Revisi - LP Fraktur - Jyhan Aprilia Audyna 2110721124
Revisi - LP Fraktur - Jyhan Aprilia Audyna 2110721124
Revisi - LP Fraktur - Jyhan Aprilia Audyna 2110721124
Disusun oleh :
Jyhan Aprilia Audyna
2110721124
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka
orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai
saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama
garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari
bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson,
2013). Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang
tubuh dengan perantara gelang pang]gul terdiri dari 31 pasang antara lain: tulang
koksa, ]tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia dan falang (Price dan
Wilson, 2013).
a. Tulang Koksa OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya di setiap sisi
dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang
pelvis.
b. Tulang Femur merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada
bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi
yang disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari kolumna femoris
terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Di bagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus
lateralis dan medialis. Di antara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya
tulang tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fosa kondilus.
c. Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan
terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan
sebuah batang dan dua ujung.
d. Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang itu
adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung .Sendi tibia fibula
dibentuk antara ujung atas dan ujung bawah, kedua tungkai bawah batang dari
tulang-tulang itu digabungkan oleh sebuah ligamen antara tulang membentuk
sebuah sendi ketiga antara tulang-tulang itu.
e. Meta tarsalia terdiri dari tulang-tulang pendek yang banyaknya 5 buah yang
masing- masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
f. Falangus merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masing terdiri
dari 3 ruas kecuali ibu jari sebanyak 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari
terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian
(osteum sesarnoid).
2. Fisiologi Tulang
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa dan
jaringan-jaringan khusus yang menghubungan struktur tersebut (Price dan Wilson,
2013). Tulang adalah suatu jarigan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain: osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan
osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan
jaringan osteoid, osteoblast mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks
tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis
kanker ke tulang. Osteosid adalah sel tulang deawasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel
besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matrik tulang dapat diabsorpsi.
Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel ini menghasilkan
enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
Metabolisme tulang di atur oleh beberapa hormon. Peningkatan kodar hormon
paratoid mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang yang
menyebabkan kalsium dan fosfat daiabsorpsi dan bergerak memasuki serum. Di
samping itu peningkatan kadar hormon paratoid secara perlahan menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktifitas osteoklas sehingga terjadi demineralisasi.
Peningkatan kadar kalsium serum pada hiperparatiroidisme dapat pula menimbulkan
pembentukan batu ginjal. Tulang mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan
90% dari seluruh fosfat tubuh. Fungsi penting kalsium adalah dalam mekanisme dan
pembentukan darah, trasmisi impuls neuromuscular, iritabilitas eksitabilitas otot,
keseimbangan asam basah, permeabilitas membrane sel dan sebagai pelekat di antara
sel-sel.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2013) antara lain :
1. Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi
bentuk tubuh.
2. Proteksi sistem. Musculoskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak
dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada
rongga dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).
3. Ambulasi dan Mobilisasi. Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya
pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu sistem
pengungkit yang digerakkan oleh otot.
3. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditetukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gerakan puntir
mendadak, gaya remuk dan bahkan kontraksi otot eksterm (Bruner & Sudarth,
2016). Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma dan tenaga fisik. Kekuatan, sudut
tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi jika
seluruh tulang patah sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang (Syalvia A. Price, 2015). Fraktur adalah patah atau retak pada
tulang yang utuh. Biasanya fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang, baik berupa langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidayat & Jong, 2016). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2016). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik yang
bersifat maupun sebahagian (Chairudin Rasjad, 2012).
4. Klasifikasi Fraktur
Fraktur transversal Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang. Fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah di reposisi
atau di reduksi kembali ke tempat semula. Segmen itu akan stabil dan biasanya di
control dengan bidai gips.
1. Fraktur oblik Fraktur yang garis besar patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
2. Fraktur spiral Fraktur akibat torsi pada eksremitas. Jenis frakturnya rendah energi,
ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak. Fraktur semacam ini
cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
3. Fraktur komulatif Fraktur adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan
jaringan tempat adanya lebih dari dua fragmen tulang.
