Homecare Pada Toddler Kelompok 6 B14-B-dikonversi
Homecare Pada Toddler Kelompok 6 B14-B-dikonversi
Homecare Pada Toddler Kelompok 6 B14-B-dikonversi
OLEH:
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Keperawatan Kesehatan Reproduksi tentang
‘‘Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Home Care Pada Anak Toddler Berkebutuhan
Khusus Autismeini dapat selesai tepat pada waktunya. Tujuan Makalah ini dibuat agar pembaca
dapat memperluaspengetahuan serta memahami materi yang kami sajikan.
Makalah ini kiranya kurang sempurna, tetapi isi di dalamnya memuat pembahasan yang
cukup jelas serta mudah dimengerti bagi para pembaca. Penyusun jugamengucapkan terimakasih
kepada semua pihak, serta sumber buku yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini .
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan yang lebih luas bagi
pembaca. Tentunya makalah ini memiliki kelebihan serta kekurangan, sehingga kritik dan saran
sangat diperlukan dalam penulisanmakalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
3.2 Saran........................................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................50
BAB I
PENDAHULUAN
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
1. Manfaat bagi penulis
a) Untuk menambah wawasan penulis agar lebih mengetahui tentang Keperawatan Anak
Sakit dan Kronis
2. Bagi pembaca
a) Untuk menambah wawasan pembaca agar lebih mengetahui tentang Keperawatan Anak
Sakit dan Kronis
BAB II
PEMBAHASAN
Sedangkan Fusco (2002) mengatakan bahwa perkembangan bahasa pada usia todlder antara
lain :
a. 12 bulan
• Anak berkata 3-5 buruf
• Anak mengenal namanya sendiri
• Memahami perintah sederhana
• Anak memahami beberapa obyek dan aktivitas
b. 18 bulan
• Anak menggunakan 10-20 kata termasuk nama dirinya.
• Mengenali obyek berupa foto keluarga atau orang yang dikenalnya.
• Dapat mengkombinasikan 2 suku kata
• Anak senang meniru kegiatan dirumah
c. 24 bulan
• Anak memahami perintah sederhana
• Mengidentifikasi kegiatan/aktivitas di dalam buku
• Dapat berbicara rata-rata 3 kata
• Bicara diakhiri dengan “s”
• Anak bertahan dengan satu aktivitas selama 6-7 menit
• Kosakata meningkat menjadi 300 kata, antara usia 2-4 tahun kosakata anak meningkat 2
kata perhari.
d. 30 bulan
• Kosakat meningkat menjadi 450 kata
• Anak dapat menyebutkan nama anggota keluarga atau orang yang dikenalnya.
• Dapat mengidentifikasi obyek secara terperinci
• Konsep awal dapat membedakan besar dan kecil
e. 4. 3 tahun
• Anak dapat menyebutkan nama warna
• Anak cenderung senang bercerita
• Dapat bercerita tentang cerita sederhana.
• Kosakata bertambah menjadi 1000 kata-kata.
• Anak sering menyebut namanya dan jalan.
D. Patofisiologi Autisme
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama
mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat
sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps
yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses
pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit,
dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal
sebagai brain growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak sinaps terbentuk, anak
makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi
dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan
akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan
kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan genetis, keracunan logam
berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses
– proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada
pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada
penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived
neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene
peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel
saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal
pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without guidance, di
mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal
bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti
melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera
dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga
merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan
mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan
akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye. Gangguan
pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor
genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa
kehamilan. Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian
terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam
masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta
kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar
bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan
berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan
dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar
yang berperan dalam proses memori). Penelitian pada monyet dengan merusak
hipokampus dan amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan
perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya.
Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak pendekatan sosial
monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan stereotipik dan hiperaktivitas mirip
penyandang autisme. Selain itu, mereka memperlihatkan gangguan kognitif.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan
oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid,
asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang merusak atau mengganggu
perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta
metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi, serta kokain.
