Makalah KDRT Kel1-1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA

“ Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan KDRT ”

Dosen Pembimbing: Tria Monja Mandira, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh : Kelompok 1

Dany Maulana 221030122610

Dewi Susanti 221030122613

Erma Ratna Sari 221030122609

Iqrimah Labibah 221030122611

Khotrun Nada Nurjana 221030122615

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA


JURUSAN SI KEPERAWATAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan Jiwa Dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Terselesaikannya
makalah ini tidak terlepas dari peranan pihak-pihak yang membantu dalam proses penulisan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat sederhana dan masih mempunyai
banyak kekurangan. Maka dari itu, besar harapan kami agar tulisan ini dapat diterima dan
nantinya dapat berguna bagi semua pihak. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat positif membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang , 17 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Tujuan ..................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi KDRT ......................................................................... 3
B. Karakteristik Kekerasan Dalam Keluarga ............................ 3
C. Faktor Presdiposisi .................................................................. 5
D. Etiologi...................................................................................... 5
E. Tanda dan Gejala..................................................................... 6
F. Bentuk-Bentuk KDRT ............................................................. 7
G. Strategi Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ...... 8
BAB III
A. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Korban KDRT .................. 9
BAB IV
A. Strategi pelaksanaan ........................................................................... 16
BAB V TINJAUAN KASUS
A. Contoh Kasus ........................................................................... 18
B. Analisa Masalah....................................................................... 18
C. Strategi Pelaksanaan (SP) ...................................................... 20
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 21
B. Saran ........................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan kebudayaan masyarakat, membawa banyak perubahan dalam segala segi
kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu baik yang sifatnya positif
ataupun yang negative dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan sosial. Manusia
selalu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan agar selalu sehatbaik fisik, mental
ataupun sosial. Manusia sebagai makhluk biologi-psikologi-sosial-cultural mempunyai
sejumlah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dan apabila mengalami kegagalan dalam
mendapatakan keutuhan tersebut, maka akan terjadi ketidakseimbangan (Stuart and Sunnden,
1991).
Seseorang akan beradaptasi terhadap ketidakseimbangan melalui mekanisme penanganan
yang dipelajari pada masa lampau. Apabila seseorang berhasil beradaptasi dimasa lampau,
berarti ia telah mempelajari efektivitas mekanisme penanganan yang sangat berguna bagi
dirinya pada saat ini dan dimasa yang akan dating dan sebaliknya, jika adaptasi dimasa
lampau tidak berhasil, maka ia tidak punya mekanisme penanganan yang adekuat untuk
beradaptasi terhadap kesulitan yang lebih komplek dimasa mendatang dan bisa menyebabkan
terjadinya keadaan yang mempunyai pengaruh buruh terhadap kesehatan jiwa atau dengan
kata lain adalah gangguan jiwa.
Salah satu tanda dan gejala gangguan jiwa adalah ungkapan marah yang mal adaptif yang
dilakukan seseorang karena gagal dalam beradaptasi dan tidak punya mekanisme penanganan
yang adekuat. Ungkapan marah yang mal adaptif, salah satunya adalah agresif, yang akan
membahyakan karena dapat tibul dorongan untuk bertindak baik secara konstruktif maupun
destruktif dan masih terkontrol. Pasien dengan marah agresif akan bersifat menentang, suka
membantah, bersikap kasar, kecenderungan menuntut secara terus-menerus, bertingkah laku
kasar disertai kekerasan (Stuart and Sunen,1991).
Permasalahan yang dihadapi dalam perawatan pasien dengan marah agresif adalah sikap
pasien yang tidak kooperatif, membahayakan dirinya sendiri dan lingkungan serta masalah
pasien yang dapat menimbulkan dorongan agresifnya.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa.
Seirng tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh

1
sejumlah anggota keluarga bahkan polisis. Perulaku kekerasan seperti memukul anggota
keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-amarah merupakan alasan utama
yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga
belum memadai sehingga selama perawatan klien setidaknya sekeluarga mendapat
pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan). Asuhan
keperawatan yng diberikan di rmah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu ditingkatkan
serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku
kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol
perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh
asuahan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum

Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan keperawatan jiwa perilaku


kekerasan pada keluarga yang diharapkan akan mampu mengidentifikasi seluruh masalah
yang terjadi sehubungan dengan perilaku kekerasan.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar mengenai perilaku kekerasan dalam rumah tangga
b. Untuk mengetahui mengenai Asuhan keperawatan klien perilaku kekerasan dalam
rumah tangga

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana sesorang melakukan
tindakan yang dapat menyebabkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. Undang-
undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap
perbuatan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
Kekerasan dalam keluarga mencakup penganiayaan fisik, emosional dan seksual pada
anak-anak pengabaian anak, pemukulan pasangan, pemerkosaan terhadap suami atau istri dan
penganiayaan lansia. Perilaku penganiayaan dan perilaku kekerasan yang tidak akan dapat
diterima bila dilakukan orang yang tidak dikenal sering kali di toleransi selama bertahun-
tahun dalam keluarga. Dalam kekerasan keluarga, keluarga yang normalnya merupakan
tempat yang aman dan anggotanya merasa dicintai dan terlindungi, dapat menjadi tempat
paling berbahaya bagi korban.

B. Karakteristik Kekerasan Dalam Keluarga


1. Isolasi sosial
Anggota keluarga merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak mengundang orang lain
datang ke rumah mereka atau tidak mengatakan kepada orang lain apa yang terjadi. Anak
dan wanita yang mengalami penganiayaan sering kali diancam oleh penganiaya bahwa
mereka akan lebih disakiti jika mengungkapkan rahasia tersebut. Anak-anak mungkin
diancam bahwa ibu, saudara kandung atau hewan peliharaan mereka akan dibunuh jika
orang diluar keluarga mengetahui penganiayaan tersebut. Mereka ditakuti agar mereka
menyimpan rahasia atau mencegah orang lain mencampuri “urusan keluarga yang pribadi”.

3
2. Kekerasan dan control
Anggota keluarga yang mengalami penganiayaan hampir selalu berada dalam posisi
berkuasa dan memiliki kendali terhadap korban, baik korban adalah anak, pasangan, atau
lansia. Penganiaya bukan hanya menggunakan kekuatan fisik terhadap korban, tetapi juga
kontrol ekonomi dan sosial. Penganiaya sering kali adalah satu-satunya anggota keluarga
yang membuat keputusan, mengeluarkan uang, atau diijinkan untuk meluangkan waktu
diluar rumah dengan orang lain. Penganiaya melakukan penganiayaan emosional dengan
meremehkan atau menyalahkan korban dan sering mengancam korban. Setiap indikasi
kemandirian atau ketidakpatuhan anggota keluarga, baik yang nyata atau dibayangkan,
biasnaya menyebabkan peningkatan perilaku kekerasaan (Singet at al, 1995).

3. Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan yang lain


Ada hubungan antara penyalahgunaan zat, alkohol, dengan kekerasan dalam keluarga.
Hal ini tidak menunjukkan sebab dan akibat-akibat tidak menyebabkan individu menjadi
penganiaya sebalik, penganiaya juga cenderung menggunakan alcohol atau obat-obatan
lain. 50-90% pria yang memukul pasangannya dalam rumah tangga juga memiliki riwayat
penyalahgunaan zat. Jumlah wanita yang mengalami penganiayaan dan mencari pelarian
dengan menggunakan alkohol mencapai 50%.

4. Proses transmisi antargenerasi


Berarti bahwa pola perilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui model peran dan pembelajaran sosial. Transmisi antargenerasi
menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu pola yang dipelajari.
Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam keluarga akan belajar dari
melihat orang tua mereka bahwa kekerasan ialah cara menyelesaikan konflik dan bagian
integral dalam suatu hubungan dekat. Akan tetapi tidak semua orang menyaksikan
kekerasan dalam keluarga menjadi penganiaya tau pelaku kekerasan ketika dewasa
sehingga faktor tunggal ini saja tidak menjelaskan perilaku kekerasan yang terus ada.

