Thuruq Ta'lim Arabiyah I Terbaru
Thuruq Ta'lim Arabiyah I Terbaru
Thuruq Ta'lim Arabiyah I Terbaru
MAKALAH
“PENGERTIAN, TUJUAN DAN MODEL
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB”
Disusun Oleh :
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang,
puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
hidayah, dan Inayah-Nya kepada kita hingga kita bisa beraktivitas dengan baik dan
lancar.Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan lurus serta menjadi
rahmat bagi seluruh alam, sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah
dengan judul “METODE PEMBELAJARAN BAHASA ARAB”” tepat pada
waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan berkat
dukungan dari berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya.
Untuk itu kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam merampungkan makalah ini. Tidak lepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik ari segi penyusunan
bahasa dan aspek lainnya.
Akhir kata, kami sangat mengharapkan semoga dari makalah ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca
untuk mengangkat permasalahan lain yang relavan pada makalah-makalah
selanjutnya.Saran dan kritik sangat kami butuhkan untuk membangun kami mejadi
lebih baik dalam berkarya khususnya demi kampus kita tercinta.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
BAB I..............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
B. Pembahasan Metode.........................................................................................5
BAB III............................................................................................................................9
PENUTUP.......................................................................................................................9
A. Kesimpulan.........................................................................................................9
B. Saran..................................................................................................................9
Daftar Pustaka.............................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara adalah dialog bebas yang berlangsung secara spontan antara pihak
tertentu mengenai topik tertentu. Berbicara (al-kalam) merupakan sarana utama
untuk membina saling pengertian, komunikasi timbal balik dengan menggunakan
bahasa sebagai medianya. Kegiatan berbicara di dalam maupun di luar kelas
mempunyai aspek komunikasi dua arah, yakni antara pembicara dengan
pendengarnya secara timbal balik. Dalam pembelajaran bahasa termasuk bahasa
Arab, maka pemelajar didorong untuk memiliki keterampilan berbicara (maharah
al-kalam) yang pada hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem
bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan
keinginan kepada orang lain.
Menulis (kitabah) adalah salah satu kemahiran yang kompleks. Banyak faktor
yang menjadi kekhasan aspek menulis dalam bahasa Arab yang sekaligus menjadi
problematika dalam mencapai kemahiran tersebut, seperti arah tulisan dan bentuk
huruf yang berbeda dengan penulisan dalam Bahasa Indonesia. Faktor-faktor
tersebut menjadi problematika tersendiri bagi siswa yang mulai mempelajari Bahasa
Arab.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian & Tujuan Metode Pembelajaran Bahasa Arab
1
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2009), 135.
pengertian, komunikasi timbal balik, dengan menggunakan bahasa sebagai
medianya.
Keterampilan berbicara dianggap sebagai keterampilan yang sangat
penting dalam pembelajaran bahasa Asing, karena berbicara merupakan suatu
yang aplikatif dalam bahasa dan merupakan tujuan awal seseorang yang belajar
suatu bahasa. Hanya saja, yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran berbicara
ini agar memperoleh hasil yang maksimal yaitu kemampuan dari seorang guru
dan metode yang digunakannya, karena dua faktor tersebut memiliki dominasi
keberhasilan pembelajaran berbicara.
maharah kitabah adalah proses menggambar huruf dengan tulisan yang jelas
tidak ada kesamaran dan keraguan dengan tetap memperhatikan keutuhan kata
sesuai kaidah-kaidah penulisan bahasa Arab yang diakui penutur asli, dimana pada
akhirnya dapat memberi makna dan arti tertentu, dalam mendeskripsikan atau
mengungkapkan isi pikiran, mulai dari aspek yang sederhana seperti menulis kata-
kata sampai kepada aspek yang kompleks yaitu mengarang.
Secara umum ada tiga kemahiran dasar yang dikembangkan pada
pembelajaran imla’. Ketiga kategori tersebut adalah kecermatan mengamati,
mendengar dan kelenturan tangan dalam menulis. Pada awalnya kemahiran imla’
melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan mengamati kata-kata atau
kalimat yang tertulis untuk dipindahkan atau disalin ke buku mereka. Kegiatan ini
dilakukan secara berulang-ulang sehingga siswa memiliki kelenturan dalam
menulis. Kegiatan ini menjadi modal utama bagi pengembangan keterampilan
menulis kaligrafi, dan selanjutnya ke tahapan mengarang.
KBBI mendefinisikan membaca yakni melihat serta memahami isi dari apa yang
tertulis, dengan melisankan atau hanya dalam hati.
1. Kegiatan memperoleh materi tertulis secara ponetis, dalam arti, dapat melafalkan
tulisan melalui membaca nyaring.
2. Usaha memperoleh makna suatu teks dengan cepat tanpa adanya suara, yakni
membaca dalam hati.
Menurut Abdul Alim Ibrahim, pengertian membaca mengalami perkembangan dari waktu
ke waktu. Perkembangan tersebut menurut beliau adalah sebagai berikut :
1. Dulu pengertian Qiro’ah sangat sempit, terfokus pada kemampuan mengungkap dan
mengucapkan lambang tulisan.
2. Pada tahap berikutnya, pengertian di atas, berkembang menjadi aktifitas berfikir
disertai pemahaman.
3. Pengertian kedua berkembang lagi dengan ditambah unsur lain, yaitu adanya
interaksi antara pembaca dengan teks yang bisa membuat si pembaca menyetujui,
membenci, mengagumi, merasa senang, sedih, dan sebagai adanya interaksi dengan teks
tersebut.
4. Pengertian diatas berkembang lagi menjadi penggunaan atau pengamalan apa yang
dipahami pembaca dari sebuah teks dalam menghadapi problematika kehidupan.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa membaca ada yang
bersifat mekanis dan ada pula yang bersufat kognitif.
