Burner

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 32

BAB 

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang dapat
terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor. Pembakaran spontan adalah
pembakaran dimana bahan mengalami oksidasi perlahanlahan sehingga kalor yang dihasilkan
tidak  dilepaskan, akan tetapi dipakai untuk menaikkan suhu bahan secara pelan-pelan
sampai mencapai suhu nyala. Pembakaran sempurna adalah pembakaran dimana semua
konstituen yang dapat terbakar di dalam bahan bakar membentuk gas CO2, air (= H2O), dan
gas SO2, sehingga tak ada lagi bahan yang dapat terbakar tersisa.
Bagian ini memberikan gambaran singkat tentang keistimewaan utama bahan bakar.
Energi dari matahari diubah menjadi energi kimia dengan fotosintesa. Namun, sebagaimana
kita ketahui, bila kita membakar tanaman atau kayu kering, menghasilkan energi dalam
bentuk panas dan cahaya, kita melepaskan energi matahari yang sesungguhnya tersimpan
dalam tanaman atau kayu melalui fotosintesa. Kita tahu bahwa hampir kebanyakan di dunia
pada saat ini kayu bukan merupakan sumber utama bahan bakar. Kita umumnya
menggunakan gas alam atau minyak bakar di rumah kita, dan kita menggunakan terutama
minyak bakar dan batubara untuk memanaskan air menghasilkan steam untuk menggerakan
turbin untuk sistim pembangkitan tenaga yang sangat besar. Bahan bakar tersebut – batubara,
minyak bakar, dan gas alam –sering disebut sebagai bahan bakar fosil.
Berbagai jenis bahan bakar (seperti bahan bakar cair, padat, dan gas) yang tersedia
tergantung pada berbagai faktor seperti biaya, ketersediaan, penyimpanan, handling, polusi
dan peletakan boiler, tungku dan peralatan pembakaran lainnya.
Pengetahuan mengenai sifat bahan bakar membantu dalam memilih bahan bakar yang
benar untuk keperluan yang benar dan untuk penggunaan bahan bakar yang efisien. Uji
laboratorium biasanya digunakan untuk mengkaji sifat dan kualitas bahan bakar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat disimpulkan pertanyaan-pertanyaan sebagai


berikut;
1. Apa Itu Definisi proses pembakaran ?

1
2. Apa itu Burner?
3. Bagaimana prinsip pembakaran?
4. Apa saja komponen bahan bakar?
5. Bagaimana proses pembakaran bahan bakar cair ?

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis membatasi pada pertanyaan


yang membahas tentang teknik pembakaran dan perlatan pembakaran (burner).

1.4 Tujuan

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik pembakaran.
Dan untuk memahami penerapan teknik pembakaran dan peralatan pembakaran
(burner).

1.5 Sistematika

Makalah ini penulis susun dengan sistem studi pustaka dan praktikum yang
telah dilakukan. Penulis membaca dari buku-buku referensi dan internet.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Burner

2
Pada alat pembakar (burner) menggunakan jenis kompor tekan dengan
bahan bakar minyak bakar. Prinsip kerja kompor pembakar (Burner) adalah mengubah
bahan bakar dari fase cair menjadi fase gas dan membakarnya dengan nyala api
sehingga menyala dan menghasilkan energi panas.

Burner memiliki beberapa bagian seperti:

- Tangki bahan bakar
Berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan bakar
- Selang bahan bakar
Berfungsi sebagai penyalur bahan bakar ke kompor

Gambar 2.1 burner
(sumber : Dokumentasi Pribadi,  2016)

- Kompor (  Burner )
Berfungsi  sebagai  tempat  terjadinya  pembakaran  bahan  bakar.  Pada  kompor
terdapat bagian yang disebut dengan lilitan kompor dan nozzle. Lilitan
kompor berfungsi mengubah bahan bakar cair menjadi fase gas. 

- Nozle

Berfungsi sebagai tempat penyemprotan dan keluarnya bahan bakar yang
akan menghasilkan nyala api.

3
Gambar 2.2 Nozzle Burner
(sumber : Dokumentasi Pribadi,  2016)

- Kompresor
Berfungsi memampatkan tekanan angin pada tangki bahan bakar sehingga
bahan bakar dapat mengalir munuju kompor

2.2 Burner Dengan Bahan Bakar Cair
Didalam pembakaran dari bahan bakar cair, diperlukan suatu proses
penguapan atau proses atomisasi bahan bakar. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan
percampuran yang baik dengan udara pembakaran. Minyak bakar distilat bisa
terbakar dengan api yang biru jika secara sempurna bahan bakar ini diuapkan dan
tercampur merata (homogenous) dengan udara sebelum terbakar. Burner yang
digunakan untuk membakar bahan bakar dalam bentuk uap atau bentuk atom-atom
(spray-droplet.) sebelum terbakar berbeda konstruksi dasarnya, yaitu vaporizing
burner dan  atomizing  burner.

2.2.1 Vaporizing  Burner


Burner jenis ini menggunakan panas dari api untuk menguapkan
bahan bakar secara terus menerus. Prinsip penguapan ini dipakai pada
kompor lidah api (blow  torch) terlihat pada gambar 2.3, kompor tipe pot,
lampu minyak tanah dan Iain-lain.
Cara kerja kompor lidah api tersebut adalah dengan memanaskan
minyak bakar yang dialirkan ke koil pipa pemanas. Panas didapat dari radiasi

lidah api yang diselubungi oleh koil. Uap bahan bakar yang terbentuk
kemudian disemprotkan oleh nozzle dengan tekanan yang sama dengan
tekanan minyak cair.
Setelah keluar dari nozzle, uap bahan bakar akan bercampur dengan
udara dan terbakar membentuk lidah api  (torch).
Lidah api akan berwarna kuning, dan apabila suhu uap bahan bakar
terlalu tinggi maka akan terbentuk nyala api biru yang mempunyai sifat tidak
stabil.

