengurangi terjadinya kecelakaan
kerja secara maksimal.
24

Penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja tidak boleh dianggap


sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
menghabiskan banyak biaya perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk
investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa
yang akan datang.

Pencegahan kecelakaan pada umumnya dilakukan dengan


mengurangi (unsafe conditions) secara rekayasa dan (unsafe action) dengan dasar
motivasi untuk memenuhi kewajiban mengikuti peraturan atau perundangan yang
berlaku. Kegiatan pencegahan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Soemirat,
1997) :

1. Retrospektif yaitu kegiatan pencegahan setelah terjadi kecelakaan. Kegiatan ini


berupa investigasi, analisis, evaluasi dan pengendalian kecelakaan berdasarkan
pengalaman dan biasanya hanya diterapkan pada kecelakaan yang parah. Hal
ini bukan kebijakan yang baik di karenakan :
 Kecelakaan tidak selalu berakhir dengan jejas
 Kecelakaan parah hanya terjadi satu kali dari 600 jejas
 (Frequency dan severity) sama pentingnya dalam evaluasi (safety)
2. Prospektif yaitu kegiatan pencegahan sebelum kecelakaan terjadi seperti
melakukan inspeksi bahaya secara rutin, analisis, pengendalian, diklat dan
supervisi. Kegiatan pencegahan ini cukup efektif menurunkan angka
kecelakaan, tetapi masih banyak sektor industri yang mempunyai angka
kecelakaan cukup tinggi terutama sektor pertambangan dan konstruksi.
Tindakan kontrol atau pengendalian kecelakaan bertujuan untuk mencegah,
mengeliminasi atau mengurangi faktor bahaya yang ada di lingkungan kerja
sehingga dapat memperkecil kemungkinan dan angka kecelakaan kerja. Jenis
tindakan pengendalian yang dipilih oleh manajemen perusahaan hendaknya
memperhatikan hal - hal di bawah ini :
 Tindakan pengendalian cukup mengontrol paparan yang dapat
mengakibatkan resiko
 Tidak menciptakan bahaya lain
25

 Membuat pekerja melakukan pekerjaannya tanpa perasaan stres atau tidak


nyaman
Dalam manajemen bahaya (hazard management) dikenal lima prinsip
pengendalian bahaya yang bisa digunakan secara bertingkat atau bersama - sama
untuk mengurangi atau menghilangkan tingkat bahaya, yaitu (Ridley, 2008) :
 Eliminasi yaitu menghilangkan suatu bahan atau tahapan proses berbahaya
 (Substitution engineering control) yaitu penggantian bahan, alat, proses
yang dianggap berbahaya dengan bahan, alat, proses yang mempunyai
fungsi dan prinsip kerja yang sama, namun faktor bahayanya lebih kecil
 Rekayasa engineering seperti pemasangan alat pelindung atau isolasi bahaya
mesin (mechine guarding) pemasangan (general dan local ventilation),
pemasangan alat sensor otomatis
 Pengendalian administratif terdiri dari sosialisasi pelatihan, pembuatan
(Standar Operasional Prosedur) SOP, sasaran, program manajemen,
pemantauan, pengukuran, penggantian shift kerja dan lain - lain
 Pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) dan infrastruktur K3 seperti helmet,
safety, safety shoes, ear plug atau muff, safety belt, safety goggles, hand
gloves, respirato dan lain – lain

Penentuan jenis tindakan pengendalian disesuaikan dengan tipe bahaya


pekerjaan dan pertimbangan atau estimasi biaya pengendalian yang dapat diterima
oleh manajer (Fine, 1971). Pada umumnya, ada tiga tahap penting dimana prinsip
atau tindakan pengendalian di atas sebaiknya diimplementasikan, yaitu :
 Pada saat pekerjaan dan fasilitas kerja sedang dirancang
 Pada saat prosedur operasional sedang dibuat
 Pada saat perlengkapan atau peralatan kerja dibeli
Menurut hirarki upaya pengendalian, alat pelindung diri merupakan hirarki
terakhir dalam melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dari potensi
kemungkinan bahaya. Alat pelindung diri dipilih setelah pengendalian teknik
dan administratif tidak mungkin lagi diterapkan. Jenis alat pelindung diri yang
digunakan harus sesuai dengan potensi bahaya yang dihadapi serta sesuai dengan
bagian tubuh yang perlu dilindungi. Sebagaimana tercantum dalam undang -
26

undang No 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pasal 12 mengatur mengenai


hak dan kewajiban tenaga kerja untuk memakai alat pelindung diri. Selain itu
pasal 14 menyebutkan bahwa pengusaha wajib menyediakan secara cuma - cuma
sesuai alat pelindung diri yang di wajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja
tersebut, disertai dengan petunjuk yang diperlukan.

2.5. Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Sugandi, 2003. Tujuan dari program keselamatan dan kesehatan


kerja adalah untuk menciptakan lingkungan dan perilaku kerja yang dapat
menunjang keselamatan dan kesehatan kerja itu sendiri, serta membangun dan
mempertahankan lingkungan kerja fisik yang aman dan sehat sehingga kesehatan
karyawan dapat terjaga dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah.

2.6. Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan


oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Permennaker No. Per. 01/Men/1981) yang
akan berakibat cacat sebagian maupun cacat total. Cacat Sebagian adalah hilangnya
atau tidak fungsinya sebagian anggota tubuh tenaga kerja untuk selama - lamanya.
Sedangkan cacat total adalah keadaan tenaga kerja tidak mampu bekerja sama
sekali untuk selama – lamanya.

Penyakit akibat hubungan kerja (Work Related Diseases) yaitu penyakit yang
dicetuskan, dipermudah atau diperberat oleh pekerjaan. Penyakit ini disebabkan
secara tidak langsung oleh pekerjaan dan biasanya penyebabnya adalah berbagai
jenis faktor.

2.6.1. Faktor - fakor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Faktor Fisik
 Suara tinggi atau bising menyebabkan ketulian.
 Temperatur atau suhu tinggi menyebabkan Hyperpireksi, Milliaria, heat
Cramp, Heat Exhaustion, Heat Stroke.
27

 Radiasi sinar elektromagnetik infra merah menyebabkan katarak,


ultraviolet menyebabkan konjungtivitis, radioaktrif / alfa / beta / gama /
X menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh manusia.
 Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
 Getaran menyebabkan Reynaud’s Disease, Gangguan proses
metabolisme, Polineurutis.
Golongan Kimia
 Asal bahan baku, bahan tambahan, hasil antara, hasil samping, hasil
(produk), sisa produksi atau bahan buangan.
 Bentuk zat padat, cair, gas, uap maupun partikel.
 Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran
pencernaan, kulit dan mukosa
 Masuknya dapat secara akut dan secara kronis
 Efek terhadap tubuh iritasi, alergi, korosif, Asphyxia, keracunan
sistemik, kanker, kerusakan atau kelainan janin, pneumoconiosis, efek
bius (narkose), Pengaruh genetic.
Golongan Biologi
 Berasal dari virus, bakteri, parasit, jamur, serangga, binatang buas, dll
Golongan Ergonomi dan fisiologi
 Akibat cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang salah,
Kontruksi salah.
 Efek terhadap tubuh kelelahan fisik, nyeri otot, deformitas tulang,
perubahan bentuk, dislokasi.
Golongan mental Psikologi
 Akibat suasana kerja monoton dan tidak nyaman, hubungan kerja
kurang baik, upah kerja kurang, terpencil, tak sesuai bakat.
 Manifestasinya berupa stres.

2.7. Teori Kecelakaan Kerja

Menurut Heinrich, daftar kerugian tak langsung akibat kecelakaan, sebagai


berikut :
a. Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan yang luka.
28

b. Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan yang terhenti bekerja karena :


 Rasa ingin tahu
 Rasa simpati
 Membantu menolong karyawan yang terluka
 Alasan – alasan lain
c. Kerugian akibat hilangnya waktu bagi para mandor, penyelia atau para
pimpinan lain antara lain sebagai berikut :
 Membantu karyawan yang terluka
 Menyelidiki penyebab kecelakaan
 Mengatur agar proses produksi ditempat karyawan yang terluka agar
dapat dilanjutkan oleh karyawan lainnya
 Memilih, atau menerima karyawan baru untuk menggantikan posisi
karyawan yang terluka
 Menyiapkan laporan peristiwa kecelakaan atau menghadiri dengan
pendapat sebelum dikeluarkan suatu penjelasan
 Kerugian akibat penggunaan waktu dari petugas pemberi
pertolongan pertama, apabila pembiayaan ini tidak ditanggung oleh
perusahaan asuransi
 Kerugian akibat rusaknya mesin atau peralatan lainnya oleh karena
tercemarnya bahan – bahan baku atau material
 Kerugian akibat terganggunya produksi, kegagalan memenuhi
pesanan pada waktunya, kehilangan bonus, pembayaran denda
ataupun akibat lainnya yang serupa
 Kerugian akibat pelaksanaan sistem kesejahteraan dan masalah bagi
karyawan
 Kerugian akibat keharusan untuk meneruskan pembayaran upah
penuh bagi karyawan yang dulu terluka setelah mereka kembali
bekerja, walaupun mereka hanya menghasilkan separuh dari
kemampuannya pada saat normal kembali
 Kerugian akibat hilangnya kesempatan memperoleh laba dari
produktifitas karyawan yang luka dan akibat mesin yang
menganggur
29