4
C. Faktor Presdiposisi

a. Faktor Psikologis
Psychoanalytical Theory : Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan
akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh
dua insting. Pertama insting hidup yang dapat di ekspresikan dengan seksualitas; dan
kedua, insting kematian yang diekspesikan dengan agresivitas.
Frustration aggression theory : teori yang dikembangkan oleh Freud ini berawal dari
asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan
makan akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melukai orang lain atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir
semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai perilaku agresif.

b. Faktor Sosial Budaya


Sosial kultural dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat
diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara
asertif.

c. Faktor presipitasi

Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam.
Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya
ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa ternacam, mungkin dia
tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu baik
perawat maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasikannya.

D. Etiologi
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,
cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise
yang tidak terpenuhi.

5
Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan / keinginan yng
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan
keadaan sekiatrnya misalnya dengan kekerasan.
Hilangnya harga diri : pada dasarnya manusia itu mempeunyai kebutuhan yang sama
untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan
merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
Kebutuhan akan status dan prestise : manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
Beberapa faktor penyebab lain terjadi kekerasan dalam rumah tangga, yaitu faktor
individu (seperti korban penelantaran anak, penyimpngan psikologis, penyalahgunan alkohol,
dan riwayat kekerasan di masa lalu), faktor keluarga (seperti pola pengasuhan yang buruk,
konflik dalam pernikahan, kekerasan oleh pasangan, rendahnya status sosial ekonomi,
keterlibatan orang lain dalam masalah kekerasan), faktor komunitas (seperti kemiskinan,
angka kriminalitas tinggi, mobilitas penduduk tinggi, banyaknya pengangguran perdagangan
obat terlarang lemahnya kebijakan intsitusi, kurangnya sarana pelayanan korban, faktor
situasional), dan faktor lingkungan sosial (seperti perubahan lingkungan sosial yang cepat,
kesenjangan ekonomi, kesenjangan gender, kemiskinan, lemahnya jejaring ekonomi,
lemahnya penegakan hukum, budaya yang mendukung kekerasan, tingginya penggunaan
senjata api illegal, massa konflik atau pasca konfik).

E. Tanda dan Gejala


Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi
ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang
timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah :
1. Perubahan fisiologis
Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus
otot meningkat.
2. Perubahan emosional
Muah tersinggung, tidak sabra, frustasi, ekspresi wajah tampak tegang, bila mengamuk
kehilangan control diri.

6
3. Perubahan perilaku
Agresif pasif, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk. Nada suara keras dan kasar.
4. Menyerang atau menghindar
5. Menyatakan secara asertif
6. Memberontak
7. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.

F. Bentuk-Bentuk KDRT
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat
2. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan
psikis berat pada seseorang.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan
hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
4. Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup
rumah tangganya, padahal menurut hokum yang berlaku baginya atau karena persetujuan
atau perjamjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada
orang tersebut. Selain itu penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan
kergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di
dalam atau di luar rumah tangga sehingga korban berada di bawah kebdali orang tersebut.

7
G. Strategi pencegahan kekerasan dalam rumah tangga

1. Pendidik
Instansi pendidikan dari jenjang SD sampai SMA memiliki andil yang penting dalam usaha
pencegahan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
2. Penegak hukum dan keamanan
Pemerintah bersama penegak hukum juga memiliki peran yang lebih kuat melalui UU No.
4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, BAB II Pasal 2 yang menyatakan “anak berhak
atas perlindungan terhadap lingkungan yang dapat membahayakan atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangan secara wajar”. Selain itu, UU No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Oleh karenanya, tidak ada alas an bagi
siapapun untuk boleh melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
3. Media massa
Media massa sebaiknya menampilkan berita kekerasan yang diimbangi dengan artikel
pencegahan dan penanggulangan dampak kekerasan yang diterima korban jangka panjang
atau pendek, sehingga masyarkat tidak menjadikan berita kekerasan sebagai inspirasi untuk
melakukan kekerasan.
4. Pelayanan kesehatan
a. Prevensi primer, yaitu promosi orang tua dan keluarga sejahtera
b. Prevensi sekunder, yaitu diagnosis dan tindakan bagi keluarga yang stress
c. Prevensi tersier, yaitu edukasi ulang dan rehabilitasi keluarga.