4. Fraktur sagsemental Fraktur yang berdekatan pada suatu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam
ini sulit ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah
menjadi sulit untuk sembuh. Keadaan ini mungkin memerlukan pengobatan
melalui pembedahan.
5. Fraktur impaksi atau fraktur kompresi Fraktur yang terjadi ketika kedua tulang
menumbuk tukang ketiga yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan
kedua vertebra lainnya. Fraktur ini biasanya akan mengakibatkan klien menjadi
syok hipovalemik dan meninggal jika tidak dipemeriksaan denyut nadi, tekanan
darah dan pernapasan secara akurat dan berulang dalam 24 sampai 48 jam
pertama setelah cidera.
B. Etiologi
a. Cidera atau benturan: apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat misalnya benturan, jatuh, pukulan yang mengakibatkan patah tulang.
b. Fraktur patologik. Terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor, kanker dan osteoporosis.
1) osteosarkoma: merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini
tumbuh dibagian metafisis tulang. Tempat yang paling sering ialah bagian ujung
tulang panjang, terutama lutut.
2) multiplemieloma: tumor ganas tulang yang paling sering ditemukan adalah
multiplemieloma, akibat proliferasi dari sel-sel plasma.
3) osteokondroma: tumor ini berkembang sampai maturitas skeletal dan mungkin
tidak terdiagnosa sampai masa dewasa. Tumor ini mungkin tumbuh tunggal
ataupun multiple dan dapat terjadi pada tulang manapun. Femur dan tibia adalah
yang paling sering terkena.
c. Fraktur beban : Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima dalam angkatan
bersenjata atau orang- orang yang baru mulai berlari.
C. Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth (2013), trauma dan kondisi patologis yang terjadi
pada tulang yang menyebabkan fraktur. Fraktur menyebabkan diskontinuitas jaringan
tulang yang dapat membuat penderita mengalami kerusakan mobilitas fisiknya.
Diskontinuitas jaringan tulang dapat mengenai 3 bagian yaitu jaringan lunak, pembuluh
darah dan saraf serta tulang itu sendiri. Jika mengenai jaringan lunak makan akan
terjadi spasme otot yang menekan ujung saraf dan pembuluh darah dapat
mengakibatkan nyeri, deformitas serta syndrome compartement. Fraktur adalah semua
kerusakan pada kontinuitas tulang, fraktur beragam dalam hal keparahan berdasarkan
lokasi dan jenis fraktur. Meskipun fraktur terjadi padasemua kelompok usia, kondisi ini
lebih umum pada orang yang mengalami trauma yang terus-menerus dan pada pasien
lansia. Fraktur dapat terjadi akibat pukulan langsung, kekuatan tabrakan, gerakan
memutar tiba-tiba, kontraksi otot berat, atau penyakit yang melemahkan tulang. Dua
mekanisme dasar yang fraktur: kekuatan langsung atau kekuatan tidak langsung.
Dengan kekuatan langsung, energi kinetik diberikan pada atau dekat tempat fraktur.
Tulang tidak dapat menahan kekuatan. Dengan kekuatan tidak langsung, energi kinetik
di transmisikan dari titik dampak ke tempat tulang yang lemah. Fraktur terjadi pada titik
yang lemah. Sewaktu tulang patah, pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel
darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke
tempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorpsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat
menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pebekakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment (Brunner dan
Suddarth, 2016).
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri. intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda-beda pada setiap klien.
Nyeri biasanya terus menerus, meningkat jika fraktur tidak dimobilisasi. Hal ini
terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan, atau cidera pada
struktur sekitarnya.
2. Pembengkakan. Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan
serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Deformitas. Pembengkakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokal fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi.
4. Memar (ekimosis). Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
5. Spasme otot. spesme otot involuntar sebenarnya berfungsi sebagai bidai alami
untuk mengurangi gesekan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
6. Ketegangan. Ketegangan di atas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
7. Kehilangan fungsi. Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur
atau karena hilangnya fungsi pengungkit – lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi. Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari
bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur yang menciptakan sensasi
dan suara deritan.
9. Perubahan neurovaskular. Cedera neurovaskular terjadi akibat kerusakan saraf
perifer atau struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas
atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
10. Syok. Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
E. Komplikasi
Komplikasi Fraktur Jangka Pendek
1. Kerusakan arteri= ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis
bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
2. Sindrom kompartement = terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan
yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar
seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat
3. Fat Embolism Syndrom = terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
4. Infeksi = Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5. Shock = terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
6. Cidera syaraf = Cidera saraf ditandai dengan pucat serta bagian tubuh yng fraktur
terasa dingin, perubahan pada kemampuan klien untuk menggerakkan jari-jari
tangan atau tungkai, parastesia atau adanya keluhan yang meningkat.
Komplikasi Fraktur Jangka Panjang
a. Nonunion = Kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang
lengkap, kuat dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
b. Malunion = adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring Malunion
dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
c. Penyatuan terhambat = terjadi ketika penyembuhan melambat tapi tidak benar-
benar berhenti , mungkin karena adanya ditraksi pada fragmen fraktur atau adanya
penyebab sistemik seperti infeksi.
d. Artritis traumatic = kekakuan sendi dapat terjadi dan dapat menyebabkan kontaktur
sendi, pengerasan ligament atau atrofi otot.
e. Nekrosis avascular (AVN) = kondisi jaringan yang mati karena kurang pasokan
darah.
f. Sindrom Nyeri Regional Komplek (CRPS) = suatu sindrom disfungsi dan
penggunaan yang salah yang disertai nyeri yang dicirikan oleh nyeri yang abnormal
dan pembengkakan pada tungkai yang sakit.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Proteksi = untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling
(mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. Tindakan
ini terutama diindikasikan pada fraktur-fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil,
falang dan metakarpal, atau fraktur klavikula pada anak.
2. Reduksi = mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Pembidaian atau gips akan menjaga kelurusan tulang selama proses penyembuhan.
a. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisi nya. Alat yang
digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Dilakukan segera setelah
cedera.
b. Reduksi terbuka, prosedur bedah dimana fragmen fraktur disejajarkan.
Memberikan imobilisasi dan membantu mencegah deformitas.
c. Fiksasi Eksternal, diindikasikan jika kerusakan jaringan lunak menghalangi
penggunaan gips.
3. Traksi = untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Ketika tulang sembuh,
akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang
gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
4. Imobilisasi = Perkiraan waktu imobilisasi yang di butuhkan untuk penyatuan tulang
sekitar 3 bulan. Setelah direduksi, fragmen tulang harus dipertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna.
5. ORIF = Open Reduction Interna Fixation adalah fiksasi interna dengan pembedahan
terbuka untuk megistirahatkan fraktur dengan melakukan pembedahan untuk
memasukkan paku, screw, pen ke dalam tempat fraktur untuk menguatkan/mengikat
bagian-bagian tulang yang fraktur bersamaan.
Indikasi: Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi, tidak stabil secara
bawaan dan cenderung mengalami pergeseran kembali setelah reduksi,
penyatuannya kurang sempurna, Fraktur patologik, multiple, dan Fraktur pada pasien
yang sulit perawatannya
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Non-Invasif
1) Radiografi (Sinar-X) = digunakan sebagai alat skrining untuk mengetahui
adanya masalah skeletal, namun tidak memperlihatkan kelainan jaringan
lunak/tendon atau ligamen.
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI) = menggambarkan semua kerusakan akibat
fraktur.
3) Computed Axial Tomography (CAT) = untuk melihat secara segmental dari area
tertentu, membantu dalam mengetahui tumor pada jaringan lunak dan fraktur
tulang spinal.
4) Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) = mengukur kehilangan tulang dan
merupakan uji standar utama untuk osteoporosis.
2. Uji Invasif
1) Artrosentesis = aspirasi cairan sendi menggunakan teknik steril. Medikasi,
seperti kortison dapat disuntikkan ke dalam sendi setelah aspirasi cairan.
2) Artrogram = gambaran rontgen dari sendi setelah disuntukkan kontras, untuk
mengevaluasi robekan pada selaput sendi atau robekan pada struktur internal.
3) Artroskopi = prosedur operasi yang memasukkan teleskop fiberoptik kecil pada
sendi, yang dapat memberikan visualisasi dari struktur internal dan
memungkinkan dilakukannya intervensi bedah pada waktu yang sama.
4) Elektromielogram dan Uji Konduksi Saraf (EMG/NCT) = memasukkan
elektrode kecil pada jalur saraf dan menstimulasi saraf untuk mengintervasi otot
sambil mengukur kontraksi otot, untuk mendiagnosis kondisi seperti carpal
tunnel syndrome.
3. Uji Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
PATOFISIOLOGI
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama: umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
b. Pengkajian Primer
1) Airway: Kaji bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas,
distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema
laring
2) Breathing: Kaji frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan
nafas
3) Circulation : Kaji denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan
kelembabankulit, tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability : Kaji tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil
danresponnya terhadap cahaya
5) Exposure : Kaji tanda-tanda trauma yang ada
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala: Tidak ada gangguan yaitu, normocephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri dan tidak ada lesi.
2) Leher: Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,reflek
menelan ada.
3) Wajah: Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahanfungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak edema.
4) Mata: Konjungtiva anemis jika terjadi perdarahan hebat dan tidak adasekret.
5) Telinga: Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
6) Hidung : Tidak ada deformitas, simetris, tidak ada pernafasan cuping
hidung dan tidak ada sekret.
7) Mulut dan Faring: Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
8) Thoraks: Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
9) Paru-paru
Inspeksi: Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi: Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi: Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya
Auskultasi: Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
10) Jantung
Inspeksi: Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi: Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Perkusi: tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi: Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
11) Abdomen
Inspeksi: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi: Tugor baik, tidak ada benjolan, tidak ada defands muskuler, hepar
tidak teraba
Perkusi: Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi: Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
12) Genetalia-Anus: Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada
kesulitan BAB.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan fraktur
b. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler,
tekanan dan disuse
c. Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan
menjalankan aktivitas.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma
e. Kerusakan mobilitas fisik
3. Intervensi Keperawatan
No Dx Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Pain manajemen
b/d agent perawatan selama 2 x 24 - Kaji kondisi nyeri
injury fisik jam nyeri akut dapat diatasi - Observasi respon non verbal
(fraktur) dengan kriteria: NOC : ketidaknyamanan.
- Tingkatkan nyeri, - Gunakan komunikasi teraupetik
kontrol nyeri, tingkat - Evaluasi pengalaman nyeri
kenyamanan pasien
- Efek distruptive Clien - Kontrol lingkungan.
outcome : - Meminimalkan faktor pencetus
- Skala nyeri menurun nyeri
Manajemen medikasi
- Tentukan obat yang ditentukan
sesuai dengan order.
- Monitor efeksivitas pengobatan
- Monitor tanda-tanda toxisitas.
- Jelaskan pada pasien kerja dan
efek obat.
Ajarkan pasien memperhatikan
aturan pengobatan.
2. Resiko Setelah dilakukan tindakan Penkes proses penyakit
Cidera perawatan selama 1 x 24 - Kaji tingkat Pengetahuan pasien
jam cidera dapat dihindari tentang Fraktur
dengan kriteria: - Jelaskan patofisiologi fraktur
NOC : - Jelaskan tanda, gejala dan
Status keselamatan Injuri diskusikan terapi yang
fisik diberikan.
Client outcome :
Bebas dari cidera Manajemen Lingkungan
- Batasi pengunjung
- Pertahankan kebersihan tempat
tidur.
- Atur posisi paien yang nyaman
Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika,
Jakarta, 2013.
Price, S.A., dan Wilson, L. M., Pathofisiologi Konsep Klinik ProsesProses Penyakit.
Jakarta: EGC. 2013. Hal : 43-51
Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
EGC