4
Gambar 2.3 Kompor Lidah Api (  Blow  Torch )
(sumber : Tjokrowisastro dan Widodo,  Teknik  Pembakaran  Dasar  dan  Bahan  Bakar,  1990)

Vaporizing burner dibuat dengan kapasitas 30 - 40 l/jam dengan
2.
tekanan  bahan  bakar 0,5 -  3,5  kg/cm  Bahan  bakar yang  digunakan  adalah
minyak tanah (kerosine) atau minyak bakar lainnya.

2.2.2 Atomizing  Oil  Burner


Pada  atomizing  oil  burner  bahan  bakar  diatomisasikan  dalam  bentuk
2.
spray  droplet dengan tekanan 7 - 20 kg/cm  atau diatomisasi oleh udara/uap
2.
dengan tekanan 0,1 - 15 kg/cm .
Dari cara atomisasinya maka  atomizing  oil  burner dapat dibedakan
menjadi 4 jenis.
a. Steam  air  atomizing  burner
b. Mechanical/oil  pressure  atomizing  burner
c. Centrifuging  /rotary  cup atomizing  burner
d. High-intensitas  burner.

2.3 Pembakaran
Pembakaran adalah serangkaian reaksi-reaksi kimia eksotermal  antara bahan
bakar dan oksidan  berupa udara  yang disertai  dengan produksi energi  berupa panas
dan konversi senyawa kimia. Pelepasan panas dapat mengakibatkan timbulnya
cahaya dalam bentuk api. Bahan bakar yang umum digunakan dalam pembakaran
adalah senyawa organik, khususnya hidrokarbon dalam fasa gas, cair atau padat.
Pembakaran  yang sempurna dapat  terjadi jika  ada oksigen dalam prosesnya.
Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya
mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas
sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan

5
menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara
yang cukup.

Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya
merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan
suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran.
Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari
pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi
transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volume hasil
samping  pembakaran, yang  juga  harus  dialirkan  melalui alat  penukar  panas sampai
ke cerobong.
Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala
yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar
beracun. Karbon, hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen
di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas
masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224 kkal. Pada kondisi tertentu, karbon
juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan
melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang
membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar
daripada bila menghasilkan CO atau asap.

Terdapat bermacam-macam jenis pembakaran yang dapat dijelaskan pada
poin-poin berikut ini :

2.3.1 Complete  combustion


Pada pembakaran sempurna, reaktan akan terbakar dengan oksigen,
menghasilkan sejumlah produk yang terbatas. Ketika hidrokarbon yang
terbakar dengan oksigen, maka hanya akan dihasilkan gas karbon dioksida
dan uap air.  Namun  kadang kala  akan  dihasilkan  senyawa  nitrogen dioksida
yang merupakan hasil teroksidasinya senyawa nitrogen di dalam udara.
Pembakaran sempurna hampir tidak mungkin tercapai pada kehidupan nyata.

2.3.2 Incomplete  combustion


Pembakaran tidak sempurna umumnya terjadi ketika tidak tersedianya
oksigen dalam jumlah yang cukup untuk membakar bahan bakar sehingga

6
dihasilkannya karbondioksida dan air. Pembakaran yang tidak sempurna
menghasilkan zat-zat seperti karbondioksida, karbon monoksida, uap air dan
karbon. Pembakaran yang tidak sempurna sangat sering terjadi, walaupun
tidak diinginkan, karena karbon monoksida merupakan zat yang sangat
berbahaya bagi manusia. Kualitas pembakaran dapat ditingkatkan dengan
perancangan media pembakaran yang lebih baik dan optimisasi proses.

2.3.3 Smouldering  combustion


Smouldering merupakan bentuk pembakaran yang lambat,
bertemperatur rendah, dan tidak berapi, yang dipertahankan oleh panas ketika
oksigen menyerang permukaan dari bahan bakar pada fasa yang
terkondensasi. Pembakaran ini dapat dikategorikan sebagai pembakaran yang
tidak sempurna. Contoh pembakaran ini adalah inisiasi kebakaran yang
dikarenakan rokok, dan sisa kebakaran hutan yang masih menghasilkan hawa
panas.

2.3.4 Rapid  combustion


Rapid  combustion merupakan pembakaran yang melibatkan energi
dalam jumlah yang banyak dan menghasilkan pula energi cahaya dalam
jumlah yang besar. Jika dihasilkan volume gas yang besar dalam pembakaran
ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang signifikan, sehingga
terjadi ledakan.

2.3.5 Turbulent  combustion


Pembakaran yang menghasilkan api yang turbulen sangat banyak
digunakan untuk aplikasi industri, misalnya mesin berbahan bakar bensin,
turbin gas, dll, karena turbulensi membantu proses pencampuran antara bahan
bakar dan pengoksida.

2.4 Stoikiometri Pembakaran
Terdapat dua aspek penting dalam termodinamika kimia pembakaran, yaitu:
Pertama, stoikiometri pembakaran., Dalam stoikiometri kimia pembakaran, hal yang
diinginkan adalah untuk mengetahui secara tepat atau secara stoikiometri jumlah
udara yang harus dipergunakan untuk mengoksidasi bahan bakar. Jika udara yang
masuk lebih besar dari jumlah stoikiometrinya, campuran ini disebut dengan

7
campuran miskin, sedangkan apabila udara lebih sedikit dari stoikiometri, campuran
ini disebut campuran kaya.
Perbandingan stoikiometri udara-bahan bakar ditetapkan dengan menulis
neraca massa atom dengan asumsi bahwa bahan bakar bereaksi secara sempurna.
Oksigen yang dipergunakan dalam kebanyakan proses pembakaran berasal dari udara
yang  umumnya  tersusun atas  21%  oksigen  dan  79%  nitrogen  (%volume), sehingga
untuk setiap mol oksigen dalam udara terdapat 0.79/0.21 mol N2 atau 3.76 mol

nitrogen. Untuk bahan bakar hidrokarbon CxHy (Kuo K.K dalam Sunandar 2010).