Namun, disisi lain kita juga bisa melihat bahwa perkembangan pengertian membaca
diatas menggambarkan tingkatan definisi membaca dari yang paling sederhana yang
bertumpu pada kemampuan fakk al-rumuz sampai ke kemampuan sesungguhnya yang
mengarah pada tilngkat fahm al-maqru’.
Definisi istima secara bahasa adalah dari kata sami'a, sam’an, sim’an, sama’an,
sama’atan, sama’iyatan yang artinya adalah mendengar. Istima juga diartikan ishgho, yang
artinya mendengarkan, memperhatikan atau menguping
Istima atau mendengar adalah proses kegiatan manusia yang bertujuan: memperoleh,
memahami, menganalisa, membantu, menafsirkan, membedakan, menyampaikan kritik/ide
dan membangun pemikiran :
Proses pembelajaran Istima menuntut adanya konsentrasi penuh untuk mengembangkan
1. Sima', Yaitu Penyampaiannya tanpa disengaja dan diketahui maksudnya, seperti suara
kicauan burung dan lain sebagainya.
Tujuan pokok istima adalah agar pendengar memperoleh pengetahuan yang sempurna dan
1. Pengertian
Istilah model dapat kita ambil dari pada arti secara Bahasa, menurut KBBI model
dapat diartikan sebagai cara atau acuan. Dalam hal ini konteks model sangat berdekatan
dengan arti dari pada metode yang berati sama-sama dalam bentuk cara. Kami ingin
mengambil dari sisi metode unuk membentuk struktur pemahaman keterampilan bebicara,
agar dapat memahami secara utuh dan rasional.
Sejarah dari pada awal mula metode bermula dari tiga kata Yunani, yaitu meta,
hetodos, dan logos. Meta berarti menuju, melalui dan mengikuti. Hetodos berarti jalan atau
cara. Maka kata methodos (metode) berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk
mencapai sesuatu. Dengan demikian, metode merupakan langkah-langkah praktis dan
sistematis yang ada dalam ilmu-ilmu tertentu yang sudah tidak dipertanyakan lagi karena
sudah bersifat aplikatif2
Dalam melaksanakan suatu pembelajaran yang efektif dan juga dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan, maka seorang guru harus bisa menyusun suatu perencanaan
sesuai dengan yang diajarkan. Salah satu komponen yang sangat penting dalam
perencanaan adalah penentuan suatu metode pembelajaran. Dalam penentuannya guru
harus mampu memili.h metode pembelajaran yang sesuai dengan materi tujuan
pembelajaran3
Fase-fase awal dalam latihan menyimak ada tahap mendengarkan dan menirukan.
Latihan mendengarkan dan menirukan ini merupakan gabungan antara latihan dasar untuk
kemahiran menyimak dan kemahiran berbicara.
2
Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 11
3
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 87
Hanya saja, kalau dalam pembelajaran istimā‟ yang menjadi fokus adalah kemampuan
memahami yang diperdengarkan, maka pada pembelajaran kalām, yang menjadi fokusnya
adalah kemampuan mengucapkannya.
2. Macam-macam Metode
Pada hakikatnya, metode terdiri atas empat langkah, yaitu seleksi, gradasi, presentasi,
dan repetisi. Unsur seleksi dan gradasi materi pelajaran merupakan unsur yang tak
terpisahkan dengan unsur presentasi dan repetisi dalam membentuk suatu metode
mengajar.
Beberapa pertimbangan dalam menggunakan metode pembelajaran yaitu:
1. Metode yang digunakan sesuai dengan karakter siswa, tingkat perkembangan akalnya,
serta kondisi sosial yang melingkupi kehidupan mereka.
2. Memperhatikan kaidah umum dalam menyampaikan pelajaran seperti halnya tingkat
kesulitan dan sistematika urutan materi.
Beberapa metode yang cukup besar pengaruhnya dalam dunia pengajaran bahasa Arab,
meliputi:
1. Metode Gramatika-Terjemah (Thariqah Al-Qowa’id wa Tarjamah) Metode ini
berdasarkan asumsi bahwa ada satu “logika semesta” yang merupakan dasar semua
bahasa di dunia ini dan bahwa tata bahasa merupakan bagian dari filsafat dan logika.
Belajar bahasa dengan
demikian dapat memperkuat kemampuan berpikir logis, memecahkan masalah dan
menghafal.
Metode gramatika dan terjemah ini merupakan hasil karya dari pemikiran beberapa orang
sarjana Jerman, yaitu Johan Seidenstucker, Karl Plotz H.S Ollendorf, dan Johan Meidinger.
Metode ini cukup mendominasi pengajaran bahasa asing di daratan Eropa dari tahun 1840-
an, hingga tahun 1940-an.1
Ketika awal kebangkitan Eropa (abad 15), banyak sekolah-sekolah dan universitas-
universitas di Eropa yang mengharuskan para pelajar/mahasiswanya belajar bahasa Latin,
karena dianggap mempunyai nilai pendidikan yang tinggi guna mempelajari teks-teks klasik
(Al-Araby, 1981). Metode ini merupakan pencerminan yang tepat dari cara bahasa-bahasa
Yunani Kuno dan Latin diajarkan selama berabad-abad (Subyakto, 1993). Akan tetapi
penamaan metode klasik ini dengan “Grammar Translation Method” baru dikenal pada abad
19, ketika metode ini digunakan secara luas di benua Eropa (Brown, 2001).2
Metode ini merupakan gabungan dari metode gramatika dan metode terjemah yaitu dengan
cara mempelajari bahasa asing yang menekankan pada qowaid atau kaidah-kaidah bahasa
untuk mencapai ketrampilan membaca, menulis, dan menterjemah. 3 Metode ini bahkan
harus kita akui sebagai metode yang paling populer digunakan dalam pembelajaran bahasa
asing baik di sekolah, pesantren, maupun perguruan tinggi.4
Ada dua pendekatan teori yang mendasari pengajaran bahasa, yaitu teori tata bahasa
tradisional dan struktural. Keduanya memiliki pandangan yang saling berseberangan dalam
hal tata bahasa. Teori tradisional menekankan adanya satu tata bahasa yang semesta (al-
qowaa’id al-‘alamiyyah), sedangkan teori struktural memandang bahwa struktur bahasa-
bahasa di dunia tidak sama.5
1
http://www.cangcut.net/2013/10/metode-qawaid-dan-terjemah-bahasa-arab.html diakses pada, Sabtu,
21/10/2021 jam 12.55 WITA.
2
Ahmad Fuad Efendi, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2009) hlm. 40
3
Ahmad Izzan, Metodologi pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: Humaniora, 2004) hlm. 100
4
M.Abdul Hamid dkk, Pembelajaran Bahasa Arab Pendekatan, Metode, Strategi, Materi, dan Media,
(Malang: UIN Malang Press, 2008) hlm. 18
5
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (PT.Remaja Rosda Karya: Bandung, 2011) hlm.
171
pelajaran. Artinya metode ini menekankan para peserta didik untuk memahami bahasa
dengan logis yang bersandar pada analisa juga cermat pada aspek kaidah tata bahasa
tersebut dan bukan untuk melatih para peserta didik agar pintar berkomunikasi secara aktif.6
Dengan demikian, dapat kita fahami bahwa ada dua aspek yang sangat penting dalam
metode gramatika dan terjemah ini, yaitu: Kemampuan menguasai kaidah tata bahasa dan
kemampuan untuk menerjemahkan. Dua kemampuan ini merupakan modal dasar
untuk dapat menstranfer ide ke dalam tulisan dalam bahasa asing dan juga
merupakan modal dasar untuk dapat memahami ide yang terkandung dalam tulisan bahasa
asing tersebut.
1. Tujuan mempelajari bahasa asing adalah agar mampu membaca karya sastra dalam
bahasa target (BT), atau kitab keagamaan dalam kasus belajar bahasa arab di Indonesia.
2. Materi pelajaran terdiri atas: buku nahwu, kamus, atau daftar kata, dan teks bacaan.
3. Basis pembelajaran adalah penghafalan kaidah tata bahasa dan kosakata, kemudian
penerjemahan harfiah dari bahasa target ke bahasa pelajar dan sebaliknya.
4. Bahasa ibu pelajar digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar
mengajar (KBM).
5. Peran guru aktif sebagai penyaji materi, sedangkan peran pelajar pasif sebagai
penerima materi.8
6. Para siswa mempelajari kaidah-kaidah nahwu (tata bahasa) dan daftar kosakata dwi
bahasa yang berkaitan erat dengan bahan bacaan pada pelajaran yang bersangkutan
kemudian dipelajari secara deduktif dengan bantuan penjelasan-penjelasan yang panjang
serta terperinci. Segala kaidah dipelajari dengan pengecualian dan ketidakbiasaan dijelaskan
dengan istilah-istilah gramatikal atau ketatabahasaan.
6
Landi Pratama, op.cit.
7
Ibid, 171
8
Ahmad Fuad Efendi, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2009) hlm. 41
7. Setelah kaidah-kaidah dan kosakata dipelajari, maka petunjuk-petunjuk bagi
penerjemahan latihan-latihan yang mengikuti penjelasan-penjelasan ketatabahasaan pun
diberikan.
8. Pemahaman akan kaidah-kaidah dan bahan bacaan pun diuji melalui terjemahan.
Para siswa dikatakan telah dapat mempelajari bahasa tersebut jika mereka mampu
menerjemahkan paragraf-paragraf atau bagian-bagian prosa dengan baik.
9. Bahasa asli/ bahasa ibu dan bahasa sasaran dibandingkan secara konstan. Tujuan
pembelajaran adalah untuk mengalihkan bahasa sasaran (B1) ke bahasa ibu (B2), dan
sebaliknya, dengan menggunakan kamus jika diperlukan.
11. Ada kegiatan disiplin mental dan pengembangan intelektual dalam belajar bahasa
dengan banyak penghafalan dan memahami fakta-fakta.
12. Unit yang mendasar ialah kalimat, perhatian anak lebih banyak dicurahkan kepada
kalimat, sebab kebanyakan waktu para pelajar dihabiskan oleh aktivitas terjemahan kalimat-
kalimat terpisah.10
1. Guru mulai dengan memberikan definisi-definisi jenis kata, imbuhan jenis kata itu,
kaidah-kaidah yang harus dihafalkan dalam Bahasa Arab, contoh-contoh yang menggaris
bawahi kaidah-kaidah bahasa Arab, dan perkecualian-perkeculian kaidah-kaidah bahasa
Arab
9
M.Abdul Hamid dkk, Pembelajaran Bahasa Arab Pendekatan, Metode, Strategi, Materi, dan Media,
(Malang: UIN Malang Press, 2008) hlm. 18-19
10
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2011) hlm.
172
3. Guru melatih pelajar/siswa dalam terjemahan kalimat-kalimat dan kemudian paragraf-
paragraf. Materi yang digunakan dipilih dari buku sastra yang bahasanya memiliki ragam
yang estetis. Para siswa diharapkan untuk mengenal kaidah-kaidah tata bahasa yang telah
dihafalkan, dan menerapkannya pada terjemahannya. Ini melibatkan suatu pemikiran yang
rumit mengenai pengimbuhan jenis-jenis kata yang telah dihafalkan agar sesuai dengan
terjemahan yang diminta oleh guru.
