Burner
Burner
Burner
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang dapat
terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor. Pembakaran spontan adalah
pembakaran dimana bahan mengalami oksidasi perlahanlahan sehingga kalor yang dihasilkan
tidak dilepaskan, akan tetapi dipakai untuk menaikkan suhu bahan secara pelan-pelan
sampai mencapai suhu nyala. Pembakaran sempurna adalah pembakaran dimana semua
konstituen yang dapat terbakar di dalam bahan bakar membentuk gas CO2, air (= H2O), dan
gas SO2, sehingga tak ada lagi bahan yang dapat terbakar tersisa.
Bagian ini memberikan gambaran singkat tentang keistimewaan utama bahan bakar.
Energi dari matahari diubah menjadi energi kimia dengan fotosintesa. Namun, sebagaimana
kita ketahui, bila kita membakar tanaman atau kayu kering, menghasilkan energi dalam
bentuk panas dan cahaya, kita melepaskan energi matahari yang sesungguhnya tersimpan
dalam tanaman atau kayu melalui fotosintesa. Kita tahu bahwa hampir kebanyakan di dunia
pada saat ini kayu bukan merupakan sumber utama bahan bakar. Kita umumnya
menggunakan gas alam atau minyak bakar di rumah kita, dan kita menggunakan terutama
minyak bakar dan batubara untuk memanaskan air menghasilkan steam untuk menggerakan
turbin untuk sistim pembangkitan tenaga yang sangat besar. Bahan bakar tersebut – batubara,
minyak bakar, dan gas alam –sering disebut sebagai bahan bakar fosil.
Berbagai jenis bahan bakar (seperti bahan bakar cair, padat, dan gas) yang tersedia
tergantung pada berbagai faktor seperti biaya, ketersediaan, penyimpanan, handling, polusi
dan peletakan boiler, tungku dan peralatan pembakaran lainnya.
Pengetahuan mengenai sifat bahan bakar membantu dalam memilih bahan bakar yang
benar untuk keperluan yang benar dan untuk penggunaan bahan bakar yang efisien. Uji
laboratorium biasanya digunakan untuk mengkaji sifat dan kualitas bahan bakar.
1
2. Apa itu Burner?
3. Bagaimana prinsip pembakaran?
4. Apa saja komponen bahan bakar?
5. Bagaimana proses pembakaran bahan bakar cair ?
1.4 Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik pembakaran.
Dan untuk memahami penerapan teknik pembakaran dan peralatan pembakaran
(burner).
1.5 Sistematika
Makalah ini penulis susun dengan sistem studi pustaka dan praktikum yang
telah dilakukan. Penulis membaca dari buku-buku referensi dan internet.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Burner
2
Pada alat pembakar (burner) menggunakan jenis kompor tekan dengan
bahan bakar minyak bakar. Prinsip kerja kompor pembakar (Burner) adalah mengubah
bahan bakar dari fase cair menjadi fase gas dan membakarnya dengan nyala api
sehingga menyala dan menghasilkan energi panas.
Burner memiliki beberapa bagian seperti:
- Tangki bahan bakar
Berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan bakar
- Selang bahan bakar
Berfungsi sebagai penyalur bahan bakar ke kompor
Gambar 2.1 burner
(sumber : Dokumentasi Pribadi, 2016)
- Kompor ( Burner )
Berfungsi sebagai tempat terjadinya pembakaran bahan bakar. Pada kompor
terdapat bagian yang disebut dengan lilitan kompor dan nozzle. Lilitan
kompor berfungsi mengubah bahan bakar cair menjadi fase gas.
- Nozle
Berfungsi sebagai tempat penyemprotan dan keluarnya bahan bakar yang
akan menghasilkan nyala api.
