Makalah Msi
Makalah Msi
Makalah Msi
Dosen Pengampu:
Dr. Muhammad Salik, M.Ag
Penyusun :
Yeni Mahmudah
(02041021017)
Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada sang pencipta
dan pengatur alam semesta, karena berkat rahmat dan keridhaan-Nya kami bisa menyelesaikan
penyusunan makalah kami yang membahas tentang “Model Penelitian agama I (Tafsir, hadis,
ilmu kalam, dan tasawuf)”
Kami menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan yang mendasar pada makalah ini,
oleh karena itu kami mengharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang dapat
membangun semangat penyusun makalah ini. Kritik dan saran konstruktif dari pembaca sangat
penulis harapkan guna perbaikan pentyusunan makalah di waktu yang akan datang. Dengan
terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam pembuatan makalah ini yang tidak dapat
kami sebutkan satu per satu. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya
bagi penulis dan semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT.
Penyusun
MODEL PENELITIAN AGAMA I
(TAFSIR, HADIS, ILMU KALAM & TASAWUF)
A. PENDAHULUAN
Agama sebagai ajaran yang memberi tuntunan hidup banyak dijadikan pilihan karena ada
indikasi dalam agama terdapat banyak nilai yang bisa dimanfaatkan manusia ketimbang
ideologi. Orang lebih leluasa memeluk agama dan merasakan nilai positifnya tanpa harus
capek-capek menggunakan potensi akalnya. Agama memberi tempat bagi semua. Di
kalangan kaum akademisi dan aktivis sosial khususnya, agama saat ini tidak hanya
dipandang sebagai seperangkat ajaran (nilai), dogma atau sesuatu yang bersifat normatif
lainnya, tetapi juga dilihat sebagai suatu case study, studi kasus yang menarik bagaimana
agama dilihat sebagai obyek kajian untuk diteliti.
Penelitian agama adalah penelitian tentang asal-usul agama, pemikiran serta pemahaman
penganut ajaran agama tersebut terhadap ajaran yang terkandung di dalamnya sumber ajaran
agama yang telah melahirkan disiplin ilmu tafsir dan ilmu hadis, pemikiran dan pemahaman
terhadap ajaran agama yang terkandung dalam sumber ajaran agama penelitian tentang
hidup keagamaan (penelitian keagamaan) adalah penelitian tentang praktik-praktik ajaran
agama yang dilakukan oleh manusia secara individual dan kolektif. Dalam penelitian
digunakan model, adapun model-model dalam penelitian agama ini adalah model penelitian
tafsir, model penelitian hadis, model penelitian ilmu kalam, dan model penelitian tasawuf.
B. MODEL PENELITIAN TAFSIR
Kata model berarti contoh, acuan, ragam atau macam. Sedangkan penelitian berarti
pemeriksaan, penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara secara seksama dengan
tujuan mencari kebenran-kebenaran obyektif yang disimpulkan melalui data-data yang
terkumpul. Kebenaran tersebut kemudian digunakan sebagai dasar pembaharuan dalam
masalah-masalah teoritis dan praktis dalam bidang pengetahuan yang bersangkutan.1
Kata tafsir diambil dari bahasa arab yaitu fassara-yufassiru tafsiran yang berarti
penjelasan, pengungkapan, penjabaran dan menjelaskan makna yang abstrak. Maksudnya
penjelasan terhadap kalamullah/ lafadz-lafadz Alqur‘an dan pemahamannya. Secara
terminologi, tafsir menurut Badruddin al-Zarkasi yaitu memahami ayat-ayat Allah yang di
turunkan kepada nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-makna dan mengunkap
1
Abudin Nata. Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hlm. 161.
hikmah dan hukum yang ada di dalamnya. Sedangkan menurut Jalaluddin Assuyuti tafsir
adalah menjelaskan tentang nuzulul qur‘an, hukum-hukum yang ada di dalam al qur‘an.2
Model penelitian tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan, atau macam dari cara
penyelidikan secara seksama terhadap penafsiran al-Qur’an yang pernah dilakukan generasi
terdahulu untuk diketahui secara pasti tentang berbagai hal yang terkait dengannya. Abudin
Nata mengemukakan tiga model penelitian tafsir yaitu model yang dilakukan oleh Quraish
Sihab, Ahmad as-Syarbashi, dan Muhammad al-Ghozali.3
1. Model penafsiran Quraish Shihab
Quraish Sihab (lahir tahun 1944) telah meneliti tafsir karangan Muhammad Abduh dan
H. Rasyid Ridho, dengan judul “Studi Krisis Tafsir Al-Manar” tahun 1994. Model
Penelitian yang dikembangakan oleh Quraish Shihab lebih banyak bersifat eksploratif
deskriptif dan perbandingan yaitu model penelitian yang berupaya mengggali sejauh
mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan
berbagai literatur tafsir, baik yang bersifat primer (yang ditulis oleh ulama yang
bersangkutan), maupun yang bersifat sekunder (tafsir yang ditulis oleh ulama tafsir
lainnya).
Data-data yang dihasilkan dari berbagai literatur tersebut lalu dideskripsikan
secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kategorisasi dan
perbandingan. Hasil penelitian beliau terhadap tafsir Al-Manar Muhammad Abduh
menyatakan bahwa ketika menafsirkan firman Allah dalam Al-Qur’an surat 101 ayat 6-7
tentang “timbangan amal dan perbuatan dihari kemudian”. Abduh menulis cara Allah
dalam menimbang amal perbuatan dan apa yang wajar diterima sebagai balasan pada hari
itu, tiada lain kecuali atas dasar apa yang diketahui oleh-Nya, bukan atas dasar apa yang
kita ketahui maka hendaklah kita menyerahkan permasalahannya kepada allah SWT atas
dasar keimanan.
Dari penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan
tafsir antara lain: periodesasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir, corak-corak
penafsiran, macam-macam metode penafsiran al-Qur’an, syarat-syarat dalam menafsirkan
al-qur’an, dan hubungan tafsir moderenisasi. Menurut penelitian Quraish Shihab
bermacam-macam metodologi tafsir dan coraknya telah diperkenalkan dan diterapkan
2
Nurhasanah Bakhtiar & Marwan, Metodologi Studi Islam. (Pekanbaru : Cahaya Firdaus, 2016), hlm. 99.
3
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hlm 214-229.
oleh pakar-pakar Al-qur’an. Metode penafsiran Al-quran tesebut secara garis besar dapat
di bagi menjadi dua yaitu :
a. Penafsiran bi al-Riwayat (Al-Ma’tsur)
Penafsiran yang berbentuk riwayat atau apa yang sering disebut dengan “tafsir bi al-
ma’tsur” adalah bentuk penafsiran yang paling tua dalam sejarah kehadiran tafsir dalam
khazanah intelektual Islam. Tafsir ini sampai sekarang masih terpakai dan dapat di
jumpai dalam kitab-kitab tafsir seumpama tafsir alThabari, Tafsir ibn Katsir, dan lain-
lain.
Dalam tradisi studi Al-Qur‘an klasik, riwayat merupakan sumber penting di dalam
pemahaman teks Al-Qur‘an. Sebab, Nabi Muhammad SAW. diyakini sebagai penafsir
pertama terhadap Al-Qur‘an. Dalam konteks ini, muncul istilah metode tafsir riwayat.
Pengertian metode riwayat, dalam sejarah Al-Qur‘an klasik, merupakan suatu proses
penafsiran Al-Qur‘an yang menggunakan data riwayat dari Nabi SAW. dan atau sahabat,
sebagai variabel penting dalam proses penafsiran Al-Qur‘an. Model metode tafsir ini
adalah menjelaskan suatu ayat sebagaimana dijelaskan oleh Nabi dan atau para sahabat. 4
Metode riwayat di sini bisa didefinisikan sebagai metode penafsiran yang data
materialnya mengacu pada hasil penafsiran Nabi Muhammad SAW. yang ditarik dari
riwayat pernyataan Nabi dan atau dalam bentuk asbab al-nuzul sebagai satu-satunya
sember data otoritatif. Sebagai salah satu metode, model metode riwayat dalam
pengertian yang terakhir ini tentu statis, karena hanya tergantung pada data riwayat
penafsiran Nabi. Dan juga harus diketahui bahwa tidak setiap ayat mempunyai asbab al-
nuzul.
b. Penafsiran bi al-Ra’yi (pemikiran)
`Setelah berakhir masa salaf sekitar abad ke-3 H, dan peradaban Islam semakin maju
dan berkembang, maka lahirlah berbagai mazhab dan aliran di kalangan umat. Masing-
masing golongan berusaha menyakinkan pengikutnya dalam mengembangkan paham
mereka. Untuk mencapai maksud itu, mereka mencari ayat-ayat Al-Qur‘an dan Hadits-
Hadits Nabi, lalu mereka tafsirkan sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Ketika
inilah berkembangnya bentuk penafsiran alra’yi (tafsir melalui pemikiran atau ijtihad).