8
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN JIWA PADA KORBAN KEKERASAN

DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
a. Aspek biologis
Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epinepria sehingga tekanan darah meningkat, takikardia, muka merah, pupil
melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala kecemasan yang sama dengan
kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku, dan reflex cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.

b. Aspek emosional
salah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul anggota yang lain, mengamuk, bermusuhan
dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.

c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual,
peran panca indera sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu
megkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi
diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.

d. Aspek sosial

9
Meliputi interaksi sosial, budaya, konseprasa percayadan ketergantugan. Emosi
marah sering merangsang kemarahan anggota keluarga yang lain-lain. Individu
seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga
anggota keluarga yang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,
menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal ini yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
kemarahan yang dimanifestasikan dengan moral dan rasa tidak berdosa. Dari uraian
tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif
meliputiaspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat
dilukiskan sebagai berikut : aspek fisik, terdiri dari muka merah, pandangan tajam,
nafas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah
meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel, aspek intelektual
: mendominasi, bawel, sarkasme,berdebat, meremehakn. Aspek sosial : menarik diri,
penolakan kekerasan, ejekan, humor.

2. Klasifikasi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu ata
subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh
klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancaraperawat dengan klien dan
keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan
melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

3. Analisa data
Dengan melihat data obyektif dan subyektif dapat menentukan masalah yang dihadapi
keluarga dan dengan memperlihatkan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai
pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa
keperawatan.

10
4. Aspek fisik
Aspek fisik terdiri dari : muka merah,pandangan tajam, nafas pendek dan cepat,
berkeringat sakit fisik, penalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi: tidak
adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme,
berdebat, meremehkan. Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

B. Pohon Masalah

C. Diagnosa keperawatan
Risiko perilaku kekerasan

D. Intervensi keperawatan
Tgl No. Diagnosa Intervensi
dx keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional

1. Risiko a. Tujuan 1. Bina hubungan Hubungan saling


perilaku umum : saling percaya. percaya
kekerasan Klien dapat Salam terapeutik, memungkinkan
mengontrol perilaku perkenalkan diri, terbuka pada

11
kekerasan pada saat beritahu tujuan perawat dan sebagai
berhubungan interaksi, kontrak dasar untuk
dengan orang lain waktu yang tepat, intervensi
b. Tujuan khusus : ciptakan waktu yang selanjutnya.
1. Klien dapat aman dan tenang,
membina observasi respon Informasi bagi klien
hubungan saling verbal dan non penting bagi
percaya verbal, bersikap perawat untuk
2. Klien dapat empati. membantu klien
mengidentifikasi 2. Klien dapat dalam
penyebab mengidentifikasi menyelesaikan
perilaku penyebab perilaku masalah yang
kekerasan kekerasan. Beri konstruktif
3. Klien dapat kesempatan pada
mengdentifikasi klien untuk Pengungkapan
tanda-tanda mengungkpkan perasaan masalah
perilaku perasaannya. Bantu dalam suatu
kekerasan untuk lingkungan yang
4. Klien dapat mengungkapkan tidak mengancam
mengidentifikasi penyebab perasaan akan menolong
perilaku jengkel kesal pasien untuk sampai
kekeerasan yang 3. Klien dapat kepada akhir
biasa dilakukan mengidentifikasi penyelesaian
5. Klien dapat tanda-tanda perilaku persoalan.
mengidentifikasi kekerasan. Anjurkan
akibat perilaku klien Pengungkapan
kekerasan mengungkapkan kekesalan secara
6. Klien dapat dilema yang konstruktif untuk
melakukan cara dirasakan saat mencari
berespon jengkel. penyelesaian
terhadap Observasi tanda masalah yang
kemarahan perilaku kekerasan kostruktif pula.
secara pada klien. Mengetahui
konstruktif Simpulkan bersama perilaku yang
7. Klien dapat tanda-tanda dilakukan klien
mendemonstrasi jengkel/kesal yang sehingga
kan sikap dialami klien. memudahkan untuk
perilaku 4. Klien dapat intervensi.
kekerasan mengidentifikasi Memudahkan klien
8. Klien mendapat perilaku kekerasan yang dalam mengontrol
dukungan biasa dilakukan. perilaku kekerasan.
keluarga dalam Anjurkan klien untuk
mengontrol mengungkapkan Memudahkan dalam
perilaku perilaku kekrasan yang pemberian tindakan
kekerasan biasa dilakukan. Bantu kepada klien.
9. Klien dapat klien bermain peran Mengetahui