CxHy + a(O2 + 3.76 N2) xCO2 + (y/2) H2O + 3.76 aN2 ..............................  (2.1)

Dimana  a=  x  +  (y/4). Sering ditemui permasalahan untuk mendapatkan


pencampuran bahan bakar dengan udara yang diberikan. Dengan demikian udara
diberikan dalam jumlah berlebih untuk memastikan terjadinya pembakaran secara

sempurna, dikenal dengan istilah udara berlebih (excess  air), dimana reaksinya dapat
ditulis sebagai
CxHy + a/ø(O2 + 3.76 N2) xCO2 + (y/2) H2O + a5O2 + 3.76 aN2 ...........................  (2.2)

Dimana  a=  x  +  (y/4) dan  a5=  a(1- ø)/ ø

Kedua, hukum termodinamika I, besarnya energi yang  dilepaskan pada saat
reaksi pembakaran terjadi disebut dengan panas pembakaran. Besarnya panas
pembakaran ini sangat tergantung dari jenis bahan bakar yang dipergunakan dan
kondisi proses, isobar, isothermal atau isovol. Secara umum panas pembakaran suatu
reaksi pembakaran dinyatakan dalam panas entalpi, ΔH, dengan satuan kJ/kg atau
kJ/mol.

2.5 Campuran Udara Bahan Bakar (AFR)
Dalam suatu proses pembakaran beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan antara lain bahan bakar, udara (oksigen), kalor dan reaksi kimia. Selain
itu perbandingan campuran bahan bakar dan udara memegang peranan penting pula
dalam menentukan hasil proses pembakaran itu sendiri yang secara langsung
mempengaruhi reaksi pembakaran yang terjadi serta hasil keluaran ( produk ) proses
pembakaran.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung rasio campuran
udara dan bahan bakar yaitu :

8
2.5.1 Rasio Udara Bahan Bakar (  Air  Fuel  Ratio/AFR)
Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan dalam
mendefinisikan campuran dan merupakan perbandingan antara massa dari
ydara dengan bahan bakar pada suatu titik tinjau. Secara simbolis AFR
dihitung sebagai berikut :

ma Ma Na ..................................................................  (2.3)


AFR = =
mf Mf Nf

Dimana : ma= massa udara
mf = massa bahan bakar

Jika nilai aktual lebih besar dari nilai AFR, maka terdapat udara yang
lebih  banyak  dari yang  dibutuhkan  dalam  proses  pembakaran  dan  dikatakan
miskin bahan bakar, sedangkan jika nilai aktual lebih kecil dari AFR
stoikiometri maka tidak cukup terdapat udara dalam sistem dan dikatakan
kaya bahan bakar.

2.5.2 Rasio Bahan Bakar Udara (  Fuel  Air  Ratio / FAR)


Rasio FAR merupakan kebalikan dari AFR yang dirumuskan sebagai
berikut :

mf Mf Nf
AFR = = ......................................................................  (2.4)
ma Ma Na

2.5.3 Rasio Ekivalen (  Equivalent  Ratio, Φ)


Metode ini juga termasuk metode yang umum digunakan. Rasio
ekivalen didefinisikan sebagai perbandingan antara rasio udara-bahan
bakar/AFR stoikiometrik dengan rasio udara-bahan bakar/AFR aktual atau
juga sebagai perbandingan rasio bahan bakar-udara/FAR aktual dengan rasio
bahan bakar-udara/FAR stoikiometrik.

AFRS FARa .......................................................................  (2.5)


Φ = =
AFRa FARs

Φ > 1 terdapat kelebihan bahan bakar dan campurannya disebut campuran

9
kaya bahan bakar.
Φ < 1 campurannya disebut sebagai campuran miskin bahan bakar.
Φ = 1 merupakan campuran stoikiometrik ( pembakaran sempurna )

2.5.4 Udara Berlebih (  Excess  Air /XSA )


Dalam proses pembakaran sulit mendapatkan campuran yang
memuaskan antara bahan bakar dengan udara pada proses pembakaran aktual.
Udara perlu diberikan dalam jumlah berlebih untuk memastikan terjadinya
pembakaran secara sempurna semua bahan bakar yang ada.
Udara lebih didefinisikan sebagai udara yang diberikan untuk
pembakaran dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah teoritis yang
dibutuhkan bahan bakar. Udara berlebih dapat dideduksi dengan pengukuran
komposisi produk pembakaran dalam keadaan kering. Jika produk merupakan
hasil pembakaran sempurna maka persentase udara lebih dapat dinyatakan
sebagai :

( χ O2  ) prod
%XSA =
...............................  (2.6)
( χ N2 ) prod / 3,76 ─ ( χ N2 ) prod

atau

( N O2  ) prod
%XSA = .............................  (2.7)
( N N2 ) prod / 3,76 ─ ( N N2 ) prod

2.6 Api
Api adalah oksidasi cepat terhadap suatu material dalam
proses pembakaran kimiawi, yang menghasilkan panas, cahaya, dan berbagai hasil
reaksi kimia lainnya. Proses oksidasi yang lebih lambat
seperti pengkaratan atau pencernaan tidak termasuk dalam definisi tersebut. Api
berupa energi berintensitas yang bervariasi dan memiliki bentuk cahaya (dengan
panjang gelombang juga di luar spektrum visual sehingga dapat tidak terlihat oleh

10
mata manusia) dan panas yang juga dapat menimbulkan asap

Gambar 2.4 Api

Segitiga api mengilustrasikan hubungan antara tiga elemen dasar yang
diperlukan untuk membangkitkan api. Tiga eleman dasar yang dibutuhkan untuk
membangkitkan api adalah senyawa oksigen, bahan bakar yang  dapat terbakar dan
mengandung energi, serta sumber api atau sumber panas. Jika salah satu dari ketiga
eleman dasar tersebut telah habis, maka api akan padam, atau reaksi pembakaran
tidak dapat dilanjutkan dengan baik. Ketiga elemen dasar  yang dapat mebangkitkan
api tersebut digambarkan di dalam sebuah segitiga, yang sangat umum dikenal
sebagai segitiga api. Berikut ini akan disajikan gambar segitiga api.

Panas dalam jumlah
yang cukup untuk
memulai penyalaan

Gambar 2.5 Segitiga Api

Sumber api atau sumber panas, pada awalnya disediakan atau didapatkan dari
sumber di luar sistem pembakaran, misalnya dari korek api, kilat ketika hujan,
percikan listrik, dan sumber-sumber api lainnya. Panas yang didapatkan dari luar
sistem tersebut akan mulai memutuskan ikatan kimia di dalam bahan bakar, yang

11
pada umumnya merupakan senyawa organik. Pemutusan awal ikatan kimia di dalam
bahan bakar merupakan reaksi yang eksoterm atau menghasilkan energi panas.
Energi panas  yang dihasilkan dari pemutusan awal tersebut akan digunakan sebagai
energi untuk pemanasan ikatan kimia berikunya di dalam bahan bakar. Api menyala
ketika panas yang dihasilkan dari pemutusan ikatan kimia di dalam bahan bakar
dapat digunakan seterusnya untuk memutuskan ikatan-ikatan kimia lain di dalam
bahan bakar. Oleh karena itu, sumber panas hanya merupakan inisiator terbentuknya
api. Setelah proses penyalaan api, sumber panas tidak lagi dibutuhkan, melainkan api
dari reaksi pembakaran akan menghasilkan panas yang dapat digunakan oleh
manusia untuk menunjang proses-proses yang akan dilakukan.
Bahan bakar pada umumnya berupa senyawa organik. Senyawa organik
merupakan senyawa yang mengandung unsur-unsur berupa karbon (C), hidrogen (H)
dan oksigen (O). Reaksi oksidasi terhadap senyawa organik pada umumnya
merupakan reaksi pemutusan rantai ikatan pada senyawa organik. Pemutusan ikatan
pada rantai senyawa organik pada umumnya menghasilkan panas. Pada proses
pembakaran, oksigen yang berperan sebagai oksidator akan bergabung, mengikat
unsur-unsur C dan H yang putus akibat energi panas dari proses pembakaran. Api
akan padam jika salah satu dari ketiga elemen dasar tidak lagi tersedia. Prinsip
segitiga api ini banyak digunakan sebagai prinsip dasar untuk menyalakan atau
memadamkan api.

2.7 Tipe Nyala Api
Gambar 2.6 menunjukkan tipe nyala api yang berbeda dari sebuah  combustor
atau  burner.  Perbedaan  tersebut  disebabkan  oleh  semprotan  bahan  bakar  dan  suplai
oksigen atau udara yang berbeda. Pada gambar 2.6 (no 1) paling kiri kondisi
campuran kaya bahan bakar tanpa proses pencampuran awal udara-bahan bakar yang
memadai, menghasilkan  yellow  sooty  diffusion  flame. Secara bertahap ke arah kanan
proses penyemprotan bahan bakar dan pencampuran udara-bahan bakar lebih baik,
menghasilkan campuran miskin bahan bakar yang sudah tercampur sempurna dengan
udara  (fully  pre-mixed) menghasilkan pembakaran dan nyala api yang jauh lebih baik
dan tanpa  soot (jelaga, karbon halus sisa pembakaran tidak sempurna).

12
Gambar 2.6 Nyala Api Dari  Burner
(sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Flame)

Diffusion  flame  adalah  nyala  api yang dihasilkan  oleh diffusion  combustion,


yaitu reaksi bahan bakar dan oksigen yang tanpa pencampuran awal yang baik. Pada
spray  combustion, ini bisa disebabkan oleh butiran-butiran  droplet bahan bakar hasil
semburan/semprotan/injeksi yang terlalu besar, menghasilkan pembakaran yang
terjadi pada sisi luar butiran bahan bakar menuju ke dalam yang berlangsung secara
lambat.  Pre-mixed  flame adalah nyala api yang dihasilkan oleh reaksi bahan bakar
dan oksigen yang telah mengalami pencampuran awal yang baik. Sebuah nyala api
umumnya merupakan campuran antara  diffusion dan  pre-mixed  flame karena ada
bagian tertentu nyala api dimana udara dan bahan bakar tercampur dengan baik dan
pada bagian lain tercampur secara tidak memadai.

Gambar 2.7 Nyala Api pada burner
(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016)

Karakteristik geometri semprotan (spray) bahan bakar ditunjukkan dalam
Gambar 2.8. Karakteristik ini penting untuk dipahami agar sesuai dengan tujuan
penggunaan sistem pembakaran. Semakin tinggi tekanan injeksi maka butiran
droplet yang dihasilkan semakin halus dan dalam konteks pembakaran akan
menghasilkan pembakaran yang lebih baik karena  droplet bahan bakar bisa

13
bercampur dengan baik dengan udara sebelum terbakar

Gambar 2.8 Karakteristik Semprotan

2.7.1 Klasifikasi Nyala api.

Dalam bidang teknik pembakaran terdapat berbagai macam jenis
katagori nyala. Jika di tinjau dari metode pencampuran reaktan nyala api
digolongkan menjadi dua jenis, yaitu nyala api  premix dan nyala api difusi.

Nyala api premix (Premixed Flame) adalah nyala api dimana bahan
bakar dan udara bercampur di dalam  burner sebelum di alirkan ke  nozzle dan
mulai dibakar, sedangkan nyala api difusi adalah nyala api dimana bahan
bakar dan udara pada awalnya terpisah. Aliran bahan bakar  yang keluar dari
ujung  nozzle akan bercampur dengan udara lingkungan secara difusi.

2.7.2 Stabilitas Nyala Api

Kestabilan nyala api dapat dinyatakan dari berbagai macam parameter
antara lain :

a. Batas Mampu Nyala (  Limits  of  Flammability)

14
Dalam kenyataan terjadinya nyala api dapat tercapai jika
tercapai campuran oksidator dan bahan bakar yang mendukung. Ada
kisaran campuran bahan dan oksidator yang menyebabkan nyala api.
Kisaran itu yaitu kisaran batas bawah mampu nyala dan batas atas
mampu nyala atau lebih dikenal dengan istilah  lower dan upper
flammability  limits. Berikut ini tabel batas mampu nyala dari
beberapa bahan bakar.

Tabel 2.1 Batas Mampu Nyala Bahan Bakar

b. Flashback
Flashback terjadi ketika kecepatan pembakaran lebih cepat
daripada kecepatan campuran udara-bahan bakar sehingga nyala api
merambat kembali ke dalam tabung pembakar. Fenomena ini kadang
disebut juga  back  fire atau  light back.  Flashback tidak hanya
mengganggu, tetapi juga dari sisi keamanan bisa menjadi berbahaya.
Fenomena flashback berhubungan dengan kecepatan nyala
laminar lokal dan kecepatan aliran lokal.  Flashback secara umum
merupakan kejadian sesaat jika aliran bahan bakar dikurangi atau ditutup.
Ketika kecepatan nyala lokal melebihi kecepatan aliran lokal,
perambatan nyala menjauh melalui tabung. Saat aliran bahan bakar
dihentikan, nyala akan membalik atau  flashback.

c. Lift-off
Lift-off adalah kondisi di mana nyala api tidak menyentuh
permukaan mulut tabung pembakar, tetapi agak stabil pada jarak tertentu
dari tabung  pembakar. Sama seperti halnya flashback, fenomena  lift-off
juga berhubungan dengan kecepatan nyala api laminar lokal dan
kecepatan aliran lokal yang sebanding. Fenomena nyala api terangkat
(lift-off) sangat tergantung pada nyala api lokal dan sifat aliran dekat
ujung (mulut) tabung pembakar.
Apabila kecepatan aliran cukup rendah, ujung bawah nyala api
berada sangat dekat dengan ujung tabung pembakar. Jika kecepatan
dinaikkan, maka sudut kerucut nyala turun sesuai dengan kondisi dan
ujung nyala bergeser sedikit ke bawah. Dengan meningkatkan kecepatan

15
aliran hingga tercapai kecepatan kritis, ujung nyala akan meloncat ke
posisi  jauh  dari  ujung  (mulut)  pembakar  dan  nyala  dikatakan  terangkat.
Kondisi  nyala  terangkat inilah  yang dinamakan  sebagai lift-off,  dan  jika
kecepatan aliran terus dinaikkan, maka nyala akan padam dan kondisi ini
tidak diinginkan.

d. Blow-off
Blow-off merupakan suatu keadaan di mana nyala api padam
akibat dari batas kecepatan aliran lebih besar dari laju nyala atau
kecepatan pembakaran. Kondisi seperti ini juga sangat dihindari.

e. Lift-up
Lift-up adalah kondisi saat pangkal nyala api terlihat berpindah
dari sebelumnya pada ujung  burner menuju benda penghalang. Pada
pembakaran premix kondisi  lift-up terjadi pada pembakaran yang miskin
bahan bakar. Jenis material benda penghalang mempengaruhi temperatur
dan besarnya  AFR untuk terjadinya  lift-up. Hal ini berhubungan dengan
laju kehilangan kalor benda penghalang seperti pada kondisi  flame
stabilized  by  a  large  bluff body.

2.8 Atomisasi (Pengabutan) Cairan
Proses pembuatan butiran cairan di dalam fase gas disebut dengan atomisasi.
Tujuan atomisasi adalah meningkatkan luas permukaan cairan dengan cara
memecahkan butiran cairan menjadi banyak butiran kecil. Proses atomisasi dimulai
dengan mendorong cairan melalui sebuah  nozzle. Energi potensial cairan (diukur
sebagai tekanan cairan untuk nozzle hidrolik atau tekanan udara dan cairan untuk
nozzle pneumatik) dengan bantuan geometri  nozzle menyebabkan cairan diubah
menjadi bongkahan-bongkahan kecil. Bongkahan ini selanjutnya pecah menjadi
pecahan yang sangat kecil yang biasanya disebut dengan butir (drop), butiran
(droplet), atau partikel cairan.
Setiap semburan (spray) menghasilkan suatu rentang besar butir, rentang ini
dinyatakan sebagai distribusi besar butir (drop  size  distribution). Distribusi besar
butiran ini tergantung pada jenis  nozzle dan sangat bervariasi untuk setiap jenisnya.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar butir adalah sifat-sifat fisik cairan, dan
kondisi operasi.

16
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi ukuran dari butiran (droplet).
Diantara faktor-faktor tersebut adalah sifat-sifat cairan, seperti tegangan permukaan,
viskositas, dan kerapatan.

2.8.1 Tegangan permukaan
Tegangan permukaan cenderung untuk menstabilkan cairan,
mencegah cairan menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Cairan dengan
ketegangan permukaan yang lebih tinggi cenderung memiliki ukuran rata-rata
tetesan yang lebih besar pada atomisasi.

2.8.2 Viskositas
Viskositas fluida memiliki pengaruh yang  sama pada ukuran butiran
droplet seperti pada tegangan permukaan. Viskositas menyebabkan fluida
melawan agitasi, cenderung untuk mencegah pemecahan cairan dan
mengarah ke ukuran  droplet yang rata-rata lebih besar. Gambar 2.9
menunjukkan hubungan antara viskositas dan ukuran  droplet ketika atomisasi
terjadi.

Gambar 2.9. Hubungan antara viskositas dan ukuran  droplet
(sumber : Mada Hunter Pardede, http://fateta.ipb.ac.id/index.php/View-document/66-MADA-
HUNTER-PARDEDE-F14060138.pdf)

2.8.3 Densitas

17
Densitas menyebabkan cairan mempertahankan akselerasi. Densitas
serupa dengan sifat-sifat baik tegangan permukaan dan viskositas, lebih
tinggi cenderung menghasilkan ukuran tetesan yang rata-rata lebih besar.
Pada proses pembuatan butiran cairan di dalam fase gas, dalam hal ini
densitas gas jauh lebih kecil dari densitas cairan. Sehingga mekanisme
formasi butiran jauh berbeda untuk perbedaan densitas yang rendah, terutama
pada kecepatan tinggi. Pengabutan banyak digunakan untuk keperluan-
keperluan pengabutan bahan bakar, pembuatan produk berbentuk granular
(bongkahan), operasi perpindahan massa, dan pelapisan permukaan
(pengecatan, dan lain-lain).
Mekanisme atomisasi dilihat dari fluida kerja dapat dibagi atas
atomisasi hidrolik dan pneumatik.

a. Atomisasi hidrolik
Pada atomisasi hidrolik, atomisasi terjadi karena tekanan cairan atau gaya
gravitasi pada cairan yang keluar pada mulut  nozzle dan pecah pada waktu jet
berbentuk lembaran.

b. Atomisasi pneumatik
Pada atomisasi pneumatik, atomisasi terjadi sebagai akibat saling aksi
antara cairan dengan udara yang berkecepatan tinggi. Gaya gesek antara
cairan dengan udara menyebabkan terdisintegrasinya cairan menjadi butiran.
Jika ditinjau proses pencampuran dengan udara dengan cairan, nozzle
pneumatik dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis pencampuran dalam
dan pencampuran luar.

2.9 Definisi Bahan Bakar

Bahan bakar (  fuel ) merupakan suatu bahan ( material ) yang di konsumsi
untuk menghasilkan energi. Bahan bakar didefinisikan sebagai senyawa kimia,
terutama tersusun atas karbon dan atau hydrogen, yang bila direaksikan dengan
oksigen  pada tekanan dan  suhu tertentu akan  menghasilkan produk  berupa gas dan

sejumlah energi  panas.  Bahan bakar diklasifikasikan menurut kondisi fisiknya  yaitu


bahan bakar padat, cair, dan gas.

18
2.10. Minyak Solar

Solar adalah hasil dari pemanasan minyak bumi antara 250-340°C, dan
merupakan bahan bakar mesin diesel. Solar tidak dapat menguap pada suhu tersebut
dan bagian minyak bumi lainnya akan terbawa ke atas untuk diolah kembali.
Umumnya, solar mengandung belerang dengan kadar yang cukup tinggi. Kualitas
minyak solar dinyatakan dengan bilangan setana. Angka setana adalah tolak ukur
kemudahan menyala atau terbakarnya suatu bahan bakar di dalam mesin diesel. Saat
ini, Pertamina telah memproduksi bahan bakar solar ramah lingkungan dengan merek
dagang Pertamina DEX© (Diesel Environment Extra). Angka setana DEX dirancang
memiliki angka setana minimal 53 sementara produk solar yang ada di pasaran
adalah 48. Bahan bakar ramah lingkungan tersebut memiliki kandungan sulfur
maksimum 300 ppm atau jauh lebih rendah dibandingkan solar di pasaran yang
kandungan sulfur maksimumnya mencapai 5000 ppm

2.11. Prosedur Pengoperasian Burner

1. Mempersiapkan Alat Dan Bahan Yang Diperlukan


2. Menghidupkan Kompresor Dengan Menghubungkan Stacker Ke Arus Listrik PLN
3. Membuka Katup Laju Alir Udara Sesuai Dengan Laju Alir Yang Diinginkan
4. Memasukkan Bhan Bakar Kedalam Tangki (Wadah) Bahan Bakar
5. Membuka Katup Bahan Bakar
6. Membuka Katup Nozzle Dengan Menarik Katup,Kemudian Memantik Api Pada
Ujung Keluaran Nozzle.

BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Data pengamatan

19
Laju alir Bahan bakar : 1.41 L/jam
T Api : 796°C
Laju Alir Udara : 25 L/menit
Densitas :
1. BB Campuran : 0,864 gr/ml
2. Solar : 0,830 gr/ml
3. Oli : 0,800 gr/ml
Viskositas dinamis :
1. BB Campuran : 23,7 gr/cm s
2. Solar : 3,112 gr/cm s
3. Oli : 44,98 gr/cm s
Viskositas Kinematis :
1. BB Campuran : 27,4 gr/cm s = 2740 centistokes
2. Solar : 3,713 cm2/s =3713centistokes
3. Oli : 3,2 cm2/s =3200centistokes
Heating Value :
1. BB Campuran : 19.610 btu/lb
2. Solar : 20.712 btu/lb
3. Oli : 22.650 btu/lb

3.2 Penentuan heating value bahan bakar (factual)

 Penentuan heating value pada bahan bakar campuran solar dan oli

Diketahui :

1. Penentuan densitas bahan bakar

20
 Berat gelas kimia kosong : 212,28 gr
 Berat gelas kimia + campuran bahan bakar : 471,46 gr
 Berat sampel : 259,18 gr
 Volume sampel : 300 ml
 Densitas bahan bakar
m
ρ=
v

259,18 gr
=
300 ml

= 0,864 gr/ml

141,5
−131,5
 ⁰API = 60
spgr ⁰ F
60
141,5
= 0,864 - 131,5
( )
0,999
= 32,12

2. Penentuan viskositas bahan bakar


 Diamter bola : 1,2 cm
 Berat bola : 8,54 gr
 Panjang lintasan : 17,3 cm
 Waktu bola jatuh : t1 = 0,6 s, t2 = 0,7 s, t3 = 0,6 s
 Densitas bola
mbola
ρ bola=
v bola
mbola
= 4 πr3
3
8,54 gr
4
= (3,14 ) ¿ ¿
3
= 9,44 gr/cm3

 Viskositas dinamis
g
 μ=2r 2 ( ρ bola−ρ campuran )
9v

21
cm
103
s2
¿2¿ ×
17,3 cm
9
0,6 s

= 23,7 gr/cm s

 Viskositas kinematik
μ
V=
ρ campuran
23,7 gr /cms
=
0,864 gr /cm3
= 27,4 cm2/s
= 2740 centistokes

3. Faktor k = 12,5 (hougen halaman 406)


4. Average BP = 820 OF (hougen halaman 405)
5. Average BM = 440 (hougen halaman
6. H2 content = 14 (hougen halaman 408)
7. Specific heat liquid = 0,46 (hougen halaman 266)
8. Specific heat vapor = 0,39 (hougen halaman 256)
9. Heating value = 19.610 btu/lb (hougen halaman 310)

3.3 Penentuan heating value bahan bakar teoritis

 Penentuan heating value pada solar

Diketahui :

1. Penentuan densitas bahan bakar


 Densitas bahan bakar : 0,830 gr/ml
141,5
−131,5
 ⁰API = spgr 60 ⁰ F
60
141,5
= 0,830 - 131,5
( )
0,999
= 38,81

2. Penentuan viskositas bahan bakar


 Diamter bola : 1,2 cm
 Berat bola : 8,54 gr
 Panjang lintasan : 17,3 cm

22
 Waktu bola jatuh : t1 = 0,8 s, t2 = 0,6 s, t3 = 0,8 s
 Densitas bola
mbola
ρ bola=
v bola
mbola
= 4 3
πr
3
8,54 gr
= 4
(3,14 ) ¿ ¿
3
= 9,443 gr/cm3
 Viskositas dinamis
g
 μ=2r 2 ( ρ bola−ρ campuran )
9v
cm
103 2
s
¿2¿ ×
17,3 cm
9
0,6 s

= 3,112 gr/cm s

 Viskositas kinematik
μ
V=
ρ campuran
3,112 gr /cms
=
0,830 gr /cm3
=3,713 cm2/s
= 3713 centistokes

3. Faktor k = 13,5 (hougen halaman 406)


4. Heating value = 20.712 btu/lb (hougen halaman 310)

23
 Penentuan heating value pada Oli

Diketahui :

1. Penentuan densitas bahan bakar


 Densitas bahan bakar : 0,800 gr/ml
141,5
−131,5
 ⁰API = spgr 60 ⁰ F
60
141,5
= 0,8 - 131,5
( )
0,999
= 45.375

2. Penentuan viskositas bahan bakar


 Diamter bola : 1,2 cm
 Berat bola : 8,54 gr
 Panjang lintasan : 17,3 cm
 Waktu bola jatuh : t1 = 0,8 s, t2 = 1,2 s, t3 = 0,6 s
 Densitas bola
mbola
ρ bola=
v bola
mbola
= 4 3
πr
3
8,54 gr
= 4
(3,14 ) ¿ ¿
3
= 9,443 gr/cm3
 Viskositas dinamis
g
 μ=2r 2 ( ρ bola−ρ campuran )
9v
cm
103 2
s
¿2¿ ×
17,3 cm
9
1,1 s

= 44,98 gr/cm s

 Viskositas kinematik
μ
V=
ρ campuran
44,98 gr /cms
=
0,6 gr /cm3
= 3,2 cm2/s
= 3200 centistokes

24
3. Faktor k = 14,5 (hougen halaman 406)
4. Heating value = 22.650 btu/lb (hougen halaman 310)

HV teoritis−HV faktual
% Kesalahan= X 100 %
HV teoritis

21.681−19.610
¿ X 100 %
21.681

¿ 9.55 %

3.4 Perhitungan Udara Excess berdasarkan reaksi pembakaran dan fraksi-fraksinya.

Nama Alat Berat (gr)


Gelas kimia untuk solar 128,48
(a)
Gelas kimia + solar (b) 297,08
Solar (C12H23) (b-a) 168,6
Gelas kimia untuk oli (a) 100.95
Gelas kimia + oli (b) 224.18
Oli (C20H42) (b-a) 123.23

168,6 gr
berat solar
Mol solar = = gr = 1,009 mol
BM solar 167
mol

gr
berat oli
Mol Oli = = gr = mol
BM oli 282
mol

Basis O2 100 gr

21 gr
21
Mol O2 = x 100 gr = gr = 21 mol
100 32
mol

25
a. Solar

35,5 23
C12H23 + O2 12CO2 + H2O
2 2

Mula 1,009 - - - (mol)

Bereaksi 1,009 17,909 12,108 11,603 (mol)

Sisa - 17,909 12,108 11,603 (mol)

gr
BM 167 32 44 18 ( )
mol

Berat 0 573,088 532,752 208,854 (gr)

b. Oli
61
C20H42 + O2 20CO2 + 21 H2O
2

Mula 0,437 - - - (mol)

Bereaksi 0,437 13,328 8,74 9,177 (mol)

Sisa - 13,328 8,74 9,177 (mol)

gr
BM 282 32 44 18 ( )
mol

Berat 0 426,496 384,56 90,45 (gr)

O2 suply = 17,909 mol + 13,328 mol = 31,238 mol

21 100
O2 Berlebih = 31,238 mol x ( + ¿= 37,797 mol
100 100

O2 sisa = 37,797 mol – 31,238 mol = 6,559 mol

6,559mol
% Excess = x 100 = 21 %
31,232mol

26
3.5 Flame temperature

 Flame temperature Faktual (praktikum)