3
Gambar 2.2 Nozzle Burner
(sumber : Dokumentasi Pribadi, 2016)
- Kompresor
Berfungsi memampatkan tekanan angin pada tangki bahan bakar sehingga
bahan bakar dapat mengalir munuju kompor
2.2 Burner Dengan Bahan Bakar Cair
Didalam pembakaran dari bahan bakar cair, diperlukan suatu proses
penguapan atau proses atomisasi bahan bakar. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan
percampuran yang baik dengan udara pembakaran. Minyak bakar distilat bisa
terbakar dengan api yang biru jika secara sempurna bahan bakar ini diuapkan dan
tercampur merata (homogenous) dengan udara sebelum terbakar. Burner yang
digunakan untuk membakar bahan bakar dalam bentuk uap atau bentuk atom-atom
(spray-droplet.) sebelum terbakar berbeda konstruksi dasarnya, yaitu vaporizing
burner dan atomizing burner.
lidah api yang diselubungi oleh koil. Uap bahan bakar yang terbentuk
kemudian disemprotkan oleh nozzle dengan tekanan yang sama dengan
tekanan minyak cair.
Setelah keluar dari nozzle, uap bahan bakar akan bercampur dengan
udara dan terbakar membentuk lidah api (torch).
Lidah api akan berwarna kuning, dan apabila suhu uap bahan bakar
terlalu tinggi maka akan terbentuk nyala api biru yang mempunyai sifat tidak
stabil.
4
Gambar 2.3 Kompor Lidah Api ( Blow Torch )
(sumber : Tjokrowisastro dan Widodo, Teknik Pembakaran Dasar dan Bahan Bakar, 1990)
Vaporizing burner dibuat dengan kapasitas 30 - 40 l/jam dengan
2.
tekanan bahan bakar 0,5 - 3,5 kg/cm Bahan bakar yang digunakan adalah
minyak tanah (kerosine) atau minyak bakar lainnya.
2.3 Pembakaran
Pembakaran adalah serangkaian reaksi-reaksi kimia eksotermal antara bahan
bakar dan oksidan berupa udara yang disertai dengan produksi energi berupa panas
dan konversi senyawa kimia. Pelepasan panas dapat mengakibatkan timbulnya
cahaya dalam bentuk api. Bahan bakar yang umum digunakan dalam pembakaran
adalah senyawa organik, khususnya hidrokarbon dalam fasa gas, cair atau padat.
Pembakaran yang sempurna dapat terjadi jika ada oksigen dalam prosesnya.
Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya
mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas
sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan
5
menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara
yang cukup.
Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya
merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan
suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran.
Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari
pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi
transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volume hasil
samping pembakaran, yang juga harus dialirkan melalui alat penukar panas sampai
ke cerobong.
Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala
yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar
beracun. Karbon, hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen
di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas
masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224 kkal. Pada kondisi tertentu, karbon
juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan
melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang
membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar
daripada bila menghasilkan CO atau asap.
Terdapat bermacam-macam jenis pembakaran yang dapat dijelaskan pada
poin-poin berikut ini :
6
dihasilkannya karbondioksida dan air. Pembakaran yang tidak sempurna
menghasilkan zat-zat seperti karbondioksida, karbon monoksida, uap air dan
karbon. Pembakaran yang tidak sempurna sangat sering terjadi, walaupun
tidak diinginkan, karena karbon monoksida merupakan zat yang sangat
berbahaya bagi manusia. Kualitas pembakaran dapat ditingkatkan dengan
perancangan media pembakaran yang lebih baik dan optimisasi proses.
2.4 Stoikiometri Pembakaran
Terdapat dua aspek penting dalam termodinamika kimia pembakaran, yaitu:
Pertama, stoikiometri pembakaran., Dalam stoikiometri kimia pembakaran, hal yang
diinginkan adalah untuk mengetahui secara tepat atau secara stoikiometri jumlah
udara yang harus dipergunakan untuk mengoksidasi bahan bakar. Jika udara yang
masuk lebih besar dari jumlah stoikiometrinya, campuran ini disebut dengan
7
campuran miskin, sedangkan apabila udara lebih sedikit dari stoikiometri, campuran
ini disebut campuran kaya.
Perbandingan stoikiometri udara-bahan bakar ditetapkan dengan menulis
neraca massa atom dengan asumsi bahwa bahan bakar bereaksi secara sempurna.
Oksigen yang dipergunakan dalam kebanyakan proses pembakaran berasal dari udara
yang umumnya tersusun atas 21% oksigen dan 79% nitrogen (%volume), sehingga
untuk setiap mol oksigen dalam udara terdapat 0.79/0.21 mol N2 atau 3.76 mol
nitrogen. Untuk bahan bakar hidrokarbon CxHy (Kuo K.K dalam Sunandar 2010).
