Pertemuan 3 Ingkar Janji - Wanprestasi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 4

PERTEMUAN 3

INGKAR JANJI (WANPRESTASI)

Ingkar janji (sebagian memberikan istilah cidera janji/wanprestasi) merupakan persoalan yang
serius dan sering terjadi di tengah masyarakat. Ingkar janji berangkat dari salah satu pihak tidak
dapat lagi memenuhi janji yang telah disepakati kedua belah pihak.

Ingkar janji/cidera janji/wanprestasi) terjadi karena debitur (yang dibebani kewajiban) tidak
memenuhi isi perjanjian yang disepakati, seperti :
a. tidak dipenuhinya prestasi sama sekali,
b. tidak tepat waktu dipenuhinya prestasi,
c. tidak layak memenuhi prestasi yang dijanjikan;

Terhadap pihak yang melakukan ingkar janji (wanprestasi) maka dapat ditagih untuk memenuhi
janji/prestasi yang telah disepakati, diperlukan lebih dahulu suatu proses, seperti Pernyataan lalai
(inmorastelling, negligent of expression, inter pellatio, ingeberkestelling). Hal ini sebagaimana
dimaksud pasal 1243 KUHPerdata yang menyatakan “Perikatan ditujukan untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu” atau jika ternyata dalam
perjanjian tersebut terdapat klausul yang mengatakan debitur langsung dianggap lalai tanpa
memerlukan somasi (summon) atau peringatan. Hal ini diperkuat yurisprudensi Mahkamah
Agung No. 186 K/Sip/1959 tanggal 1 Juli 1959

Pada wanprestasi, perhitungan ganti rugi dihitung sejak saat terjadi kelalaian. Hal ini
sebagaimana diatur Pasal 1237 KUHPerdata, “Pada suatu perikatan untuk memberikan barang
tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk
menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu, semenjak perikatan dilakukan,
menjadi tanggungannya”.
Secara prinsip, ada perbedaan prinsiip antara ingkar janji dengna penipuan. Ingkar janji tunduk
kepada ketentuan yang berkaitan dengna hukum perdata dan proses hukum acara perdata.
Sedangkan penipuan adalah perbuatan melawan hukum yang tunduk kepada KUHP dan hukum
acara pidana. Secara prinsip, membedakan antara ingkar janji dengan penipuan dilihat daripada
kehendak (niat) dari salah satu pihak. Apabila ingkar janji dilihat dari keadaan debitur yang tidak
mampu memenuhi janjinya (ingkar janji). Sedangkan penipuan didasari kepada salah satu pihak
yang sudah berniat untuk mengelabui dari perjanjian yang disepakati.

Dengan melihat prinsip dari kehendak salah satu pihak untuk mengkualifikasikan antara ingkar
janji dengna penipuan, maka terhadap ingkar janji tidak dapat diproses secara pidana. Karena
sebagaimana didalam hak asasi manusia dan putusan MK, terhadap pembebanan hutang tidak
dapat diterapkan hukuman badan (penjara)

Wanprestasi atau ingkar janji adalah kondisi dimana debitur (yang berhutang) tidak
melakukan apa yang dijanjikannya atau debitur tidak memenuhi prestasinya. Wanprestasi
seorang debitur dapat berupa :

1. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.


2. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Terhadap wanprestasi yang dilakukannya tersebut, debitur diancam beberapa sanksi atau
hukuman. Hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, terbagi
menjadi :

1. membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau membayar ganti rugi.
2. pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian.
3. peralihan resiko.
4. membayar perkara, kalau permasalahannya diajukan didepan pengadilan.
Karena wanprestasi mempunyai akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan terlebih
dahulu apakah debitur melakukan wanprestasi. Dan kalau debitur menyangkal terjadinya
wanprestasi, maka harus dibuktikan di depan pengadilan. Kadang-kadang tidak mudah untuk
menetapkan seseorang melakukan wanprestasi, karena seringkali juga tidak diperjanjikan dengan
tepat dan pasti seseorang diwajibkan melakukan prestasi yang dijanjikan.

Terkadang dalam prakteknya untuk menetapkan seorang debitur melakukan wanprestasi, perlu
adanya peringatan atau terlebih dahulu debitur diberikan waktu yang pantas, misalkan dalam
perjanjian hutang piutang, setelah jatuh tempo masa perjanjian debitur belum juga melaksanakan
prestasinya, kreditur akan memberikan peringatan atau masa tenggang kepada debitur. Setelah
lewat masa tenggang, kreditur akan melakukan hal-hal untuk menuntut prestasi dari debitur
sesuai dengan yang diperjanjikan.

Mengenai cara memperingatkan debitur ini, Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata menentukan bahwa, "Si berutang adalah lalai, bila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri jika ini menetapkan
bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan".

Yang dimaksud surat perintah dalam pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut,
adalah suatu peringatan resmi oleh seorang jurusita pengadilan. Sedangkan perkataan akta
sejenis dalam pasal tersebut sebenarnya oleh undang-undang dimaksudkan suatu peringatan
tertulis. Apabila seorang debitur sudah diperingatkan atau sudah dengan tegas ditagih janjinya,
seperti diterangkan diatas, maka jika ia tetap tidak melakukan prestasinya, ia berada dalam
keadaan lalai atau wanprestasi dan terhadap hal tersebut dapat diperlakukan sanksai-sanksi
sebagaimana disebutkan diatas, yaitu ganti rugi, pembatalan perjanjian, atau peralihan resiko.
(dari buku Hukum Perjanjian, Prof. Subekti, SH dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

Anda mungkin juga menyukai