4. Guru meminta salah satu siswa membaca teks dan yang lain mengoreksinya, kemudian
menunjuk salah satu siswa untuk menerjemahkan kalimat itu, bila siswa sudah tidak bisa
menerjemahkan kosakata yang sulit, barulah guru membantu untuk memancing siswa
dalam menerjemahkannya.
5. Guru memberi daftar kosa kata (mufrodat) untuk dihafalkan. Kata-kata itu lepas dari
konteks kalimat, dan guru menyuruh para siswa untuk memberi terjemahan kosakata
(mufrodat) tersebut.
7. Terkadang guru memberikan kesempatan pada para siswa untuk menerjemah bebas
Sebagai tambahan keterangan mengenai bentuk-bentuk bahasa yang dianggap baik dan
benar, pada waktu itu terjemahan bahasa Arab yang dianggap memuaskan guru ialah yang
sesua kaidah-kaidah tata bahasa Arab, dan bukan yang digunakan oleh penutur asli diluar
ruangan kelas. Sikap guru dan ahli tata bahasa pada zaman dahulu diberi julukan
“mendiktekan” (prescriptive), dan tata bahasa tradisional mendapat sebutan Prescriptive
Grammer (Richards, Platt dan Weber, 1985: 227)11
Adapun sasaran Pengajaran Bahasa Arab menggunakan Metode Tata Bahasa dan Tarjamah
adalah:
Dapat menghasilkan siswa terdidik, terlatih akan pengetahuan Bahasa Arab, mengetahui
kebudayaan Sastra yang tinggi dan mempunyai daya Apresiasi Sastra dalam penerjemahan
dan tata bahasa Arab.
Dapat menghasilkan siswa hafal Materi-materi Nahwu – Shorof dalam teks-teks Sastra
Arab.
11
Sri Utari Subyakto-Nababan, Metodologi Pengajaran Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia, 1993) Hal. 12-13
Dapat menghasilkan siswa yang berkompeten untuk menerjemahkan secara dari bahasa
Arab ke bahasa Indonesia, atau sebaliknya dan lain sebagainya.
Dan ntuk merealisasikan tujuan dari Metode Tata bahasa dan Tarjamah ini menggunakan
Teknik sebagai berikut:
Otak siswa dipenuhi dengan kaidah-kaidah Nahwu dan daftar Tashrif beserta Wazan-
wazannya.
Menjadikan siswa hafal daftar vocabulary (Mufrodat) dan sinonim diluar kepala.
a. Kelebihan
1. Siswa mahir menerjemahkan dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab, atau sebaliknya
dengan baik berdasarkan tata bahasanya.
b. Kekurangan
1. Analisis tata bahasa mungkin baik bagi mereka yang merencanakannya, tetapi
membingungkan siswa karena rumitnya analisis tersebut.
3. Para siswa mendapat pelajaran dalam satu ragam tertentu, yakni ragam sastra. Yang
mana ini bukanlah ragam bahasa sehari-hari.
4. Para siswa menghafalkan kaidah-kaidah bahasa Arab yang disajikan secara Preskiptif.
Mungkin saja kaidah-kaidah itu tidak berlaku bagi bahasa sehari-hari.
5. Para siswa sebenarnya tidak belajar menggunakan bahasa Arab, tetapi membicarakan
tentang “bahasa yang baru” (istilah-istilah dan aturan-aturan bahasa diambil dari satu
“model”, yakni bahasa yang dianggap mewakili bahasa yang ideal. Tetapi sebenarnya
semua bahasa tidak sama kaidah-kaidahnya dan setiap bahasa mempunya ciri-ciri
tersendiri).12
Metode ini dikembangkan atas dasar asumsi bahwa proses belajar bahasa kedua atau
bahasa asing sama dengan belajar bahasa ibu. Juga didasarkan atas asumsi yang bersumber
dari hasil-hasil kajian psikologi asosiatif. Berdasarkan kedua asumsi tersebut, pengajaran
bahasa khusunya pengajaran kata dan kalimat harus dihubungkan langsung dengan benda,
sampel atau gambarnya atau melalui peragaan, permainan peran dan lain sebagainya.
Dalam metode ini, pembelajar harus dibiasakan berpikir dalam bahasa target, oleh karena
itu penggunaan bahasa ibu pembelajar dihindari sama sekali.
Metode langsung atau dalam bahasa Arabnya Thariqah Mubasyarah ( )طريقة المباشرةadalah
salah satu dari sekian banyak metode yang digunakan oleh seorang guru atau tenaga
pengajar untuk mentransfer ilmu kepada murid (peserta didik).
Dalam mengajar seorang guru pasti menggunakan metode, baik itu tersurat maupun tersirat.
Metode-metode dalam mengajar ini biasanya dipelajari oleh mahasiswa-mahasiswi fakultas
pendidikan khususnya di jurusan pendidikan bahasa Arab.
Untuk menjadi seorang tenaga pendidik yang handal, ia perlu tahu metode-metode yang
benar dalam mengajar dan dituntut untuk bisa menyesuaikan dengan pelajaran yang di ajar,
keadaan peserta didik, dan lingkungan.
Definisi Thariqah
Thariqah ( )طريقةmerupakan kata bahasa Arab yang berarti jalan, metode, tehnik, prosedur,
proses, cara, gaya, mode, tata cara atau doktrin. Arti thoriqoh sangat umum sehingga perlu
disesuaikan kembali dengan konteks pembahasan.
Metode adalah rancangan umum untuk penyajian materi kebahasaan secara teratur, tidak
bertentangan dengan bagian-bagiannya, dan didasarkan pada pendekatan khusus. Ada istilah
lain yang berkaitan erat dengan metode, seperti: mazhab atau tata cara.13
12
Ibid., 13-14
13
Nasruddin Idris Jauhar, Thuruqu Tadris Lughah Arabiyah Linnathiqin Bighairiha (UIN sunan Ampel).