E. PATHWAY
hiperaktif
Penglihatan pendengaran
Keterlambatan Bicara n
dlm berbahasa monoton Menga Acuh tak Perilaku
Sangat
dan tidak baikan acuh thd yang
agresif Sensitif Menutup
dimenger dan lingkungan aneh
ti orang
thd orang thd telinga bila
mengh dan orang
lain lain cahaya mendengar
Gangguan indari lain
komunikasi dirinya suara
orang
(verbal) sendiri
lain
berhubungan
dengan hambatan
psikologis
F. Penatalaksanaan
Autisme merupakan gangguan yang tidak bisa disembuhkan (not curable) namun bisa
diterapi (treatable), maksudnya kelainan yang terjadi pada otak tidak bisa diperbaiki namun
ada gejala-gejala yang dapat dikurangi semaksimal mungkin sehingga anak tersebut nantinya
dapat berbaur dengan anak-anak lain secara normal. Beberapa terapi yang harus dijalankan
antara lain :
a. Terapi Medikamentosa
Terapi ini dilakukan dilakukan dengan obat-obatan yang bertujuan memperbaiki
komunikasi, memperbaiki respon terhadap lingkungan, menghilangkan perilaku aneh serta
diulang-ulang. Obat-obat yang ada di Indonesia adalah dari jenis anti-depresan selektive
serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan benzodiazepin, seperti fluoxetine prozac, sertralin,
zoloft, dan risperidone rispedal.
b. Terapi Biomedis
Terapi ini bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet dan pemberian
suplemen. Terapi ini dilakukan berdasarkan banyaknya gangguan fungsi tubuh, seperti
gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh rentan, dan keracunan logam berat.
c. Terapi wicara
Umumnya, terapi ini menjadi keharusan bagi anak autis karena mereka mengalami
keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa. Komunikasi alternatif-seperti bahasa tubuh,
tanda-tanda (sign), dan gambar-lebih efektif untuk anak autisme dalam pembelajaran
bahasa non verbal. Dalam memberikan terapi ini, sering digunakan PECS (Picture
Exchange Communicatio System). Buktinya adalah anak mulai bicara setelah mengerti
komunikasi melalui simbol (non-verbal).
d. Psikoterapi
Terapi khusus bagi anak autisme yang dalam pelaksanaannya harus melibatkan peran
aktif dari orang tua. Psikoterapi menggunakan teknik bermain kreatif verbal dan non verbal
yang memungkinkan orang tua lebih mendekatkan diri kepada anak autisme dan mengenal
kondisi anak secara mendetail guna membantu proses penyembuhan anak.
e. Terapi okupasi
Terapi ini bertujuan membantu anak autisme yang mempunyai perkembangan motorik
kurang baik, antara lain gerak-geriknya kasar dan kurang luwes. Terapi okupasi akan
menguatkan, memperbaiki koordinasi, dan keterampilan otot halus anak.
f. Terapi Musik
Terapi musik untuk anak-anak autisme ialah penggunaan bunyi dan musik dalam
memunculkan hubungan antara penderita dengan individu lain, sekaligus terapi untuk
mendukung serta menguatkan secara fisik, mental, social dan emosional. Penggunaan
bunyi dan musik dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya bermain music bersama
dengan improvisasi bebas. Hal ini sangat cocok untuk anak-anak autisme yang notabene
sulit dalam berkomunikasi. Melalui musik, anak-anak autisme dapat mengungkapkan
perasaan mereka dengan segala cara, baik menggunakan anggota tubuh, suara, maupun alat
musik yang disediakan.
g. Peran orang tua
Banyak peran yang bisa dan harus dilakukan orang tua anak autis. Pertama, memastikan
diagnosa, sekaligus mengetahui ada- tidaknya gangguan lain pada anak untuk ikut diobati.
Carilan dokter yang dapat memahami penyakit anak dan jangan fanatik pada satu dokter
karena tidak selamanya seorang dokter benar secara mutlak. Hal yang juga sangat
membantu orang tua adalah bertemu dan berbicara dengan sesama orang tua anak autis.
Usahakan bergabung dalam parents support group. Selain untuk berbagi rasa, juga untuk
berbagi pengalaman, informasi, dan pengetahuan. Orang tua juga harus bertindak sebagai
manager saat terapi dilakukan, misalnya mempersiapkan kamar khusus, mencari dan
mewawancara terapis, mengatur jadwal, melakukan evaluasi bersam tim, juga mampu
memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan, terapisan, dan pengobatan
anak.
