Hukum Pernikahan Dalam Islam
Hukum Pernikahan Dalam Islam
Hukum Pernikahan Dalam Islam
Disusun Oleh :
NIDYA FURI
(21173001)
Dosen Pembimbing :
Hasanah, M.A
Nidya furi
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
2.1 Pengertian...............................................................................................2
2.2 Rukun dan Syarat Nikah........................................................................3
2.3 Tujuan Pernikahan.................................................................................4
2.4 Hak dan Kewajiban Suami Istri.............................................................5
2.5 Pernikahan Menurut Hukum Positif.......................................................6
2.6 Syarat dan Rukun Pernikahan................................................................6
2.7 Tujuan Pernikahan.................................................................................7
2.8 Macam-macam Pernikahan Terlarang...................................................8
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua
makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk
beranak pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah
masingmasing pasangansiap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan
tujuan perkawinan. Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang
hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara anarkhi tanpa aturan.
Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah mengadakan
hukum sesuai dengan martabatnya sehingga hubungan antara laki-laki dan
perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridhai.
Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang telah
memiliki kemampuan untuk berumah tangga, baik secara fisik maupun finansial,
serta sulit baginya untuk menghindari zina. Orang tersebut diwajibkan menikah
karena dikhawatirkan jika tidak, maka ia bisa melakukan perbuatan zina yang
dilarang dalam Islam. Dalam pensyariatan nikah adalah al-Quran, al-Sunnah dan
Ijma. Namun sebagian ulama berpendapat Hukum asal melakukan perkawinan
adalah mubah (boleh). Hukum tersebut bisa berubah menjadi sunah, wajib,
makruh dan haram tergantung kepada illat hukum, yaitu :
1) Hukum nikah menjadi sunah apabila seseorang dipandang dari segi
pertumbuhan jasmaninya wajar dan cenderung ia mempunyai keinginan
untuk nikah dan sudah mempunyai penghasilan yang tetap.
2) Hukum menjadi wajib apabila seseorang dipandang dari segi jasmaninya
telah dewas dan dia telah mempunyai penghasilan yang tetap serta ia
sudah sangat berkeinginan untuk menikahi sehingga apabila ia tidak
menikah dikhawatirkan terjerumus kepada perbuatan zinah.
3) Hukum nikah menjadi makruh apabila seseorang secara jasmani atau
umur telah cukup walau belum terlalu mendesak.
2
Perbedaan dalam perumusan itu disebabkan karena perkawinan sebagai
suatu lembaga mempunyai banyak segi dan dapat dilihat dari berbagai sudut
pandangan, misalnya dari sudut pandang agama, hukum masyarakat, dan
sebagainya. Jika dipandang dari segi ajaran agama dan hukum Islam perkawinan
adalah suatu lembaga yang suci.
3
c) Orangnya tertentu, jelas orangnya;
d) Tidak sedang ihram.
2) Syarat-syarat mempelai perempuan (calon istri):
a) Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram,tidak
sedang masa iddah;
b) Merdeka, atas kemauan sendiri;
c) Jelas orangnya;
4
2.4 Hak dan Kewajiban Suami Istri
Akad tersebut menimbulkan juga hak serta kewajibannya Apabila akad
nikah telah berlangsung dan memenuhi syarat rukunnya, maka menimbulkan
selaku suami istri dalam keluarga. Undang-Undang perkawinan menyatakan
secara tegas bahwa kedudukan suami istri itu seimbang, dalam melakukan
perbuatan hukum. Sedangkan dalam hukum perdata apabila izin suami tidak
diperoleh karena ketidak hadiran suami atau sebab lainnya, pengadilan dapat
memberikan izin kepada istri untuk menghadap hakim dan melakukan perbuatan
hukum. Undang-undang perkawinan mengatakan dengan tegas bahwa suami
adalah kepala rumah tangga, berbeda dengan hukum adat dan hukum Islam Jika
suami sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing, maka akan
terwujudlah ketenteraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan
hidup berumah tangga. Dengan demikian, tujuan hidup berkeluarga akan terwujud
sesuai dengan tuntunan agama, yaitu sakinah, mawaddah, dan rahmah.
1) Hak Bersama Suami Isteri
a) Suami dan istri dihalalkan mengadakan hubungan seksual. Perbuatan
ini merupakan kebutuhan suami istri yang dihalalkan secara timbal
balik. Suam istri halal melakukan apa saja terhadap istrinya, demikian
pula bagi istri terhadap suaminya.
b) Haram melakukan pernikahan, artinya baik suami maupun istri tidak
boleh melakukan pernikahan dengan saudaranya masing-masing.
c) Adanya ikatan pernikahan, kedua belah pihak saling mewarisi apabila
salah seorang di antara keduanya telah meninggal meskipun belum
bersetubuh.
d) Anak mempunyai nasab yang jelas.
e) Kedua pihak wajiib bertingkah laku dengan baik sehingga dapat
melahirkan kemesraan dalam kedamaian hidup.
2) Kewajiban Suami Istri
a) Suami istri wajib saling mencintai, menghormati dan menyayangi satu
sama lain.
b) Suami istri berkewajiban saling memikul rumah tangga, baik dalam
tingkah laku di masyarakat dan memelihara anak-anaknya.
5
Kehidupan rumah tangga menjadi keluarga yang harmonis akan tercapai apabila
suami isteri melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing dengan baik.
Karena keluarga adalah hubungan antar dua orang (suami isteri), jadi satu sama
lainnya harus saling mejalani kewajibannya masing-masing.
6
mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh peraturan
perundangundangan. Dalam KUHPerdata, syarat untuk melangsungkan
perkawinan dibagi menjadi dua macam adalah : (1) syarat materiil dan (2) syarat
formil. Syarat materiil, yaitu syarat yang berkaitan dengan inti atau pokok dalam
melangsungkan pernikahan.
Syarat ini dibagi dua macam, yaitu :
1) Syarat materiil mutlak, merupakan syarat yang berkaitan dengan pribadi
seseorang yang harus di indahkan untuk melangsungkan perkawinan pada
umumnya. Syaratnya meliputi:
a) Monogami, bahwa seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri,
seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (pasal 27 BW);
b) Persetujuan antara suami isteri (pasal 28 KUH Perdata);
c) Terpenuhinya batas umur minimal. Bagi laki-laki berumur 19 tahun dan
wanita berumur 16 tahun (pasal 29 KUH Perdata);
d) Harus ada izin sementara dari orang tua atau walinya bagi anak-anak yang
belum dewasa dan belum pernah kawin (pasal 35 sampai dengan pasal 49
KUH Perdata)
Untuk anak-anak yag lahir di luar perkawinan, tetapi diakui oleh orang tuanya,
berlaku pokok aturan yang sama dengan pemberian izin, kecuali jikalau tidak
terdapat kata sepakat anatara kedua orang tua, hakim dapat diminta untuk ikut
campur tangan, dan kakek nenek tidak menggantikan orang tua dalam hal
memberikan izin. Ketentuan dari syarat-syarat di atas yang dituangkan dalam
perundangundangan merupakan hal pokok yang harus dipenuhi
7
bahagia tersebut.13 Oleh karena itu, perkawinan untuk membentuk keluarga yang
bahagia tidak lepas dari kondisi lingkungan dan budaya dalam membina dan
mempertahankan jalinan antar keluarga suami-istri. Tanpa adanya kesatuan tujuan
tersebut akan mengakibatkan hambatan dalam membangun keluarga yang bahagia
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pernikahan adalah suatu hal yang membahagiakan. Karena dua insan yang
saling mencintai dapat berdampingan untuk membangun keluarga yang Sakinah,
melalui Mawaddah dan Warahmah. Bahkan tidak sedikit yang berjuang keras agar
bisa menikah dengan orang yangdicintainya. Selain itu, pernikahan juga dapa
tmenyambung tali silaturrahim antara kedua pasangan tersebut.
Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang telah memiliki
kemampuan untuk berumah tangga, baik secara fisik maupun finansial, serta sulit
baginya untuk menghindari zina. Orang tersebut diwajibkan menikah karena
dikhawatirkan jika tidak, maka ia bisa melakukan perbuatan zina yang dilarang
dalam Islam. Dalam pensyariatan nikah adalah al-Quran, al-Sunnah dan Ijma.
Namun sebagian ulama berpendapat Hukum asal melakukan perkawinan adalah
mubah (boleh).
Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk
agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.
Harmonis dalam rangka menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga
sejahtera artimya terciptanya ketenangan lahir batin, sehingga timbullah
kebahagiaan, yakni kasih sayang antar keluarga. Menurut
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihyanya menyatakan bahwa tujuan perkawinan
yaitu sebagai berikut:
a) Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
b) Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan
kasih sayangnya.
c) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
d) Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta
kewajiban juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang
halal.
e) Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas
dasar cinta dan kasih sayang.
9
DAFTAR PUSTAKA
10