Thariqoh menurut istilah adalah cara yang digunakan oleh seorang guru dalam menjaga
keaktifan pembelajaran untuk merealisasikan hasil pengetahuan kepada peserta didik
dengan simple, efisien, dan ekonomis.14
Definisi Mubasyarah
Mubasyarah ( )مباشرةadalah isim masdar dari fi’il ( مباشرة- )باشر – يباشرyang berarti segera
atau langsung. Ketika bersanding dengan kata Thariqah Mubasyarah maka akan bermakna
metode langsung.
Sebagaimana pula yang dinyatakan oleh Dr. Abdul Halim Hanafi bahwa thariqah
mubsyarah adalah metode pengajaran yang bertujuan untuk menghasilkan kemampuan
berpikir peserta didik (dalam berbicara, membaca, dan menulis) dengan menggunakan
bahasa yang dipelajari secara langsung antara guru dan murid. Serta menghindari
penggunaan bahasa ibu baik ketika menerangkan pelajaran ataupun ketika
menerjemahkannya.16
15
Salami binti Mahmud, Al-madkhal ila Ta’lim Lughah Al-‘arabiyah, (Banda Aceh: UIN Ar-Raniry, 2004),
hlm. 57.
16
Dr. Fathi Ali Yunus, Al-maraji’ Fi Ta’lim Lughah Al-‘arabiyah Lil Ajnab: Min Nazriyyah Ila Tathbiq
(Cairo: Maktabah Wahbah, 2003), hlm. 72-73.
dan bahasa inggris.
Dengan metode ini, guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan bahasa asing
secara langsung dan tidak sedikitpun menggunakan bahasa lokal. Jika terdapat kata-kata
yang tidak bisa dimengerti oleh murid, maka guru bisa memakai alat peraga,
menunjukkannya, menggambar atau dengan cara-cara yang lain. 17
Pada akhir abad ke-19 studi ilmiah terhadap ilmu bahasa dan ilmu psikologi meningkat,
karakteristiknya diperjelas, serta kurikulum dan sekolah mulai terbentuk.
Metode ini muncul dengan meluasnya aktivitas di bidang pendidikan, dan penggagas ini
menyebarkan keyakinan bahwa siswa dapat belajar memahami bahasa dengan
mendengarkan, dan belajar berbicara bahasa target dengan mengaitkan ucapan dengan
situasi yang sesuai.19
Metode ini kadang disebut juga dengan metode alami karena akar sejarahnyakembali
kepada prinsip alami pendidikan bahasa, yaitu prinsip yang menyatakan bahwa bahasa asing
dapat dipelajari dengan cara alami yang digunakan anak untuk mempelajari bahasa ibunya.
Metode ini menhubungkan kita dengan salah satu ahli bahasa Jerman, "Wilhelm Victor,"
yang menyerukan untuk menggunakan fonologi dalam mengajar bahasa asing.
17
Ahmad Izan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: Humaniora, 2009), hlm. 86.
18
Muhammad Hadhar Arif, Anwar An-Naqsyabandy, Muqaddimah Fi Ilmi Lughah At-Tayhbiqi (Jeddah: Dar
Hadhar, 1996), hlm. 51-52.
19
Shalah Abdul Majid Al-‘araby, Ta’allum Lughah Al-Hayah Wa Ta’limiha (Cairo: Universitas Amerika),
hlm. 42.
Metode ini mengandalkan penghubungan kata dan kalimat dalam bahasa asing tanpa
menggunakan bahasa ibu oleh pengajar atau peserta didik, dan mereka menyebut metode ini
sebagai metode langsung (thariqah mubsyarah).
Adapun tujuan yang mendasar dari thariqah mubasyarah (metode langsung) adalah untuk
melahirkan kemampuan berpikir peserta didik terhadap bahasa target yang dipelajari, baik
itu dalam skill berbicara, membaca, ataupun menulis.
Hal ini dilakukan dengan cara menggunakan bahasa target sebagai bahasa langsung antara
guru dan pelajar tanpa menggunakan terjemahan.
Dalam praktik pengajaran secara langsung, guru dilarang menggunakan bahasa ibu, karena
menjelaskan materi pembelajaran dalam bahasa Arab memudahkannya dalam penguasaan
bahasa.
Tenaga pengajar harus mencoba membentuk kebiasaan bahasa dalam mengajar maharah
kalam. Al-Khouli berkata: Cara terbaik untuk menguasai bahasa asing adalah dengan
membentuk kebiasaan linguistik dengan melatih di jiwa.20
Tujuan belajar bahasa dengan metode ini juga untuk berhubungan secara langsung antara
guru dan peserta didik, serta membiasakan otak peserta didik untuk mengolah apa yang
didengarnya dengan pemahaman yang benar.
1. Metode langsung cocok dengan sistem linguistik, karena bahasa merupakan sistem
yang terdiri dari skill mendengar, meniru, dan pembiasaan, sehingga bahasa target
tidak mungkin bisa dikuasai secara otomatis bagi pelajar kecuali dengan banyaknya
latihan, mendengar dan praktik.
2. Mendorong murid untuk berpikir dalam bahasa target, hal ini merupakan level
pendidikan tertinggi.
20
Muhammad Ali Al-khauly, Asalib Tadris Lughah Al-arabiyah (Jordania: Al-Falah, 2000), hlm. 24.
3. Thariqah mubasyarah menerapkan aturan dasar pendidikan, yaitu dari tingkat yang
sederhana ke kompleks dan dari level yang diketahui hingga yang tidak diketahui.
4. Metode ini berkaitan dengan dua pasang keterampilan: keterampilan mendengar
-berbicara dan keterampilan membaca-menulis dengan dasar bahasa adalah tuturan.
Hal ini juga memfokuskan agar peserta didik terbiasa dengan bahasa yang dipelajari
secara langsung, bukan bahasa ibu, sampai mereka terlatih mendengar dan berbicara
dalam bahasa Arab menggunakan metode gramatikal, aturan praktik, bukan hanya
teori saja.
5. Belajar bahasa dengan metode ini merupakan cara yang menarik karena tidak
membosankan dan melelahkan siswa karena adanya ilustrasi visual dan alat peraga
bila diperlukan.
6. Dengan metode ini pula, pelajar dapat meningkatkan keterampilannya dalam
mengungkapkan pikiran dan gagasannya dalam bahasa Arab karena dia telah banyak
berlatih berfikir sejak awal mempelajarinya.
7. Dengan thariqah mubasyarah murid juga mampu menguasai sebagian besar
keterampilan bahasa lisan, dan menguasai pengucapan dan ekspresi linguistik dan
tertulis.
1. Metode ini membutuhkan banyak media belajar untuk menyampaikan materi, karena
metode ini mengabaikan aturan gramatikal dan morfologis yang berkaitan dengan
non-Arab atau non-penutur bahasa Arab.
2. Belajar bahasa asing seperti bahasa Arab dengan metode ini membutuhkan waktu
yang panjang.
3. Membutuhkan waktu yang lama untuk mencerna penjelasan guru yang menggunkan
bahasa yang tinggi atau tanpa penerjemahn sedikitpuun.
4. Penggunaan metode ini di ruang kelas yang besar akan sulit untuk guru dalam
memperhatika perbedaan individu di antara peserta didik.
5. Prinsip-prinsip yang mendasari metode lansung ini adalah prinsip yang baik dan
benar, tetapi penerapannya tidak mudah. Itulah sebabnya para pendukung metode ini
mencoba melegalkan prinsip-prinsip tersebut, dan mulai mencari metode yang
layak.21
6. Penggunaan metode ini menghalang peserta didik untuk menerjemahkan atau
berbicara dalam bahasa ibu, dan mencegah bahasa ibu mengganggu bahasa target
yang dipelajari, dan ini merupakan asumsi yang didasarkan atas dasar bahwa sikap
psikologis yang menentukan pembelajaran bahasa target serupa dengan situasi yang
menentukan pembelajaran bahasa ibu.
7. Karena kurangnya buku teks, materi bahasa yang tertentu, dan ketergantungan pada
kemampuan dan ketekunan guru, sulit untuk mengevaluasi kinerja siswa dan
memastikan kemajuan mereka dalam pembelajaran.
Metode ini dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa pengajaran bahasa tidak bisa
bersifat multi-tujuan dan bahwa kemampuan membaca adalah tujuan yang paling
realistis ditinjau dari kebutuhan pembelajar bahasa asing dan kemudahan dalam
pemrolehannya. Kemahiran membaca merupakan bekal bagi pembelajar untuk
mengembangkan pengetahuannya secara mandiri. Dengan demikian, asumsinya bersifat
pragmatis bukan filosofis teoritis.
Metode Membaca ini lahir dari pemikiran para ahli pengajaran bahasa asing pada awal
abad 20. Teori ini dipelopori oleh beberapa pendidik Inggris dan Amerika. (West 1926),
yang mengajar bahasa Inggris di India, berpendapat bahwa belajar membaca secara lancar
jauh lebih penting bagi orang India yang belajar bahasa Inggris dibanding berbicara. West
menganjurkan suatu penekanan pada membaca bukan hanya karena dia menganggap hal itu
sebagai ketrampilan yang paling bermanfaat yang harus diperoleh dalam bahasa asing tetapi
juga karena hal itulah yang paling mudah, ketrampilan dengan nilai tambah yang paling
besar pada siswa pada tahap-tahap awal pembelajaran bahasa.22
Metode membaca ini memang mendapat banyak kritik-kritik, baik pada metode waktu
itu dianjurkan di Amerika. Begitu pula selama perang dunia II tatkala kemampuan berbicara
dalam berbagai bahasa merupakan prioritas nasional di Amerika Serikat. Akan tetapi, sejak
perang itu terdapat suatu pembaharuan minat dalam pengajaran bahasa-bahasa untuk tujuan-
tujuan tertentu seperti membaca sastra dan pustaka ilmiah. Di luar Amerika Serikat pada
tahun 1929-an metode membaca ini mulai digunakan.
21
Dr. Rusdi Ahmad Thu’aimah, Ta’limul Arabiyah Lighairin Nathiqina Biha (Mesir: Universias Almasrooq,
1989), hlm. 79.
22
M. Abdul Hamid, dkk. Pembelajaran Bahasa Arab, Pendekatan, Metode, Strategi, Materi, dan
Media (Malang: UIN Malang Press, 2008), 30-31.
Membaca merupakan kemampuan mengenali dan memahami isi sesuatu yang tertulis
(lambang-lambang tertulis) dengan melafalkan atau mencernanya di dalam hati. Membaca
hakekatnya adalah suatu proses komunikasi antara pembaca dan penulis melalui teks yang
ditulisnya, maka secara langsung di dalamnya ada hubungan kognitif antara bahasa lisan
dan bahasa tulisan. Tarigan (1994/III:7) melihat bahwa membaca adalah proses yang
dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak
disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis.
Metode membaca adalah menyajikan materi pelajaran dengan cara lebih dahulu
mengutamakan membaca, yakni guru pertama membacakan topik bacaan, dan diikuti oleh
peserta didik, tapi kadang-kadang guru dapat menunjuk langsung anak didik untuk
membacakan pelajaran tertentu terlebih dahulu, dan yang lain memperhatikan dan
mengikutinya.23
Membaca melibatkan tiga unsur, yaitu: makna sebagai unsur isi bacaan, kata sebagai
unsur yang membawakan makna, dan simbol tertulis sebagai unsur visual. Perpindahan
simbol tertulis ke dalam bahasa ujaran itulah, menurut Ibrahim (1962:57), disebut
membaca.24
23
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1997), 162-163.