2.2 HOME CARE PADA ANAK USIA TODDLER DENGAN AUTISME
A. Tenaga Home Care
Pelayanan kesehatan ini diberikan oleh para professional yang tergabung dalam tim
home care. Menurut Setyawati (2004) tim home care tersebut antara lain :
1) Kelompok profesional kesehatan, termasuk di dalamya adalah ners atau perawat
profesional, dokter, fisioterapis, ahli terapi kerja, ahli terapi wicara, ahli giBi, ahli
radiologi, laboratorium, dan psikolog.
2) Kelompok profesional non kesehatan, yaitu pegawai sosial dan rohaniawan atau ahli
agama.
3) Kelompok non profesional, yaitu nurse assistant yang bertugas sebagai pembantu yang
menunggu untuk melayani kebutuhan atau aktivitas sehari-hari dari klien. Kelompok ini
bekerja di bawah pengawasan dan petunjuk dari perawat.
Secara kelembagaan, home care melekat dengan Rawat Inap (Palaran) sebagai
salah satu bentuk layanan medis yakni Rawat Inap yang memiliki hirarki baku. Dalam
institusi layanan kesehatan dalam hal ini milik pemerintah semua sistem ada aturannya,
dan sudah tentu kompetensi medis diserahkan kepada dokter. Selanjutnya dokter dapat
mendelegasikan tindakan medis kepada paramedis berdasarkan indikasi dan protap
(prosedur tetap). Ini dimaksudkan untuk melindungi pasien dan petugas, sehingga jika
terjadi sesuatu berkenaan dengan tindakan medis, dapat dipertanggung jawabkan sesuai
undang-undang dan kompetensi. Kecuali jika homecare tidak ada tindakan medis, maka
perawatan bersifat follow up, bisa jadi tidak diperlukan penanggung jawab dokter. Adanya
kelembagaan Home Care mengacu pada UU No. 12 Tahun 1992 dan UU No. 29 tahun
2004, kompetensi tindakan medis (praktek, homecare, klinik, balai pengobatan, RS dan
lain-lain) adalah seorang dokter sesuai Ketentuan Konsil Kedokteran Indonesia. Artinya
penanggung jawabnya seorang dokter atau dokter gigi (dalam hal perawatan kesehatan gigi
dan mulut). Health home care dilakukan oleh tiga kelompok lembaga berwenang, yaitu :
1) Lembaga Kesehatan di Rumah Bersertifikat (CHHA)
Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan bagi individu yang mengalami
penyakit akut untuk menerima perawatan terampil yang dibutuhkan di rumah mereka
sendiri. CHHA memenuhi kebutuhan individu dengan memberi berbagai jenis pelayanan,
termasuk pelayanan keperawatan terampil, terapi wicara, terapi fisik dan terapi okupasi,
pelayanan sosial medis, asisten perawatan kesehatan di rumah (HHA), konseling nutrisi,
transportasi, peralatan, dan terapi pernapasan. CHHA juga memiliki program khusus,
seperti pelayanan kesehatan mental, pelayanan pediatrik, program untuk anak dan ibu, dan
program AIDS, terdapat juga pelayanan berteknologi tinggi seperti terapi intravena,
kemoterapi di rumah, dan penatalaksanaan nyeri. CHHA dikenal sebagai program jangka
pendek karena pelayanan yang diberikan biasanya singkat.
2) Program Perawatan Kesehatan di Rumah Jangka Panjang (LTHHCP)
Program Perawatan Kesehatan di Rumah Jangka Panjang dibentuk untuk memenuhi
kebutuhan individu yang menderita penyakit kronis di rumah. Merupakan program yang
memberikan pelayanan sosial dan kesehatan kepada masyarakat yang membutuhkan
perawatan kesehatan di rumah dalam waktu yang lama. Biaya pelayanan kesehatan pasien
tidak boleh lebih dari 75% biaya rata-rata perawatan institusional jangka panjang di
wilayah setempat. Pelayanan keperawatan yang diberikan meliputi terapi fisik, okupasi,
dan wicara, pelayanan sosial medis, dukungan nutrisi serta pelayanan perawatan personal.