12
menggunakan sesuai dengan perilaku bagaimana cara
obat yang benar kekerasan yang biasa klien
dilakukan. Bicarakan melakukannya.
dengan klien apakah Membantu klien
dengan cara yang klien dalam memberikan
lakukan masalahnya motivasi untuk
selesai. menyelesaikan
5. Klien dapat masalahnya.
mengidetifikasi perilaku Mencari metode
kekerasan. Bicarakan koping yang tepat
akibat/kerugian dari dan konstruktif.
perilaku kekekrasan Mengerti cara yang
yang dilakukan klien. benar dalam
Bersama klien mengalihkan
menyimpulkan akibat perasaan marah.
dari perilaku
kekerasanyang Menambah
dilakukan pengetahuan klien
6. Klien dapat tentang koping yang
melakukan konstruktif.
caraberespon terhadap Mendorong
kemarahan secara pengulangan
kondtruktif. Tanyakan perilaku yang
pada klien apakah ingin positif,
mempelajari cara baru meningkatkan harga
yang sehat. Berikan diri klien. Dengan
pujian jika klien cara sehat dapat
mengetahui cara yang dengan mudah
sehat. Diskusikan mengontrol
dengan klien caralain kemarahan klien.
yang sehat. Memotivasi klien
– secara fisik : tarik dalam
nafas dalam/memukul menemonstrasikan
kasur/memukul cara mengontrol
botol/olahraga yang perilaku kekerasan.
memerlukan tenaga Mengetahui respon
 Secara verbal : klien terhadap cara
katakan bahwa yang diberikan
Anda sering Mengetahui
kesal/jengkel kemampuan klien
 Secara sosial : melakukan cara
lakukan dalam yang sehat
kelompok cara- Meningkatkan
cara marah yang harga diri klien
sehat, latihan Mengetahui
asertif, latihan kemajuan klien

13
manajemen selama intervensi
perilaku kekerasan
 Secara spiritual: Memotivasi
anjurkan klien keluarga dalam
berdoa, memberikan
sembahyang, perawatan kepada
meminta pada klien
Tuhan agar diberi Menambah
kesababran pengetahuan bahwa
7. Klien dapat keluarga sangat
mendemonstrasikan berperan dalam
sikap perilaku perubahan perilaku
kekerasan. Bantu klien klien.
memilih cara yang Meningkatkan
paling tepat untuk klien. pengetahuan
Bantu klien keluarga dalam
mengidentifikasi merawat klien
manfaat yang telah secara bersama.
dipilih. Bantu klien Mengetahui sejauh
untuk menstimulasikan mana keluarga
cara tersebut. Beri menggunakan cara
reinforcement positif yang dianjurkan.
atas keberhasilan klien Mengetahui
menstimulasi cara responkeliarga
tersebut. Anjurkan klien dalam merawat
untuk menggunakan klien.
cara yang telah
dipelajari saat
jengkel/marah.
8. Klien dapat
dukunga keluarga
dalama mengontrol Menambah
perilaku kekerasan. pengetahuan klien
Identifikasi kemampuan dan keluarga
keluarga dalam tentang obat dan
merawat klien dan sikap fungsinya.
apa yang telah Memberikan
dilakukan keluarga informasi
terhadap klien selama pentingnya minum
ini. Jelaskan peran serta obat dalam proses
keluarga dalam penyembuhan.
merawat klien. Jelaskan
cara-cara merawat
klien:
-terkait cara-cara
merawat klien