 Kerugian yang timbul akibat ketegangan ataupun menurunnya


moral kerja akibat kecelakaan tersebut
 Kerugian biaya umum per karyawan yang luka, misalnya biaya
penerangan, pemanasan sewa dan hal lainnya serupa yang terus
berlangsung semasa karyawan yang terluka tidak berproduktif

2.8. Pengertian Piramida Kecelakaan

Piramida Kecelakaan Kerja menggambarkan statistik urutan (rangkaian)


kejadian yang terjadi menuju 1 (satu) kecelakaan fatal (kematian atau cacat
permanen) Piramida kecelakaan kita gambarkan sebagai suatu bangunan, maka
lantai dasar dari piramida tersebut adalah 10.000 sumber bahaya. Lalu lantai ke 2
(dua) adalah 600 kejadian nyaris celaka, lantai ke 3 (tiga) adalah 30 kecelakaan
yang mengakibatkan kerusakan alat, lantai ke 4 (empat) 10 kecelakaan ringan dan
lantai teratas adalah 1 kecelakaan luka serius dan berakibat kematian. Pola
perbandingan rumus piramida itu adalah 1 : 10 : 30 : 600 : 10.000. Lebih jelasnya
dapat dijabarkan dalam teori piramida kecelakaan kerja sebagai berikut :

Seorang Thomas R. Krause telah memunculkan sebuah ide yang


menyebutkan bahwa Piramida Kecelakaan Heirinch tersebut tidak sepenuhnya
benar. Ia beralasan bahwa masih banyak kecelakaan kerja berat ataupun fatal yang
tidak hilang meskipun kita telah mencoba sekuat tenaga untuk mengurangi kejadian
nearmiss yang ada dari data Open Government Partnership (OGP) dengan istilah
Injury Frequency Rate (IFR) untuk mencari angka tingkat kecelakaan luka ringan,
luka serius dan kecelakaan fatal cacat atau kematian dan Injury Severity Rate (ISR)
untuk mencari angka tingkat keparahan kecelakaan kerja menggunakan konstanta
perkalian pada denominator 1.000.000. Angka tersebut dipakai untuk
menggambarkan jumlah tenaga kerja sebanyak 500 orang yang bekerja selama satu
tahun (2000 jam kerja), sehingga didapatkan 2000 dikali 500 menjadi 1.000.000.
30

Gambar 2.1. Piramida Kecelakaan


Sumber : Heinrich Pyramida
Pada gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa untuk setiap 1 (satu) kecelakaan
yang mengakibatkan luka gawat atau meninggal dunia, telah terjadi :
 10 kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan
 30 kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan benda atau material
 600 insiden tanpa luka kerusakan atau kerugian
Selain di atas tersebut, banyak teori yang mencoba mengungkapkan
kerugian dari kecelakaan kerja, salah satunya teori gunung es, sebagai dijelaskan
pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Dampak Kecelakaan (Teori Gunung Es)


Sumber : Heinrich Pyramida
31

Penjelasan teori gunung es


 Kecelakaan dapat menimbulkan kerugian
 Kerugian yang timbul akibat adanya kecelakaan ada yang terlihat jelas atau
berdampak jelas berupa kehilangan material atau jiwa manusia dan kerugian
lain yang dapat dihitung secara pasti ada juga yang tidak jelas terlihat atau
terasa dampaknya bahkan dampak kecelakaan dirasakan setelah lama
kejadian kecelakaan itu sendiri
 Jenis kerugian diibaratkan gunung es, yang mana kerugian yang jelas atau
dapat dihitung merupakan hanya puncak gunung es yang terlihat
dipermukaan laut, sedangkan kerugian yang tidak tampak atau dampaknya
tidak langsung berupa kerugian material layaknya seperti badan gunung
yang tersembunyi dalam air, yang besar justru melebihi puncaknya dan terus
membesar sampai dasar gunung
 Pada kenyataanya, kerugian yang terbesar yang merupakan kerugian yang
tidak tergantikan adalah dampak atau kerugian yang tak jelas terlihat namun
berbeda, karena jenis kerugian ini adalah sesuatu resiko yang tidak dapat
dialihkan ke perusahaan asuransi. Seperti hilangnya kepercayaan
masyarakat dan pencemaran nama baik akibat terjadinya kegagalan atau
kesalahan yang menimbulkan kecelakaan yang fatal