24
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2011),
143.
25
Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Malang: Kinara, 2009), 53.
dari inilah bahwa bentuk yang disusun oleh siswa tentang aturan tutur bahasa akan memberi
andil dalam mengembangkan ketrampilan berkomunikasi.
2. Setelah siswa berlatih mengucapkan beberapa kalimat kemudian mereka membacanya
dalam teks. Guru bertugas mengembangkan sebagian ketrampilan membaca dalam hati bagi
murid-murid.
3. Setelah itu para siswa membaca teks dengan Qira’ah jahriyah (membaca dengan keras)
yang diikuti dengan beberapa pertanyaan seputar teks untuk menguatkan pemahaman.
4. Membaca terbagi menjadi dua macam yaitu membaca intensif dan membaca lepas,
masing-masing mempunyai tujuan yang berbeda. Membaca intensif bertujuan untuk
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar membaca dan ketrampilan ini
membutuhkan perbendaharaan kata serta pengetahuan kaidah-kaidah tata bahasa.
Ketrampilan membaca ini mengembangkan ketrampilan pemahaman bagi siswa di bawah
bimbingan guru kelas.
5. Adapun Qira’ah lepas maka bisa dilaksanakan di luar kelas. Dibenarkan guru memberikan
tugas kepada siswa untuk membaca dan membatasi apa yang harus dibaca serta
mendiskusikannya.
6. Membaca lepas memberikan andil dalam pencapaian siswa pada khazanah arab, membaca
kitab-kitab dan semi arab. Dan dari sini akan memberikan tambahan pemahaman mengenai
kebudayaan arab.26
27
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2011),
144-148.
3. Membaca pemahaman
Membaca yang dilakukan agar tercipta suatu pemahaman terhadap isi yang terkandung
dalam bacaan. Dalam membaca pemahaman, seseorang siswa harus mampu menangkap
pokok-pokok pikiran yang lebih tajam sehingga setelah selesai membaca, ia benar-benar
memahami makna dan tujuan bacaan.
4. Membaca kritis
Kegiatan membaca yang menuntut pembaca mampu mengerti, memahami, kemudian
mengemukakan suatu pertanyaan apa dan bagaimana pokok pikiran yang terkandung dalam
suatu bacaan. Membaca kritis penuh dengan penilaian dan kesimpulan.
5. Membaca ide
Membaca ide merupakan kegiatan membaca yang bertujuan mencari, mendapatkan, dan
memanfaatkan ide-ide yang terkandung di dalam bacaan.28
28
Ulin Nuha, Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab (Jogjakarta: DIVA PRESS, 2012), 114-
119.
29
Aziz fachrurrozi & Erta Mahyuddin, Pembelajaran Bahasa Asing (Jakarta Timur: Bania Publising, 2010),
69.
7. Setelah selesai mengerjakan latihan, bahan bacaan perluasan diberikan untuk dipelajari di
rumah dan hasilnya dilaporkan pada pertemuan berikutnya (efendi, 2005:42)
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, kegiatan membaca adalah kemampuan mengenali
dan memahami isi sesuatu yang tertulis dengan melafalkan atau mencernanya di dalam hati.
Oleh karena itu, membaca memerlukan sebuah konsentrsi tingkat tinggi. Membaca dapat
dikatakan berhasil jika pembaca memahami sesuatu yang dibaca. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam kegiatan membaca adalah sebagai berikut:30
a. Lingkungan yang tenang dan nyaman sangat mendukung terhadap konsentrasi dalam
kegiatan membaca. Sebaliknya, lingkungan yang gaduh dan kondisi udara yang panas akan
mengganggu konsentrasi, dantujuan membaca akan gagal.
b. Tingkatkan pengetahuan pembaca yang sesuai dengan tingkatan bacaan akan
mempengaruhi keberhasilan membaca. Bacaan yang tidak sesuai dengn tingkat pengetahuan
pembaca akan menyulitkan dalam pemahaman isi bacaan.
c. Bacaan yang cocok dan diminati oleh pembaca akan mudah dicerna dan dipahami.
d. Dalam membaca nyaring, diperlukan intonasi bacaan yang tepat.
Metode Komunikatif didasarkan atas asumsi bahwa setiap manusia memiliki kemampuan
bawaan yang disebut dengan “alat pemerolehan bahasa”. Asumsi berikutnya ialah bahwa
penggunaan bahasa tidak hanya terdiri atas empat ketrampilan berbahasa (menyimak,
berbicara, membaca dan menulis), tapi mencakup beberapa kemampuan dalam kerangka
komunikatif yang luas, sesuai dengan peran dari partisipan, situasi, dan tujuan interaksi.
Asumsi lain ialah bahwa belajar bahasa kedua dan bahasa asing sama seperti belajar bahasa
pertama, yaitu berangkat dari kebutuhan dan minat belajar.31
Dalam bahasa arab, metode ini memiliki penamaan yang bervariasi, diantaranya al-thariqoh
al-mukhtarah, al-thariqoh al-taufiqiyyah, al-thoriqoh al-izdiwajiyyah, dan al-thoriqoh al-
taulifiyyah. Metode ini dinamakan al-thoriqoh al khiyariyah karena unsur-unsurnya adalah
gabungan dari unsur-unsur beberapa metode, seperti al-mubasyarah thariqoh dan thoriqoh
al-qawaid wa al-tarjamah. Metode ini dikenal juga dengan “method-active” atau metode
31
Ahmad Fuad Effendy., Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, h.54
campuran, karena metode ini merupakan campuran dari unsur-unsur yang terdapat dalam
direct method dan grammar-translation method.
تماع والكالمiiارة الإلسii مه،ةiiة األربعiiارات اللغويiiة من المهiiة العربيiiدف إلى تعليم اللغiiة تهiiة هي طريقiiة اإلنتقائيiiالطريق
.)والقراءة والكتابة ومن علوم الغة العربية الوظيفية (القواعد أو األساليب النحوية والمفردات والحوار أو القراءة وغيرها
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa thoriqoh intiqoiyyah (metode eklektik)
adalah suatu metode pembelajaran yang lebih banyak ditekan kan pada kemahiran
mendengar (istima’), kalam (berbicara), kitabah (menulis), qiraah (membaca), dan
memahami pengertian-pengertian tertentu.
Dalam buku Zainul Arifin dijelaskan bahwa ada beberapa pandangan terhadap munculnya
metode ini, yaitu :
Metode ini tidak sesuai bagi orang yang ingin memahami ilmu - ilmu bahasa secara
mendalam. Bahasa yang digunakan pada metode lebih terkhusus, tidak terangkum, tidak
tersusun.
Bahasa adalah budaya, untuk itu pembelajaran bahasa mesti berkaitan dengan kebudayaan.
Terdiri dari satu susunan disetiap pembelajaran baik dari segi gramatika, kosa kata, dan lain
- lain.
Mengetahui bahasa tujuan dengan hiwar yang panjang serta berlawanan dalam pertanyaan
dan jawaban.
Selain itu, dalam buku Abdul Wahab Rosyidi dalam bukunya juga menjelaskan beberapa
asumsi yang mendasari munculnya metode ini, yaitu sebagai berikut :
Tidak ada metode yang ideal karena masing-masing mempunyai segi-segi kekuatan dan
kelemahan
Tidak ada satu metode yang cocok untuk semua tujuan, semua guru, semua siswa, dan
semua program pengajaran.
Setiap guru memiliki kewenangan dan kebebasan untuk memilih metode yang sesuai
dengan kebutuhan pelajar.
2. Penerjemahan adalah kemampuan bahasa khusus dan tidak tepat untuk pelajar pemula.
4. Dalam metode ini tidak menekankan pada hafalan, mimik dan mempraktekkan struktur
gramatika bahasa.
5. Bahwa membaca keras itu sebenarnya bukan model atau inti dari pembelajaran qiro’ah
(membaca), akan tetapi hanya sebagai pengenalan huruf dan menyambungkan antar huruf
dan kata atau kalimat.
Tujuan metode ini jelas sekali, yaitu merupakan pendekatan pembelajaran bahasa arab
untuk seluruh materi bahasa yang merupakan sebuah pendekatan yang sangat sempurna
serta sesuai bagi orang non arab yang belajar bahasa.
Para pelajar diarahkan untuk disiplin menyimak dialog-dialog tersebut, lalu menirukan
diaog-dialog yang disajikan sampai lancar.
Para pelajar dibimbing menerapkan dialog-dialog itu dengan teman-teman secara bergiliran.
Setelah lancar menerapkan dialog-dialog yang telah dipelajari, maka diberi teks bacaan
yang temanya berkaitan dengan dialog-dialog tadi. Selanjutnya guru memberi contoh cara
membaca yang baik dan benar, diikuti oleh para pelajar secara berulang-ulang.
Jika terdapat kosa kata yang sulit, guru memakainya, mula-mula dengan isyarat, atau
gerakan, atau gambar, atau lainya. Jika tidak mungkin dengan inii semua, guru
menerjemahkan kedalam bahas populer.
Guru mengenalkan beberapa struktur yang penting dalam teks bacaan, lalu membahas
secukupnya.
Sebagai penutup, jika diperlukan, evaluasi akhir berupa pertanyaan-pertanyaan tentang isi
bacaan yang telah dibahas. Pelaksanaan bisa saja individual atau kelompok, sesuai dengan
situasi dan kondisi. Jika memungkinkan karena waktu maka misalnya, guru dapat
menyajikanya berupa tugas yang harus dikerjakan di rumah masing-masing
Setelah membca teks dan menuliskan kosa kata guru memerintahkan muridnya untuk
berlatih (tadribat) sekitar teks untuk memahami materi pembelajaran yang terdiri dari
tadribat syafahi, contoh : menjawab pertanyaan, mengulangi kalimat atau jumlah,
mencobakan percakapan dan lain - lain. Dan tadribat kitabah menuliskan huruf, serta
malakukan imla’ dan lainya, setelah tadribat guru menjelaskan susunan gramatika yang
terkandung dalam materi pembelajaran dengan menggunakan metode Istinbaiyyah.
Di akhir waktu pembelajaran guru memberikan latihan di luar teks yaitu menuntut
memperkaya pembelajaran agar murid - murid bisa memahami materi yang diajarkan serta
sanggup untuk digunakan baik Syafahi maupun Kitabiyyah, boleh jadi latihan ini
merupakan PR, yang materinya selalu menggunakan metode eklektik yang juga berkaitan
dengan materi yang terdahulu dari segi mufradat, tema maupun gramatika.
Metode eklektik tidaklah berbeda dengan metode lainnya. Ia lahir dengan aspek kelebihan
dan kelemahan. Di antara kelebihannya adalah, bahwa bila metode ini didukung oleh
profesionalisme guru yang memadai dalam melakukan pengayaan metode pengajaran, maka
aspek kekuatan dari metode ini akan semakin terasah untuk teraplikasikan secara
proporsional. Namun sebaliknya, bila ia tidak didukung oleh kompetisi metodologi yang
professional dari pengajar di dalam kelas, maka metode elektik ini akan menjadi tidak
menentu, dan lahirlah apa yang di klaim dengan metode “seadanya”.
4
Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2012), hal. 41
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka