Tugasku Jurnal Pak Akhyak
Tugasku Jurnal Pak Akhyak
Tugasku Jurnal Pak Akhyak
A. Pendahuluan
Permasalahan dalam dunia pendidikan adalah masalah manusia yang
berkaitan dengan keberlangsungan kehidupan. Tatkala manusia masih ada, maka itu
pula permasalahan pendidikan ditinjau dan dibangun ulang dari masa ke masa, baik
dari arti luas seperti sebuah kebijakan pendidikan dan politik pendidikan, ataupun
dari arti yang sempit seperti halnya, metode, tujuan, pembelajar dan pendidik, baik
dari konsep filsafat ataupun dalam praktek nyata, pada umunya pemecahan dari
sebuah masalah melalui pendidikan.
Perkembangan yang semakain pesat akibat dari dampak dari perkembangan
ilmu dan teknologi, mau tidak mau juga memberikan dampak terhadap banyaknya
problematikan dalam upaya peningkatan kualitas dari sebuah pendidikan baik dari
segi konsep ataupun metode yang digunakan dalam praktik langsung dilapangan.
Apalagi jika kaitkan dengan sebuah asumsi bahwa problem pendidikan hakikatnya
berpangkal dari kurang kuatnya landasan filsafat pendidikannya. Sehingga kajian
terhadap konsep pendidikan yang diberikan oleh para ahli merupakan sebuah
keharusan.
Khusus dalam tulisan ini peneliti memfokuskan pada pembahasan kitab
Ta’limul Muta’allim. Kitab warisan seorang tokoh intelektual muslim ini penting
untuk dikaji ulang, karena pimikiran yang ada dalam kitab tersebut relevan untuk
pada dipraktikkan dalam pendidikan sekarang mengingat sekrang nilai-nilai akhlak
bagi pendidik dan pembelajar sudah mulai pudar.. oleh karenanya Nurkholis
Madjid mengatakan, bahwa budaya dalam dunia Islam klasik sedemikian kaya
rayanya, sehingga akan merupakan sumber pemiskinan intelektual yang ironi jika
sejarahnya yang telah berjalan lebih empat belas abad itu diabaikan dan tidak
dijadikan bahan pelajaran. Belajar dari sejarah merupakan perintah langsung dari
Allah untuk memperhatikan Sunnatullah. Termasuk di sini ialah keharusan
mempelajari secukupnya warisan kekayaan intelektual Islam.1
Pemahaman dan pembahasan peran Ulama pada masa abad pertengahan
yang akan menjadi pembahasan inti dalam tulisan ini adalah menyangkut tujuan
pendidikan menurut Az-Zarnuji. Kemudian fokus pada Studi Pemikiran Metodologi
Pendidikan/Belajar Az-Zarnuji dalam Kitab Ta'limul Mutalim. Selanjutnya, metode
adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. 2 Belajar
bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan, sikap, kecakapan dan keterampilan,
serta akan menjadikannya berpribadian yang baik. Jadi yang dimaksud metode
belajar adalah cara-cara yang dipakai oleh pelajar untuk mencapai tujuan tersebut.
Kesalahan-kesalahan dalam metode belajar sering dilakukan murid, bukan saja
1
Dwiki Setyawan dan Abdullah Mahmud, “Telaah Paradigma Pemikiran Nurkholis Madjid”,
(Majalah Rindang, XIX, No. 9 , 1994), hal. 44
2
Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) hal. 82;
juga baca Al-Fikra:Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 7, No. 2, Juli-Desember 2008
karena ketidaktahuannya, tetapi juga disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaan yang
salah.3
Zainuddin dkk, dalam buku Seluk-beluk Pendidikan dari al Ghazali,
menjelaskan tentang norma-norma positif dalam metode belajar, sebagai berikut:
(1) Memperhatikan kemuliaan, kehormatan dan kewibawaan guru, sehinggga
hubungan guru dan murid dapat berjalan dengan harmonis; (2) Memperhatikan
kosentrasi dan suasana belajar dalam kelas; dan (3) Sopan santun dan tata krama
dalam pergaulan sehari-hari.4
Menanggapi tentang metode belajar dalam kitab Ta`lim al-Muta`allim
Tariqatta`llum Imam Az-Zarnuji banyak menguraikan metode belajar yang berguna
dan akan membawa kesuksesan bagi orang yang menuntut ilmu. Zarnuji
menjelaskan syarat-syarat memilih ilmu dan guru, hendaklah memilih ilmu yang
berguna, bukan yang baru lahir dan hendaklah memilih guru yang lebih alim, wara`
dan lebih tua usianya.5
Tulisan ini bersifat deskriptif. Teknik analisisnya menggunakan content
analisis yakni menarik kesimpulan dalam usaha menemukan karakteristik pesan
yang dilakukan secara objektif dan sistematis. Dengan demikian pemikiran
pengarang kitab tidaklah dihubungkan dengan setting sosial yang melingkupinya
dan latar belakang pendidikannya.
وينبغى أن ينوي المتعلم يطلب العلم رضا هللا تعالى والدار اآلخرة وازلة الجهل من
.العلمiiالم بiiاء اإلسiiأن بقiالم فiiاء اإلسiiدين و إبقiiاء الiiال وإحيiiنفسه وعن سائر الجه
دينiiان الiiل برهiiام األجiiيخ اإلمiiد الشii والنش.لiiع الجهiiوى مiiد والتقiiح الزهiiواليص
i:صاحب الهداية شعرا لبعضهم
3
Ibid., hal. 98
4
Zainuddin, dkk, Seluk-beluk Pendidikan dari al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 45.
5
Az-Zarnuji, Ta`lim al-Muta`allim, Ter. Aliy As`ad (Kudus: Manara Kudus, 1978), hal. 16.
6
Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim al-Muta’llim Thariq al-Ta’allum, (Indonesia: Dar
Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, tt.), hal. 10
Selanjutnya al-Zarnuji berkata:7
اس والiiال النiiه اقبiiوى بiiدن وال ينiiحة البiiل وصiiة العقiiكر على نعمiiه الشiiوينوي ب
هiiن رحمii قال محمد ابن الحس.استجالب حطام الدنيا والكرامة عند السلطان وغيره
.هللا تعالى لو كان الناس كلهم عبيدى العتقتهم و تبرأت عن وآلئهم
Maksudnya adalah : Seseorang yang menuntut ilmu haruslah didasari atas
mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan. Dan dia tidak boleh bertujuan supaya
dihormati manusia dan tidak pula untuk mendapatkan harta dunia dan mendapatkan
kehormatan di hadapan pejabat dan yang lainnya.
Sebagai akibat dari seseorang yang merasakan lezatnya ilmu dan mengamalkannya,
maka bagi para pembelajar akan berpaling halnya dari sesuatu yang dimiliki oleh
orang lain. Demikian pendapat al-Zarnuji, seperti statemen berikut ini:8
تاذii انشد الشيخ اإلمام اآلجل األس.ومن وجد لذة العلم والعمل به قلما فيما عند الناس
ةiiاري امآلء البي حنيفiiفار األنصiiماعيل الصiiراهم بن اسiiدين ابiiدين حمادالiiقوام ال
: رحمه هللا تعالى شعرا
من طلب العلم للمعاد * فاز بفضل من الرشاد
. * لنيل فضل من العباد فيالخسران طالبه
Maksudnya: Barangsiapa dapat merasakan lezat ilmu dan nikmat mengamalkannya,
maka dia tidak akan begitu tertarik dengan harta yang dimiliki orang lain. Syekh
Imam Hammad bin Ibrahim bin Ismail Assyafar al-Anshari membacakan syair Abu
Hanifah: Siapa yang menuntut ilmu untuk akhirat, tentu ia akan memperoleh
anugerah kebenaran/petunjuk. Dan kerugian bagi orang yang mencari ilmu hanya
karena mencari kedudukan di masyarakat.
Tujuan pendidikan menurut al-Zarnuji sebenarnya tidak hanya untuk akhirat (ideal),
tetapi juga tujuan keduniaan (praktis), asalkan tujuan keduniaan ini sebagai
instrumen pendukung tujuan-tujuan keagamaan. Seperti pendapat al-Zarnuji berikut
ini:9
زازiiق واعiiذ الحiiر وتنفيiiاللهم اال اذا طلب الجاه لألمر بالمعروف والنهى عن المنك
المعروف والنهى عنiiر بiiه األمiiايقيم بiiدر مiiك بقiiوز ذلiiواه فيجiiه وهiiالدين ال لنفس
ير فالiiد كثiiه يتعلم العلم بجهiiك فإنiiر في ذلiiالب العلم أن يتفكii وينبغى لط.رiiالمنك
:يصرفه الى الدنيا الحقيرة القليلة الفانية شعر
7
Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim al-Muta’llim Thariq al-Ta’allum… hal. 10
8
Ibid., hal 11
9
Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim al-Muta’llim Thariq al-Ta’allum… hal. 11
Maksudnya: Seseorang boleh memperoleh ilmu dengan tujuan untuk memperoleh
kedudukan, kalau kedudukan tersebut digunakan untuk amar makruf nahi munkar,
untuk melaksanakan kebenaran dan untuk menegakkan agama Allah. Bukan
mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, dan tidak pula karena memperturutkan
nafsu. Seharusnyalah bagi pembelajar untuk merenungkannya, supaya ilmu yang
dia cari dengan susah payah tidak menjadi sia-sia. Oleh karena itu, bagi pembelajar
janganlah mencari ilmu untuk memperoleh keuntungan dunia yang hina, sedikit dan
tidak kekal. Seperti kata sebuah syair: Dunia ini lebih sedikit dari yang sedikit,
orang yang terpesona padanya adalah orang yang paling hina. Dunia dan isinya
adalah sihir yang dapat menipu orang tuli dan buta. Mereka adalah orang-orang
bingung yang tak tentu arah, karena jauh dari petunjuk.
10
Mochtar Affandi, The Methode of Muslim Learning as Illustrated in Az-Zarnuji`s Ta`lim al-
Muta`allim, Tesis, (Montreal: Institute of Islamic Studies McGill University, 1990), hal. 19
Perlu di garisbawahi bahwa dalam pembagian ilmu, Zarnuji membagi
ilmu pengetahuan kepada empat kategori.11 Pertama, ilmu fardhu `ain, yaitu ilmu
yang wajib dipelajari oleh setiap muslim secara individual. Adapun kewajiban
menuntut ilmu yang pertama kali harus dilaksanakan adalah mempelajari ilmu
tauhid, yaitu ilmu yang menerangkan keesaan Allah beserta sifat-sifat-Nya. Baru
kemudian mempelajari ilmu-ilmu lainnya, seperti fiqih, shalat, zakat, haji dan
lain sebagainya yang kesemuannya berkaitan dengan tatacara beribadah kepada
Allah.
Kedua, ilmu fardhu kifayah, ilmu yang kebutuhannya hanya dalam saat-
saat tertentu saja seperti ilmu shalat jenazah. Dengan demikian, seandainya ada
sebagian penduduk kampung telah melaksanakan fardhu kifayah tersebut, maka
gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Tetapi, bilamana seluruh penduduk
kampung tersebut tidak melaksanakannya, maka seluruh penduduk kampung itu
menanggung dosa. Dengan kata lain, ilmu fardhu kifayah adalah ilmu di mana
setiap umat Islam sebagai suatu komunitas diharuskan menguasainya, seperti
ilmu pengobatan, ilmu astronomi, dan lain sebagainya.
Ketiga, ilmu haram, yaitu ilmu yang haram untuk dipelajari seperti ilmu
nujum. Sebab, hal itu sesungguhnya tiada bermanfaat dan justru membawa
marabahaya, karena lari dari kenyataan takdir Allah tidak akan mungkin terjadi.
Keempat, lmu jawaz, yaitu ilmu yang hukum mempelajarinya boleh
karena bermanfaat bagi manusia. Misalnya ilmu kedokteran, yang dengan
mempelajarinya akan diketahui sebab dari segala sebab (sumber penyakit). Hal
ini diperbolehkan karena Rasullah Saw. juga memperbolehkan.
2. Keutamaan ilmu
Dalam kitabnya Zarnuji menyebutkan keutamaan ilmu hanya karena ia
menjadi wasilah (pengantar) menuju ketakwaan yang menyebabkan seseorang
berhak mendapat kemuliaan di sisi Allah SWT. dan kebahagiaan yang abadi.
Dengan ilmu, Allah memberikan kemuliaan kepada Nabi Adam as. atas para
malaikat dan Allah menyuruh mereka sujud kepada Adam, mereka sujud kecuali
Iblis yang angkuh.
Niat Waktu Belajar (Finniyati fi al-Hal at-Ta’alum)
1. Pentingnya niat belajar
Zarnuji menjelaskan bahwa niat adalah azas segala perbuatan, maka dari
itu adalah wajib berniat dalam belajar. Konsep niat dalam belajar ini mengacu
kepada hadits Nabi saw yang artinya “Hanyasaja semua pekerjaan itu harus
mempunya niat, dan hanyasaja setiap pekerjaan itu apa yang ia niatkan.”12
Dengan demikan amal yang berbentuk duniawi seperti makan,
minumdan tidur bisa jadi amal ukhrawi dengan niat yang baik. Dan sebaliknya
amalyang berbentuk ukhrawi seperti shalat, membaca zikir jadi amal duniawi
dengan niat yang jelek seperti riyak. Zarnuji berpendapat bahwa belajar adalah
suatu pekerjaan, ia harus mempunya niat belajar.
2. Niat yang baik dan niat yang buruk
Az-Zarnuji menjelaskan bahwasanya dalam belajar hendaklah berniat
untuk: (a). Mencari ridha Allah „Azza wa Jalla, (b). Memperoleh kebahagiaan
akhirat, (c). Berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan kaum yang
11
Esa Nurwahyuni Baharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2007), hal. 53
12
Said Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid I, (Jeddah: Al-Khidmatul Hadistah, 1365 H), hal. 125
bodoh, (d). Mengembangkan dan melestarikan Islam, (e). Mensyukuri nikmat
akal dan badan yang sehat. Sebagaimana kutipan Syekh Burhanudin yang
artinya; “Sungguh merupakan kehancuran yang besar seorang alim yang tak
peduli, dan lebih parah dari itu seorang bodoh yang beribadah tanpa aturan, ....
Ini mengisyaratkan bahwa orang yang pandai tetapi kependaiannya hanya untuk
dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain itu tidak berarti, begitu juga orang
bodoh beribadah ibadahnya bisa batal atau ia akan mudah terjerumus ke aliran
sesat.”
3. Sikap dalam berilmu
Di samping itu Zarnuji menyebutkan agar penuntut ilmu yang telah
bersusah payah belajar, agar tidak memanfaatkan ilmunya untuk urusan-urusan
duniawi yang hina dan rendah nilainya. Untuk itu kata Zarnuji hendaklah
seseorang itu selalu menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. Jadi yang perlu
dicamkan adalah bahwa dalam mencari ilmu harus dengan niat yang baik sebab
dengan niat itu dapat menghantarkan pada pencapaian keberhasilan. Niat yang
sungguh-sungguh dalam mencari ilmu adalah keridhaan Allah akan
mendapatkan pahala. Tidak diperkenankan dalam mencari ilmu untuk
mendapatkan harta banyak.
Memilih Ilmu, Guru dan Kawan
1. Ilmu Prioritas
Menurut Az-zarnuji; “bahwasanya seluruh penuntut ilmu, baik pelajar
maupun mahasiswa hendaklah memilih ilmu yang terbaik baginya, berguna
untuk agama, di waktu itu dan di masamasa yang akan datang (mendatang).
Salah satu ilmu yang perlu diprioritaskan adalah ilmu tauhid dan ma‟rifat karena
menurut Zarnuji beriman secara taklid (mengikuti pendapat orang lain tanpa
mengetahui dalilnya), meskipun sah tetapi tetap berdosa, karena tidak berusaha
mengkaji dalilnya.”
2. Memilih Guru dan Musyawarah
Menurut Zarnuji seorang pelajar perlu bermusyawarah dalam segala hal.
Karena Allah memerintahkan Rasulullah Saw. untuk bermusyawarah dalam
segala hal, padahal tak seorangpun yang lebih cerdas darinya. Rasulullah
bermusyawarah bersama para sahabatnya, bahkan dalam urusan kebutuhan
rumah tangga. Ali ibn Abi Thalib mengatakan: ada orang yang utuh (rajul),
setengah orang (nisf rajul) dan ada orang yang tidak berarti (la syai`). Orang
yang utuh adalah orang yang memiliki pendapat yang benar dan mau
bermusyawarah. Setengah orang adalah orang yang memiliki pendapat yang
benar, tetapi tidabermusyawarah tetapi tidak mempunyai pendapat. Sedangkan
orang yang tidak berarti adalah orang yang tidak mempunyai pendapat dan tidak
mau bermusyawarah.
3. Teguh dan Sabar dalam Belajar
Zarnuji mengatakan kesabaran dan keteguhan merupakan modal yang
besar dalam segala hal. Seorang pelajar harus sabar menghadapi berbagai cobaan
dan bencana. Di samping berjiwa sabar dalam menuntut ilmu, juga diperlukan
bekal yang memadai dan waktu yang cukup serta kemampuan otak.