2.9. Root Cause Analysis (RCA)

Root Cause Analysis (RCA) Adalah suatu metode pemecahan masalah


yang bertujuan untuk mengidentifikasi akar penyebab masalah atau peristiwa.
Praktek Root Cause Analysis (RCA) didasarkan pada keyakinan bahwa masalah –
masalah yang terbaik dipecahkan dengan memperbaiki atau menghilangkan akar
penyebab, bukan hanya untuk segera mengatasi gejala yang jelas. Dengan
mengarahkan langkah – langkah perbaikan pada akar permasalahan, di harapkan
bahwa kemungkinan terulangnya masalah akan diperkecil. Demikian Root Cause
Analysis (RCA) sering dianggap sebagai suatu proses berulang – ulang dan sering
dipandang sebagai alat perbaikan terus menerus. Secara luas Root Cause Analysis
(RCA) dapat digolongkan menjadi 5 (lima) kriteria yang dinamai sesuai bidang
32

dasarnya seperti berbasis keamanan, berbasis produksi, berbasis proses, berbasis


kegagalan, dan berbasis sistem.

a. RCA berbasis keamanan biasanya diterapkan di kecelakaan bidang analisis


dan keselamatan dan kesehatan
b. RCA berbasis produksi memiliki asal – usul di bidang pengawasan mutu
untuk industri manufaktur
c. RCA berbasis proses pada dasarnya merupakan lanjutan untuk RCA
berbasis produksi, tetapi dengan lingkup yang diperluas untuk menyertakan
proses bisnis
d. RCA berbasis kegagalan berakar pada kegagalan praktek analisis yang
digunakan dalam rekayasaan dan pemeliharaan
e. RCA berbasis sistem muncul sebagai sebuah penggabungan dari kriteria
sebelumnya, bersama dengan ide – ide yang diambil dari bidang – bidang
seperti manajemen perubahan, manajemen risiko, dan analisis sistem.

Gambar 2.3. Dasar Root Cause Analysis


Sumber : Think reliability, 2009
2.9.1. Elemen Dasar Root Cause Analysis (RCA)

Root cause analysis (RCA) memiliki elemen – elemen dasar sebagai


berikut :

a. Bahan
 Bahan baku cacat
 Tipe pekerjaan yang salah
33

 Kurangnya bahan baku


b. Mesin atau Peralatan
 Salah pilihan alat
 Kurangnya pemeliharaan atau desain
 Kurangnya penempatan peralatan atau alat
 Peralatan yang rusak atau alat
c. Lingkungan
 Tempat kerja yang tidak rapi
 Desain atau tata letak pekerjaan
 Tempat kerja kurang terawat
 Tuntutan fisik dari tugas
 Forces of nature
d. Manajemen
 Tidak atau kurangnya keterlibatan manajemen
 Kurangnya perhatian untuk tugas
 Tugas yang berbahaya tidak dijaga dengan benar
 Kurangnya perhatian
 Tuntutan stres
 Proses yang kurang sempurna
e. Metode
 Tidak ada atau kurangnya prosedur
 Praktek – praktek yang tidak sama dengan prosedur tertulis
 Kurangnya komunikasi
f. Sistem manajemen
 Pelatihan atau pendidikan kurang
 Kurangnya keterlibatan karyawan
 Kurangnya pengenalan bahaya
 Bahaya yang teridentifikasi sebelumnya tidak dihilangkan

2.9.2. Metode Cause Mapping

Pada metode cause mapping, kata root, pada root cause analysis (RCA)
merujuk pada penyebab yang ada dibawah permukaan. Kebanyakan organisasi
34

salah menggunakan root cause untuk mengidentifikasi penyebab utama. Terlalu


fokus pada penyebab tunggal sehingga menjadi batasan untuk memberi solusi yang
lebih baik.

Cause mapping menyediakan penjelasan visual menghapus kecelakaan


terjadi, dimana pendekatan ini menghubungkan hubungan cause-and-effect
individu untuk mengungkapkan sistem penyebab dalam sebuah persoalan. Root
adalah sistem dari penyebab yang menunjukkan pilihan yang berbeda dari solusi.

Metode cause mapping terdiri dari 3 (tiga) langkah dasar, yaitu :

1. Mengidentifikasi penyebab masalah


2. Menganalisa penyebab
Sebuah cause map adalah alat visual untuk mengumpulkan dan
mengorganisir penyebab kejadian tertentu. Cause map dapat dilihat dengan
berbagai tingkatan. Sebuah penyelidikan yang diberikan dapat dilihat pada
tingkat yang sangat tinggi dengan hanya beberapa penyebab di identifikasi,
atau kejadian yang sama dapat menjamin penyelidikan tambahan yang
membutuhkan lebih detail. Tingkat tinggi terperinci cause map tidak
bertentangan satu sama lain personal sederhana digambarkan dan dilihat
pada tingkat yang berbeda. Dengan menyediakan alat yang mengenali
semua kemungkinan penyebab dan berlabuh oleh organisasi secara
keseluruhan tujuan cause map dapat secara signifikan meningkatkan cara
orang berkomunikasi saat bekerja selalui masalah.

Mencegah atau mitigasi tiap dampak negatif pada tujuan dengan menyeleksi
solusi yang paling efektif. Langkah ini melibatkan 3 (tiga) bagian yang berbeda :

 Mengusulkan solusi yang mungkin


 Evaluasi solusi terbaik
 Menerapkan solusi (tindakan item) dipilih

Mengusulkan solusi yang mungkin. Setelah cause map telah cukup detail
dengan bukti – bukti pendukung, solusi yang mungkin dapat muncul kuncinya
adalah masalah, karena sebenarnya lebih mudah bagi orang untuk memberikan ide
35

untuk mengendalikan hanya satu alasan tertentu. Mengembangkan solusi yang


mungkin memiliki keuntungan lebih dari sekedar memperbaiki masalah.

Evaluasi solusi terbaik. Menentukan solusi yang mungkin akan benar –


benar efektif. Ini adalah inti dari langkah evaluasi. Ada banyak kemungkinan cara
untuk memecahkan masalah, tapi yang pokok adalah menemukan solusi terbaik.
Beberapa solusi yang mungkin tampak seperti ide – ide besar sampai
mempertimbangkan anggaran, kerangka waktu, sumber daya, pasar, kondisi
operasi, persyaratan kepatuhan, peraturan dan faktor lainnya. Solusi kombinasi
tertentu juga dapat lebih efektif dari pada kombinasi lainnya.

Melaksanakan solusi yang dipilih. Setiap dipilih solusi perorangan, atau


tindakan item, membutuhkan seseorang pemilik dan batas waktu untuk
implementasi. Pemilik dari “keseluruhan rencana aksi” juga dapat memastikan
bahwa semua tindakan yang telah selesai. Status mungkin harus dipantau dan
diperbarui secara berkala untuk memastikan bahwa kemajuan sedang dibuat.

Gambar 2.4. Cause Map


Sumber : Think reliability, 2009

Pendekatan cause map sangat dasar dan detail tergantung kepada persoalannya
(kejadian yang terjadi).

Effect Cause
Gambar 2.5. Building Block
Sumber : Think reliability, 2009

Investigasi persoalan dimulai dengan masalah dan mundur ke cause dengan


menggunakan pertanyaan why. Awal pertanyaan,”why did this effect happen?”
36

respon terhadap pertanyaan ini menyediakan cause, yang kemudian ditulis


disebelah kanan. Dimana pertanyaan ini akan berulang dan cause yang ditulis
terakhir menjadi pengaruh bagi pertanyaan why selanjutnya. Hal ini karena secara
fundamental cause merupakan penyebab dari sebuah kejadian dan berpengaruh
bersama untuk menciptakan rantai peristiwa.

Goal
Why? Because… Why? Because… Why? Because…
Impected
Why? Because… Why? Because…

Gambar 2.6. Langkah Cause Map


Sumber : Think reliability, 2009

Standar pertanyaan why, cenderung menciptakan hubungan linier cause-


and-effect, sehingga metode cause mapping juga menanyakan apa yang dibutuhkan
untuk menghasilkan effect adalah cause dari pengaruh tersebut. Pertanyaan ini
membangun detail dari cause map yang menjadikan representasi yang lebih lengkap
dari persoalan yang ada.

2.9.3. Whys pada Cause Mapping

Pendekatan 5-Why merupakan contoh yang bagus dari analisa dasar cause-
and-effect. Seperti sebuah perjalanan yang dilalui dengan jarak yang jauh dimulai
dengan langkah awal setiap investigasi, tanpa memperhatikan ukuran, dimulai
dengan satu pertanyaan Why. Kemudian dilanjutkan, melewati lima sampai cukup
pertanyaan Why yang ditanyakan (dan dijawab) untuk menjelaskan kejadian.
Pendekatan 5-Why diciptakan oleh Sakichi Toyoda (1867-1930), penemu Toyota,
adalah jalan sederhana untuk memulai sebuah investigasi. Cause map dapat dimulai
dengan hanya I-Why dan kemudian berkembang untuk mengakomodasi sebanyak
pertanyaan “Why” yang dibutuhkan.

Keberadaan cause mapping sebagai metode analisis dalam mengidentifikasi


sebuah kasus kecelakaan kerja secara obyektif juga memiliki kelemahan bila tidak
dilakukan secara procedural adapun kelemahan yang terjadi dalam serangkaian
proses mengidentifikasi sebuah kasus kecelakaan kerja dengan metode Root Cause
37

Analysis (RCA) secara umum dapat dijelaskan apabila dalam mengobservasi data
yang ada terdapat kurang akurat data yang dikumpulkan, maka hal tersebut secara
general akan mempengaruhi ketepatan hasil identifikasi yang dilakukan dengan
metode cause mapping dengan analisis Root Cause Analysis (RCA) ini.

Kelemahan ini merupakan kondisi yang haru dicermati secara hati – hati
oleh peneliti dalam melaksanakan langkah – langkah identifikasi permasalahan
kasus kecelakaan kerja menerapkan cause mapping melalui Root Cause Analysis
(RCA).

2.10. Fault Tree Analysis (FTA)

Fault Tree Analysis (FTA) yaitu salah satu yang bisa diandalkan, dimana
kegagalan tidak diinginkan, diatur dengan cara menarik kesimpulan dan dipaparkan
dengan gambar. Fault Tree Analysis (FTA) yaitu satu diagram satu arah dan
menghubungkan informasi yang dikembangkan dalam analisa cara kegagalan dan
akibatnya (Ebeling, 1997).
Hasil dari pengaturan ini merupakan satu struktur yang mirip pohon, yang
disajikan dalam bentuk grafis dari satu logika Boolean yang dihubungkan dengan
kegagalan sistem luar biasa “kejadian TOP”, dan dapat berkembang ke kegagalan
dasar yang di namakan “kejadian mula”. Pada mulanya dengan kejadian TOP dan
menuju ke kejadian mula, konstruksi “fault tree” yaitu satu proses yang dapat
digunakan untuk menarik kesimpulan. Nilai dari “fault tree” yaitu :
 Mengarahkan analisa untuk menyelidiki dengan seksama kegagalan –
kegagalan
 Menunjukan aspek dari sistem yang penting buat kegagalan yang
diperhatikan
 Menyediakan bantuan grafis untuk memberi gambaran – gambaran didalam
manajemen sistem yang d alihkan dari sistem perubahan desain
 Menyediakan pilihan untuk sistem analisa yang terpercaya kualitatif dan
kuantitatif 
 Menyediakan satu gambaran ke dalam sifat sistem
38

2.10.1. Fungsi dan Langkah – langkah Fault Tree Analysis (FTA)

Fault Tree Analysis (FTA) ialah diagram yang digunakan untuk mendeteksi
adanya gejala supaya mengetahui akar penyebab suatu masalah, dimulai dari kejadian
puncak TOP. Selanjutnya langkah – langkah Fault Tree Analysis (FTA) yaitu :

 Definisi dari sistem, TOP event (kecelakaan ptensial), dan batasan masalah.
 Pembuatan Fault Tree Analysis (FTA)
 Identifikasi kemungkinan
 Analisis kualitatif
 Analisis kuantitatif
 Pelaporan
Kegagalan sistem atau kecelakaan
(kejadian TOP)

Pohon kesalahan terdiri dari rangkaian kejadian yang menuju kea


rah kegagalan sistem atau kecelakaan

Rangkaian kejadian terdiri dari DAN, ATAU,


atau lain pintu masuk

Kejadian diatas pintu masuk dan semua kejadian yang mempunyai


sebab mendasar ditunjukan dengan bujur sangkar

Dengan kejadian dicantumkan didalamnya

Kejadian – kejadian tersebut akhirnya menuju ke satu sebab mendasar, untuk mana
tersedia satu data nilai kegagalan, sebab mendasar ditunjukan dengan lingkaran

Dan merupakan batas dari pohon kegagalan (fault tree)

Gambar 2.7. Subtansi FTA sederhana secara struktural


Sumber : Nachnul Ansori, 2013

2.10.2. Simbol Fault Tree Analysis (FTA)

Berikut dapat dijelaskan simbol – simbol lain yang ada dalam diagram Fault
Tree Analysis (FTA), yang mana mempunyai perbedaan dan fungsi yang berbeda.
39

Tabel 2.1. Simbol Fault Tree Analysis (FTA)


No Simbol Nama Penjelasan
Kejadian output terjadi jika semua kejadian input
terjadi serentak

1 AND gate

Kejadian output terjadi jika 1 kejadian input terjadi

2 OR gate

Kejadian output terjadi jika semua kejadian input


terjadi dengan urutan dari kiri ke kanan

3 Priority AND gate

Input menghasilkan output saat kejadian bersyarat


terjadi

4 Inhibit gate

Kejadian output terjadi jika 1, tetapi tidak keduanya


dari kejadian input terjadi

5 Exclusive

Sumber : Nachnul Ansori, 2013

Langkah akhir untuk menentukan tiap pertanyaan kata dalam pohon dalam
batas frekuensi misalnya kejadian per tahun dan dimana terkait kesamaan keadaan
ialah hal lamanya misalnya jumlah jam rata - rata tiap kejadian. Jika data (angka)
dari tiap kejadian telah digabungkan, maka angka diolah dengan mulai memberi
masukan pertama pada tiap cabang dari pohon dan diteruskan ke masukan akhir.
Kejadian masukan melalui satu pintu “ATAU” hanya dijumlah.
40