CxHy + a(O2 + 3.76 N2) xCO2 + (y/2) H2O + 3.76 aN2 .............................. (2.1)
sempurna, dikenal dengan istilah udara berlebih (excess air), dimana reaksinya dapat
ditulis sebagai
CxHy + a/ø(O2 + 3.76 N2) xCO2 + (y/2) H2O + a5O2 + 3.76 aN2 ........................... (2.2)
Kedua, hukum termodinamika I, besarnya energi yang dilepaskan pada saat
reaksi pembakaran terjadi disebut dengan panas pembakaran. Besarnya panas
pembakaran ini sangat tergantung dari jenis bahan bakar yang dipergunakan dan
kondisi proses, isobar, isothermal atau isovol. Secara umum panas pembakaran suatu
reaksi pembakaran dinyatakan dalam panas entalpi, ΔH, dengan satuan kJ/kg atau
kJ/mol.
2.5 Campuran Udara Bahan Bakar (AFR)
Dalam suatu proses pembakaran beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan antara lain bahan bakar, udara (oksigen), kalor dan reaksi kimia. Selain
itu perbandingan campuran bahan bakar dan udara memegang peranan penting pula
dalam menentukan hasil proses pembakaran itu sendiri yang secara langsung
mempengaruhi reaksi pembakaran yang terjadi serta hasil keluaran ( produk ) proses
pembakaran.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung rasio campuran
udara dan bahan bakar yaitu :
8
2.5.1 Rasio Udara Bahan Bakar ( Air Fuel Ratio/AFR)
Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan dalam
mendefinisikan campuran dan merupakan perbandingan antara massa dari
ydara dengan bahan bakar pada suatu titik tinjau. Secara simbolis AFR
dihitung sebagai berikut :
Dimana : ma= massa udara
mf = massa bahan bakar
Jika nilai aktual lebih besar dari nilai AFR, maka terdapat udara yang
lebih banyak dari yang dibutuhkan dalam proses pembakaran dan dikatakan
miskin bahan bakar, sedangkan jika nilai aktual lebih kecil dari AFR
stoikiometri maka tidak cukup terdapat udara dalam sistem dan dikatakan
kaya bahan bakar.
mf Mf Nf
AFR = = ...................................................................... (2.4)
ma Ma Na
Φ > 1 terdapat kelebihan bahan bakar dan campurannya disebut campuran
9
kaya bahan bakar.
Φ < 1 campurannya disebut sebagai campuran miskin bahan bakar.
Φ = 1 merupakan campuran stoikiometrik ( pembakaran sempurna )
( χ O2 ) prod
%XSA =
............................... (2.6)
( χ N2 ) prod / 3,76 ─ ( χ N2 ) prod
atau
( N O2 ) prod
%XSA = ............................. (2.7)
( N N2 ) prod / 3,76 ─ ( N N2 ) prod
2.6 Api
Api adalah oksidasi cepat terhadap suatu material dalam
proses pembakaran kimiawi, yang menghasilkan panas, cahaya, dan berbagai hasil
reaksi kimia lainnya. Proses oksidasi yang lebih lambat
seperti pengkaratan atau pencernaan tidak termasuk dalam definisi tersebut. Api
berupa energi berintensitas yang bervariasi dan memiliki bentuk cahaya (dengan
panjang gelombang juga di luar spektrum visual sehingga dapat tidak terlihat oleh
10
mata manusia) dan panas yang juga dapat menimbulkan asap
Gambar 2.4 Api
Segitiga api mengilustrasikan hubungan antara tiga elemen dasar yang
diperlukan untuk membangkitkan api. Tiga eleman dasar yang dibutuhkan untuk
membangkitkan api adalah senyawa oksigen, bahan bakar yang dapat terbakar dan
mengandung energi, serta sumber api atau sumber panas. Jika salah satu dari ketiga
eleman dasar tersebut telah habis, maka api akan padam, atau reaksi pembakaran
tidak dapat dilanjutkan dengan baik. Ketiga elemen dasar yang dapat mebangkitkan
api tersebut digambarkan di dalam sebuah segitiga, yang sangat umum dikenal
sebagai segitiga api. Berikut ini akan disajikan gambar segitiga api.
Panas dalam jumlah
yang cukup untuk
memulai penyalaan
Gambar 2.5 Segitiga Api
Sumber api atau sumber panas, pada awalnya disediakan atau didapatkan dari
sumber di luar sistem pembakaran, misalnya dari korek api, kilat ketika hujan,
percikan listrik, dan sumber-sumber api lainnya. Panas yang didapatkan dari luar
sistem tersebut akan mulai memutuskan ikatan kimia di dalam bahan bakar, yang
11
pada umumnya merupakan senyawa organik. Pemutusan awal ikatan kimia di dalam
bahan bakar merupakan reaksi yang eksoterm atau menghasilkan energi panas.
Energi panas yang dihasilkan dari pemutusan awal tersebut akan digunakan sebagai
energi untuk pemanasan ikatan kimia berikunya di dalam bahan bakar. Api menyala
ketika panas yang dihasilkan dari pemutusan ikatan kimia di dalam bahan bakar
dapat digunakan seterusnya untuk memutuskan ikatan-ikatan kimia lain di dalam
bahan bakar. Oleh karena itu, sumber panas hanya merupakan inisiator terbentuknya
api. Setelah proses penyalaan api, sumber panas tidak lagi dibutuhkan, melainkan api
dari reaksi pembakaran akan menghasilkan panas yang dapat digunakan oleh
manusia untuk menunjang proses-proses yang akan dilakukan.
Bahan bakar pada umumnya berupa senyawa organik. Senyawa organik
merupakan senyawa yang mengandung unsur-unsur berupa karbon (C), hidrogen (H)
dan oksigen (O). Reaksi oksidasi terhadap senyawa organik pada umumnya
merupakan reaksi pemutusan rantai ikatan pada senyawa organik. Pemutusan ikatan
pada rantai senyawa organik pada umumnya menghasilkan panas. Pada proses
pembakaran, oksigen yang berperan sebagai oksidator akan bergabung, mengikat
unsur-unsur C dan H yang putus akibat energi panas dari proses pembakaran. Api
akan padam jika salah satu dari ketiga elemen dasar tidak lagi tersedia. Prinsip
segitiga api ini banyak digunakan sebagai prinsip dasar untuk menyalakan atau
memadamkan api.
2.7 Tipe Nyala Api
Gambar 2.6 menunjukkan tipe nyala api yang berbeda dari sebuah combustor
atau burner. Perbedaan tersebut disebabkan oleh semprotan bahan bakar dan suplai
oksigen atau udara yang berbeda. Pada gambar 2.6 (no 1) paling kiri kondisi
campuran kaya bahan bakar tanpa proses pencampuran awal udara-bahan bakar yang
memadai, menghasilkan yellow sooty diffusion flame. Secara bertahap ke arah kanan
proses penyemprotan bahan bakar dan pencampuran udara-bahan bakar lebih baik,
menghasilkan campuran miskin bahan bakar yang sudah tercampur sempurna dengan
udara (fully pre-mixed) menghasilkan pembakaran dan nyala api yang jauh lebih baik
dan tanpa soot (jelaga, karbon halus sisa pembakaran tidak sempurna).
12
Gambar 2.6 Nyala Api Dari Burner
(sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Flame)
Gambar 2.7 Nyala Api pada burner
(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016)
Karakteristik geometri semprotan (spray) bahan bakar ditunjukkan dalam
Gambar 2.8. Karakteristik ini penting untuk dipahami agar sesuai dengan tujuan
penggunaan sistem pembakaran. Semakin tinggi tekanan injeksi maka butiran
droplet yang dihasilkan semakin halus dan dalam konteks pembakaran akan
menghasilkan pembakaran yang lebih baik karena droplet bahan bakar bisa
13
bercampur dengan baik dengan udara sebelum terbakar
Gambar 2.8 Karakteristik Semprotan
2.7.1 Klasifikasi Nyala api.
Dalam bidang teknik pembakaran terdapat berbagai macam jenis
katagori nyala. Jika di tinjau dari metode pencampuran reaktan nyala api
digolongkan menjadi dua jenis, yaitu nyala api premix dan nyala api difusi.
