Anatomi Pembajakan Emosi Pada Manusia Dahulu Dan Manusia Modern
Anatomi Pembajakan Emosi Pada Manusia Dahulu Dan Manusia Modern
Anatomi Pembajakan Emosi Pada Manusia Dahulu Dan Manusia Modern
Pendahuluan
Pada tahap remaja seorang remaja akan mengalami perkembangan emosi, masa
remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Sehingga
pada masa remaja seorang remaja harus mendapat perhatian dari orangtua (Zola, Ilyas, &
Yusri, 2017; Churni, & Ifdil, 2017), bimbingan dari guru, dan lingkungan yang baik agar
emosi remaja dapat terkontrol. Lailatul Fitriyah dan Mohammad Jauhar (2014:64)
mengemukakan bahwa “emosi adalah perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang ada
sesuatu, dan reaksi terhadap seseorang atau kejadian, dan dapat ditunjukkan ketika merasa
senang mengenai sesuatu, marah kepada seseorang, cemas (Annisa, & Ifdil, 2016), ataupun
takut terhadap sesuatu”. Emosi menunjukkan perasaan dan reaksi terhadap sesuatu kejadian
atas apa yang dirasakan. Dapat disimpulkan bahwa emosi adalah keadaan yang ditimbulkan
oleh seseorang atau situasi tertentu yang ditunjukkan melalui ekspresi kejasmanian. Emosi
yang dialami seorang remaja merupakan reaksi terhadap seseorang atau situasi yang
diinginkan atau tidak, dan berpuncak pada masalah yang dihadapi. Pada masa remaja,
keadaan jiwanya masih labil dan belum matang sehingga apabila berhadapan pada suatu
masalah, mereka akan bertindak sesuai dengan pikiran dan nalarnya. Menurut Bimo Walgito
(2005 :135) “individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara
emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti, anak-anak atau orang yang
tidak matang”. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, seorang remaja sudah mencapai
kematangan emosi apabila ketika berhadapan pada suatu masalah ia dapat menilai secara
kritis tanpa tergesagesa mengeluarkan emosinya terlebih dahulu, dimana pada saat itu ia
mampu mengontrol emosinya di hadapan orang lain dan mampu melihat waktu yang lebih
tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat ditentukan. Maka
dari itu, keadaan yang semacam ini perlu dilakukan sebuah upaya yang dapat
menyelesaikannya. Dengan kata lain, seorang remaja harus mencapai kematangan emosinya
agar mampu mengendalikan emosinya dalam mengatasi masalah. Dan dari fenomena
tersebut, penulis tertarik untuk membuat sebuah penulisan dengan judul “ ANATOMI
PEMBAJAKAN EMOSI PADA MANUSIA DAHULU DAN MANUSIA MODERN ”.
2. Pembahasan
1. Pembajakan Amigdala
2. Olah Rasa
Terdapat sejumlah cara untuk melatih emosi. Pertama, latihan konsentrasi. Latihan
konsentrasi ialah latihan memusatkan pikiran pada suatu objek sesuai dengan tujuan.
Misalnya pikiran fokus pada hafalan ayat kitab suci, penjelasan guru di kelas, atau pada topik
kajian yang sedang menjadi pokok perhatiannya selama ini. Pikiran kita fokus, tidak terbagi
dengan berbagai hal yang lain di luar itu.
Lakukan latihan konsentrasi, misalnya dengan belajar terus memusatkan perhatian
memandang baris-baris kalimat di buku sembari menonton televisi. Kalau pikiran kita masih
tergoda oleh acara menarik di televisi, ini berarti kita masih belum dapat berkonsentrasi
dengan baik. Atau terus menulis artikel di keramaian ruang tunggu stasiun kereta.
Kemampuan konsentrasi menjadi modal dasar individu dalam upayanya mengontrol
pembajakan emosi.
Kedua, latihan imajinasi. Latihan ini dilakukan untuk mengolah daya khayal peserta didik,
seolah-olah hal itu benar-benar terjadi saat ini dan mereka merasakannya. Cara ini dapat
dilakukan sendiri-sendiri atau bersama-sama. Latihan permainan imajinasi, misalnya dengan
berimajinasi pergi berpetualang ke hutan konservasi, membayangkan deburan ombak
menghantam pantai laut selatan, atau mengunjungi kawasan tertentu dan bertemu banyak
orang dengan karakter yang berbeda-beda.
Pada latihan imajinasi sebaiknya ditentukan suasana-suasana yang berbeda setiap kali latihan.
Ini dimaksudkan agar imajinasi kita menjadi beragam menyangkut banyak situasi, seperti
kota-kota, sawah, dan karakter orang.
Seperti kata Einstein, "Imagination is more important than knowlegde." Kenyataan di
lapangan menunjukkan anak-anak kita miskin imajinasi. Kekayaan imajinasi ini berkaitan
langsung dengan banyak sedikitnya alternatif respons yang tersedia, ketika seseorang tiba-
tiba dihadapkan pada situasi kritis.
Ketiga ialah latihan mengingat emosi. Latihan ini dilakukan dengan cara mengingat-ingat
kembali berbagai emosi yang pernah kita alami, atau kita pernah melihat orang lain dengan
emosi tertentu.
Sudah barang tentu kita sendiri, atau setidaknya sepanjang sejarah hidup kita pasti sering
melihat orang sedih, gembira, marah, kecewa, ragu-ragu, putus asa, kegelian, lucu, tertawa
terbahak-bahak, dan berbagai emosi lainnya.
Emosi yang pernah kita alami atau yang dialami orang lain, kita tampilkan satu per satu saat
latihan sehingga akan tampak jelas dalam benak kita bagaimana ekspresi wajah dan tubuh
ketika emosi tertentu muncul. Pengenalan terhadap gejala dan ekspresi emosi akan sangat
membantu subjek menghindarkan diri dari pembajakan emosi.
Keempat, latihan empati. Empati ialah kemampuan untuk secara akurat menempatkan diri
kita pada sepatu orang lain—untuk memahami situasi, persepsi, dan perasaan orang lain dari
sudut pandang mereka—dan untuk dapat mengomunikasikan pemahaman itu kembali kepada
orang lain.
Empati ialah keterampilan penting bagi siapa pun agar dapat menjadi pemimpin berhasil.
Empati dapat berkembang antara lain dengan berinteraksi bersama orang yang memiliki latar
belakang budaya yang berbeda-beda. Pengalaman multikultural menjadi sangat penting di
sini.
Kebiasaan bergumul dengan perbedaan akan memudahkan individu dalam mengenali
perasaan dan perspektif orang lain apa adanya. Akan lebih bagus jika peserta didik juga
dibiasakan untuk menanyakan perasaan dan perspektif orang lain secara langsung, sebagai
bentuk konfirmasi, sesuai dengan yang mereka rasakan dan pikirkan, bukan menurut
interpretasinya sendiri.
1. Emosi bahagia
Di antara semua jenis emosi yang dirasakan manusia, bahagia merupakan emosi yang
mungkin paling dicari banyak orang. Bahagia bisa diartikan sebagai kondisi emosional yang
ditandai dengan perasaan senang, ceria, gembira, kepuasan, dan sejahtera.Emosi bahagia bisa
ditunjukkan dengan cara-cara berikut ini:
Kebahagiaan dapat berpengaruh terhadap kesehatan fisik. Sebaliknya, orang yang sulit
menemukan emosi bahagia akan mudah untuk stres dan depresi, yang juga berujung pada
imunitas yang rendah.
2. Emosi sedih
Kesedihan dapat didefinisikan sebagai kondisi emosional yang bercirikan perasaan tak
bersemangat, tak tertarik dalam mengerjakan hal apa pun, mood yang murung, kekecewaan,
hingga perasaan berduka.Emosi sedih dapat diekspresikan dalam beberapa cara, misalnya
dengan:
Kesedihan merupakan emosi yang wajar dirasakan banyak orang. Hanya saja, beberapa
individu bisa merasakan kesedihan berkepanjangan.