=796°C

 Flame temperature Teoritis


Berdasarkan tabel
= T Solar + T oli/2 = 970°C
No Senyawa / Unsur yang dibakar Temperatur Nyala
1 Metana (gas alam) 950-1500
2 Pembakar Bunsen 900-1600 (tergantung katup udara)
3 Kayu 1027
4 Bensin 1026
5 Kerosin 990
6 Diesel Oil 1490
 7 Pelumas Mesin 450
 8 Nyala Lilin 110 (pada umumnya)
 9 Arang 1390

3.6 Analisa

27
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui heating value dari bahan bakar yang
digunakan pada nozzle sederhana. Bahan bakar yang digunakan pada alat ini ada dua macam
yaitu pencampuran 50% oli dengan 50% solar. Untuk mengetahui heating value dari
campuran bahan bakar tersebut maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan.

Langkah yang pertama yaitu menentukan densitas dari masing-masing bahan bakar pada
suhu 60˚F atau sekitar 15,5˚C. Alat yang digunakan mengukur densitas yaitu piknometer.
Pertama-tama menimbang piknometer kosong, setelah itu memasukkan aquadest kedalam
piknometer lalu dinginkan sampai suhu 15,5˚C. Piknometer yang telah mencapai suhu yang
diinginkan ditimbang. Tujuannya yaitu untuk mengetahui berat dari aquadest pada suhu
15,5˚C. Data ini nantinya akan digunakan untuk mencari volume piknometer tersebut dengan
rumus

V maquadest
piknometer =
ρ air

Dari referensi didapat ρair pada suhu 15,5˚C yaitu 0,999 gr/cm3

Selanjutnya, lakukan hal yang sama pada masing-masing bahan bakar yaitu pada 50%
oli dan 50% solar. Bahan bakar tersebut didinginkan sampai suhu 15,5˚C lalu ditimbang
bersamaan dengan piknometer. Tujuannya untuk mengetahui densitas dari masing-masing
bahan bakar menggunakan rumus

mbahanbakar
ρbahanbakar =
V piknometer

Setelah mengetahui densitas dari masing-masing bahan bakar barulah dapat mencari
˚API dengan rumus

141,5
° API = −131,5
spgr 60/60

Selanjutnya mencari viskositas dengan cara mengukur diameter bola, lalu


menimbangnya. Setelah mengetahui berat dan diameter bola, kemudian mengukur panjang
lintasan yang nantinya akan dilalui oleh bola tersebut. Saat bola melewati lintasan, hidupkan
stopwatch untuk mengetahui seberapa lama bola tersebut melewati lintasan tentunya dengan
menggunakan bahan bakar yang berbeda-beda. Praktikum ini dilakukan sebanyak 3 kali
untuk mendapatkan waktu rata-rata.

Untuk mengetahui viskositas dinamis dapat menggunakan rumus

28
g
μ=2r 2 ( ρ bola−ρ campuran )
9v
Dan untuk mengetahui viskositas kinematik dapat menggunakan rumus
μ
V=
ρ campuran

Lakukan percobaan viskositas ini untuk masing-masing bahan bakar.

Setelah mendapatkan ˚API dan viskositas kinematik, dapat diketahui heating value-nya
dengan menggunakan grafik pada buku hougen halaman 310.

BAB IV

PENUTUP
4.1. Kesimpulan

1.         Pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang dapat
terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor.
2.         Unsur utama yang terdapat pada bahan bakar adalah

29
a.        Karbon ( C ) dan
b.       Hidrogen ( H )
3.         Pembakaran sempurna/ baik membutuhkan :
a.         Suhu yang cukup untuk menyalakan dan menjaga penyalaan bahan bakar,
b.        Turbulensi atau pencampuran oksigen dan bahan bakar yang baik,
c.        Waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna.
4.       Setiap reaksi atau proses suatu pembakaran akan menghasilkan energi, yaitu panas atau
kalor
5. Prinsip kerja kompor pembakar (Burner) adalah mengubah
bahan bakar dari fase cair menjadi fase gas dan membakarnya dengan nyala api

sehingga menyala dan menghasilkan energi panas.

GAMBAR ALAT

30
DAFTAR PUSTAKA

Olaf A. HOUGENR.A. RAGATZ. 1954.Chemical Process Principles : Material and


Balance. John Wiley Sons:New York.

Tjokrowisastro dan Widodo,  Teknik  Pembakaran  Dasar dan  Bahan  Bakar,  1990

http://en.wikipedia.org/wiki/Flame)

Mada Hunter Pardede, http://fateta.ipb.ac.id/index.php/View-document/66-MADA-
HUNTER-PARDEDE-F14060138.pdf)

Thermax India Ltd. Technical Memento

Bureau of Energy Efficiency. Energy Efficiency in Thermal Utilities. Chapter 1. 2004

Petroleum Conservation Research Association. www.pcra.org

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia –  www.energyefficiencyasia.org

Suparni, Rahayu S., Sari Purnavita ,2008;  “Kimia Industri SMK Jilid 2”, Penerbit Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/kecepatan-reaksi-dan-

31
energi/kalor-pembakaran-bahan-bakar/

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/reaksi-kimia-kimia-kesehatan-
materi_kimia/reaksi-pembakaran/

.    http://ss-stefan.blogspot.com/2010/02/bahan-bakar-proses-pembakaran.html

Perry, R.H. dan Green D.W. 1998. Perry's Chemical Engineers Handbook (eds), McGraw-
Hill Book Co., Singapore. 
http://www.energyefficiencyasia.org/docs/ee_modules/indo/Chapter%20-%20Furnaces
%20and%20Refractories%20(Bahasa%20Indonesia).pdf

32

Anda mungkin juga menyukai