2.11. Pencegahan Kecelakaan Kerja

Dalam mengantisipasi atau mengidentifikasi terjadinya sebuah kecelakaan


kerja maka terdapat beberapa cara lain selain pendekatan Root Cause Analysis
(RCA). Berdasarkan uraian permasalahan yang dialami dalam sebuah kasus
kecelakaan kerja, maka kecelakaan terjadi karena adanya ketimpangan dalam unsur
5M, yang dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yang saling terkait,
(Suma’ur, 1993) yaitu :

Manusia perangkat keras dan perangkat lunak. Oleh karena itu dalam
melaksanakan pencegahan dan pengendalian kecelakaan adalah dengan pendekatan
kepada ketiga unsur kelompok tersebut, yaitu :

1. Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia, antara lain :


 Pemilihan atau penempatan karyawan secara tepat agar diperoleh
keserasian antara bakat dan kemampuan fisik pekerja dengan
tugasnya
 Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training yang
relevan dengan pekerjaannya
 Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan bertindak sesuai
dengan keperluan perusahaan
 Pengarahan penyaluran intruksi dan informasi yang lengkap dan
jelas
 Pengawasan dan disiplin yang wajar
2. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain :
 Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi, peralatan
kilang, mesin – mesin harus memperhitungkan keselamatan kerja
 Pengolahan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan,
penyusunan, penyimpanan dan penggunaan bahan produksi secara
tepat
 Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk pekerja
 Pembangunan sisa produksi dengan memperhitungkan kelestarian
lingkungan
 Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan manusia.
41

3. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan


seluruh level manajemen, antara lain :
 Penyebaran, pelaksanaan dan pengawasan dari (safety policy)
 Penentuan struktur pelimpahan wewenang dan pembagian tanggung
jawab
 Penentuan pelaksanaan pengawasan, melaksanakan dan mengawasi
sistem atau prosedur kerja yang benar
 Pembuatan sistem pangendalian bahaya
 Perencanaan sistem pemeliharaan, penempatan dan pembinaan
pekerja yang terpadu
 Penggunaan standart atau kode yang dapat diandalkan
 Pembuatan sistem pemantauan untuk mengetahui ketimpangan yang
ada

Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan alternatif diantaranya :

1. Kaji resiko dari setiap pekerjaan yang akan dilakukan. Hal ini bisa
dilakukan dengan membuat Job Safety Analysis (JSA) atau analisa
keselamatan kerja. Yang membuat JSA tentu saja adalah orang yang terlibat
langsung pada pekerjaan tersebut (supervisor). Setelah JSA dibuat, dan
disetujui oleh orang yang berwenang, tentu saja haru di sosialisasikan
kepada semua orang yang terlibat pada pekerjaan tersebut, agar mereka
benar – benar paham akan resiko dari pekerjaan tadi dan juga tahu cara
untuk menghilangkan atau mengurangi resiko pekerjaan tersebut.
2. Stop pekerjaan yang berbahaya. Maksud dari stop disini bukan berarti
berhenti total bekerja, akan tetapi jika JSA sudah dilakukan dengan baik
masih ada bahaya yang timbul karena perkembangan kerja dan tidak
terdeteksi pada Job Safety Analysis (JSA), maka sebaiknya stop sejenak
pekerjaan, diskusikan hal tersebut hingga di dapat solusi agar pekerjaan
dapat tetap berjalan dengan aman.
3. Laporkan setiap kecelakaan yang terjadi, kejadian hampir celaka (near
miss) sekecil apapun kepada orang yang berwenang missal (safety officer
supervisor). Dengan melaporkan setiap kejadian walaupun itu kecil, maka
42

kita bisa mengurangi atau menghilangkan potensi bahaya yang timbul


sebelum itu menjadi kecelakaan yang fatal.

2.12. Penelitian Sebelumnya

Penelitian Dr. Anthony Mark Dogget (2004) yang sudah di publikasikan


dalam Journal of Industrial Technology, Volume 20, Number 2, February 2004 to
April, yang berjudul ”A Statistical Comprarison of Three Root Cause Analysis
Tools”, jurnal ini membahas berkaitan dengan Root Cause Analysis adalah proses
mengidentifikasi factor penyebab yang menggunakan suatu pendekatan tersusun
dengan teknik yang di rancang untuk menyediakan suatu fokus untuk
mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan. Perangkat yang membantu
kelompok dan individu di dalam mengidentifikasi penyebab utama permasalahan
di kenal sebagai perangkat Root Cause Analysis, tujuan penelitian tersebut adalah
Pohon Root Cause Analysis perangkat yang sudah muncul sebagai literature
standard umum untuk mengidentifikasi sebab utama. Mereka adalah cause-and-
effect diagram (CED), diagram hubungan timbal balik, dan current reality tree
(CRT) tidak ada kekurangan informasi yang tersedia sekitar perangkat ini.

Asumsi dalam penelitian ini adalah bahwa (a) teknik Root Cause Analysis
adalah bermanfaat menemukan sebab utama, (b) identifikasi suatu sebab utama
akan mendorong ke arah suatu solusi baik di banding identifikasi suatu gejala, dan
(c) identifikasi dari interdependencies adalah penting. Sebagai tambahan, keahlian,
keserasian, dan pengetahuan utama lebih dulu tenang perangkat, atau kekurangan
dari padanya, telah di asumsikan untuk menjadi secara acak di bagi – bagikan di
dalam kelompok peserta dan tidak mempengaruhi keseluruhan persepsi atau hasil.

Hasil temuan dalam penelitian ini adalah penggunaan perangkat ini, untuk
menemukan sebab utama sepertinya berhubungan dengan bagaimana secara efektif
kelompok dapat bekerja sama untuk menguji asumsi. Tantangan studi ini
bagaimana cara menangkap dan menguji apa yang di katakan orang – orang tentang
sebuah perangkat terhadap bagaimana perangkat yang benar – benar melaksanakan.
Barangkali jawaban berada interaksi antara peserta dan perangkat tersebut.
43

Kesimpulan utamanya adalah keberadaan metode Root Cause Analysis


(RCA) adalah cukup berharga di sebabkan peragkat tersebut mempunyai potensi
dalam mengembangkan cara pikir baru, baik dalam hal standarisasi sebuah
pekerjaan, pengukuran dan penidentifikasian sebuah problem permasalahan dalam
aktifitas bekerja, dan juga lebih spesifik untuk mengidentifikasi penyebab masalah
sebuah terjadinya kecelakaan kerja.

Penelitian Latifatul Mufarokhah. (2006). “Hubungan Pengetahuan


Keselamatan Kerja dengan Pelaksanaan Pencegahan Kerja pada Karyawan bagian
spinning di PT. Primatexco Indonesia Batang”. Skripsi UNNES. Keselamatan kerja
adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
manusia baik jasmani maupun rohani serta karya dan budayanya yang tertuju pada
kesejahteraan manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya.
Pengetahuan tentang keselamatan kerja seorang karyawan ini akan berpengaruh
pada pelaksanaan dalam upaya mencegah kecelakaan kerja.

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahi hubungan antara


pengetahuan keselamatan kerja dengan pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja
pada karyawan. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan metode
survey dan pendekatan crossectional. Sampel sebanyak 60 orang diambil secara
random sampling. Pengambilan data karakteristik sampel, pengetahuan
keselamatan kerja dan pelaksanaan pencegahan kecelakaan dengan menggunakan
kuesioner.

Analisis data menggunakan analisis univariat meliputi gambaran


karakteristik responden, pengetahuan, dan pelaksanaan kecelakaan kerja dan
analisis bivariat menggunakan uji Chi Square, kemudian data yang diperoleh diolah
dengan program SPSS windows 11.5. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan
Keselamatan kerja dan pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja. Dari hasil
penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan Keselamatan kerja
dengan pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja di peroleh, diperoleh P sebesar
0,001. Tampak bahwa nilai p= 0,001< 0,05 sehingga Ha diterima yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara pengetahuan keselamatan kerja dengan pelaksanaan
pencegahan kecelakaan kerja pada karyawan. Sedangkan koefisien kontingensi
44

sebesar 0,426 maka dapat diketahui bahwa hubungan antara pengetahuan


keselamatan kerja dan pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja adalah cukup
kuat.

Saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan upaya pelaksanaan


pencegahan kecelakaan kerja di PT. Primatexco Indonesia adalah perlu diadakan
pelatihan K3 secara rutin untuk meningkatkan pengetahuan K3 karyawan, diadakan
penyuluhan tentang K3 untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya K3 dan
tindakan tegas bagi karyawan yang melanggar peraturan serta adanya tanda - tanda
peringatan bahaya terutama di tempat - tempat yang berpotensi menyebabkan
kecelakaan kerja.

Anda mungkin juga menyukai