Nyala api premix (Premixed Flame) adalah nyala api dimana bahan
bakar dan udara bercampur di dalam burner sebelum di alirkan ke nozzle dan
mulai dibakar, sedangkan nyala api difusi adalah nyala api dimana bahan
bakar dan udara pada awalnya terpisah. Aliran bahan bakar yang keluar dari
ujung nozzle akan bercampur dengan udara lingkungan secara difusi.
2.7.2 Stabilitas Nyala Api
Kestabilan nyala api dapat dinyatakan dari berbagai macam parameter
antara lain :
14
Dalam kenyataan terjadinya nyala api dapat tercapai jika
tercapai campuran oksidator dan bahan bakar yang mendukung. Ada
kisaran campuran bahan dan oksidator yang menyebabkan nyala api.
Kisaran itu yaitu kisaran batas bawah mampu nyala dan batas atas
mampu nyala atau lebih dikenal dengan istilah lower dan upper
flammability limits. Berikut ini tabel batas mampu nyala dari
beberapa bahan bakar.
Tabel 2.1 Batas Mampu Nyala Bahan Bakar
b. Flashback
Flashback terjadi ketika kecepatan pembakaran lebih cepat
daripada kecepatan campuran udara-bahan bakar sehingga nyala api
merambat kembali ke dalam tabung pembakar. Fenomena ini kadang
disebut juga back fire atau light back. Flashback tidak hanya
mengganggu, tetapi juga dari sisi keamanan bisa menjadi berbahaya.
Fenomena flashback berhubungan dengan kecepatan nyala
laminar lokal dan kecepatan aliran lokal. Flashback secara umum
merupakan kejadian sesaat jika aliran bahan bakar dikurangi atau ditutup.
Ketika kecepatan nyala lokal melebihi kecepatan aliran lokal,
perambatan nyala menjauh melalui tabung. Saat aliran bahan bakar
dihentikan, nyala akan membalik atau flashback.
c. Lift-off
Lift-off adalah kondisi di mana nyala api tidak menyentuh
permukaan mulut tabung pembakar, tetapi agak stabil pada jarak tertentu
dari tabung pembakar. Sama seperti halnya flashback, fenomena lift-off
juga berhubungan dengan kecepatan nyala api laminar lokal dan
kecepatan aliran lokal yang sebanding. Fenomena nyala api terangkat
(lift-off) sangat tergantung pada nyala api lokal dan sifat aliran dekat
ujung (mulut) tabung pembakar.
Apabila kecepatan aliran cukup rendah, ujung bawah nyala api
berada sangat dekat dengan ujung tabung pembakar. Jika kecepatan
dinaikkan, maka sudut kerucut nyala turun sesuai dengan kondisi dan
ujung nyala bergeser sedikit ke bawah. Dengan meningkatkan kecepatan
15
aliran hingga tercapai kecepatan kritis, ujung nyala akan meloncat ke
posisi jauh dari ujung (mulut) pembakar dan nyala dikatakan terangkat.
Kondisi nyala terangkat inilah yang dinamakan sebagai lift-off, dan jika
kecepatan aliran terus dinaikkan, maka nyala akan padam dan kondisi ini
tidak diinginkan.
d. Blow-off
Blow-off merupakan suatu keadaan di mana nyala api padam
akibat dari batas kecepatan aliran lebih besar dari laju nyala atau
kecepatan pembakaran. Kondisi seperti ini juga sangat dihindari.
e. Lift-up
Lift-up adalah kondisi saat pangkal nyala api terlihat berpindah
dari sebelumnya pada ujung burner menuju benda penghalang. Pada
pembakaran premix kondisi lift-up terjadi pada pembakaran yang miskin
bahan bakar. Jenis material benda penghalang mempengaruhi temperatur
dan besarnya AFR untuk terjadinya lift-up. Hal ini berhubungan dengan
laju kehilangan kalor benda penghalang seperti pada kondisi flame
stabilized by a large bluff body.
2.8 Atomisasi (Pengabutan) Cairan
Proses pembuatan butiran cairan di dalam fase gas disebut dengan atomisasi.