4
Nurhasanah Bakhtiar & Marwan, Metodologi Studi Islam. Hlm. 101.
Melihat berkembang pesatnya tafsir bi al-ra’yi, maka tepat apa yang dikatakan Manna‘
al-Qaththan bahwa tafsir bi al-ra‟y mengalahkan perkembangan tafsir bi al-ma’tsur.
Meskipun tafsir bi al-ra‟y berkembang dengan pesat, namun dalam penerimaannya
para ulama terbagi menadi dua : ada yang membolehkan ada pula yang melarangnya.
Tapi setelah diteliti, ternyata kedua pendapat yang bertentangan itu hanya bersifat lafzhi
(redaksional). Maksudnya kedua belah pihak sama-sama mencela penafsiran berdasarkan
ra‟y (pemikiran) semata tanpa mengindahkan kaedah-kaedah dan kriteria yang berlaku.
Sebaliknya, keduannya sepakat membolehkan penafsiran Al-Qur‘an dengan sunnah
Rasul serta kaedah-kaedah yang mu;tabarah (diakui sah secara bersama). Dengan
demikian jelas bahwa secara garis besar perkembangan tafsir sejak dulu sampai sekarang
adalah melalui dua bentuk tersebut di atas, yaitu bi al-ma‟tsur (melalui riwayat) dan bi
al-ra‟y (melalui pemikiran atau ijtihad).
2. Model penafsiran Ahmad Al-syarbashi
Ahmad asy-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir dengan menggunakan
metode deskriptif, eksploratif, dan analitis. Pada tahun 1985 Ahmad Al-Syarbashi
melakukan penelitian tentang tafsir dengan mengggunakan metode deskriptif, eksplorati
dan analisis sebagai mana hal yang dilakukan oleh Quraish Shihab, sedangkan sumber
yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yang ditulis oleh para
ulama tafsir seperti Ibn Jar At-Thabari, Al-Zamakhsyari, Jalaludin Al-Asuyuti, Al-
Raghib, Al-Ashfani, dan Haji Khalifah. Hasil penelitian itu mencakup tiga bidang yang
pertama yaitu, mengenai sejarah penafsiran Al-qur’an yang dibagi kedalam tafsir pada
masa sahabat Nabi. Kedua mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir
politik. Ketiga, mengenai pembaharuan dibidang tafsir.
Al-Syarbashi mengatakan, pertama-tama yang dilakukan adalah mengambil tafsir dari
rasulullah, melalui riwayat-riwayat hadis yang tidak ada kebenarannya. Hal ini sangat
perlu ditekankan karena banyak hadis yang maudhu. Setelah memegang tafsir dari nabi,
barulah kita cari tafsir-tafsir dari para sahabat beliau.5
Dalam tafsir ilmiah, Al-Syarbashi mengatakan bahwa sudah dapat dipastikan dalam al-
Qur’an tidak terdapat suatu teks induk yang bertentangan dengan bermacam kenyataan
ilmiah. Munculnya istilah tafsir ilmiah didasarkan pada kitab tafsir Ar-Razi, yang
5
Ahmad Al-Syarbashi, Terjemah Sejarah Tafsir Qur’an. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985). Hlm. 69.
didalamnya banyak bagian yang yang dianggap ilmiah. Dalam tafsir sufi, ada kaum sufi
yang sibuk menafsirka huruf-huruf al-Qur’an dan berusaha menerangkan hubungannya
anatar yang satu dengan lainnya. Adanya tafsir sufi tersebut, Al-Syarbashi mendasarkan
kepada kitab-kitab tafsir yang dikarang oleh para ulama sufi. Untuk itu beliau mengutip
pendapat al-Thusiyang mengataan bahwa segala sesuatu yang telah dapat dijangkau
dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, segala sesuatu yang dapat dipahami dan
segala sesuatu yang telah diungkapkan serta diketahui oleh manusia.semuanya itu
berasaldari dua huruf yang terapat pada permulaan kitabullah, yaitu bismillah dan
alhamdulillah.
Dalam tafsir politik, Al-Syarbashi mendasarkan pada pendapat-pendapat kaum
khawarij dan lainnya yang terlibat dalam politik dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an.
Menurut mereka, terdapat ayat-ayat al-Qur,an yang berkenaan dengan perilau da peran
politik yang dimainkan leh kelompok yang bertikai. Misalnya yat yang artinya: Diantara
manusia ada orang yang mengorbankan dirinya demi keridhaan Allah. (Qs. Al-Baqarah,
2:207). Menurut kaum khawarij ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Ibn Muljam,
orang yang membunuh Ali bin Abi Thalib. Mengenai gerakan pembaharuan di bidang
tafsir, Al-Syarbashi mendasarkan pada beberapa karya ulama yang muncul pada awal
abad ke-20. A menyebutkan sayyid Rasyid Ridha murid adri Syeikh Muhammad Abduh
yang mencatat dan menuangkan kuliah-kuliah gurunya ke ala majalah Al-Manar.
Langkah selanjutnya yaitu menghimpun dan menambah penjelasan seperlunya dalam
sebuah kitab tafsir yang diberi nama kitab tafsir al-Manar, yaitu kita tafsir yang
mengandung pembaharuan sesuai zaman. Menurut Al-Syarbashi, bahwa Muhammad
Abduh telah berusaha menghubungkan ajaran-ajaran al-Qur,an dengan kehidupan
masyarakat.
3. Model penafsiran Syaikh Muhammad Al-Ghazali
Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir Islam abad modern
yang yang produktif. Banyak hasil penlitian yang dilakukannya termasuk dalam bidang
tafsir Al-qur’an. Sabagaimana para peneliti tafsir lainnya. Al-Ghazali menempuh cara
penelitian yang bercorak eksploratif, deskriptif, dan analisis dengan berdasarkan pada
rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu.
Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Al-Ghazali adalah berjudul Berdialog
dengan Alqur’ani. Buku tersebut dilaporkan macam-macam metode memahami Al-
qur’an, ayat-ayat kauniyah dalam Al-qur’an, peran ilmu sosial dan kemanusiaan dalam
memahami Al-qur’an. Macam-macam metode dalam memahami al-Qur’an, al-Ghazali
membaginya ke dalam metode klasik dan modern. Menurutnya banyak ditemukan
metode memahami al-Qur’an yang berawal dari ulama terdahulu. Kajian-kajian ini
berkisar pada usaha-usaha menemukan nilai-nilai sastra, fiqih, kalam, aspek sufistik-
filosofinya, pendidikan dan sebagainya. Berbaga macam metode atau kajian yag
dikemukakan Muhammad al-Ghazali oleh ulama lain disebut sebagai pendekatan dan
bukan metode. Hal seperti ini terjadi karena sebagai sebuah disiplin ilmu biasanya
memiliki metode. Dalam hubungannya Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa
metode yang terdapat dalam berbagai disiplin ilmu ingin digunakan untuk memahami al-
Qur,an.
Selanjutnya al-Ghazali mengemukakan metode modern dalam memahami al-Qur’an.
Metode modern timbul sebagai akibat dari adanya kelemahan pada berbagai metode yang
terdahulu. Dalam hubungan ini, Muhammad al-Ghazali mengatakan adanya pendekatan
atsariah atau tafsir ibn al-ma’tsur. Menurutnya metode ini perlu mendapat kritik karena
ayat-ayat dalam kajian tersebut banyak dikaitkan dengan hadits dhaif, sehingga apa
diharapkan dari tafsir al-Qur’an belum begitu terlihat. Selanjutnya Muhammad al-Ghazali
mengemukakan ada juga tafsir yang bercorak dialogis, seperti yang telah dilakukan oleh
al-Razi dalam tafsirnya yaitu tafsir al-kabir. Menurutnya tafsir ini banyak menyajikan
tema-tema menarik, namun sebagian dari tematafsir tersebut sudah keluar dari batasan
tafsir itu sendiri, yang menjadi acuan kebanyakan penafsir al-Qur’an. Berbagai
kelemahan yang terkndung dalam penafsiran masa lalu, terutama jika dikaitkan dengan
memberi jawaban terhadap berbagai masalah kontemporer dan modern.
4. Model penelitian lainnya
Dijumpai ada beberapa penelitian yang dilakukan para ulama terhadap aspek-aspek
tertentu dari al-Qur’an. Diantaranya ada yang memfokuskan peneltiannya terhadap
kemu’jizatan al-Qur’an, metode-metode, kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur’an,
kunci-kunci untuk memahami al-Qur’an, dan ada juga yang khusus meneliti tentang
corak dan arah penafsiran al-Qur’an yang terjadi pada abad keempat.
Amin Abdullah dalam bukunya yang berjudul studi agama juga telah melakukan
penelitian deskriptif secara sederhana terhadap perkembangan tafsir. Dilihat dari garis
besar, perjalanan sejarah penulisan tafsir pada abad pertengahan sepertinya tidak terlalu
meleset jika dikatakan bahwa dominasi penulisan tafsir al-Qur’an secara bahasa lebih
terlihat. Beliau mengatakan bahwa masih perlu digarisbawahi bahwa kara tafsir mutakhir
menggunakan metode komparatif di dalam memahami dan menafsirkan ati suatu
kosakata al-Qur’an.Tafsir karya Shihab al-Din al-Khaffaji memusatkan pada analisis
gramatika dan analisis sintaksis pada ayat-ayat al-Qur’an. Karya al-Baydawi memusatkan
perhatian pada penafsiran al-Qur’an corak leksiografis yang sampai sekarang masih
digunakan diberbagai pesantren.
C. MODEL PENELITIAN HADITS
Secara etimologi, hadis adalah kata benda (isim) dari kata al-Tahdis yang berarti
pembicaraan. Kata hadits mempunyai beberapa arti; yaitu:
1. “Jadid” (baru), sebagai lawan dari kata”qadim” (terdahulu). Dalam hal ini yang
dimaksud qadim adalah kitab Allah, sedangkan yang dimaksud jadid adalah hadis Nabi
saw.6 Namun dalam rumusan lain mengatakan bahwa Al-Qur’an disebut wahyu yang
matluw karena dibacakan oleh Malaikat Jibril, sedangkan hadis adalah wahyu yang ghair
matluw sebab tidak dibacakan oleh malaikat Jibril. Nah, kalau keduanya sama-sama
wahyu, maka dikotomi, yang satu qadim dan lainnya jadid tidak perlu ada.7
2. “Qarib”, yang berarti dekat atau dalam waktu dekat belum lama
3. “Khabar”, yang berarti warta berita yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan
dari seseorang kepada seseorang. Hadis selalu menggunakan ungkapan megabarkan
kepada kami, memberitahu kepada kami dan menceritakan kepada kami. Dari makna
terakhir inilah diambil perkataan “hadits Rasulullah” yang jamaknya “ahadits”.8
Sedangkan pengertian hadis secara luas sebagaimana yang diberikan oleh sebagian
ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa hadits itu tidak hanya meliputi sabda Nabi,
perbuatan dan taqrir beliau (hadis marfu’), juga meliputi sabda, perbuatan dan taqrir para
sahabat (hadis mauquf), serta dari tabi’in (hadis maqthu’).9
6
Subhi As-shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 1995), 22
7
Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 2003), 2
8
al-Shalih, Ulum al-Hadis wa Musthalahuh, (Beirut, Dar al-‘Ilm li alMalayin, 1969), 4
9
M. Hasby As Shidiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang : Thoha Putra, 1994), 4
Sebagaimana Al-quran, Al-hadis pun telah banyak diteliti oleh para ahli, para ulama
seperti imam Bukhari dan Muslim mencurahkan segenap tenaga, pikiran dan waktunya
bertahun-tahun untuk meneliti hadis, dan hasil penelitinya dibukukan dalam kitabnya Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim. Menurut penelitian jumhur ulama, bahwa shahih bukhori lebih
tinggi nilainya daripada shahih muslim dengan alasan: 1) persyaratan yang dikemukakan
bukhari lebih ketat dibandingkan persyaratan yang dikemukakan Muslim, 2) kenyatan yang
menunjukkan bahwa kritik terhadap Bukhari lebih sedikit dibandingkan kritik yang
ditujukan kepada Muslim.pada sisi lain menunjukkan bahwa shahih Muslim lebih memiliki
