Fira Alamri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

STRUKTUR DAN NILAI BUDAYA BATAK TOBA DALAM SASTRA LISAN HUTA
SILAHISABUNGAN

DISUSUN OLEH :

Nama : Maqfira H Alamri

Nirm : 2102029

MK : Sosial-Budaya
Bab I
PENDAHULUAN

cerita rakyat dapat didengarkan dari penuturan orang tua yang berusia lanjut yang
masih hidup atau dapat juga ditemukan dalam kumpulan- kumpulan buku tentang
cerita rakyat.
Masyarakat Batak Toba memiliki cerita rakyat sebagaimana masyarakat lain di
Indonesia. Pada dasarnya cerita rakyat tersebut memiliki kesamaan pola dengan cerita
rakyat budaya lain di Indonesia, yaitu: terjadinya alam semesta (cosmogony);
terjadinya susunan para dewa ; dunia dewata (pantheon); terjadinya manusia pertama
dan tokoh pembawa kebudayaan (cultural hero); terjadinya makanan pokok seperti
beras dan sebagainya, untuk pertama kali. Keunikan karakteristik suku Batak
tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki dan kebiasaan-kebiasaan yang
merupakan jati diri suku bangsa Batak, yang membedakan suku bangsa ini dengan
suku bangsa lain. Kesusastraan Batak juga merupakan hal yang patut dikagumi.
Banyak cerita-cerita lisan, yang dulu diyakini bahkan hingga sekarang masih menjadi
pedoman bagi suku Batak. Hampir seluruh folkor Batak Toba melukiskan hubungan
kolateral dan vertikal di antara manusia di dalam kehidupan sosial sehari-hari. Tema
cerita maupun legenda yang ada ialah hubungan kekuasaan antara raja dengan rakyat
biasa, maupun hubungan kerja sama sesama warga biasa.
Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari persoalan nilai. Nilai merupakan
sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kehidupan manusia. Dengan akal
budi, manusia mampu menciptakan kebudayaan. Kebudayaan pada dasarnya adalah
hasil akal budi manusia dalam interaksinya, baik dengan alam maupun manusia
lainnya. Koentjaraningrat PHQMHODVNDQ__³Nebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta,
yaitu buddayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal.´ Budaya merupakan pikiran,
akal budi, hasil, adat istiadat yang menyelidiki bahasa sedangkan kebudayaan
merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan
untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman
tingkah lakunya. Kebudayaan adalah keseluruhan cara hidup masyarakat, yang
dipilah-pilah menjadi tiga kategori, yaitu: gagasan, tindakan, dan hasil tindakan.´_
Berdasarkan pada pengkategorian demikian maka Koentjaraningrat mendefinisikan
NHEXGD\DDQ_VHEDJDL_³NHVHOXUXKDQ_VLVWHP_gagasan, tindakan, dan hasil
karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia.
Nilai budaya merupakan bagian dari budaya yang tidak terlepas dari kehidupan
manusia. Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang
hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga
menjadi pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi
konkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap
yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk
konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.
Harahap & Siahaan menjelaskan nilai budaya nonmaterial Batak Toba secara
khusus yang mencakup segala aspek kehidupan orang Batak, yang dianggap penting
dan berharga terdiri dari sembilan nilai budaya utama yang sampai saat ini masih
dipertahankan. Kesembilan nilai budaya tersebut adalah: Kekerabatan, Religi,
Hagabeon, Hasangapon, Hamoraon, Hamajuon, Hukum, patik dohot uhum,
Pengayoman, dan Konflik_´
Dalam cerita rakyat huta silahisabungan yang bercerita tentang sejarah huta
silahisabungan dalam kultur Tapanuli, ketika seseorang membuka sebuah
perkampungan (huta) maka ia akan menobatkan dirinya sebagai raja Sipukka Huta
(disebut sebagai raja sebab ia merupakan orang pertama yang merintis perkampungan
tersebut) sehingga ia dan keturunannya (ahli waris) akan selalu dihormati sepanjang
masa (sampai saat ini). Sejak dahulu kala, keturunan Raja Silahisabungan kemudian
mendiami perkampungan Huta Lahi. Kampung Raja Silahisabungan bernama
kampung Huta Lahi yang kemudian dikenal sebagai Silalahi Nabolak, Pakpak, Dairi.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: bagaimana struktur tema
dan penokohan dalam cerita rakyat Batak Toba huta silahisabungan dan nilai-nilai
budaya apa saja yang terkandung dalam cerita rakyat Batak Toba huta
silahisabungan. Ketertarikan penulis dalam mengambil cerita rakyat huta
silahisabungan, karena cerita ini memiliki nilai budaya Batak Toba, karena tidak
semua individu atau masyarakat Batak Toba mengenal cerita lisan tersebut. Untuk
itu, peneliti ingin memperkenalkannya agar cerita tersebut tidak punah. Tradisi lisan
dapat punah karena disebabkan terlalu lama tidak diingat oleh masyarakat dan tidak
pernah diperdengarkan lagi. Karena sastra lisan yang semakin memudar dan hanya
berdasarkan daya ingat penuturnya sehingga dapat mengubah keaslian suatu sastra
lisan. Peneliti merasa tertarik untuk mengkajinya kemudian mendokumentasikannya.
Harapan yang ingin dicapai dalam peneltian ini dapat menjadikan sastra lisan tersebut
menjadi sastra yang selalu hidup dan dapat dipertahankan. Adapun 9 nilai budaya
dalam Batak Toba yang akan diteliti menurut Harahap & Siahaan antara lain: nilai
kekerabatan, nilai religi, nilai hagabeon, nilai hasangapon, nilai hamoraon, nilai
hamajuon, nilai hukum, nilai pengayoman, dan nilai konflik.
Bab II
TINJAUAN PUSTAKA