14
-terkait dengan car
mengontrol perilaku
kekekrasan secara
konstruktif
-sikap tenan, bicara
tenang dan jelas
-bantu keluarga
mengenal penyebab
marah
-bantu keluarga
mendemonstrasikan
cara merawat klien
-bantu keluarga
mengungkapkan
persaannya setelah
melakukan
demonstrasi.
9. Klien dapat
meggunakan obat yang
benar
Jelaskan pada klien dan
kelaurga jenis-jenis
obat yang diminum
klien
Diskusikan manfaat
minum obat dan
kerugian berhenti
minum obat tanpa
seizin dokter

15
BAB IV

STRATEGI PELAKSANAAN

Harga diri rendah Pasien : Keluarga :


Sp I P SP I K
Mengidentifikasi penyebab PK Mendiskusikan masalah yang
Mengidentifikasi tanda dan gejala PK dorasakan keluarga dalam
Mengidentifikasi PK yang dilakukan merawat pasien
Mengidentifikasi akibat PK Menjelaskan pengertian PK,
Menyebutkan cara mengontrol PK tandagejala, serta proses
Membantu pasien mempraktekkan terjadinya PK
latihan cara mengontrol fisik I Menjelaskan cara merawat pasien
Meganjurkan pasien memasukkan dengan PK
dalam kegiatan harian
SP II K
Sp II P Melatih keluarga mempraktekkan
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian cara merawat pasien dengan PK
pasien Melatih keluarga melakukan cara
Melatih pasien mwngontrol PK merawat langsung kepada pasien
dengan cara fisik II PK
Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian SP III K
Membantu keluarga membuat
SP III P jadwal aktivitas di ruma termasuk
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian minum obat (discharge planning)
pasien Menjelaskan follow u pasien
Melatih pasien mengontrol PK dengan setelah pulang.
cara verbal
Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

16
SP IV P
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
Melatih pasien mengontrol PK dengan
cara spiritual
Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jaddwal kegiatan harian

SP V P
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan minum obat
Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian

17
BAB V
TINJAUAN KASUS

A. Contoh Kasus
Ny. E usia 30 tahun datang ke P2TP2A untuk melaporkan tindakan suaminya yang sering
memukulinya. Ny. E sudah tidak kuat lagi dengan tindakan suaminya itu. Dia sering dipukuli
dengan menggunakan tangan/ benda-benda di sekitarnya. Suami sering memukuli dirinya jika
Ny. E tidak memenuhi kebutuhannya dan terkadang suaminya sering melakukan kekerasan
dalam hubungan seksual. Tidak hanya tindakan memukuli Ny. E namun perilaku dan ucapan
kasar dari suami kerap kali dilontarkan kepada Ny. E. Mata pencarian suami adalah tukang becak
yang sudah sering tidak bekerja karena sepi penumpang, maka y. E sudah tidak pernah menerima
nafkah lagi dari suaminya. Mereka tinggal di perkampungan kumuh pinggiran sungan ciliwung.
Anak sebanyak 5 orang yang tidak melanjutkan sekolah mereka karena masalah biaya. Ny. E
menceritakan bahwa sang suami sering memukuli dirinya karena masalah sepele, suaminya
sudah sering memukuli mulai usia pernikahan 3 tahun yang lalu. Ny. E mengatakan selalu
menghindari percakapan dengan tetangganya karena teringat dengan perlakuan suaminya dan
senang menyendiri karena merasa tidak aman di tempat umum. Saat dilakukan pemeriksaan
terhadap Ny. E, terdapat luka lebam disekujur badan, tampak sering menangis dan ketakutan.
Sering menyendiri, tampak murung, mimpi buruk, dan selalu waspada terhadap orang
disekitarnya.