kelebihan dibanding dengan Bukhari. Kelebihannya antara lain: 1) sistematikannya lebih
baik, 2) dari segi redaksinya, Muslim lebh diterima daripada Bukhari karena periwatan
Muslim dengan lafadz sedangkan Bukhari meriwayatkan dengan makna. Imam Abu Daud
juga meneliti hadis dan hasil penelitiannya dibukukan dalam kita Sunan Abu Daud,
selanjutnya giliran Imam At- Tirmidzi yang hasilnya dituangkan dalam kitab Sunan At-
Tirmidzi, Imam Nasa’I memebuat penelitian hadis dan hasilnya dituangkan dalam kitab
Sunan Nasa’i. Terakhir Ibnu Majah dengan kitabnya Sunan Ibnu Majah. Para peneliti hadis
berikut tampil dalam bentuk yang berbeda-beda. Model penelitian yang dilakukan
menunjukkan sudut pandang masing-masing peneliti berbeda, sesuai latar belakang
pendidikan yang ditempuh. Adapun model penelitian hadis yang dilakukan oleh ulama
menurut Abudin Nata, diantaranya:
1. Model H.M. Quraish Shihab
Penelitian yang dilakukan Quraish Shihab terhadap hadis menunjukkan jumlahnya
tidak lebih banyak jika dibandingkan dengan penelitian terhadap Al-quran. Dalam
bukunya berjudul membumikan Al-quran, Quraish Shihab hanya meneliti dua sisi dari
keberadaan hadis, yaitu mengenai hubungan hadis dan al-quran serta fungsi dan posisi
sunnah dalam tafsir. Bahan-bahan penelitian yang beliau gunakan adalah bahan
kepustakaan atau bahan bacaan, yaitu sejumlah buku yang ditulis para pakar di bidang
hadis termasuk pada Al-quran. Hasil penelitian Quraish Shihab tentang fungsi hadis
terhadap al-quran. Sedangkan sifat penelitiannya adalah deskriptif analitis, dan bukan uji
hipotesa. Quraish Shihab menyatakan bahwa al-quran menekankan bahwa Rasulullah
saw. berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah swt.
Penjelasan atau bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka
ragam bentuk dan sifat serta fungsinya. Abdul Halim Mahmud, mantan syeikh al-Azhar,
dalm bukunya al-Sunnah fi Makanatiba wa fi Tarikhiba, sebagaimana dikutip H.M
Quraish Shihab, dalam hasil penelitiannya menulis bahwa sunnah mempunyai fungsi
yang berhubungan dengan al-qur’an dan fungsi yang berhubungan dengan pembinaan
hukum syara’. Hadis atau sunnah juga sebagai penjelas maksud dari firman-firman
Allah. Penjelasan atau bayan tersebut dalam pandangan beberapa ulama beraneka ragam
bentuk dan sifat sera fungsinya. Ulama lain menyebutnya sebagai enetapkan dan
memperkuat hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh al-Qur’an. Maka al-qur’an dan
al-Sunnah keduanya menjadi hukum islam10
2. Model Musthafah Al-Siba’iy
Musthafah al-Siba’iy yang dikenal sebgai tokoh intelektual Muslim dari Mesir dan
disebut-sebut sebagai pengikut gerakan ikhwanul muslimin, selain banyak menulis
(meneliti) tentang masalahmasalah sosial ekonomi dan sudut pandang islam, juga
menulis buku-buku materi kajian agama islam. Diantara bukunya yang berkenaan
dengan hadis adalah al-Sunnah wa Makanatuba fi altasyiri’I al-islami.
Penelitian yang dilakukan Musthafah al-Siba’iy dalam bukunya itu bercorak
eksploratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriptif
analitis. Yakni dalam sistem penyajiannya menggunakan pendekatan kronologi urutan
waktu dalam sejarah. Ia berupaya mendapatkan bahan-bahan penelitian sebanyak-
banyaknya dari berbagai literature hadis sepanjang perjalanan kurun waktu yang tidak
singkat. Hasil penelitian yang dilakukan Musthafah al-Siba’iy antara lain mengenai
sejarah proses terjadi dan tersebarnya hadis mulai dari Rasulullah sampai terjadinya
upaya pemalsuan hadis dan usaha para ulama untuk membendungnya, dengan
melakukan pencatatan sunnah, dibukukannya ilmu Musthalah alHadis, Ilmu Jarh dan al-
Ta’dil, kitab-kitab tentang hadis-hadis palsu dan para pemalsunya dan penyebarannya.