• Kualitas dan kemampuan yang harus dimiliki perawat home care anak-anak
kebutuhan khusus antara lain :
a. Kompetensi dalam keahlian serta manajemen kasus
b. Menunjukkan keahlian dalam berinteraksi dengan anak-anak
c. Memahami dan menyadari bahwa perawat adalah tamu di rumah klien
d. Menghormati kebudayaan keluarga dan mampu beradaptasi sesegera mungkin
e. Bekerja sebagai bagian dari tim interdisiplin.
f. Menunjukkan keahlian dalam perawatan anak-anak berkebutuhan khusus (pengkajian
dan keahlian teknis)
g. Memiliki dan menggunakan kemampuan komunikasi yang efektif
h. Memahami konsep pertumbuhan dan perkembangan nomal sesuai usia.
i. Kemampuan berkolaborasi dengan orang tua dalam upaya pemberian asuhan
keperawatan berbasis keluarga
• Cara yang bisa dilakukan terhadap penderita autisme dan retardasi metal, antara
lain :
1. Melalui program pendidikan dan latihan diikuti pelayanan dan perlakuan lingkungan
yang wajar.
2. Pengasuh dan orang tua harus diajari cara menghadapi anak autisme untuk mengurangi
perlakuan yang tidak wajar.
3. Pengobatan yang dilakukan adalah untuk membatasi memberatnya gejala dan keluhan
sejalan dengan pertambahan usia anak.
4. Diusahakan agar anak meningkatkan perhatian dan dan tanggung jawab terhadap orang
sekitarnya.
5. Bimbingan dilakukan secara perorangan agar efektif.
• Terapi anak autisme di rumah dapat berupa :
1. Dimulai dari sering mengajak anak berbicara, membantu memfokuskan pembicaraan,
sampai meminta mengarahkan wajah saat kita atau anak tengah berbicara. Bangun pula
suasana menyenangkan dalam berkomunikasi, seperti dengan menghadirkan aneka
permainan berwarna- warni, buku cerita bergambar, atau permainan-permainan yang
disukainya.
2. Setiap anak mengharapkan pujian, dan pada anak autis pujian dapat berguna sebagai
petunjuk ‘jalan yang benar’. Berikan pujian lewat perkataan atau tunjukkan kasih sayang
Anda jika anak dapat menjawab dengan baik.
3. Melakukan senam atau gerakan-gerakan sederhana seperti permainan menggerakkan
anggota tubuh. Memiringkan kepala beberapa kali, memutar badan ke kanan dan kiri,
mengangkat tangan tinggi-tinggi dll. Seluruh gerakan ini akan mendukung terciptanya
latihan motorik pada otak anak, sehingga terapi akan lebih mudah dijalankan.
4. Senantiasa menyiapkan diri tetap sabar berkomunikasi dengan anak. Tentu bukan hal
mudah disbanding memberikan kasih saying pada anak normal, tetapi sebagai titipan
Tuhan dan buah cinta kita, sudah semestinya mereka tetap mendapat belaian kasih
sayang sesuai kebutuhannya.
• Jenis terapi yang bisa dilakukan pada anak autisme sebagai bentuk penanganan
adalah sebagai berikut :
1). Terapi Perilaku
a. Terapi okupasi
Terapi okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi
dan keterampilan otot pada anak autis.
b. Terapi wicara
Terapi wicara (speech therapy) merupakan suatu keharusan, karena anak autis
mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa.
c. Sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar
2). Terapi Biomedik
Pada masa remaja, beberapa perilaku agresif bisa semakin sulit dihadapi dan
sering menimbulkan depresi. Kadang obat-obatan bisa membantu meskipun tidak
dapat menghilangkan penyebabnya. Haloperidol terutama digunakan untuk
mengendalikan perilaku yang sangat agresif dan membahayakan diri sendiri.
Fenfluramin, buspiron, risperidon dan penghambat reuptake serotonin selektif
(fluoksetin, paroksetin dan sertralin) digunakan untuk mengatasi berbagai gejala dan
perilaku pada anak autis.
3). Sosialisasi ke sekolah reguler
Anak autis yang telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik
dapat dicoba untuk memasuki sekolah formal sesuai dengan umurnya dengan tidak
meninggalkan terapi perilakunya.
4). Sekolah (Pendidikan) Khusus
Pada sekolah (pendidikan) khusus ini dikemas khusus untuk penyandang autis
yang meliputi terapi perilaku, wicara dan okupasi, bila perlu dapat ditambahkan
dengan terapi obat-obatan, vitamin dan nutrisi yang memadai. Program pendidikan
untuk anak autis sangat terstruktur, menitik beratkan kepada kemampuan
berkomunikasi dan sosialisasi serta teknik pengelolaan perilaku positif. Strategi yang
digunakan di dalam kelas sebaiknya juga diterapkan di rumah sehingga anak memiliki
lingkungan fisik dan sosial yang tidak terlalu berbeda. Tujuan keseluruhan untuk anak
adalah membangun kemampuan sosial dan berkomunikasi sampai ke tingkat tertinggi
atau membangun potensinya yang tertinggi.
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa, tanggal, jam
masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Data Kesehatan
Riwayat kesehatan Pada Anak
Mendapatkan riwayat kesehatan merupakan komponen penting dari proses
pengkajian kesehatan. Wawancara kesehatan membantu dalam membangun hubungan
antara orang tua dan anak, memberikan diagnosis sementara dapat dibuat, dan
memberikan kesempatan kepada perawat dan keluarga untuk menentapakan tujuan.
1) Keluhan Utama
Dalam keluhan utama terdapat alasan pasien datang ke RS atau Poli Klinik.
Gunakan pernyataan pembukaan singkat seperti “Apa masalah yang buat ia datang
kesini?” catat kata-kata orang tua atau anak, catat semua kata-kata orang tua dan
anak.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh
dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak
dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda
tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana
saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. sebagai anak
yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila mendengar
suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan
dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
3) Riwayat masa lalu
Termasuk keadaan umum kesehatan pasien sebelum datang ke RS maupun Poli
Klinik. Tanyakan tentang nafsu makan, penurunan atau peningkatan BB akhir-
akhir ini, keletihan, stress, dan juga jangan memasukan data-data yang telah
dimasukan pada keluhan utama atau riwayat penyakit sekarang.
4) Riwayat kelahiran
Termasuk riwayat prenatal (kesehatan maternal, infeksi, obat-obatan yang
diminum, perdarahan abnormal, peningkatan BB, lama kehamilan, sikap terhadap
kehamilan, kelahiran, lama persalinan, jenis pelahiran, komplikasi, BB lahir,
kondisi bayi saat lahir). Riwayat neonatal (distres pernafasan, sianosis, ikterus,
kejang, kemampuan makan buruk) dan Riwayat kesehatan ketika anak dalam
kandungan seperti Sering terpapar zat toksik, seperti timbal dan Cidera otak.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya
pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
6) Status perkembangan anak
a. Anak kurang merespon orang lain.
b. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
c. Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
d. Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
e. Keterbatasan kognitif.
7) Pemeriksaan fisik
a. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
b. Terdapat ekolalia.
c. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
d. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
e. Peka terhadap bau.
8) Psikososial
a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
d. Perilaku menstimulasi diri
e. Pola tidur tidak teratur
f. Permainan stereotip
g. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
h. Tantrum yang sering
i. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
j. Kemampuan bertutur kata menurun
k. Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
9) Neurologis
a. Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
b. Refleks mengisap buruk
c. Tidak mampu menangis ketika lapar
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mugkin muncul pada anak dengan autism (Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2016) yaitu:
a. Gangguan komunikasi verbal (D.0119) berhubungan dengan
1) Gangguan sistem saraf pusat
2) Hambatan individu (mis. ketakutan, kecemasan, merasa malu, emosional, kurang
privasi)
3) Hambatan psikologis (mis. gangguan psikitikm gangguan konsep diri, harga diri
rendah, gangguan emosi)
4) Hambatan lingkungan (mis. ketidakcukupan informasi, ketiadaan orang terdekat,
ketidaksesuaian budaya, Bahasa asing)
b. Gangguan interaksi sosial (D.0118) berhubungan dengan
1) Defisiensi bicara
2) Hambatan perkembangan/maturasi
3) Ketiadaan orang terdekt
4) Perubahan neurologis (mis. Kelahiran premature, distress fetal, persalinan cepat
atau persalinan lama)
5) Disfungsi sistem keluarga
6) Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan
7) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
8) Impulsif
9) Perilaku menentang
c. Gangguan persepsi sensori (D.0085) berhubungan dengan
1) Gangguan pengelihatan
2) Gangguan pendengaran
3) Gangguan penciuman
4) Gangguan perabaan
5) Hipoksia serebral
6) Penyalahgunaan zat
7) Usia lanjut
8) Pemajanan toksin lingkungan
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
SLKI: Kertelibatan
Sosial
1. Dapat berinteraksi
dengan temman
dekat, tetangga,
anggota keluarga
3 Setelah diberikan SIKI: Manajemen 1. Munculnya gangguan
(D.0085) asuhan keperawatan Halusinasi penglihatan dapat
selama ....x.... jam 1. Monitor perilaku berdampak negatif
diharapkan pasien agar yang mengindikasi terhadap kemampuan
peka terhadap halusinasi
penglihatan, dengan pasien untuk
2. Pertahankan menerima lingkungan
kriteria hasil:
SLKI : Persepsi lingkungan yang dan mempelajari
Sensori aman kembali keterampilan
1. Verbalisasi 3. Anjurkan memonitor sensorik dan
mendengar bisikan sendiri situasi meningkatkan
menurun terjadinya halusinasi terjadinya cidera
2. Verbalisasi melihat 2. Pemberian
bayangan menurun pengenalan terhadap
3. Verbalisasi adanya oranag/benda
merasakan sesuatu dapat membantu
melaluiindra masalah persepsi,
menciuman mencegah pasien dari
menurun terkejut. Penutupan
4. Verbalisasi mata mungkin dapat
merasakan sesuatu menurunkan
melalui indra kebingungan karena
perabaan menurun adanya pandangan
5. Verbalisasi ganda
merasakan sesuau
melalui indra 3. Menurunkan atau
pengecapan membatasi jumlah
menurun stimulus penglihatan
yang mungkin dapat
menimbulkan
kebingungan
terhadap intepretasi
lingkungan;
menurunkan
terjadinya kecelakaan
4. IMPLMENTASI
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan.
5. EVALUASI
a. Evaluasi Formatif
Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien, terhadap respon langsung
pada intervensi keperawatan
b. Evaluasi Sumatif
Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi dan analisis mengenai status kesehatan klien
terhadap waktu.
S (Subjective) : Adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan.
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
I. Anak
1. Nama : An. A
2. Anak yang ke : 1 (pertama)
3. Tanggal lahir/umur : 1 Agustus 2018/ 3 tahun 2 bulan
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Agama : Hindu
2. Ibu
a. Nama : Ny. K (kandung)
b. Umur : 27 th
c. Pekerjaan : IRT
d. Pendidikan : SMA
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Pekutatan
GENOGRAM
( 27 th ) ( 30 th )
( 3 th )
Keterangan :
= laki-laki
= perempuan
= IkatanPerkawinan
B. ALASAN DIRAWAT
1. Keluhan Utama : Keluarga pasien mengatakan anaknya masih sulit untuk berbicara,
serta menghindari interaksi dengan orang lain
2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga pasien mengatakan anaknya masih sulit untuk berbicara, serta
menghindari interaksi dengan orang lain. Pasien tampak tidak ingin berinteraksi,
tidak ada kontak mata, sulit mengatakan kalimat, sering mengulang kata-kata, dan
asik dengan dirinya sendiri.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Anak tidak pernah menderita sakit keras sebelumnya yang menyebabkan harus
sampai dirawat dirumah sakit. Anak juga tidak pernah sakit rutin yang mengganggu
aktivitasnya sehari hari.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatkan di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
yang sama seperti yang dialami anaknya sekarang.
C. RIWAYAT ANAK
1. Perawatan dalam masa kandungan
Ibu mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya di bidan sebanyak 8x
hingga bayi lahir. Ibu juga mengaku sudah mendapatkan suntikan TT saat
kehamilan sebanyak 1x. Ibu mengaku jarang menderita sakit selama kehamilan,
tidak ada riwayat perdarahan selama kehamilan, tidak ada riwayat trauma saat
kehamilan, riwayat minum jamu jamuan dan obat tanpa resep diangkal oleh ibu.