Tujuan atomisasi adalah meningkatkan luas permukaan cairan dengan cara
memecahkan butiran cairan menjadi banyak butiran kecil. Proses atomisasi dimulai
dengan mendorong cairan melalui sebuah nozzle. Energi potensial cairan (diukur
sebagai tekanan cairan untuk nozzle hidrolik atau tekanan udara dan cairan untuk
nozzle pneumatik) dengan bantuan geometri nozzle menyebabkan cairan diubah
menjadi bongkahan-bongkahan kecil. Bongkahan ini selanjutnya pecah menjadi
pecahan yang sangat kecil yang biasanya disebut dengan butir (drop), butiran
(droplet), atau partikel cairan.
Setiap semburan (spray) menghasilkan suatu rentang besar butir, rentang ini
dinyatakan sebagai distribusi besar butir (drop size distribution). Distribusi besar
butiran ini tergantung pada jenis nozzle dan sangat bervariasi untuk setiap jenisnya.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar butir adalah sifat-sifat fisik cairan, dan
kondisi operasi.
16
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi ukuran dari butiran (droplet).
Diantara faktor-faktor tersebut adalah sifat-sifat cairan, seperti tegangan permukaan,
viskositas, dan kerapatan.
2.8.1 Tegangan permukaan
Tegangan permukaan cenderung untuk menstabilkan cairan,
mencegah cairan menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Cairan dengan
ketegangan permukaan yang lebih tinggi cenderung memiliki ukuran rata-rata
tetesan yang lebih besar pada atomisasi.
2.8.2 Viskositas
Viskositas fluida memiliki pengaruh yang sama pada ukuran butiran
droplet seperti pada tegangan permukaan. Viskositas menyebabkan fluida
melawan agitasi, cenderung untuk mencegah pemecahan cairan dan
mengarah ke ukuran droplet yang rata-rata lebih besar. Gambar 2.9
menunjukkan hubungan antara viskositas dan ukuran droplet ketika atomisasi
terjadi.
Gambar 2.9. Hubungan antara viskositas dan ukuran droplet
(sumber : Mada Hunter Pardede, http://fateta.ipb.ac.id/index.php/View-document/66-MADA-
HUNTER-PARDEDE-F14060138.pdf)
2.8.3 Densitas
17
Densitas menyebabkan cairan mempertahankan akselerasi. Densitas
serupa dengan sifat-sifat baik tegangan permukaan dan viskositas, lebih
tinggi cenderung menghasilkan ukuran tetesan yang rata-rata lebih besar.
Pada proses pembuatan butiran cairan di dalam fase gas, dalam hal ini
densitas gas jauh lebih kecil dari densitas cairan. Sehingga mekanisme
formasi butiran jauh berbeda untuk perbedaan densitas yang rendah, terutama
pada kecepatan tinggi. Pengabutan banyak digunakan untuk keperluan-
keperluan pengabutan bahan bakar, pembuatan produk berbentuk granular
(bongkahan), operasi perpindahan massa, dan pelapisan permukaan
(pengecatan, dan lain-lain).
Mekanisme atomisasi dilihat dari fluida kerja dapat dibagi atas
atomisasi hidrolik dan pneumatik.
a. Atomisasi hidrolik
Pada atomisasi hidrolik, atomisasi terjadi karena tekanan cairan atau gaya
gravitasi pada cairan yang keluar pada mulut nozzle dan pecah pada waktu jet
berbentuk lembaran.
b. Atomisasi pneumatik
Pada atomisasi pneumatik, atomisasi terjadi sebagai akibat saling aksi
antara cairan dengan udara yang berkecepatan tinggi. Gaya gesek antara
cairan dengan udara menyebabkan terdisintegrasinya cairan menjadi butiran.
Jika ditinjau proses pencampuran dengan udara dengan cairan, nozzle
pneumatik dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis pencampuran dalam
dan pencampuran luar.
2.9 Definisi Bahan Bakar
Bahan bakar ( fuel ) merupakan suatu bahan ( material ) yang di konsumsi
untuk menghasilkan energi. Bahan bakar didefinisikan sebagai senyawa kimia,
terutama tersusun atas karbon dan atau hydrogen, yang bila direaksikan dengan
oksigen pada tekanan dan suhu tertentu akan menghasilkan produk berupa gas dan
18
2.10. Minyak Solar
Solar adalah hasil dari pemanasan minyak bumi antara 250-340°C, dan
merupakan bahan bakar mesin diesel. Solar tidak dapat menguap pada suhu tersebut
dan bagian minyak bumi lainnya akan terbawa ke atas untuk diolah kembali.
Umumnya, solar mengandung belerang dengan kadar yang cukup tinggi. Kualitas
minyak solar dinyatakan dengan bilangan setana. Angka setana adalah tolak ukur
kemudahan menyala atau terbakarnya suatu bahan bakar di dalam mesin diesel. Saat
ini, Pertamina telah memproduksi bahan bakar solar ramah lingkungan dengan merek
dagang Pertamina DEX© (Diesel Environment Extra). Angka setana DEX dirancang
memiliki angka setana minimal 53 sementara produk solar yang ada di pasaran
adalah 48. Bahan bakar ramah lingkungan tersebut memiliki kandungan sulfur
maksimum 300 ppm atau jauh lebih rendah dibandingkan solar di pasaran yang
kandungan sulfur maksimumnya mencapai 5000 ppm
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Data pengamatan
19
Laju alir Bahan bakar : 1.41 L/jam
T Api : 796°C
Laju Alir Udara : 25 L/menit
Densitas :
1. BB Campuran : 0,864 gr/ml
2. Solar : 0,830 gr/ml
3. Oli : 0,800 gr/ml
Viskositas dinamis :
1. BB Campuran : 23,7 gr/cm s
2. Solar : 3,112 gr/cm s
3. Oli : 44,98 gr/cm s
Viskositas Kinematis :
1. BB Campuran : 27,4 gr/cm s = 2740 centistokes
2. Solar : 3,713 cm2/s =3713centistokes
3. Oli : 3,2 cm2/s =3200centistokes
Heating Value :
1. BB Campuran : 19.610 btu/lb
2. Solar : 20.712 btu/lb
3. Oli : 22.650 btu/lb
Penentuan heating value pada bahan bakar campuran solar dan oli
Diketahui :
20
Berat gelas kimia kosong : 212,28 gr
Berat gelas kimia + campuran bahan bakar : 471,46 gr
Berat sampel : 259,18 gr
Volume sampel : 300 ml
Densitas bahan bakar
m
ρ=
v
259,18 gr
=
300 ml
= 0,864 gr/ml
141,5
−131,5
⁰API = 60
spgr ⁰ F
60
141,5
= 0,864 - 131,5
( )
0,999
= 32,12
Viskositas dinamis
g
μ=2r 2 ( ρ bola−ρ campuran )
9v
21
cm
103
s2
¿2¿ ×
17,3 cm
9
0,6 s
= 23,7 gr/cm s
Viskositas kinematik
μ
V=
ρ campuran
23,7 gr /cms
=
0,864 gr /cm3
= 27,4 cm2/s
= 2740 centistokes
Diketahui :
22
Waktu bola jatuh : t1 = 0,8 s, t2 = 0,6 s, t3 = 0,8 s
Densitas bola
mbola
ρ bola=
v bola
mbola
= 4 3
πr
3
8,54 gr
= 4
(3,14 ) ¿ ¿
3
= 9,443 gr/cm3
Viskositas dinamis
g
μ=2r 2 ( ρ bola−ρ campuran )
9v
cm
103 2
s
¿2¿ ×
17,3 cm
9
0,6 s
= 3,112 gr/cm s
Viskositas kinematik
μ
V=
ρ campuran
3,112 gr /cms
=
0,830 gr /cm3
=3,713 cm2/s
= 3713 centistokes
23
Penentuan heating value pada Oli
Diketahui :
= 44,98 gr/cm s
Viskositas kinematik
μ
V=
ρ campuran
44,98 gr /cms
=
0,6 gr /cm3
= 3,2 cm2/s
= 3200 centistokes
24
3. Faktor k = 14,5 (hougen halaman 406)
4. Heating value = 22.650 btu/lb (hougen halaman 310)
HV teoritis−HV faktual
% Kesalahan= X 100 %
HV teoritis
21.681−19.610
¿ X 100 %
21.681
¿ 9.55 %
168,6 gr
berat solar
Mol solar = = gr = 1,009 mol
BM solar 167
mol
gr
berat oli
Mol Oli = = gr = mol
BM oli 282
mol
Basis O2 100 gr
21 gr
21
Mol O2 = x 100 gr = gr = 21 mol
100 32
mol
25
a. Solar
35,5 23
C12H23 + O2 12CO2 + H2O
2 2
gr
BM 167 32 44 18 ( )
mol
b. Oli
61
C20H42 + O2 20CO2 + 21 H2O
2
gr
BM 282 32 44 18 ( )
mol
21 100
O2 Berlebih = 31,238 mol x ( + ¿= 37,797 mol
100 100
6,559mol
% Excess = x 100 = 21 %
31,232mol
26
3.5 Flame temperature
3.6 Analisa
27
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui heating value dari bahan bakar yang
digunakan pada nozzle sederhana. Bahan bakar yang digunakan pada alat ini ada dua macam
yaitu pencampuran 50% oli dengan 50% solar. Untuk mengetahui heating value dari
campuran bahan bakar tersebut maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan.
Langkah yang pertama yaitu menentukan densitas dari masing-masing bahan bakar pada
suhu 60˚F atau sekitar 15,5˚C. Alat yang digunakan mengukur densitas yaitu piknometer.
Pertama-tama menimbang piknometer kosong, setelah itu memasukkan aquadest kedalam
piknometer lalu dinginkan sampai suhu 15,5˚C. Piknometer yang telah mencapai suhu yang
diinginkan ditimbang. Tujuannya yaitu untuk mengetahui berat dari aquadest pada suhu
15,5˚C. Data ini nantinya akan digunakan untuk mencari volume piknometer tersebut dengan
rumus
V maquadest
piknometer =
ρ air
Dari referensi didapat ρair pada suhu 15,5˚C yaitu 0,999 gr/cm3
Selanjutnya, lakukan hal yang sama pada masing-masing bahan bakar yaitu pada 50%
oli dan 50% solar. Bahan bakar tersebut didinginkan sampai suhu 15,5˚C lalu ditimbang
bersamaan dengan piknometer. Tujuannya untuk mengetahui densitas dari masing-masing
bahan bakar menggunakan rumus
mbahanbakar
ρbahanbakar =
V piknometer
Setelah mengetahui densitas dari masing-masing bahan bakar barulah dapat mencari
˚API dengan rumus
141,5
° API = −131,5
spgr 60/60
28
g
μ=2r 2 ( ρ bola−ρ campuran )
9v
Dan untuk mengetahui viskositas kinematik dapat menggunakan rumus
μ
V=
ρ campuran
Setelah mendapatkan ˚API dan viskositas kinematik, dapat diketahui heating value-nya
dengan menggunakan grafik pada buku hougen halaman 310.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang dapat
terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor.
2. Unsur utama yang terdapat pada bahan bakar adalah
29
a. Karbon ( C ) dan
b. Hidrogen ( H )
3. Pembakaran sempurna/ baik membutuhkan :
a. Suhu yang cukup untuk menyalakan dan menjaga penyalaan bahan bakar,
b. Turbulensi atau pencampuran oksigen dan bahan bakar yang baik,
c. Waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna.
4. Setiap reaksi atau proses suatu pembakaran akan menghasilkan energi, yaitu panas atau
kalor
5. Prinsip kerja kompor pembakar (Burner) adalah mengubah
bahan bakar dari fase cair menjadi fase gas dan membakarnya dengan nyala api
sehingga menyala dan menghasilkan energi panas.
GAMBAR ALAT
30
DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/wiki/Flame)
Mada Hunter Pardede, http://fateta.ipb.ac.id/index.php/View-document/66-MADA-
HUNTER-PARDEDE-F14060138.pdf)
Suparni, Rahayu S., Sari Purnavita ,2008; “Kimia Industri SMK Jilid 2”, Penerbit Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/kecepatan-reaksi-dan-
31
energi/kalor-pembakaran-bahan-bakar/
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/reaksi-kimia-kimia-kesehatan-
materi_kimia/reaksi-pembakaran/
. http://ss-stefan.blogspot.com/2010/02/bahan-bakar-proses-pembakaran.html
Perry, R.H. dan Green D.W. 1998. Perry's Chemical Engineers Handbook (eds), McGraw-
Hill Book Co., Singapore.
http://www.energyefficiencyasia.org/docs/ee_modules/indo/Chapter%20-%20Furnaces
%20and%20Refractories%20(Bahasa%20Indonesia).pdf
32