3. Emosi takut
Saat merasakan adanya indikasi bahaya, seseorang akan merasakan emosi takut dan
mengalami respons yang disebut respons fight or flight (melawan atau lari). Takut merupakan
emosi yang kuat dan berperan penting dalam dalam pertahanan hidup. Respons fight or
flight juga membantu kita menyiapkan diri untuk melawan ancaman tersebut.
1. Ekspresi wajah yang khas, seperti melebarkan mata dan menarik dagu ke bawah
2. Mencoba bersembunyi dari ancaman
3. Reaksi fisik seperti pernapasan dan detak jantung menjadi cepat
Rasa takut bisa berkaitan erat dengan kecemasan. Misalnya, orang yang mengidap kecemasan
sosial akan merasakan takut dalam menghadapi situasi sosial.
4. Emosi jijik
Jenis emosi lain yang diutarakan oleh Paul Eckman adalah emosi jijik. Rasa jijik dapat
berasal dari banyak hal, termasuk rasa, pemandangan, atau bau yang tidak menyenangkan.
Seseorang juga dapat mengalami kejijikan moral saat melihat individu lain berperilaku yang
mereka anggap tidak menyenangkan, tidak bermoral, atau jahat.
Jijik dapat ditunjukkan dalam beberapa cara, termasuk:
Marah bisa memberikan efek positif namun juga bisa negatif. Sisi positifnya, misalnya,
marah dapat menjadi langkah untuk memperbaiki suatu hubungan karena Anda mampu
mengekspresikan kebutuhan terhadap pasangan, keluarga, dan teman dekat.Namun, jika
marah diekspresikan berlebihan, marah dapat berubah menjadi kekerasan terhadap orang lain.
Marah yang tak dikendalikan juga bisa memicu masalah psikologis dan dapat berbahaya
untuk tubuh.
6. Emosi terkejut
Emosi lain yang tak kalah penting dalam diri manusia adalah emosi terkejut. Seperti yang
mungkin Anda tahu, seseorang menunjukkan emosi terkejut saat menghadapi momen atau hal
yang tak disangka.Emosi terkejut sering ditandai dengan karakteristik berikut ini:
1. Ekspresi wajah, seperti mengangkat alis, melebarkan mata, dan membuka mulut
2. Respons fisik, seperti melompat
3. Reaksi verbal, seperti berteriak, menjerit, atau megap-megap
Emosi terkejut bisa bersifat positif, negatif, atau netral. Seperti ketakutan atau amarah,
terkejut juga dapat menjadi respons fight or flight. Orang yang terkejut mungkin akan
mengalami kenaikan hormon adrenalin untuk memutuskan apakah ia akan melawan (fight)
atau melarikan diri (flight).
Simpulan
Kematangan emosi adalah individu yang telah dapat mengontrol diri dengan baik, mampu
mengekspresikan emosi sesuai dengan situasi dan keadaan yang tepat sehingga
memudahkan dalam beradaptasi. Kematangan emosi manusia dalam pengambilan
keputusan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu keluarga, orangtua dengan berbagai
pola yang diterapkan dalam mendidik anaknya, usia juga secara tidak langsung dapat
mempengaruhi kematangan emosi anaknya, dan lingkungan. Sehingga kematangan emosi
manusia akan dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri dan luar diri manusia.
Daftar Pustaka
Annisa, D. F., & Ifdil, I. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia).
Konselor, 5(2), 93-99.
Churni, E., & Ifdil, I. (2017). Guidance and Counseling Service for Gifted Children
Lailatul Fitriyah dan Mohammad Jauhar. 2014. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya
Zola, N., Ilyas, A., & Yusri, Y. (2017). Karakteristik Anak Bungsu. Jurnal Konseling dan
Pendidikan, 5(3), 109-114.