3. Model Muhammad Al-Ghazali
Muhammmad al-Ghazali yang menyajikan hasil penelitiannya tentang hadis berjudul
al-Sunnah al-Nabawiyyah Baina Ahl al-Fiqh wa al-Hadis adalah seorang ulama jebolan
universitas Al-Azhar Mesir yang disegani di dunia islam, khususnya timur tengah, dan
10
Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahah Hadits. (Bandung:Al-Ma’rifah , 1981). Hlm 47.
salah seorang penulis Arab yang sangat produktif. Dilihat dari segi kandungan yang
terdapat dalam buku tersebut, nampak bahwa penelitian eksploratif, yaitu membahas,
mengkaji dan menyelami sedalamdalamnya berbagai persoalan-persoalan actual yang
muncul di masyarakat untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada
konteks hadis tersebut.
Masalah yang terdapat di dalam buku hasil penelitian Muhammad al-Ghazali itu
Nampak cukup banyak. Setelah ia menjelaskan tentang kesahihan hadis dan
persyaratannya, ia mengemukakan tentang mayit yang diazab karna tangisan
keluarganya, tentang hukum qishash, sholat tahiyah masjid, tentang sekitar dunia wanita
yang meliputi antara kerudung dan cadar, wanita keluarga dan profesi, hubungan wanita
dengan masjid, kasus-kasus pidana dan qishash, etika makan, minum, berpakaian dan
membangun rumah.11
Haidar Baqir. Politik Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah Jombang, Hubungan Agama, Negara dan
14
16
Nurhasanah, Bakhtiar & Marwan, Metodologi Studi Islam. Hlm. 157-159.
secara pasti tentang berbagai hal yang terkait dengannya. Abudin Nata mengemukakan tiga
model penelitian tafsir yaitu model yang dilakukan oleh Quraish Sihab, Ahmad as-
Syarbashi, dan Muhammad al-Ghozali. Model penelitian yang dilakukan menunjukkan
sudut pandang masing-masing peneliti berbeda, sesuai latar belakang pendidikan yang
ditempuh.
Adapun model penelitian hadits diantaranya adalah model H.M. Quraish Shihab, model
Musthafah Al-Siba’iy, dan model Muhammad al-Chazali. Dalam ilmu kalam Secara garis
besar, penelitian ilmu kalam dibagi menjadi dua bagian yaitu pertama penelitian yang
bersifat dasar atau pemula kedua penelitian yang bersiafat lanjutan atau pengembangan dari
penelitaian pemula. Penelitian pemula diantaranya, model Abu Mansur Muhammad Bin
Muhammad Bin Mahmud Al Maturidi, model Al-Imam Abi Al-Hasan Bin Isma'il Al-
Asy'ari, model Abdul Al-Jabbar Bin Ahmad, model Thahariah, model Al-Imam Al-Harmain
Al-Juwaini, model al-Ghazali, model al-Syahraztani, dan model al-Bazdawi. Sedangkan
dalam penelitian lanjutan terdapat model Abu Zahra, model Ali Mustofa Al-ghurabi, model
Abdul Al-Latif Muhammad Al-Asyr, model Ali Sami' Al-Nasyr dan Amar Jam'iy At-
Tholibi, dan model Harun Nasution. Beberapa model penelitian tasawuf diantaranya, model
Sayyed Husein Nasr, model Musthafa Zahri, model Kautsar Azhari Noor, model Harun
Nasution, dan model A. J. Arberry.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhasanah, Bakhtiar & Marwan, Metodologi Studi Islam. (Pekanbaru : Cahaya Firdaus, 2016)
Al-Syarbashi, Ahmad, Terjemah Sejarah Tafsir Qur’an. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985).
Zuhri, Muh. Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya,
2003)
As Shidiqi, M. Hasby, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang : Thoha Putra, 1994)
Ahmad Hanafi, Theology Islam (Ilmu Kalam) (Jakarta: Bulan Bintang, 1974)
Amin Syukur dan H Masyharuddin. Intelektualisme Tasawuf: Studi Intelektualisme Tasawuf al-