B. Analisa Masalah
Data Etiologi Masalah
DS : Ny. E mengatakan 1. Ketidakmampuan menjalin Isolasi Sosial
senang menyendiri karena hubungan yang memuaskan.
merasa tidak aman di tempat 2. Ketidakadekuatan sumber
umum. daya personal
DO : menolak berinteraksi
dengan orang lain atau
lingkungan Sedih

18
DS : Ny. E mengaku sering 1. Keadaan ekonomi rendah, Ansietas
dipukuli oleh suami dengan ketergantungan ekonomi istri
menggunakan tangan dan terhadap suami
benda-benda disekitar 2. Pergeseran fungsi keluarga
DO : Terdapat luka lebam 3. Stress dan cemas
disekujur tubuh, klien 4. Perasaan terancam
tampak sering menangis dan 5. Mekanisme koping tidak
ketakutan adekuat
6. Hubungan tidak seimbang
Antara suami dan istri
7. Perilaku kekerasan terhadap
istri
DS : Ny. E mengaku sering 1. Perilaku kekerasan terhadap Gangguan Integritas Kulit
dipukuli oleh suami dengan istri
menggunakan tangan dan 2. Kerusakan jaringan dan
benda-benda disekitar dan atau lapisan kulit
suami sering memukuli jika
klien tidak memenuhi
kebutuhannya.
DO : Terdapat luka dan lebam
di sekujur tubuh
1
DS : Ny. E mengatakan selalu 1. Sering terpapar perilaku Sindrom Pasca Trauma
menghindari percakapan kekerasan suaminya.
dengan tetangganya karena
teringat dengan perlakuan
suaminya.
DO : Terlihat sering mimpi
buruk dan waspada secara
berlebihan.

19
C. Strategi Pelaksanaan (SP)
Strategi Pelaksanaan (SP) Isolasi Sosial
SP Pasien SP Keluarga
SP 1 SP1
Membina hubungan saling percaya, Memberikan pendidikan kesehatan
Membantu pasien mengenal penyebab kepada keluarga mengenai masalah
isolasi sosial, Membantu pasien isolasi sosial, penyebab isolasi sosial,
mengenal manfaat berhubungan dan dan cara merawat pasien isolasi sosial.
tidak berhubungan dengan orang lain,
dan mengajarkan pasien berkenalan. SP 2
Melatih keluarga mempraktekkan cara
SP 2 merawat pasien isolasi sosial langsung
Mengajarkan pasien berinteraksi dihadapan pasien.
secara bertahap (berkenalan dengan
orang pertama [perawat]) SP 3
Membuat perencanaan pulang bersama
SP 3 dengan keluarga.
Melatih pasien berinteraksi secara
bertahap (berkenalan dengan orang
kedua)

20
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secra fisik baik terhadap perempuan
maupun anak. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif.
Undang-undang PKDRT ini menyebutkan bahwa kekerasan dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau peneritaan secara fisik, seksual, psikologis, dan
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kekerasan dalam keluarga mencakup penganiayaan fisik, emosional dan seksual
pada anak-anak pengabaian anak, pemukulan pasangan, pemerkosaan terhadap suami
atau istri dan penganiayaan lansia.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita dapat mengerti, mengetahui tentang
asuhan keperawatan kekerasan dalam rumah tangga, serta tindakan-tindakan yang akan
diambil dalam membuat Asuhan Keperawatan yang bermutu dan bermanfaat bagi pasien.
Serta dituntut untuk bisa membandingkan antara teori dan kasus yang terjadi di lapangan
atau lahan praktik yang terkadang terjadi ketidaksinkronan dan kesinkronan yang wajar.
Semoga bermanfaat bagi semua dan membantu dalam pembuatan Asuhan Keperawatan
kelak.

21
Daftar Pustaka

Mery Ramadani, dkk. 2015. Jurnal Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Sebagai Salah
Satu Isu Kesehatan Masyarakat Secara Global. Padang : Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : Rsud Dr. Amino
Gonohutomo,

22

Anda mungkin juga menyukai