Obat yang diminum ibu selama masa kehamilan adalah vitamin dan obat penambah
darah.
2. Perawatan pada waktu kelahiran
Usia kehamilan saat dilahirkan yaitu 38 minggu lahir spontan di Bidan, langsung
menangis, berat badan lahir 2700 gram, panjang badan 48 cm, lingkat kepala saat
lahir 34 cm, lingkar dada saat lahir ibu lupa, tidak ada kelainan bawaan.
E. PENGAWASAN KESEHATAN
Apabila anak sakit maka dibawa ke puskesmas, dan kunjungan rutin setiap bulannya ke
posyandu. Dirumah anak selalu diawasi oleh anggota keluarganya dengan sangat baik.
Imunisasi (1 – 3 tahun)
Imunisasi Umur Tempat Imunisasi
Tidak Pernah - - - -
G. KESEHATAN LINGKUNGAN
Lingkungan rumah :
1. Luas rumah 8 x 10 m
2. Ventilasi cukup, penerangan cukup
3. Pakai sumur gali- Sampah dibakar
4. Jarak rumah dengan rumah tetangga tidak terlalujauh kira-kira 10m
H. PERKEMBANGAN ANAK
(Motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial)
Pada saat ini An. A berusia 3 tahun 2 bulan sehingga KPSP yang digunakan yaitu KPSP
pada anak usia 48 bulan.
No Perkembangan Ya Tidak
1. Dapatkah anak mengayuh sepeda roda tiga sejauh Gerak kasar Tidak
setidaknya 3 meter?
2. Setelah makan, apakah anak mencuci dan Sosialisasi & Tidak
mengeringkan tangannya dengan baik sehingga kemandirian
anda tidak perlu mengulanginya?
3. Suruh anak berdiri satu kaki tanpa berpegangan. Gerak kasar Tidak
Jika perlu tunjukan caranya dan beri anak anda
kesempatan melakukannya 3 kali.
Dapatkah ia mempertahankan keseimbangan
dalam waktu 2 detik atau lebih?
4. Letakkan selembar kertas seukuran buku ini di Gerak halus Tidak
lantai. Apakah anak dapat melompati panjang
kertas ini dengan mengangkat kedua kakinya
secara bersamaan tanpa didahului lari?
5. Jangan membantu anak dan jangan menyebut Gerak halus tidak
lingkaran, suruh anak menggambar seperti contoh
ini di kertas kosong yang tersedia. Apakah anak
dapat menggambar lingkaran?
I. Kesimpulan hasil KPSP An. A yaitu terdapat 9 jawaban ”Tidak” sehingga perkembangan
anak tidak sesuai dengan tahap perkambangannya (P).
J. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesan umum (kebersihan, pergerakan, penampilan/postur/bentuk tubuh, termasuk
status gizi) : Pasien dalam keadaan bersih, pergerakan tubuh terganggu, penampilan
bersih/rapi, postur tubuh tegak, bentuk tubuh sedang, gizi anak terpenuhi dengan baik
2. Warna kulit (pucat, normal, cyanosis, ikterus, kelainan) : Normal
3. Tonus otot : 444 | 444
444 | 444
4. Turgor kulit : Elastis
5. Udema : tidak ada
6. Kepala
Bentuk : Normochepalon , keaadaan rambut : lebat, kulit kepala : bersih, UUB:
tertutup, adanya kelainan : tidak ada
7. Mata :
Bentuk bola mata : bulat, pergerakannya : simetris, keadaan pupil : isokor, konjungtiva
: anemis, keadaan kornea mata : bersih , sklera : ikterik, bulu mata: baik, ketajaman
penglihatan : baik
8. Hidung :
Secret : tidak ada, pergerakkan cuping hidung : tidak ada, suara saat bernafas: tidak
ada, gangguan lain : tidak ada
9. Telinga
Kebersihan : bersih, keadaan alat pendengaran : baik, kelainan : -
10. Mulut:
Kebersihan daerah sekitar mulut : baik, keadaan tenggorokan : baik tidak ada
peradangan , kelainan : - . Keadaan gigi : berlubang, keadaan lidah : bersih
11. Leher:
Pembesaran kelenjar/pembuluh darah : tidak ada, kaku kuduk : tidak ada, pergerakkan
leher : baik
12. Thoraks:
Bentuk dada : simetris, irama pernafasan : vesikuler, tarikan otot bantu pernafasan : tidak
ada, suara nafas : tidak ada
13. Jantung
1. Inspeksi : ictus cordis tampak
2. Palpasi : ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5 linea midclavikula 2
cm ke medial, pulsus parasternal (-),pulsus epigastrium(-)
3. Perkusi
Kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 5 linea midclavicula 2 cm ke medial
4. Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (-)
Kesan : Normal
14. Persarafan :
Refleks Fisiologik : BPR +2/+2 APR +2/+2 KPR +2/+2 TPR +2/+2
Refleks Patologik : Babinski (-) / (-)Tromer (-) / (-) Chaddock (-) /(-)
15. Abdomen :
Bentuk : datar, pembesaran organ : tidak ada, keadaan pusat : baik, teraba skibala :
tidak ada, massa : -, nyeri pada perabaan : tidak ada, distensia : tidak ada, hernia : tidak
ada, peristaltic : 16 x/menit
16. Ekstremitas :
Kelainan bentuk : tidak ada, pergerakan : terganggu, reflek lutut :baik, udem : tidak
ada, keadaan ujung ekstremitas : baik, hal-hal lain
17. Alat kelamin : tidak dikaji
18. Anus : tidak dikaji
19. Antropometri (ukuran pertumbuhan)
BB = 15 kg
TB = 90 cm
Lingkar kepala = 46 cm
Lingkar dada = 42 cm
Lingkar lengan = 8 cm
20. Gejala kardinal :
Suhu = 36,6 0c
Nadi = 88 x/menit
Pernafasan = 24 x/menit
Tekanan darah =-
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelayanan kesehatan di rumah (homecare)merupakan penyediaan pelayanan
professional perawat bagi pasien dan keluarganya di rumah untuk menjaga kesehatan,
edukasi, pencegahan penyakit, terapi paliatif, dan rehabilitative. Penderita autis dan
retardasi mental membutuhkan bimbingan dan pengawasan setiap waktu maka dengan
perawatan di rumah, keluarga dapat membimbing dan mengawasi anak mereka dengan
tanpa hambatan, serta dapat menghemat biaya, artinya keluarga tidak perlu lagi
mengeluarkan biaya (kamar) RS, transport PP Rumah-Rumah Sakit untuk menemani pasien
di RS. Pelayanan kesehatan ini diberikan oleh para professional yang tergabung dalam tim
home care. Dalam home care ini, perawatan pediatrik bertanggung jawab terhadap
pangkajian pada pasien dan keluarga dan evaluasi ketepatan rencana asuhan.
Secara legal perawat dapat melakukan aktivitas keperawatan mandiri berdasarkan
pendidikan dan pengalaman yang di miliki. Perawat dapat mengevaluasi klien untuk
mendapatkan pelayanan perawatan di rumah tanpa program medis tetapi perawatan tersebut
harus diberikan di bawah petunjuk rencana tindakan tertulis yang ditandatangani oleh
dokter. Perawat yang memberi pelayanan di rumah membuat rencana perawatan dan
kemudian bekerja sama dengan dokter untuk menentukan rencana tindakan medis.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat dijadikan suatu refrensi atau panduan bagi mahasiswa
keperawatan khususnya atau kalangan umum untuk membuat atau melanjutkan
pendidikan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Moorhead, Sue, et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Edition terjemahan
Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Mokomedia.
Rahayu, S. M. (2014). Deteksi dan Intervensi Dini Pada Anak Autis. Jurnal Pendidikan Anak.
Suryani, Eko, dkk. (2018). Asuhan Keperawatan Anak Sehat & Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Suteja, J. (2014). Bentuk dan Metode Terapi Terhadap Anak Autisme Akibat Bentukan Perilaku
Sosial. Edueksos : Jurnal Pendidikan Sosial & Ekonomi, 3(1), 119–133. Retrieved from
http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/edueksos/article/view/325
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : definisi dan
tindakan keperawatan. Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Yostan A. Labola. (2017). Data Anak Autis di Indonesia (online). Dikutip dalam
https://www.kompasiana.com/yos08/58eb4717af7a61ec1378f3e7/anak-autisme.