Hasil penelitian yang ditemukan adalah VDVWUD_ OLVDQ_ ³huta silahisabungan´___


yang direkam dari tiga orang narasumber, yakni Efendi Situngkir (56 tahun), Diana
Sidabariba (54 tahun) dan satu masyarakat, yang bernama Raniyam Sinabariba (89
tahun) dan juga struktur tema dan penokohan dalam sastra OLVDQ_ ³huta
silahisabungan´__ $QDOLVLV_ VDVWUD_ OLVDQ_ ³huta silahisabungan´ bertujuan
untuk
mendapatkan susunan nilai-nilai budaya yang terdapat di dalam cerita, sehingga akan
diperoleh nilai budaya Batak Toba apa saja yang muncul dari cerita tersebut dan juga
diperolehnya struktur tema dan penokohan dalam cerita.

Adapun struktur tema dan penokohan GDODP_ VDVWUD_ OLVDQ_ ³huta


silahisabungan´ yakni: WHPD_ GDODP_ VDVWUD_ OLVDQ_ ³huta silahisabungan´_
LDODK_
menceritakan tentang perjalanan Raja Silahisabungan dalam membangun huta
Silahisabungan (kampung) dan semua keturunannya akan selalu dihormati sepanjang
perjalanan masa. Tokoh atau penokohan terbagi dua yaitu, tokoh utama dan tokoh
tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam karya
sastra yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian sedangkan tokoh tambahan adalah
tokoh yang kehadirannya hanya ada jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara
langsung ataupun tak langsung. Dalam cerita lisan huta silahisabungan terdapat
banyak tokoh. Selain tokoh utama, juga terdapat banyak tokoh bawahan yang
kehadirannya sangat diperlukan untuk membentuk kepaduan dan keutuhan cerita.
Namun, dalam bagian ini beberapa tokoh penting saja yang dibicarakan antara lain:
(1) Raja Silahisabungan, merupakan suami dari Pinta Haomasan boru Baso Nabolon
yang mana sebagai upahnya membantu Sorbadijulu mengusir musuhnya marga
Lontung. Raja Silahisabungan dan Pinta Haomasan boru Baso Nabolon tinggal di huta
Tolping. Perkawinan mereka ini melahirkan seorang anak yang diberi nama Silalahi.
Raja Silahisabungan adalah seorang tokoh yang sakti, sanggup mengusir bala atau
penyakit, pintar dan sabungan (tangkas) di hata (bicara). (2) Pinggan Matio boru
Padang Batanghari adalah istri Raja Silahisabungan saat beliau berada di Silalahi
Nabolak. Dari perkawinan ini, Pinggan Matio boru Padang Batanghari melahirkan 7
orangorang putra dan seorang putri masing-masing diberi nama Sihaloho, Situngkir,
Sondiraja, Sidebang, Sinabutar, Sinabariba, dan Pintubatu sedangkan putrinya
bernama Deang Namora. (3) Siboru Nailing boru Nairasaon adalah istri Raja
Silahsiabungan saat beliau bertanding ilmu di Sibisa Uluan. Dari perkawinan ini,
Siboru Nailing boru Nairasaon melahirkan seorang putra yang bernama si Raja
Tambun.
Mangokal Holi adalah sebuah tradisi upacara adat yang diselenggarakan untuk menggali
makam orang yang sudah lama meninggal untuk diambil tulang-belulangnya yang dan
dipindahkan ketempat yang baru.Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada
leluhur.
Bab III
PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya yaitu bab IV, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut: 7HPD_ GDODP_ VDVWUD_ OLVDQ_ ³huta silahisabungan
´_ LDODK_
menceritakan tentang perjalanan Raja Silahisabungan dalam membangun huta
Silahisabungan (kampung) dan semua keturunannya akan selalu dihormati sepanjang
perjalanan masa. Tokoh-tokoh utama dalam sastra lisan Huta silahisabungan antara
lain: Raja Silahisabungan, Pinta Haomasan boru Baso Nabolon yang mana sebagai
istri pertama yang berada di huta Tolping, Perkawinan mereka ini melahirkan seorang
anak yang diberi nama Silalahi. Pinggan Matio boru Padang Batanghari adalah istri
kedua yang berada di Silalahi Nabolak. Dari perkawinan ini, Pinggan Matio boru
Padang Batanghari melahirkan 7 orang putra dan seorang putri masing-masing diberi
nama Sihaloho, Situngkir, Sondiraja, Sidebang, Sinabutar, Sinabariba, dan Pintubatu
sedangkan putrinya bernama Deang Namora. Siboru Nailing boru Nairasaon adalah
istri Raja Silahsiabungan ketiga di Sibisa Uluan. Dari perkawinan ini, Siboru Nailing
boru Nairasaon melahirkan seorang putra yang bernama si Raja Tambun. Dalam sastra lisan
huta silahisabungan terdapat nilai-nilai budaya Batak Toba,
masing-masing nilai budaya tersebut adalah nilai kekerabatan, religi, hagabeon,
hukum, konflik, hamoraon, hasangapon, dan pengayoman. Sedangkan nilai
hamajuon tidak ditemui dalam cerita lisan huta silahisabungan. Nilai kekerabatan
dalam cerita lisan huta silahisabungan terdapat enam peristiwa tutur, religi tiga
peristiwa tutur, hagabeon tiga peristiwa tutur, hukum dua peristiwa tutur, konflik tiga
peristiwa tutur, hamoraon dua peristiwa tutur, hasangapon dua peristiwa tutur, dan
pengayoman satu peristiwa tutur.
REFLEKSI DIRI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur cerita rakyat


Batak Toba huta silahisabungan dan mendeskripsikan nilai-nilai
budaya yang terdapat di dalamnya. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kualitatif, mengutamakan makna dan konteks, menuntut
peran peneliti yang tinggi. Narasumber dalam penelitian ini ada tiga
orang yaitu seorang ahli budaya, yang bernama Efendi Situngkir (56
tahun), Diana Sidabariba (54 tahun) dan satu masyarakat Silalahi, yang
bernama Raniyam Sinabariba (89 tahun). Berdasarkan hasil penelitian,
nilai budaya kekerabatan yang terdapat dalam cerita lisan huta
silahisabungan terdapat enam peristiwa tutur, religi tiga peristiwa tutur,
konflik tiga peristiwa tutur, hasangapon dua peristiwa tutur, hagabeon
dua peristiwa tutur, hamoraon dua peristiwa tutur, hukum dua peristiwa
tutur dan pengayoman satu peristiwa tutur.
Kata Kunci: Karya Sastra-Sastra Lisan±Nilai Budaya Batak Toba
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Endraswara, Suwardi . 2003. Metodologi Penelitian Sastra, Epistemologi, Model,
Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Caps.
Harahap, B.H. dan Hotman M Siahaan.1987. Orientasi Nilai-nilai Budaya Batak.
Jakarta: Sanggar Willem Iskandar.
Herimianto dan Winarno. 2008. Ilmu Sosial& Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Loeb, Edwin.M. 2013. Sumatra Sejarah dan Masyarakatnya. Yogyakarta:Penerbit
Ombak.
Moelong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya.
Ndraha, Taliziduhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta.
Nurelide. 2007. Meretas Budaya Masyarakat Batak Toba Dalam Cerita Sigalegale
Telaah Cerita Rakyat Dengan Pendekatan Antropologi Sastra. (Tesis)
Semarang: Universitas Diponegoro.
Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2006. Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak
Toba Hingga 1945, Suatu Pendekatan Antropologi Budaya dan
Politik.Jakarta : Yayasan obor Indonesia.
Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2010. Melayu Pesisir dan Batak Toba Pegunungan
(Orientasi Nilai Budaya).Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai