LP Waham

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Perubahan Proses Pikir: Waham
A. Definisi
Myers, dkk. (2017) menyatakan bahwa waham adalah keyakinan atau persepsi
palsu yang tetap tidak dapat diubah meskipuan ada bukti yang membantahnya.
Gangguan proses pikir waham mengacu pada suatu kondisi seseorang yang
menampilkan satu atau lebih khayalan ganjil selama paling sedikit satu bulan. Waham
merupakan suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau terus
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus,
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
B. Jenis Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya
tambang emas.”
b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin
menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih
setiap hari.”
d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu
atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan
bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh”.
f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan
ke dalam pikirannya.
g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang tersebut
h) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan
di luar dirinya.

C. Rentang Respon

(Sumber: Stuart, 2013)


Menurut Stuart Laraia (2005), Respons individu terhadap penyakit fisik, berkaitan
dengan pengalaman masa lalu, persepsi terhadap penyakit, keyakinan terhadap penyembuhan
dan sistem pelayanan kesehatan. Rentang respon individu berfluktuasi dari respon adaptif
sampai mal adaptif.
a. Respons adaptif
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
masih dapat diterima atau norma-norma sosial budaya yang masih umum yang
berlaku dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas-batas norma dalam
menyelesaikan masalahnya. Respon ini meliputi :
1) Menyendiri / solitute merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya serta
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
2) Otonomi merupakan kemampuan individu yang menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3) Kebersamaan merupakan suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana individu mampu saling memberi dan saling menerima.
4) Saling ketergantungan merupakan suatu hubungan saling tergantung antar
individu dengan orang lain dalam rangka membina hubungan interpersonal.
b. Respons maladaptif
Respon mal adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial, budaya, serta lingkungannya, respon mal
adaptif yang sering ditemukan adalah :
1) Pikiran logis persepsi akurat.
2) Emosi konsisten dengan pengalaman.
3) Prilaku sesuai dengan hubungan social.
4) Kadang-kadang isi pikir terganggu ilusi.
5) Reaksi emosional ber-lebihan atau kurang.
6) Prilaku ganjil atau tidak lazim.
7) Gangguan isi pikir waham halusinasi
8) Ketidakmampuan untuk mengalami emosi
9) Ketidakmampuan isolasi social

A. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks
limbic
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
d. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu

3. Penilaian Stressor
Koping yang berfokus pada emosi dan koping yang berfokus pada masalah
Stuart and Laraia ( 2005), Koping yang berfokus pada emosi merupakan koping
yang dilakukan untuk mengatasi masalah dengan berfokus pada emosi sebagai
penghilang atau paling tidak mengendalikan tekanan. Koping yang berfokus pada
masalah merupakan upaya untuk mengurangi tekanan/stress dengan berfokus
pada permasalahan yang dihadapi secara langsung.
4. Mekanisme Koping
Menurut Stuart and Laraia (2005), perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif meliputi :
a. Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk mengatasi ansietas.
b. Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
c. Penyangkalan.
5. Sumber Koping
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat
berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping
dapat meliputi seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua
harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan
koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber
keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup,
ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan
secara berkesinambungan. (Stuart and sudeent, 2005)
Koping individu dalam pelaksanaan tentu saja akan dipengaruhi atau bahkan
ditentukan oleh berbagai hal. Beberapa ahli menunjukkan ketertarikan untuk
meneliti berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi koping. Brehm &
Kassin (1990) berpendapat bahwa koping dipengaruhi oleh:
a. Faktor-faktor internal seperti pikiran, perasaan, genetik, fisiologis,
dan/atau tipe kepribadian.
b. Faktor-faktor eksternal seperti peristiwa-peristiwa atau fenomena alam
yang terjadi dalam hidup individu, konteks budaya dimana individu
berada, dan/atau hubungan-hubungan sosial yang dihadapinya.
Pervin & John (1997) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi individu dalam melakukan koping adalah waham. Cara individu
dengan kepribadian introver atau ekstrover misalnya, jelas akan berbeda. Pada
individu introver, dia akan lebih memfokuskan pada koping yang mendukung
kepribadiannya yang lebih melihat ke dalam dirinya. Sedangkan individu yang
ekstrover akan memilih koping yang lebih banyak melihat atau melibatkan hal-
hal di luar dirinya.
Menurut Sment, (1984) berpendapat bahwa ada banyak faktor yang
mempengaruhi bagaimana individu melakukan koping terhadap tekanan. Faktor-
faktor tersebut adalah:
a. Kondisi individu yang bersangkutan, seperti berapa umurnya, apa jenis
kelaminnya, bagaimana temperamennya, faktor-faktor genetik yang
didapat dari leluhurnya, tingkat intelegensi, tingkat atau jenis
pendidikan, suku asal, kebudayaan dimana ia tinggal/dibesarkan, status
ekonomi, dan/atau kondisi fisik secara umum.
b. Karakteristik kepribadian seperti tipe keribadian A atau B, individu yang
optimis atau pesimis, dan jenis-jenis /tipologi kepribadian lainnya.
c. Kondisi sosial kognitif seperti dukungan sosial, jaringan sosial, dan/atau
kontrol pribadi atas diri individu itu sendiri.
d. Hubungan yang terjadi antara individu tersebut dengan lingkunga sosial
atau jaringan sosialnya, dan/atau penyatuan diri masing-masing individu
dalam sebuah kelompok pada masyarakat di mana ia tinggal.
e. Strategi mengatasi tekanan yang lebih banyak diambil setiap menghadapi
situasi yang membutuhkan pengentasan masalah, seperti berfokus pada
emosi, pada masalah, menghindar dari masalah, atau menganggap
masalah tersebut tidak ada.

B. a.POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan

Perubahan Proses Pikir: Waham

Harga Diri Rendah

b. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


Masalah Keperawatan : Perubahan Isi Pikir : Waham
1). Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
2). Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri,
orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai
lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan Proses Pikir: Waham
2. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
3. Kerusakan komunikasi : verbal

D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan:Perubahan Proses Pikir: Waham
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham
2. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
b. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi
ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman,
gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.

2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki


Tindakan :
a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu
dan saat ini yang realistis.
c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.

3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi


Tindakan :
a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah
maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.

4) Klien dapat berhubungan dengan realitas


Tindakan :
a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat
dan waktu).
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan :
a. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping minum obat
b. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan
d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

6) Klien dapat dukungan dari keluarga


Tindakan :
a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala
waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan followup obat.
b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.
E. Tanda dan Gejala
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinninya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
6. Takut dan sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersingung
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2003.Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.
Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta : FIK,
Universitas Indonesia
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Myers, Tamaraa, dkk (editor). 2017. Mosby’s Dictionary of Medicine, Nursing & Health
Professions(10th Edition). Missouri: Elsevier.
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Stuart, G. W. 2013. Principles and Practice of Psychiatric Nursing(10 th Edition). St. Louis:
Mosby.
Tim Direktorat Keswa. 2000.Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Bandung, RSJP
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai