Ekma4313 M1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 112

Mo DUL 1

Aktiva Tetap Berwujud: Perolehan,


Penggunaan, Pemberhentian,
Depresiasi, dan Pemberhentiannya
Prof. Dr. Abdul Halim, M.B.A., Akt.

PENDAHULUAN

J ika Anda berkunjung ke suatu perusahaan, Anda akan dapat melihat


bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan tersebut
melibatkan berbagai macam barang. Barang-barang yang terlibat dalam
kegiatan usaha suatu perusahaan ditinjau dari kepemilikannya memiliki
2 kemungkinan, yakni (1) merupakan barang milik perusahaan tersebut atau
(2) bukan merupakan barang milik perusahaan. Barang yang merupakan
milik perusahaan bisa jadi merupakan barang titipan dari pihak lain atau bisa
juga merupakan barang yang disewa dari pihak lain, dan sebagainya. Barang-
barang yang merupakan milik perusahaan dalam akuntansi digolongkan
sebagai aktiva perusahaan. Aktiva perusahaan, seperti yang telah Anda
ketahui dari mata kuliah Pengantar Akuntansi, secara garis besar dibagi
menjadi 3, yaitu (1) Aktiva Lancar, (2) Aktiva Tetap, dan (3) Aktiva Lain-
lain. Aktiva Lancar didefinisikan sebagai kekayaan perusahaan yang
mempunyai manfaat ekonomis tidak lebih dari satu periode akuntansi. Aktiva
tetap didefinisikan sebagai kekayaan perusahaan yang mempunyai manfaat
ekonomis lebih dari satu periode akuntansi. Sedangkan, aktiva lain-lain
adalah kekayaan perusahaan yang tidak dapat digolongkan ke dalam aktiva
lancar ataupun aktiva tetap.
Aktiva tetap dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu (1) aktiva
tetap berwujud, dan (2) aktiva tetap tidak berwujud. Di dalam modul ini, kita
khusus membahas mengenai Aktiva Tetap Berwujud. Pembahasan mengenai
aktiva tetap berwujud ini mencakup pengertian, depresiasi, dan penilaian
kembali aktiva tetap berwujud. Kemudian, dilanjutkan ke modul berikutnya
yang akan membahas khusus mengenai Aktiva Tetap Tidak Berwujud dan
Aktiva Sumber Daya Alam.
1.2 AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH II 

Modul ini akan membahas mengenai Aktiva Tetap Berwujud yang akan
dibagi menjadi 4 kegiatan belajar, yang terdiri atas berikut ini.
1. Pengertian, karakteristik, dan perolehan Aktiva Tetap Berwujud.
Kegiatan belajar ini akan membahas mengenai batasan dari Aktiva Tetap
Berwujud serta karakteristiknya, kemudian dilanjutkan dengan
pembahasan mengenai harga perolehan dan cara perolehan suatu Aktiva
Tetap Berwujud.
2. Pengeluaran-pengeluaran selama masa penggunaan dan pemberhentian
Aktiva Tetap Berwujud.
Dalam kegiatan belajar kedua ini akan dibahas tentang bagaimana
perlakuan akuntansi terhadap pengeluaran-pengeluaran berkenaan
dengan penggunaan Aktiva Tetap Berwujud, serta pemberhentian suatu
Aktiva Tetap Berwujud. Dalam kegiatan ini dibahas pula mengenai
asuransi kebakaran dalam suatu pokok bahasan khusus.
3. Pengertian, tujuan, dan metode-metode depresiasi.
Kegiatan belajar ini akan membahas mengenai pengertian dan tujuan
penyusutan dipandang dari aspek akuntansi. Selain itu, juga akan
dibicarakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan di dalam
melakukan penyusutan. Kemudian, dibahas tentang berbagai metode
depresiasi yang biasa digunakan serta diperkenankan oleh prinsip
akuntansi berterima umum.
4. Penilaian kembali aktiva tetap.
Pembahasan pada kegiatan belajar ini diarahkan pada pengertian
penilaian kembali dan akuntansi penilaian kembali dengan berbagai
kemungkinannya.

Dengan mempelajari modul ini dengan baik dan benar, diharapkan


Anda dapat memahami penanganan berbagai macam transaksi yang
mempengaruhi Aktiva Tetap Berwujud beserta prosedur akuntansinya.
Setelah mempelajari modul ini diharapkan Anda dapat:
1. menjelaskan kriteria penggolongan, dasar pencatatan, dan cara penyajian
Aktiva Tetap Berwujud di dalam laporan keuangan sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum (Generally Accepted Accounting
Principles);
2. menjelaskan tujuan akuntansi terhadap Aktiva Tetap Berwujud
berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum;
3. mengidentifikasi berbagai transaksi yang mempengaruhi Aktiva Tetap
Berwujud dan perlakuan akuntansinya sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum;
4. melakukan perhitungan terhadap transaksi asuransi kebakaran untuk
suatu Aktiva Tetap Berwujud;
5. menjelaskan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses
penyusutan;
6. melakukan pertimbangan terhadap faktor-faktor yang ada dalam
menangani kasus nyata;
7. menjelaskan berbagai metode depresiasi yang biasa digunakan dan
diperkenankan oleh prinsip akuntansi berterima umum (generally
accepted accounting principles);
8. mengidentifikasi karakteristik masing-masing metode depresiasi;
9. menerapkan metode-metode depresiasi pada kasus nyata;
10. menjelaskan pengaruh dari tiap metode depresiasi terhadap laporan
keuangan;
11. melaksanakan akuntansi terhadap penilaian kembali aktiva tetap.
K EGIATAN B ELAJAR 1

Pengertian, Karakteristik, dan Perolehan


Aktiva Tetap Berwujud

A. PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK AKTIVA TETAP


BERWUJUD

Pada waktu Anda menempuh mata kuliah Pengantar Akuntansi Anda


sudah dikenalkan dengan aktiva tetap. Dalam mata kuliah Akuntansi
Keuangan Menengah ini, Anda diingatkan kembali dengan aktiva tetap. Oleh
sebab itu ada baiknya Anda membuka kembali sekedar bernostalgia modul
Pengantar Akuntansi. Namun, apabila Anda agak keberatan, tidak mengapa,
sebab kita akan mengulangi pelajaran tersebut, tetapi tentu saja dengan gaya
yang agak berbeda karena Anda sekarang sudah di tingkat menengah.
Kalaupun Anda melihat sebuah neraca maka pada umumnya jumlah
relatif seluruh komponen Aktiva Tetap Berwujud lebih besar dibandingkan
dengan komponen aktiva yang lain. Dari sini, Anda dapat menilai peranan
Aktiva Tetap Berwujud. Peranan Aktiva Tetap Berwujud berbeda antara satu
perusahaan dengan perusahaan yang lain. Perbedaan peranan tersebut
tergantung pada sifat, jenis, dan macam usahanya. Anda bisa membayangkan
sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pertanian dengan sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang perbankan, tentu peranan Aktiva Tetap
Berwujudnya terdapat perbedaan.
Sekarang Anda mungkin bertanya apa pengertian Aktiva Tetap
Berwujud. Pengertian Aktiva Tetap Berwujud adalah aktiva yang memiliki
bentuk fisik, dimiliki dan digunakan oleh perusahaan dalam melaksanakan
operasi normalnya serta mempunyai manfaat dalam jangka panjang atau
masa kegunaan yang relatif permanen.
Untuk lebih yakin lagi, mari kita lihat pengertian aktiva tetap menurut
Standar Akuntansi Keuangan yang bisa dilihat pada PSAK No. 16 Edisi
Revisi 2002. Di sana disebutkan bahwa Aktiva Tetap adalah aktiva berwujud
yang (1) dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau
menyediakan barang atau jasa, untuk disewakan atau untuk keperluan
administrasi dan (2) diharapkan dapat digunakan lebih dari satu periode.
Atas dasar pengertian Aktiva Tetap Berwujud tersebut di atas maka
Aktiva Tetap Berwujud mempunyai karakteristik sebagai berikut.
1. Mempunyai bentuk fisik.
Dari pengertian berwujud berarti Aktiva Tetap Berwujud tentu saja
mempunyai wujud fisik. Dengan kata lain, dapat dilihat atau diraba.
2. Relatif permanen.
Kata permanen ini menunjuk pada suatu periode (waktu) yang panjang.
Panjang di sini mempunyai arti bahwa waktu pemakaian aktiva tetap
tersebut melebihi periode akuntansi yang ditentukan dalam penyusunan
laporan keuangan. Biasanya sebagai patokan untuk dapat dikategorikan
sebagai aktiva tetap umurnya harus lebih dari satu tahun.
3. Digunakan dalam operasi perusahaan.
Selain aktiva tetap harus relatif permanen juga harus digunakan dalam
operasi normal perusahaan. Dengan demikian, aktiva tetap yang tidak
digunakan untuk operasi seperti tanah yang dibeli untuk perluasan,
namun belum digunakan untuk tujuan tersebut tidak termasuk dalam
pengertian aktiva tetap.
4. Tidak dimaksudkan untuk dijual kembali.
Aktiva tetap dimiliki oleh perusahaan dengan maksud untuk digunakan
dalam kegiatan operasi normal perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk
diperjualbelikan. Dengan kata lain, sesuai dengan sifatnya yang
permanen dan tujuan utamanya untuk digunakan dalam operasi normal
perusahaan maka aktiva tetap tersebut tidak boleh dikelompokkan
sebagai barang dagangan.

Aktiva Tetap Berwujud dapat dibedakan atas Aktiva Tetap Berwujud


yang umurnya terbatas, seperti mesin, kendaraan, dan lain-lain, dan Aktiva
Tetap Berwujud yang tidak terbatas umurnya, seperti tanah. Perlakuan kedua
jenis Aktiva Tetap Berwujud jika dihubungkan dengan penyusutan
(depresiasi) maka Aktiva Tetap Berwujud yang disebut pertama merupakan
aktiva tetap yang di susut, sedangkan yang kedua tidak di susut. Pengertian
penyusutan ini akan dibicarakan pada modul yang lain.

B. PENGAKUAN AKTIVA TETAP BERWUJUD

Secara umum, suatu aktiva tetap harus diakui sebagai aktiva apabila
memenuhi 2 kriteria sebagai berikut.
1. Besar kemungkinan (probable) manfaat ekonomi masa datang yang
berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir ke perusahaan.
2. Harga perolehan aktiva dapat diukur secara andal.

Pada umumnya, aktiva tetap berwujud merupakan bagian utama dalam


aktiva perusahaan karena jumlahnya yang signifikan. Oleh karena itu, untuk
memenuhi kriteria pertama untuk pengakuan, menurut PSAK No. 16 edisi
revisi tahun 2002, suatu perusahaan harus menilai tingkat kepastian aliran
manfaat ekonomi masa datang berdasarkan bukti yang tersedia pada waktu
pengakuan awal. Adanya kepastian yang cukup bahwa manfaat ekonomi
masa datang akan mengalir ke perusahaan membutuhkan suatu kepastian
bahwa perusahaan akan menerima imbalan dan menghadapi risiko terkait.
Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika risiko dan imbalan telah diterima
perusahaan. Sebelum hal tersebut terjadi, transaksi untuk memperoleh aktiva
dapat dibatalkan tanpa sanksi yang signifikan, dan jika demikian kondisinya
maka aktiva tidak diakui. Sedangkan, kriteria kedua untuk pengakuan
biasanya dapat dipenuhi langsung karena transaksi pertukaran mempunyai
bukti pembelian aktiva yang mengidentifikasi harga perolehannya.

C. HARGA PEROLEHAN

Mungkin sekali Anda bertanya lagi, dengan harga berapa aktiva tetap
berwujud yang diperoleh dicatat? Pertanyaan ini timbul karena dalam suatu
perolehan aktiva tetap pengeluaran yang terjadi bermacam-macam. Misalnya,
Anda membeli secara tunai sebuah mobil, yang Anda bayar terdiri atas harga
faktur, mungkin dikurangi dengan potongan, lalu membayar pajak penjualan,
bea balik nama, dan lain-lain pengeluaran dalam rangka Anda memperoleh
mobil tersebut. Nah, agar Anda dapat mencatat aktiva tetap tersebut maka
Anda harus mengetahui konsep harga perolehan. Mengapa demikian? Dasar
pencatatan untuk Aktiva Tetap Berwujud adalah Harga Perolehan (cost).
Jadi, pada saat aktiva tetap diperoleh harus dicatat sebesar harga
perolehannya.
Harga perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau
nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aktiva pada
saat perolehan atau konstruksi. Dengan demikian, seluruh pengeluaran untuk
memperoleh suatu aktiva tetap, baik yang berupa kas maupun yang berupa
setara kas, merupakan komponen harga perolehan. Menurut PSAK No. 16
Edisi Revisi Tahun 2002, Harga perolehan suatu aktiva tetap terdiri dari
harga belinya, termasuk bea impor dan PPN Masukan Tak Boleh Restitusi
(non-refundable), dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung
hingga aktiva tersebut dalam kondisi siap pakai; setiap potongan dagang dan
rabat yang dikurangkan dari harga pembelian. Contoh biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung adalah:
1. biaya persiapan tempat;
2. biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar-
muat (handling costs);
3. biaya pemasangan (installation costs);
4. biaya profesional, seperti arsitek dan insinyur;
5. estimasi biaya bongkar-muat dan memindahkan aktiva dan persiapan
lokasi, yang diakui sebagai kewajiban diestimasi sesuai PSAK 57:
Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontinjensi, dan Aktiva Kontinjensi.
Harga perolehan dibedakan atas berikut ini.
a. Harga perolehan asli (original cost)
Harga perolehan asli dari suatu Aktiva Tetap Berwujud adalah
semua pengeluaran yang layak dan diperlukan pada saat aktiva itu
diperoleh.
b. Tambahan atas harga perolehan asli
Tambahan atas harga perolehan asli adalah pengeluaran-pengeluaran
yang menyangkut suatu aktiva tetap selama pemilikan dan
penggunaannya.

Tambahan atas harga perolehan asli ini akan kita bicarakan pada
Kegiatan Belajar 3. Pada Kegiatan Belajar 1 ini kita bicarakan dulu harga
perolehan asli.
Akan tetapi, tidaklah segampang yang dibayangkan dalam menentukan
harga perolehan suatu aktiva tetap berwujud karena tiap aktiva tetap
berwujud mempunyai persoalan-persoalan khusus sendiri-sendiri.
Berikut ini akan dikemukakan penentuan harga perolehan untuk
beberapa jenis Aktiva Tetap Berwujud, yakni tanah, bangunan, mesin dan
alat pabrik, mebel dan peralatan kantor, kendaraan, alat-alat kecil, dan alat-
alat pembungkus. Perlu diingat bahwa semua aktiva tersebut dimiliki dan
digunakan untuk operasi normal perusahaan.
1. Harga Perolehan Tanah
Harga perolehan untuk tanah terdiri atas pengeluaran-pengeluaran yang
terjadi dalam rangka pemilikannya yang meliputi, antara lain harga beli,
komisi pembelian, bea balik nama, pajak-pajak yang menjadi beban pembeli,
serta biaya perataan dan pembersihan tanah. Di samping itu, mungkin pula
biaya pembongkaran bangunan di atas tanah tersebut bila kita membeli
sebidang tanah yang ada bangunannya tetapi sudah tua yang tidak akan kita
gunakan.
Perlu pula diketahui bahwa dapat pula timbul biaya-biaya yang
diperlukan untuk menambah manfaat tanah, seperti pembuatan pagar
sekelilingnya, assainering, trotoar, dan lain-lain yang umurnya terbatas.
Pengeluaran-pengeluaran semacam itu tidak termasuk komponen harga
perolehan tanah namun dicatat tersendiri dalam rekening, misalnya “Jalan,
Jembatan, Pagar, dan Emplacement”.

2. Harga Perolehan Bangunan


Harga perolehan bangunan, antara lain meliputi harga beli, biaya
perbaikan sebelum gedung itu dipakai, komisi pembelian, bea balik nama,
dan lain-lain.
Anda mungkin sudah akan bertanya bagaimana kalaupun bangunan itu
dibuat sendiri? Bila bangunan dibuat sendiri maka harga perolehannya
meliputi, antara lain biaya-biaya pembuatan bangunan, biaya perencanaan
gambar, biaya bunga kredit pembangunan bangunan itu dan sebagainya. Hal
ini akan lebih jelas lagi nanti ketika Anda mempelajari Kegiatan Belajar 2.

3. Harga Perolehan Mesin dan Alat Pabrik


Harga perolehan Mesin dan Alat Pabrik meliputi, antara lain
pengeluaran-pengeluaran, seperti harga faktur, biaya pengangkutan, biaya
asuransi pengangkutan, biaya pemasangan, dan biaya percobaan.
Perlu Anda ketahui bahwa bila mesin dan alat pabrik diperoleh dengan
jalan menyewa maka biaya sewa tidak merupakan harga perolehan, tetapi
merupakan biaya sewa pada periode terjadinya.

4. Harga Perolehan Mebel dan Peralatan Kantor


Harga perolehan mebel dan peralatan kantor meliputi, antara lain harga
faktur, biaya pengangkutan, dan pajak-pajak yang jadi tanggungan pembeli.
Mebel meliputi: meja, kursi, karpet, almari, dan lain-lain, sedangkan
peralatan kantor meliputi mesin ketik, kalkulator, dan sebagainya.

5. Harga Perolehan Kendaraan dan Alat-Alat Transport


Yang termasuk harga perolehan kendaraan adalah harga faktur, bea balik
nama, biaya angkut, dan lain-lain. Pengeluaran, seperti izin trayek dan
asuransi kendaraan tersebut bukan merupakan harga perolehan. Pajak
kendaraan bermotor yang dibayar tiap periode juga bukan merupakan
komponen harga perolehan.

6. Harga Perolehan Alat-Alat Kecil


Yang dimaksud dengan alat-alat kecil adalah aktiva tetap yang banyak
macamnya, akan tetapi relatif kecil nilainya yang umumnya dipakai aktif
dalam kegiatan produksi. Contohnya, drei, catut, pukul besi, dan lain-lain.
Alat-alat kecil dibedakan atas alat-alat mesin (machine tools) dan alat-alat
kerja tangan (hand tools). Harga perolehannya adalah harga beli dan biaya-
biaya untuk memperolehnya.

7. Harga Perolehan Alat-Alat Bungkus (tempat barang)


Alat bungkus atau tempat barang adalah barang-barang yang dipakai
sebagai tempat produk yang dijual, seperti botol, drum, tangki, dan lain-lain
yang biasanya dikembalikan oleh pembeli dan harga tempat barang itu tidak
termasuk dalam harga jual. Harga perolehannya adalah harga beli dan biaya-
biaya untuk perolehannya.
Setelah Anda mengetahui penentuan harga perolehan dari beberapa jenis
aktiva tersebut di atas Anda pasti masih ingin bertanya. Pertanyaan Anda
kemungkinan adalah bukankah yang dibicarakan tersebut di atas adalah harga
perolehan kalau pembeliannya secara tunai? Betul! Yang dibicarakan tadi
adalah harga perolehan kalau pembeliannya secara tunai (kecuali bangunan
yang dibangun sendiri). Anda diminta bersabar sedikit karena memang cara
perolehan bukan cuma dengan cara pembelian tunai. Yang penting Anda
ketahui bahwa penentuan harga perolehan tergantung pula dari cara
perolehannya. Pembicaraan tentang harga perolehan yang dihubungkan
dengan cara perolehannya akan Anda pelajari pada Kegiatan Belajar
berikutnya.
D. CARA PEROLEHAN AKTIVA TETAP BERWUJUD

Pada Kegiatan Belajar 1, kita telah membicarakan secara garis besar


mengenai harga perolehan ATB (Aktiva Tetap Berwujud). Juga telah kita
ketahui pula bahwa Standar Akuntansi Keuangan mengharuskan ATB dicatat
sebesar biaya perolehannya yang merupakan harga pokok historis Aktiva
Tetap Berwujud tersebut. Pencatatan sebesar harga perolehan ini merupakan
perwujudan dari prinsip harga pokok (cost principle). Harga perolehan
Aktiva Tetap Berwujud sangat tergantung dari cara memperolehnya.
Tegasnya, cara perolehan suatu Aktiva Tetap Berwujud akan menentukan
besarnya harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud tersebut.
Ada beberapa macam cara memperoleh suatu Aktiva Tetap Berwujud,
yang akan menjadi bahasan utama kita pada kegiatan belajar ini, yakni
berikut ini.
1. Aktiva Tetap Berwujud diperoleh dari pembelian.
Adalah Aktiva Tetap Berwujud yang diperoleh dari transaksi pembelian
dengan pihak lain. Transaksi pembelian dicerminkan dengan adanya
pengeluaran kas oleh pihak pembeli. Pembelian ini bisa dilakukan secara
tunai, secara kredit, dan bisa juga dilakukan secara lumpsum, artinya
pembelian beberapa jenis Aktiva Tetap Berwujud dengan satu harga
gabungan.
2. Aktiva Tetap Berwujud diperoleh dari membuat sendiri.
Perusahaan bisa memperoleh suatu Aktiva Tetap Berwujud dengan jalan
membuatnya sendiri. Dalam hal membuat Aktiva Tetap Berwujud
sendiri, perusahaan membeli bahannya, mengupah tenaga kerja, dan
membiayai pembuatannya.
3. Aktiva Tetap Berwujud diperoleh dari hasil pertukaran dengan Aktiva
Tetap Berwujud milik perusahaan.
Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud bisa dilakukan dengan disertai
adanya tambahan kas ataupun tidak. Pertukaran tersebut bisa merupakan
pertukaran antar-Aktiva Tetap Berwujud sejenis maupun dengan lain
jenis.
4. Aktiva Tetap Berwujud diperoleh dari hasil pertukaran dengan surat
berharga perusahaan.
Dengan menggunakan surat berharga sebagai penukarnya, Aktiva Tetap
Berwujud yang dibutuhkan oleh perusahaan dapat diperoleh. Surat
berharga yang biasa digunakan untuk “membeli” suatu Aktiva Tetap
Berwujud adalah saham atau Surat Utang Obligasi yang diterbitkan oleh
perusahaan yang bersangkutan.
5. Aktiva Tetap Berwujud yang diperoleh dari pemberian pihak lain atau
dari hasil temuan.
Aktiva Tetap Berwujud yang diperoleh dari pemberian maupun yang
berasal dari temuan tidak mengakibatkan timbulnya pengorbanan
ekonomis bagi perusahaan.

Sekarang marilah kita bahas kelima cara perolehan Aktiva Tetap


Berwujud di atas satu per satu.

a. Aktiva Tetap Berwujud Diperoleh dari Pembelian


Aktiva Tetap Berwujud diperoleh dari pembelian ditandai dengan
adanya transaksi Kas antara perusahaan sebagai pembeli dengan pihak
penjual. Perolehan Aktiva Tetap Berwujud dengan cara membeli
mengakibatkan perubahan bentuk kekayaan (aktiva) perusahaan, yaitu yang
semula berbentuk kas sebagai elemen Aktiva Lancar menjadi Aktiva Tetap.
Pembelian Aktiva Tetap Berwujud ini bisa dilakukan secara tunai, kredit
ataupun secara lumpsum, yang masing-masing akan dibahas dengan disertai
contoh untuk mempermudah Anda memahaminya.

1) Pembelian Aktiva Tetap Berwujud Secara Tunai


Harga Aktiva Tetap Berwujud yang diperoleh dari pembelian tunai
adalah sebesar seluruh pengeluaran kas untuk mendapatkan Aktiva Tetap
Berwujud tersebut hingga siap digunakan. Pengeluaran kas yang
dikapitalisasi ke dalam harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud meliputi
Harga Faktur (harga beli), Biaya Asuransi selama perjalanan, Ongkos
Pengiriman yang menjadi tanggungan perusahaan, Biaya Pemasangan dan
Percobaan, serta biaya-biaya lainnya sehingga Aktiva Tetap Berwujud
tersebut siap digunakan. Apabila terdapat potongan tunai pada pembelian
Aktiva Tetap Berwujud maka baik dimanfaatkan atau tidak, potongan
tersebut harus tetap dikurangkan dari harga faktur Aktiva Tetap Berwujud.
Apabila potongan tunai tersebut tidak dimanfaatkan maka perusahaan
harus mengakui kerugian akibat potongan yang tidak dimanfaatkan tersebut.
Untuk jelasnya, mari ikuti contoh berikut.
Contoh 1.1.
UD Sahabat pada tanggal 16 Juni 2006 membeli sebuah kendaraan yang
akan digunakan sebagai alat transportasi perusahaan. Harga faktur
perusahaan sebesar Rp6.000.000,00 dengan termin 5/10, n/30. Biaya
administrasi pembelian kendaraan adalah Rp250.000,00 yang meliputi PPN,
pembuatan surat-surat kendaraan, serta biaya untuk membawa kendaraan
sampai ke perusahaan.
Apabila UD Sahabat membayar pembelian kendaraan tersebut tidak
melebihi tanggal 26 Juni 2006 maka jurnal untuk mencatat transaksi
pembelian kendaraan tersebut adalah:

Kendaraan...........................................Rp5.950.000,00
Kas …………………………………. Rp5 950.000,00
(mencatat pembelian kendaraan secara tunai)

Perhitungan:
Harga Faktur = Rp6 000.000,00
Potongan Tunai = 5%  Rp6.000.000,00 = (Rp 300.000,00)
Biaya Pembelian = Rp 250.000,00
Harga Perolehan Kendaraan Rp5 950.000,00

Apabila perusahaan membayar pembelian kendaraan tersebut antara


tanggal 26 Juni sampai 16 Juli 2006 maka jurnal yang harus dibuat UD
Sahabat adalah berikut ini:
Kendaraan ………………………......… Rp5 950.000,00
Rugi Tidak Memanfaatkan Potongan … Rp 300.000,00
Kas ………….......................................Rp6 250.000,00
(mencatat pembelian kendaraan secara tunai tanpa memanfaatkan
potongan yang ditawarkan)

2) Pembelian Aktiva Tetap Berwujud Secara Angsuran


Dalam kehidupan sehari-hari, hampir semua jenis barang yang bernilai
cukup tinggi ditawarkan penjualannya dengan cara kredit, yang
pembayarannya dilakukan dengan cara mengangsur selama jangka waktu
tertentu. Bisa Anda bandingkan, harga barang yang dijual secara kredit
(angsuran) pasti lebih tinggi daripada dijual secara tunai. Hal itu dikarenakan
penjual memperhitungkan unsur bunga di dalam penjualan secara angsuran,
dengan alasan bahwa nilai uang dari waktu ke waktu mengalami penurunan
akibat adanya inflasi. Adanya unsur bunga dalam penjualan secara angsuran
juga bisa dikatakan sebagai perwujudan dari konsep time value of money.
Masalah yang akan kita bicarakan di sini adalah bagaimana perlakuan
akuntansi terhadap pembelian Aktiva Tetap Berwujud secara kredit. Jadi,
yang kita bicarakan di sini adalah akuntansi dari pihak pembeli, bukan
penjual.
Ada dua keadaan yang berkaitan dengan unsur bunga pada pembelian
Aktiva Tetap Berwujud secara angsuran, yaitu (a) Bunga dinyatakan secara
eksplisit sehingga dapat dengan mudah diketahui mana yang merupakan
harga beli dan mana yang merupakan unsur bunganya; dan (b) Bunga tidak
dinyatakan secara eksplisit. Apa pun keadaannya, pada prinsipnya unsur
bunga harus dikeluarkan dari harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud. Unsur
bunga ini harus diperlakukan sebagai biaya bunga selama periode
mengangsur. Oleh karena itu, dalam keadaan bunga tidak dinyatakan secara
eksplisit maka kita harus mengeluarkan unsur bunga tersebut dengan
mendasarkan pada tingkat bunga yang berlaku di pasar uang.
Contoh berikut ini akan mempermudah pengertian Anda terhadap
akuntansi pembelian Aktiva Tetap Berwujud secara kredit.

Contoh 1.2.
CV Angkasa membeli sebuah truk dengan cara mengangsur. Harga truk
jika dibeli secara tunai adalah Rp25.000.000,00. Pembayaran pertama sebesar
Rp10.000.000,00 dilakukan saat truk diserahkan, yaitu pada tanggal 2 Januari
2006. Kekurangannya diangsur sebanyak 3 kali yang harus dibayar tiap
tanggal 31 Desember dengan dibebani bunga 10 % per tahun dari saldo
utang.
Jurnal yang harus dibuat oleh CV Angkasa sehubungan dengan transaksi
di atas adalah berikut ini.
02/01/2006 Kendaraan..........................................Rp25.000.000,00
Utang Pembelian Kendaraan ….............….. Rp15.000.000,00
Kas …………………............................... Rp10.000.000,00
(mencatat pembayaran pertama pembelian truk)

31/12/2006 Biaya Bunga Pembelian Kendaraan... Rp 1.500.000,00


Utang Pembelian Kendaraan .............Rp 5 000.000,00
Kas ........................................................... Rp 6.500.000,00
(mencatat angsuran I pembelian truk dengan bunga 10 % x Rp15.000.000,00)

31/12/2007 Biaya Bunga Pembelian Kendaraan ....Rp 1.000.000,00


Utang Pembelian Kendaraan ..............Rp 5.000.000,00
Kas ........................................................... Rp 6.000.000,00
(mencatat angsuran II pembelian truk dengan bunga 10 % x Rp10.000.000,00)

31/12/2008 Biaya Bunga Pembelian Kendaraan......Rp 500.000,00


Utang Pembelian Kendaraan ...............Rp5.000.000,00
Kas ..............................................................Rp5.500.000,00
(mencatat angsuran III pembelian truk dengan bunga 10 % x Rp5.000.000,00)

Contoh 1.3.
Misalkan, pada contoh 1.2 angsuran dibayarkan tiap tanggal 31
Desember sebanyak 3 kali, masing-masing sebesar Rp6 245.235,00.
Dengan data di atas, kita bisa menghitung total kas yang dibayarkan oleh
CV Angkasa untuk membeli truk tersebut adalah Rp28.735.705,00, yaitu
Rp10.000.000,00 + (3  Rp6.245.235,00). Jumlah ini ternyata lebih besar
dari harga truk jika dibeli secara tunai dengan selisih Rp3.735.705,00. Selisih
inilah yang harus kita akui sebagai biaya bunga. Berapakah tingkat bunga
yang diperhitungkan pada jual beli angsuran tersebut? Untuk singkatnya,
tingkat bunga yang diperhitungkan adalah 12%, yaitu dengan cara
menghitung dengan coba-coba (trial and error). Apabila Anda masih
penasaran maka silakan buka kembali modul-modul yang mempelajari bunga
berbunga.
Adapun pengakuan biaya bunga untuk tiap angsuran adalah sebagai
berikut.

Tanggal Jumlah Biaya Bunga Utang Pokok Utang


02/01/99 - - - Rp15.000.000,00
31/12/99 Rp 6.245.235,00 12%  Rp15.000.000,00 = Rp1.800.000,00 Rp 4.445.235,00 Rp10.554.765,00
31/12/00 Rp 6.245.235,00 12 %  Rp10.554.765,00 = Rp1.266.572,00 Rp 4.978.663,00 Rp 5.576.102,00
31/12/01 Rp 6.245.235,00 12 %  Rp 5.576.102,00 = Rp 669.133,00 Rp 5.576.102,00 -
Jumlah Rp18.735.705,00 Rp3.735.705,00 Rp15.000.000,00
Jurnal untuk mencatat transaksi pembelian dengan data seperti di atas
adalah berikut ini:
02/01/06 Kendaraan........................................Rp 25.000.000,00
Utang pembelian Kendaraan ..........................Rp 15 000.000,00
Kas ................................................................Rp 10 000.000,00
(mencatat pembayaran pertama pembelian truk)

31/12/06 Biaya Bunga Pembelian Kendaraan Rp 1 800.000,00


Utang pembelian Kendaraan .......... Rp 4 445.235,00
Kas ................................................................Rp 6 245.235,00
(mencatat pembayaran angsuran I pembelian truk)

31/12/07 Biaya Bunga Pembelian Kendaraan Rp 1 266.572,00


Utang pembelian Kendaraan .......... Rp 4 978.663,00
Kas ................................................................Rp 6 245.235,00
(mencatat pembayaran angsuran II pembelian truk)

31/12/08 Biaya Bunga Pembelian Kendaraan Rp 669.133,00


Utang pembelian Kendaraan .......... Rp 5 576.102,00
Kas ................................................................Rp 6 245.235,00
(mencatat pembayaran angsuran III pembelian truk)

Pokok utang sebesar Rp 15.000.000,00 yang diangsur di atas dihitung


berdasarkan total nilai tunai masing-masing angsuran yaitu:

- Nilai tunai angsuran I = Rp6.245.235,00 × (1 + 0,12)-1 =Rp5 576.102,00


- Nilai tunai angsuran II = Rp6.245.235,00 × (1 + 0,12)-2 =Rp4 978.663,00
- Nilai tunai angsuran IIII = Rp6.245.235,00 × (1 + 0,12)-3 =Rp4 445.235,00
Total Nilai Tunai =Rp15 000.000,00
3) Pembelian Aktiva Tetap Berwujud Secara Gabungan (Lumpsum)
Kadang kala perusahaan membeli beberapa jenis Aktiva Tetap Berwujud
sekaligus dengan satu harga gabungan. Hal ini dilakukan karena biasanya
pembelian dengan cara seperti ini bisa menghasilkan harga yang lebih murah.
Penyebab lain dilakukannya pembelian secara lumpsum adalah karena pihak
penjual karena suatu sebab, hanya mau menjual barangnya apabila dibeli
secara lumpsum. Pencatatan terhadap harga perolehan Aktiva Tetap
Berwujud yang dibeli secara lumpsum ini harus dilakukan secara terpisah
untuk masing-masing jenis. Oleh karena itu, harga gabungan tersebut harus
dialokasikan ke tiap jenis Aktiva Tetap Berwujud, agar didapat harga
perolehan untuk masing-masing jenis Aktiva Tetap Berwujud tersebut. Dasar
alokasi yang digunakan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan adalah
nilai wajar (harga pasar) masing-masing Aktiva Tetap Berwujud. Akan tetapi
apabila harga pasar masing-masing Aktiva Tetap Berwujud tidak diketahui,
bisa digunakan dasar alokasi lain yang dirasa bisa mencerminkan nilai wajar
harga perolehannya, misalnya beban pajak masing-masing Aktiva Tetap
Berwujud atau nilai tunai penghasilan yang diharapkan bisa diperoleh dari
penggunaan masing-masing Aktiva Tetap Berwujud tersebut. Apabila tidak
ada satu pun dasar alokasi yang bisa digunakan, baru keputusan manajemen
digunakan untuk menentukan harga perolehan masing-masing Aktiva Tetap
Berwujud. Untuk jelasnya mari kita ikuti contoh berikut.

Contoh 1.4.
PT Nirwana membeli aktiva tetap sebuah perusahaan yang baru saja
gulung tikar. Aktiva tetap yang dibeli terdiri atas sebidang Tanah, Bangunan
Pabrik, dan Mesin-mesin yang semuanya nantinya akan dioperasikan kembali
oleh PT Nirwana. Harga yang disepakati oleh kedua belah pihak seluruhnya
adalah Rp850.000.000,00. Biaya administrasi pembelian dan biaya persiapan
sampai semua aktiva tetap yang dibeli tersebut siap digunakan adalah
Rp50.000.000,00. Pada tanggal pembelian, diketahui harga pasar masing-
masing aktiva tetap yang dibeli adalah berikut ini.
- Tanah ………………………………………. Rp 600.000.000,00
- Bangunan Pabrik …………………………… Rp 300.000.000,00
- Mesin ………………………………………. Rp 300.000.000,00
Jumlah Rp1.200.000.000,00

Maka jurnal yang dibuat PT Nirwana atas pembelian aktiva tetap di atas
adalah sebagai berikut:
Tanah .............…………………………Rp 450.000.000,00
Bangunan Pabrik ……………………...Rp 225.000.000,00
Mesin ………………………………….Rp 225.000.000,00
Kas..................................................................................Rp900.000.000,00
(mencatat pembelian Tanah, Bangunan Pabrik, dan Mesin secara lumpsum)

Perhitungan alokasi:
Tanah = Rp 600.000.000,00 x Rp900.000.000,00 = Rp450 000.000,00
Rp1.200 000.000,00

Bangunan = Rp 300.000.000,00 x Rp900.000.000,00 = Rp225 000.000,00


Rp1.200 000.000,00

Mesin = Rp 300.000.000,00 x Rp900.000.000,00 = Rp225 000.000,00


Rp1.200 000.000,00

b. Aktiva Tetap Berwujud yang Diperoleh dari Membuat Sendiri


Setidaknya ada 4 alasan yang menyebabkan suatu perusahaan membuat
sendiri Aktiva Tetap Berwujud untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu berikut
ini.
1. Mengharapkan adanya penghematan.
2. Memanfaatkan fasilitas yang menganggur.
3. Mendapatkan suatu Aktiva Tetap Berwujud dengan kualitas baik.
4. Tidak ada pihak lain yang bisa menyediakan Aktiva Tetap Berwujud
yang dibutuhkan sesuai dengan kriteria yang diinginkan perusahaan.

Terhadap Aktiva Tetap Berwujud yang dibuat sendiri, Standar Akuntansi


Keuangan menetapkan bahwa pengakuannya menggunakan prinsip yang
sama, seperti suatu aktiva yang diperoleh. Jadi, aktiva tersebut diakui
berdasarkan biaya perolehan yang meliputi seluruh biaya yang terjadi
berkenaan dengan pembuatan aktiva tersebut hingga siap digunakan. Apa
yang dikemukakan SAK tersebut tidak terperinci sehingga masih terdapat
kontroversi terhadap elemen-elemen biaya yang harus dibebankan ke harga
perolehan Aktiva Tetap Berwujud yang dibuat. Biaya Bahan dan Tenaga
Kerja Langsung tidak ada masalah, dan memang harus dimasukkan ke harga
perolehan Aktiva Tetap Berwujud yang di konstruksi. Akan tetapi, untuk
Biaya Overhead yang merupakan biaya tidak langsung, ada perbedaan
pendapat mengenai perlakuan akuntansinya. Perbedaan pendapat mengenai
Biaya Overhead ini berakar dari pembuatan Aktiva Tetap Berwujud yang
mempunyai tujuan untuk memanfaatkan fasilitas pabrik yang menganggur.
Ada 3 perbedaan utama mengenai perlakuan akuntansi atas Biaya Overhead
berkenaan dengan pembuatan suatu Aktiva Tetap Berwujud, sebagai berikut.
1. Seluruh Biaya Overhead dialokasikan secara proporsional ke harga
perolehan Aktiva Tetap Berwujud dan ke harga pokok produksi.
Alasan atas pendapat ini bahwa pada kenyataannya aktiva yang dibuat
sendiri serta produk rutin perusahaan secara bersama-sama menikmati
Biaya Overhead tersebut. Maka dari itu, cukup adil dan beralasan apabila
seluruh Biaya Overhead yang ada dialokasikan secara proporsional ke
harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud dan ke harga pokok produksi.
Alokasi Biaya Overhead tersebut bisa dilakukan, misalnya dengan
menggunakan jam tenaga kerja sebagai dasar alokasi.
2. Biaya Overhead yang dibebankan ke harga perolehan Aktiva Tetap
Berwujud yang dibuat hanya sebesar tambahan biaya yang timbul
berkenaan dengan pembuatan Aktiva Tetap Berwujud.
Alasan yang mendukung pendapat ini bahwa Biaya Overhead tetap yang
besarnya tetap baik ada pembuatan Aktiva Tetap Berwujud maupun
tidak ada, tidak boleh dibebankan ke harga perolehan Aktiva Tetap
Berwujud yang dibuat. Hal ini mengingat Biaya Overhead tetap tersebut
besarnya tidak berubah dengan adanya pembuatan Aktiva Tetap
Berwujud sehingga biaya tersebut harus dibebankan hanya ke harga
pokok produksi saja. Sedangkan Biaya Overhead yang boleh dibebankan
ke harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud yang dibuat hanyalah sebesar
tambahan Biaya Overhead berkenaan adanya pembuatan Aktiva Tetap
Berwujud.
3. Biaya Overhead dialokasikan ke harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud
yang dibuat sebesar kesempatan yang hilang untuk berproduksi akibat
adanya pembuatan Aktiva Tetap Berwujud.
Pendapat ini didasari oleh konsep biaya alternatif (opportunity cost).
Walaupun konsep tersebut bagus dan menarik, namun untuk menentukan
besarnya opportunity cost dalam konstruksi aktiva tetap bukanlah
pekerjaan yang gampang dan sangat bersifat subjektif.

Selain masalah Biaya Overhead, masih terdapat pula perbedaan pendapat


mengenai perlakuan akuntansi biaya bunga yang timbul dari pembuatan
Aktiva Tetap Berwujud yang dibiayai dengan dana pinjaman. Ada 3 pendapat
yang berbeda dalam memperlakukan biaya bunga ini, yaitu berikut ini.
1. Biaya bunga tidak dikapitalisasikan ke harga perolehan Aktiva Tetap
Berwujud.
Alasan atas pendapat ini bahwa harus ada pemisahan antara biaya
pembuatan Aktiva Tetap Berwujud dengan biaya pembelanjaan (cost of
financing). Di samping itu, dinilai tidak adil apabila hanya karena
sumber dana yang berbeda berakibat dua Aktiva Tetap Berwujud yang
sama jenisnya mempunyai harga perolehan yang berbeda. Apalagi kalau
diingat bahwa biaya bunga tersebut tidak memberi tambahan manfaat
Aktiva Tetap Berwujud di masa yang akan datang sehingga tidak
beralasan jika harus ditunda pembebanannya.
2. Biaya bunga dikapitalisasi ke harga perolehan Aktiva Tetap sebesar yang
dibayarkan selama masa pembuatan Aktiva Tetap Berwujud.
Alasan yang mendasari pendapat ini bahwa pada kenyataannya
perusahaan menanggung beban bunga berkenaan dengan adanya
pembuatan Aktiva Tetap Berwujud, dan secara langsung biaya tersebut
terjadi dalam usaha untuk mendapatkan Aktiva Tetap Berwujud. Dengan
demikian, dirasa wajar apabila biaya bunga yang ditanggung dan
dikeluarkan perusahaan selama masa pembuatan Aktiva Tetap Berwujud
dikapitalisasi ke harga perolehannya.
3. Harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud yang dibuat sendiri oleh
perusahaan harus memperhitungkan biaya atas penggunaan dana.
Yang dimaksud dengan penggunaan dana di sini tidak hanya terbatas
pada dana pinjaman saja, melainkan juga terhadap semua dana yang
digunakan untuk membuat Aktiva Tetap Berwujud tanpa mempedulikan
sumbernya. Dengan demikian, biaya penggunaan dana juga tidak
terbatas pada biaya bunga aktual saja, tetapi juga harus
memperhitungkan taksiran biaya bunga atas penggunaan dana apabila
digunakan dana milik sendiri.
Alasan yang mendasarinya bahwa pada prinsipnya pemakaian suatu dana
memerlukan suatu pengorbanan (biaya). Apabila dana yang digunakan
tersebut merupakan dana milik sendiri maka harus diperhitungkan
adanya opportunity cost atas penggunaan dana tersebut. Secara
konsepsional, pendapat ini bagus, namun dalam praktiknya sulit untuk
diterapkan secara objektif karena penentuan biaya bunga atas
penggunaan dana sendiri akan bersifat subjektif.

Hal lain yang perlu Anda perhatikan dalam masalah Aktiva Tetap
Berwujud yang dibuat sendiri adalah perlakuan terhadap selisih biaya (harga)
perolehan membuat sendiri dengan harga perolehan apabila Aktiva Tetap
Berwujud tersebut dibeli dari pihak luar. Untuk memecahkan masalah ini,
kita harus kembali ke prinsip konservatisme (conservatism principle).
Dengan demikian, apabila harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud yang
dibuat sendiri ternyata lebih rendah dari harganya apabila membeli maka
tidak boleh diakui adanya keuntungan (laba). Akan tetapi, apabila ternyata
harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud yang dibuat sendiri lebih tinggi
daripada jika didapat dari membeli maka harga perolehan Aktiva Tetap
Berwujud yang dipakai adalah harga pasarnya, selisihnya diakui sebagai
kerugian yang dibebankan pada periode terjadinya. Tegasnya, Aktiva Tetap
Berwujud yang dibuat sendiri pengakuan harga perolehannya paling tinggi
harus sebesar harga pasarnya.

c. Aktiva Tetap Berwujud yang Diperoleh dari Pertukaran


Dalam kehidupan sehari-hari, Anda sering melihat orang melakukan
barter (saling menukar) barang, agar masing-masing pihak bisa mendapatkan
barang yang dibutuhkan. Perusahaan pun bisa pula melakukan tukar-menukar
barang dengan pihak lain, apabila ia memerlukan suatu barang atau dalam hal
ini Aktiva Tetap Berwujud. Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud perusahaan
dilakukan, antara lain disebabkan hal-hal berikut.
1. Aktiva Tetap Berwujud lama sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan
perusahaan.
2. Perusahaan menginginkan Aktiva Tetap Berwujud baru yang
mempunyai manfaat lebih besar, sementara Aktiva Tetap Berwujud yang
lama sudah tidak diperlukan lagi.
3. Perusahaan menginginkan adanya penghematan pengeluaran kas.
Mengenai pertukaran Aktiva Tetap Berwujud ini, Standar Akuntansi
Keuangan mengatur sebagai berikut.
“Suatu aktiva tetap dapat diperoleh dalam pertukaran atau pertukaran
sebagian untuk suatu aktiva tetap yang tidak serupa atau aktiva lain. Biaya
dari pos semacam itu diukur pada nilai wajar aktiva yang dilepaskan atau
yang diperoleh, yang mana yang lebih andal, ekuivalen dengan nilai wajar
aktiva yang dilepaskan setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau
setara kas yang ditransfer.
Suatu aktiva tetap dapat diperoleh dalam pertukaran atas suatu aktiva
yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dalam bidang usaha yang
sama dan memiliki suatu nilai wajar serupa. Suatu aktiva tetap juga dapat
dijual dalam pertukaran dengan kepemilikan aktiva yang serupa. Dalam
kedua keadaan tersebut karena proses perolehan penghasilan (earning
process) tidak lengkap, tidak ada keuntungan atau kerugian yang diakui
dalam transaksi. Sebaliknya, biaya perolehan aktiva baru adalah jumlah
tercatat dari aktiva yang dilepaskan. Tetapi, nilai wajar aktiva yang diterima
dapat menyediakan bukti dari suatu pengurangan (impairment) aktiva yang
dilepaskan. Dalam keadaan ini aktiva yang dilepaskan diturun-nilai buku-kan
(written down) dan nilai turun nilai buku (written down) ini ditetapkan untuk
aktiva baru. Contoh dari pertukaran aktiva serupa termasuk pertukaran
pesawat terbang, hotel, bengkel dan properti real estat lainnya. Jika aktiva
lain, seperti kas termasuk sebagai bagian transaksi pertukaran, ini dapat
mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak memiliki suatu nilai
yang serupa.”
Jelas sudah bahwa pada pertukaran Aktiva Tetap Berwujud, harga
perolehan dicatat sebesar nilai wajar (harga pasar) dari Aktiva Tetap
Berwujud yang diterima atau yang diserahkan, mana di antara keduanya yang
lebih jelas dan didukung bukti yang lebih kuat. Apabila nilai wajar keduanya
sama-sama jelasnya maka sesuai dengan prinsip harga perolehan (cost
principle), nilai Aktiva Tetap Berwujud yang diserahkanlah yang digunakan
sebagai dasar pencatatan pertukaran tersebut. Sedangkan apabila nilai wajar
keduanya tidak bisa ditentukan secara jelas maka taksiran seorang ahli yang
independen digunakan sebagai dasar pencatatan.
Selanjutnya, di dalam pertukaran Aktiva Tetap Berwujud, sudah biasa
apabila nilai wajar Aktiva Tetap Berwujud yang digunakan sebagai dasar
pencatatan berbeda dengan nilai buku Aktiva Tetap Berwujud yang
diserahkan. Keadaan seperti ini memungkinkan adanya rugi atau laba
pertukaran. Laba timbul apabila nilai buku lebih rendah dari nilai wajarnya,
sedang rugi timbul apabila nilai buku lebih tinggi dari nilai wajarnya.
Mengenai pengakuan terhadap laba pertukaran Aktiva Tetap Berwujud, harus
dibedakan antara pertukaran Aktiva Tetap Berwujud serupa dengan
pertukaran Aktiva Tetap Berwujud tidak serupa. Yang dimaksud dengan
pertukaran Aktiva Tetap Berwujud serupa bahwa Aktiva Tetap Berwujud
yang dipertukarkan mempunyai fungsi dan kapasitas yang relatif sama.
Sebagaimana disebutkan di atas, rugi atau laba pertukaran Aktiva Tetap
Berwujud yang tidak serupa diakui pada saat transaksi, sedangkan pada
pertukaran Aktiva Tetap Berwujud yang serupa, laba yang terjadi harus
ditangguhkan pengakuannya. Jika pertukaran Aktiva Tetap Berwujud yang
serupa memiliki nilai wajar yang serupa maka pengakuan dilakukan dengan
menggunakan nilai buku aktiva yang dilepaskan, kecuali jika nilai wajar
aktiva yang diterima lebih kecil dari nilai buku tersebut. Dalam keadaan
demikian, aktiva yang dilepaskan diturun-nilai buku-kan, dan nilai turun nilai
buku ini ditetapkan untuk aktiva yang diterima.
Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud sering kali disertai dengan
pengeluaran atau penerimaan kas. Dalam hal pertukaran Aktiva Tetap
Berwujud yang serupa yang disertai dengan penerimaan kas, ada satu hal
yang perlu Anda perhatikan, yaitu bahwa pertukaran semacam itu
mengindikasikan adanya bagian dari Aktiva Tetap Berwujud yang diserahkan
dan dijual. Dengan demikian, terdapat dua transaksi pada pertukaran Aktiva
Tetap Berwujud sejenis dengan disertai dengan penerimaan kas, yaitu (1)
Transaksi pertukaran antara sebagian nilai dihargai sebesar kas yang
diterima, dan (2) Transaksi penjualan antara sebagian nilai dihargai sebesar
kas yang diterima. Apabila terdapat laba pada transaksi jenis ini maka atas
bagian nilai buku Aktiva Tetap Berwujud yang diserahkan dalam transaksi
pertukaran, laba harus ditangguhkan pengakuannya. Sedangkan atas bagian
nilai buku Aktiva Tetap Berwujud yang diserahkan dalam transaksi
penjualan, laba yang ada harus diakui pada saat terjadinya transaksi. Adapun
laba yang diakui dalam transaksi penjualan sebagian nilai buku Aktiva Tetap
Berwujud yang diserahkan adalah sebesar:

Total Laba x Kas Yang Diterima


Nilai Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud
di mana,
Nilai Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud = Kas yang diterima + Nilai Wajar
Aktiva Tetap Berwujud yang
digunakan sebagai dasar
pencatatan.
Dengan contoh berikut tentunya Anda akan bisa semakin jelas.

Contoh 1.5 Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud Tidak Serupa –


Terdapat Laba Pertukaran
PT Makmur ingin membeli sebidang tanah untuk perluasan pabriknya.
Penjual tanah sepakat menerima pembayaran berupa kas sebesar
Rp10.000.000,00 dan sebuah truk bekas pakai. Nilai buku truk pada saat
transaksi adalah Rp15.000.000,00 (harga perolehan Rp20.000.000,00 dan
akumulasi depresiasi Rp5.000.000,00). Pada tanggal transaksi diketahui
bahwa harga pasar truk tersebut adalah Rp16.000.000,00, sedang harga pasar
tanah yang dibeli adalah Rp25.000.000,00.

Jurnal yang dibuat PT Sejahtera untuk mencatat transaksi tersebut


adalah: Tanah............................Rp26.000.000,00
Akumulasi Depresiasi Truk.......Rp 5 000.000,00
Laba Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud … Rp 1 000.000,00
Kendaraan-Truk ………………………… Rp20 000.000,00
Kas ……………………………………… Rp10 000.000,00
(mencatat tukar tambah truk dengan tanah)
Perhitungan:
- Harga pasar truk Rp16 000.000,00
- Kas yang dibayarkan Rp10 000.000,00
- Harga perolehan tanah Rp26 000.000,00
- Harga pasar truk Rp16 000.000,00
- Nilai buku truk (Rp15.000.000,00)
- Laba pertukaran Aktiva Tetap Berwujud Rp 1 000.000,00

Contoh 1.6 Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud Tidak Serupa –


Terdapat Rugi Pertukaran

Apabila pada contoh 1.5. diketahui bahwa harga pasar truk adalah
Rp13.000.000,00, maka jurnal yang dibuat oleh perusahaan adalah:
Tanah........................................................Rp23.000.000,00
Akumulasi Depresiasi Truk …............. Rp 5 000.000,00
Rugi Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud Rp 2 000.000,00
Kendaraan-Truk …………………………............Rp20 000.000,00
Kas ………………………………........................Rp10 000.000,00
(mencatat pertukaran Aktiva Tetap Berwujud truk dengan tanah)

Perhitungan:
- Harga pasar truk Rp13 000.000,00
- Kas yang dibayarkan Rp10 000.000,00
- Harga perolehan tanah Rp23 000.000,00
- Harga pasar truk Rp13 000.000,00
- Nilai buku truk Rp15 000.000,00
- Rugi pertukaran Aktiva Tetap Berwujud Rp 2 000.000,00

Contoh 1.7 Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud Serupa – Terdapat Rugi


Pertukaran dan Tidak Ada Penerimaan Kas

CV Bahari bermaksud hendak menukar kendaraan untuk direksi dengan


jenis yang lebih baru. Nilai buku kendaraan lama adalah Rp5.000.000,00
(harga perolehan Rp7.500.000,00 dan akumulasi depresiasi Rp2.500.000,00).
Harga kendaraan baru jika dibeli tunai per kas adalah Rp 15.000.000,00.
Dalam transaksi ini CV Bahari masih harus membayar sebesar
Rp11.000.000,00. Jurnal untuk mencatat transaksi di atas yang dibuat oleh
CV Bahari adalah:
Kendaraan (baru).....................................Rp15.000.000,00
Akumulasi Depresiasi Kendaraan (lama) Rp 2 500.000,00
Rugi Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud Rp 1 000.000,00
Kendaraan (lama) ………………….......Rp 7 500.000,00
Kas ………………………………… Rp11 000.000,00
(mencatat tukar tambah kendaraan)
Perhitungan:
- Harga pasar kendaraan baru Rp15 000.000,00
- Kas yang dibayarkan (Rp11.000.000,00)
- Harga jual kendaraan lama Rp 4 000.000,00
- Nilai buku kendaraan lama Rp 5 000.000,00
- Rugi pertukaran kendaraan Rp 1 000.000,00
Contoh 1.8 Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud Serupa – Terdapat
Laba Pertukaran dan Tanpa Ada Penerimaan Kas

Apabila pada contoh 1.7. CV Bahari hanya diharuskan membayar


sebesar Rp7.500.000,00, maka jurnal yang dibuat oleh CV Bahari adalah:

Kendaraan (baru)..............................Rp12.500.000,00
Akumulasi Depresiasi Kendaraan …Rp 2 500.000,00
Kendaraan (lama) ……………..................Rp7 500.000,00
Kas ……………………............................Rp7 500.000,00
(mencatat tukar tambah kendaraan)

Perhitungan:
Harga pasar kendaraan baru Rp15 000.000,00
Kas yang dibayarkan (Rp 7.500.000,00)
Harga jual kendaraan lama Rp 7 500.000,00
Nilai buku kendaraan lama Rp 5 000.000,00
Laba pertukaran yang pengakuannya harus ditunda Rp 2 500.000,00
Harga pasar kendaraan baru Rp15 000.000,00
Harga perolehan kendaraan baru Rp12 500.000,00

Dari Contoh 1.7 dan 1.8, Anda bisa melihat bahwa pada transaksi
pertukaran Aktiva Tetap Berwujud serupa, apabila terjadi kerugian maka
kerugian yang timbul tersebut harus segera diakui. Akan tetapi, apabila
timbul laba dari pertukaran tersebut maka laba yang timbul pengakuannya
harus ditunda dengan jalan mengurangkan laba tersebut pada harga perolehan
Aktiva Tetap Berwujud yang diterima sehingga beban biaya depresiasi
periodik untuk Aktiva Tetap Berwujud yang baru nantinya lebih kecil.

Contoh 1.9 Pertukaran Aktiva Tetap Berwujud Serupa – Ada


Penerimaan Kas

UD Makmur menukar almari tempat dagangan dengan almari lain yang


lebih sederhana. Harga perolehan almari lama Rp250.000,00 dan telah
didepresiasikan sebesar Rp50.000,00. Harga almari baru jika dibeli tunai per
kas adalah Rp225.000,00. Dari transaksi ini UD Makmur menerima kas
sebesar Rp25.000,00.
Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut yang harus dibuat oleh UD
Makmur adalah:
Kas …………………………………….......Rp 25.000,00
Perabot Toko – Almari (baru).....................Rp180.000,00
Akumulasi Depresiasi Perabot Toko…........Rp 50.000,00
Laba Penjualan Almari ………………...........Rp 5.000,00
Perabot Toko – Almari (lama) ……...….Rp250.000,00
(mencatat pertukaran almari)

Perhitungan:
- Harga pasar almari baru Rp225.000,00
- Kas yang diterima Rp 25.000,00
- Harga jual almari lama Rp250.000,00
- Nilai buku almari lama (Rp200.000,00)
- Total laba pertukaran dan penjualan Rp 50.000,00
- Bagian laba dari transaksi penjualan yang
diakui saat transaksi Rp 5.000,00*
- Bagian laba dari transaksi pertukaran Aktiva
Tetap Berwujud yang ditunda pengakuannya Rp 45.000,00
- Harga pasar almari baru (Rp225.000,00)
- Harga perolehan almari baru Rp180.000,00

* Bagian laba dari transaksi penjualan yang boleh diakui =

Rp25.000,00
Rp50.000,00 × = Rp5.000,00
Rp25.000,00 + Rp225.000,00

d. Aktiva Tetap Berwujud Diperoleh Melalui Pertukaran dengan


Surat Berharga
Untuk Aktiva Tetap Berwujud yang diperoleh melalui pertukaran dengan
surat berharga, pengakuan harga perolehannya pada dasarnya sama dengan
yang terdapat pada pertukaran Aktiva Tetap Berwujud karena keduanya
sama-sama merupakan transaksi nonmoneter. Dengan demikian, seperti
halnya pada pertukaran Aktiva Tetap Berwujud, harga perolehan Aktiva
Tetap Berwujud yang diterima dicatat sebesar nilai wajar Aktiva Tetap
Berwujud yang diterima atau surat berharga yang diserahkan tergantung
mana di antara keduanya yang lebih jelas. Dalam praktiknya, nilai wajar
(harga pasar) surat berharga lebih sulit ditentukan secara pasti, apalagi untuk
Indonesia di mana pasar modal belum berkembang dengan baik. Oleh karena
itu pada umumnya harga pasar Aktiva Tetap yang diterimalah yang
digunakan sebagai dasar pencatatan pertukaran tersebut.
Berikut Anda diberikan sebuah contoh mengenai transaksi pertukaran
Aktiva Tetap Berwujud dengan surat berharga, yang dalam hal ini diambil
adalah Saham Biasa.

Contoh 1.10.
PT Andalas “membeli” sebuah mesin yang “dibayar” dengan 1.000
lembar Saham Biasa perusahaan tersebut. Nilai nominal per lembar saham
adalah Rp10.000,00. Harga pasar mesin yang “dibeli” pada tanggal transaksi
adalah Rp11.000.000,00.
Jurnal yang dibuat PT Andalas untuk mencatat transaksi tersebut adalah
berikut ini.
Mesin …………………….. Rp11.000.000,00
Modal Saham Biasa.................................Rp10.000.000,00
Agio Saham Biasa …………………….. Rp 1 000.000,00
(mencatat “pembelian” mesin yang “dibayar” dengan 1.000 lembar
saham biasa, nominal Rp10.000,00)

Dari contoh di atas, Anda bisa melihat bahwa apabila harga pasar Aktiva
Tetap Berwujud yang diterima lebih besar dari total nominal saham yang
diserahkan maka selisihnya tidak diakui sebagai laba pertukaran melainkan
dicatat sebagai Agio Saham yang merupakan unsur dari Modal Yang Disetor.
Dengan demikian, dengan adanya pertukaran tersebut saldo Modal Yang
Disetor menjadi bertambah besar. Mengenai Modal Saham, Agio Saham, dan
Modal Yang Disetor ini akan dibicarakan lebih terperinci dalam modul
tersendiri.
e. Aktiva Tetap Berwujud dari Pemberian (Donasi) atau Hasil Temuan
Jika sebuah perusahaan memperoleh sebuah Aktiva Tetap Berwujud
yang baru berasal dari sumbangan (donasi) ataupun dari hasil temuan, bisa
dikatakan bahwa perusahaan tersebut tidak mengeluarkan pengorbanan
(biaya) dalam rangka mendapatkan Aktiva Tetap Berwujud tersebut sehingga
tidak bisa dilakukan pencatatan terhadap harga perolehannya sebesar seluruh
pengeluaran dalam rangka mendapatkan Aktiva Tetap Berwujud tersebut,
seperti halnya pada cara perolehan Aktiva Tetap Berwujud lainnya. Untuk
memecahkan masalah ini, Standar Akuntansi Keuangan memberi arahan agar
Aktiva Tetap Berwujud tersebut dicatat sebesar harga taksiran atau harga
pasar yang layak dengan mengkreditkan akun Modal Donasi/Temuan.
Apabila harga pasar Aktiva Tetap Berwujud yang diperoleh tidak bisa
ditentukan maka harga taksiran dari seorang ahli dalam bidangnya dan
independen merupakan dasar yang bisa digunakan dalam mencatat perolehan
Aktiva Tetap Berwujud.
Berikut diberikan contoh mengenai pencatatan Aktiva Tetap Berwujud
yang diperoleh dari donasi.

Contoh 1.11.
Toko Abadi memperoleh sumbangan sebuah kendaraan dari relasinya.
Harga pasar kendaraan tersebut pada saat diterima adalah Rp7.500.000,00.
Jurnal untuk mencatat sumbangan kendaraan di atas yang dibuat oleh Toko
Abadi adalah berikut ini.

Kendaraan.........................................Rp7.500.000,00
Modal Donasi ……………....................... Rp7 500.000,00
(mencatat penerimaan sumbangan kendaraan)

Apabila dalam proses penerimaan sumbangan perusahaan harus


menanggung sejumlah biaya, misalnya untuk contoh di atas meliputi ongkos
untuk balik nama maka rekening Modal Donasi di debit sebesar biaya-biaya
tersebut. Misalkan dalam Contoh 1.11, Toko Abadi harus mengeluarkan kas
sebesar Rp1.000.000,00 untuk keperluan balik nama dan lain-lain maka akan
dicatat sebagai berikut.
Modal Donasi ……..........………. Rp1 000.000,00
Kas ………..........………………. Rp1 000.000,00
(mencatat pengeluaran kas untuk biaya administrasi pemindahan
hak milik kendaraan sumbangan)

Selama penggunaan kendaraan sumbangan tersebut, rekening Modal


Donasi diamortisasi dengan cara mendebitnya dengan rekening lawannya
adalah Akumulasi Depresiasi. Amortisasi ini dilakukan untuk bisa
mengetahui nilai buku kendaraan sumbangan tersebut. Mengenai amortisasi
dan akumulasi depresiasi, akan Anda jumpai kembali dalam modul
selanjutnya.

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Berikanlah 3 buah contoh aktiva tetap yang tidak dapat digolongkan
sebagai Aktiva Tetap Berwujud!
2) Jika Anda masuk ke sebuah show room dealer mobil maka apakah
mobil-mobil yang dipajang itu dapat digolongkan sebagai Aktiva Tetap
Berwujud? Jelaskan secara singkat!
3) Bagaimanakah kriteria suatu Aktiva Tetap Berwujud agar dapat diakui
sebagai aktiva oleh perusahaan? Jelaskan secara singkat!
4) Sebutkan apa saja yang menjadi komponen harga perolehan jika Anda
membeli secara tunai sebuah sepeda motor!
5) Sebutkan cara perolehan Aktiva Tetap Berwujud yang paling sering
terjadi!
6) Apa alasan yang menyebabkan suatu perusahaan membuat sendiri
Aktiva Tetap Berwujud untuk memenuhi kebutuhannya?
7) Apa yang dimaksud dengan harga perolehan asli (original cost) dari
suatu Aktiva Tetap Berwujud?
8) Pada tanggal 15 Mei 2006 PT Lintas Benua membeli sebuah mesin
dengan harga faktur Rp 10.000.000,00 dengan syarat pembayaran 4/5,
n/20. Biaya pengangkutan, pemasangan, dan lain-lain sebesar
Rp500.000,00. Hitunglah harga perolehan mesin tersebut jika
perusahaan memanfaatkan kesempatan potongan tunai yang diberikan!
9) PT Aneka membeli secara kredit sebuah mobil pada sebuah dealer.
Harga yang disepakati adalah Rp10.000.000,00 dengan pembayaran
sebagai berikut; uang muka Rp2.000.000,00, sedangkan sisanya diangsur
tiap 3 bulan sebesar Rp1.600.000,00 ditambah bunga 1% dari sisa utang.
Buatlah jurnal-jurnal transaksi di atas mulai dari pemilikan sampai
dengan pelunasannya!
10) PT Ria pada tanggal 1 Januari 2006 menukarkan aktivanya dengan
aktiva yang baru. Harga perolehan aktiva lama Rp1.000.000,00 dengan
nilai buku Rp600.000,00, harga pasar aktiva yang lama adalah
Rp1.500.000,00, dan harga aktiva baru jika dibeli tunai per kas adalah
Rp1.200.000,00. Hitunglah laba-rugi pertukaran tersebut bila:
a. pada pertukaran tersebut PT Ria membayar kas sebesar
Rp1.000.000,00 dan aktiva yang ditukarkan tersebut serupa;
b. pada pertukaran tersebut PT Ria membayar kas sebesar
Rp800.000,00 dan aktiva yang ditukarkan tersebut tidak serupa;
c. aktiva yang ditukarkan serupa dan tidak ada pembayaran atau
penerimaan kas.

Petunjuk Jawaban Latihan

1) 3 buah contoh dari Aktiva tetap yang tidak dapat digolongkan menjadi
Aktiva Tetap Berwujud adalah Kas, Piutang, dan Biaya Yang Dibayar di
Muka.
2) Pada Show Room Dealer Mobil, mobil-mobil yang dipajang tidak dapat
digolongkan ke dalam Aktiva Tetap Berwujud karena salah satu
karakteristik dari Aktiva Tetap Berwujud, yaitu aktiva yang tidak
dimaksudkan untuk dijual kembali.
3) Kriteria suatu aktiva tetap berwujud agar dapat diakui sebagai aktiva
oleh perusahaan, antara lain berikut ini.
a. Besar kemungkinan (probable) manfaat ekonomi masa datang yang
berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir ke perusahaan.
b. Harga perolehan aktiva dapat diukur secara andal.
4) Yang menjadi komponen harga perolehan jika membeli secara tunai
sebuah sepeda motor, yaitu harga faktur, bea balik nama, dan biaya
angkut.
5) Cara perolehan Aktiva Tetap Berwujud dari pembelian, yaitu Aktiva
Tetap Berwujud yang diperoleh dari transaksi pembelian baik secara
tunai maupun kredit dengan pihak lain.
6) Alasan yang menyebabkan suatu perusahaan membuat sendiri Aktiva
Tetap Berwujud untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu:
a. mengharapkan adanya penghematan;
b. memanfaatkan fasilitas yang menganggur;
c. mendapatkan suatu Aktiva Tetap Berwujud dengan kualitas baik;
d. tidak ada pihak lain yang bisa menyediakan Aktiva Tetap Berwujud
yang dibutuhkan sesuai dengan kriteria yang diinginkan perusahaan.
7) Harga perolehan asli (original cost) dari suatu Aktiva Tetap Berwujud
adalah semua pengeluaran yang layak dan diperlukan pada saat aktiva itu
diperoleh.
8) Perhitungan :
Harga Faktur : Rp10.000.000,00
Potongan Tunai 4 % X Rp. 10.000.000,00 :(Rp 400.000,00)
Biaya Pengangkutan, pemasangan, dan lain-lain : Rp 500.000,00
Harga Perolehan Mesin :
Rp10.100.000,00
9) (Jurnal untuk mencatat pembayaran pertama pembelian
mobil) : Kendaraan.................................Rp10.000.000,00
Utang Pembelian Kendaraan........................ Rp 8 000.000,00
Kas .................................................................Rp 2 000.000,00

(Jurnal untuk mencatat angsuran I pembelian mobil dengan bunga


1 % × Rp8.000.000,00) :
Biaya Bunga Pembelian Kendaraan........ Rp 80.000,00
Utang Pembelian Kendaraan ...............Rp1 600.000,00
Kas........................................................................... Rp1 680.000,00

(Jurnal untuk mencatat angsuran II pembelian mobil dengan bunga


1% × Rp6.400.000,00) :
Biaya Bunga Pembelian Kendaraan.........Rp 64.000,00
Utang Pembelian Kendaraan .............Rp1 600.000,00
Kas.............................................................................Rp1 664.000,00

(Jurnal untuk mencatat angsuran III pembelian mobil dengan bunga


1% × Rp4.800.000,00) :
Biaya Bunga Pembelian Kendaraan..........Rp 48.000,00
Utang Pembelian Kendaraan.....................Rp1 600.000,00
Kas............................................................................Rp1 648.000,00
(Jurnal untuk mencatat angsuran IV pembelian mobil dengan bunga
1 % × Rp3.200.000,00) :
Biaya Bunga Pembelian Kendaraan......... Rp 32.000,00
Utang Pembelian Kendaraan....................Rp1.600.000,00
Kas ..................................................... Rp1 632.000,00

(Jurnal untuk mencatat angsuran V pembelian mobil dengan bunga


1 % × Rp1.600.000,00) :
Biaya Bunga Pembelian Kendaraan ..... Rp 16.000,00
Utang Pembelian Kendaraan ..............Rp1 600.000,00
Kas ....................................................... Rp1 616.000,00

10) Perhitungannya :
a. Harga pasar aktiva yang baru : Rp1 200.000,00
Kas yang dibayarkan : (Rp1.000.000,00)
Harga jual aktiva lama : Rp 200.000,00
Nilai buku aktiva lama : (Rp 600.000,00)
Rugi pertukaran aktiva : Rp 400.000,00

b. Harga pasar aktiva lama : Rp1 500.000,00


Kas yang dibayarkan : Rp 800.000,00
Harga perolehan aktiva baru : Rp2 300.000,00
Harga pasar aktiva lama : Rp1 500.000,00
Nilai buku aktiva lama : (Rp 600.000,00)
Laba pertukaran Aktiva Tetap : Rp 900.000,00
Berwujud

c. Harga pasar aktiva yang baru : Rp1 200.000,00


Harga jual aktiva lama : Rp1 200.000,00
Nilai buku aktiva lama : (Rp 600.000,00)
Laba pertukaran aktiva : Rp 600.000,00
RANGKUMAN

Setiap perusahaan hampir dapat dipastikan mempunyai Aktiva


Te tap Berwujud. Aktiva Tetap Berwujud merupakan aktiva yang
mempunyai bentuk fisik, digunakan untuk operasi normal perusahaan,
memiliki masa manfaat lebih dari 1 periode akuntansi, dan dimiliki
bukan dengan maksud untuk dijual kembali.
Apabila suatu aktiva mempunyai bentuk fisik, tetapi tidak
digunakan dalam operasi normal perusahaan maka akan digolongkan
sebagai Investasi Jangka Panjang atau Aktiva Lain-Lain. Demikian pula
jika ada aktiva yang berumur lebih dari satu tahun, tidak digunakan
untuk operasi normal perusahaan, tetapi dimaksudkan untuk dijual
kembali maka aktiva tersebut termasuk sebagai barang dagangan.
Suatu aktiva tetap berwujud diakui sebagai aktiva oleh perusahaan
apabila memenuhi 2 kriteria, yaitu (1) memiliki manfaat ekonomis di
masa yang akan datang, dan (2) harga perolehan yang dapat diukur
secara andal.
Aktiva Tetap Berwujud dicatat sebesar harga perolehannya dan
penentuan harga perolehan tergantung pada jenis aktiva serta cara
perolehannya. Yang dijadikan dasar umumnya adalah harga faktur
ditambah biaya-biaya untuk memperolehnya. Kalaupun aktiva tetap
dibuat sendiri maka harga perolehannya adalah biaya-biaya pembuatan
aktiva tetap tersebut.
Aktiva Tetap Berwujud dapat diperoleh dengan berbagai cara. Cara
perolehan akan menentukan besarnya harga perolehan yang dijadikan
sebagai dasar pencatatan. Cara perolehan Aktiva Tetap Berwujud antara
lain adalah pembelian tunai, pembelian kredit, membuat sendiri,
pertukaran, dan pemberian dari pihak lain.
Untuk Aktiva Tetap Berwujud yang diperoleh melalui pembelian
secara kredit (angsuran) akan dicatat sebesar harga jika aktiva tersebut
dibeli secara tunai (cash cost). Dengan demikian, unsur bunga bukan
merupakan komponen harga perolehan. Tingkat bunga bisa dinyatakan
secara eksplisit maupun implisit.
Dalam suatu pembelian Aktiva Tetap Berwujud dapat terjadi untuk
beberapa aktiva sekaligus dengan harga gabungan. Apabila hal ini terjadi
maka alokasi harga perolehan ke masing-masing Aktiva Tetap Berwujud
didasarkan pada harga pasar masing-masing Aktiva Tetap Berwujud
yang bersangkutan.
Bila Aktiva Tetap Berwujud diperoleh dengan jalan membuat
sendiri, timbul masalah perlakuan biaya overhead pabrik. Ada 3 cara
perlakuan BOP tersebut, yakni dialokasikan secara proporsional ke harga
perolehan dan harga pokok produksi; dibebankan ke harga perolehan
Aktiva Tetap Berwujud sebesar tambahan biaya yang timbul berkenaan
dengan pembuatan Aktiva Tetap Berwujud tersebut; dan dialokasikan ke
harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud yang dibuat sebesar kesempatan
yang hilang untuk berproduksi akibat adanya pembuatan Aktiva Tetap
Berwujud tersebut. Selain itu, juga timbul masalah perlakuan bunga
dalam rangka pembuatan suatu Aktiva Tetap Berwujud.
Aktiva Tetap Berwujud yang diperoleh melalui pertukaran harus
dicatat/diakui sebesar harga wajar dari aktiva yang diperoleh atau aktiva
yang diserahkan mana yang lebih jelas. Dalam pertukaran ini dibedakan
pula masalah serupa atau tidak serupa aktiva yang dipertukarkan. Di
samping itu perlu pula diperhatikan apakah dalam pertukaran itu ada
serah terima uang kas. Hal ini penting untuk perlakuan adanya rugi/laba
pertukaran.
Aktiva Tetap Berwujud yang diperoleh melalui pertukaran dengan
surat berharga juga dicatat sebesar nilai wajar Aktiva Tetap Berwujud
yang diterima atau surat berharga yang diserahkan tergantung mana yang
lebih jelas. Aktiva Tetap Berwujud yang diperoleh dari
donasi/hadiah/pemberian atau dari hasil temuan akan dicatat dengan
harga perolehan sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak.

TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Berikut ini yang bukan karakteristik Aktiva Tetap Berwujud adalah ….
A. mempunyai bentuk fisik
B. relatif permanen
C. mempunyai umur lebih dari satu periode akuntansi
D. dimaksudkan untuk dijual kembali

2) Dari yang disebut berikut ini, mana yang bukan Aktiva Tetap Berwujud
untuk perusahaan real estate?
A. Gedung kantor perusahaan
B. Mebel dan peralatan kantor
C. Tanah kapling
D. Alat-alat kecil (hand tools)

3) Untuk perusahaan dealer mobil, mana dari yang disebut di bawah ini
yang termasuk Aktiva Tetap Berwujud?
A. Simpanan di Bank
B. Gedung tempat show room
C. Mobil yang ada di show room
D. Tanah untuk perluasan gedung yang belum digunakan

4) Untuk perusahaan perbankan, mana dari yang disebut di bawah ini yang
termasuk Aktiva Tetap Berwujud?
A. Kendaraan
B. Simpanan giro
C. Tabungan
D. Deposito

5) Jika Anda membeli tanah maka yang bukan komponen harga perolehan
adalah ….
A. harga faktur pembelian
B. biaya perataan tanah
C. biaya pembuatan pagar keliling
D. komisi pembelian

6) Jika Anda membangun sendiri sebuah gedung maka mana dari


pernyataan berikut ini yang bukan komponen harga perolehan?
A. Harga tanah
B. Biaya pembangunan gedung
C. Biaya perencanaan gambar
D. Biaya bunga kredit pembangunan gedung

7) Berikut ini yang tidak termasuk Aktiva Tetap Berwujud adalah ….


A. mebel dan peralatan kantor
B. gedung
C. piutang jangka panjang
D. mesin pabrik

8) Yang merupakan aktiva tetap dari yang disebut di bawah ini adalah ….
A. persediaan barang
B. alat-alat bungkus
C. piutang jangka panjang
D. persekot asuransi

9) Yang bukan merupakan komponen harga perolehan dari pembelian


sebuah kendaraan adalah….
A. harga faktur
B. biaya balik nama
C. biaya angkut
D. biaya asuransi

10) Yang bukan komponen harga perolehan dari pembelian sebuah mesin
adalah ….
A. harga faktur
B. biaya pemasangan
C. biaya percobaan
D. biaya sewa

11) Potongan tunai yang tidak dimanfaatkan dalam pembelian Aktiva Tetap
Berwujud akan diperlakukan sebagai ….
A. rugi tidak dimanfaatkannya potongan
B. menambah harga perolehan
C. mengurangi potongan penjualan
D. biaya pembelian

12) Sebuah Aktiva Tetap Berwujud dibeli secara angsuran sebesar


Rp10.000.000,00 dengan membayar uang muka Rp1.000.000,00 dan
sisanya dibayar 5 kali @ Rp1.800.000,00. Aktiva tersebut jika dibeli
tunai harganya Rp8.500.000,00. Aktiva Tetap Berwujud tersebut harus
dicatat sebesar ….
A. Rp10.000.000,00
B. Rp 9.000.000,00
C. Rp 7.000.000,00
D. Rp 8.500.000,00

13) Pembelian Aktiva Tetap Berwujud yang terdiri atas gedung dan tanahnya
sekaligus harganya Rp15.000.000,00. Jika diketahui harga pasar gedung
dan tanah masing-masing adalah Rp6.000.000,00 dan Rp12.000.000,00
berturut-turut, maka berapakah harga perolehan gedung sebagai dasar
pencatatan?
A. Rp6.000.000,00
B. Rp5.000.000,00
C. Rp3.000.000,00
D. Rp9.000.000,00
14) Manakah di antara alasan-alasan berikut ini yang bukan merupakan
alasan perusahaan membuat sendiri Aktiva Tetap Berwujud?
A. Harga perolehannya pasti lebih murah
B. Memanfaatkan fasilitas yang menganggur
C. Mendapatkan suatu Aktiva Tetap Berwujud dengan kualitas yang
baik
D. Tidak ada pihak lain yang bisa menyediakan Aktiva Tetap Berwujud
yang dibutuhkan sesuai dengan kriteria yang diinginkan perusahaan

Untuk soal nomor 15 sampai dengan nomor 18 gunakan data berikut.

Sebuah Aktiva Tetap Berwujud lama ditukarkan dengan Aktiva Tetap


Berwujud baru. Aktiva Tetap Berwujud lama memiliki harga pasar
Rp100.000,00 dengan nilai buku Rp80.000,00 dan akumulasi depresiasi
Rp70.000,00.
15) Jika dalam pertukaran itu diserahkan uang sebesar Rp20.000,00 dan
Aktiva Tetap Berwujud yang dipertukarkan serupa maka berapakah
harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud baru dicatat?
A. Rp 80.000,00
B. Rp100.000,00
C. Rp 70.000,00
D. Rp 90.000,00

16) Jika dalam pertukaran itu tidak terjadi serah terima uang dan aktiva yang
ditukarkan tidak serupa maka harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud
yang baru adalah ….
A. Rp100.000,00
B. Rp150.000,00
C. Rp 60.000,00
D. Rp 70.000,00

17) Jika Aktiva Tetap Berwujud yang dipertukarkan serupa dan dalam
pertukaran itu diterima uang sebesar Rp25.000,00 maka akan diakui laba
sebesar ….
A. Rp20.000,00
B. Rp16.000,00
C. Rp 3.333,00
D. Rp16.667,00

18) Melanjutkan nomor 17 maka Aktiva Tetap Berwujud baru akan dicatat
sebesar ….
A. Rp100.000,00
B. Rp 96.667,00
C. Rp150.000,00
D. Rp 58.333,00

19) Sebuah Aktiva Tetap Berwujud diperoleh dengan menyerahkan 100


lembar saham dengan nominal Rp100.000,00 per lembar. Jika harga
pasar Aktiva Tetap Berwujud Rp 11.000.000,00 dan harga pasar saham
Rp105.000,00 per lembar maka Aktiva Tetap Berwujud akan dicatat
sebesar…
A. Rp10.000.000,00
B. Rp10.500.000,00
C. Rp11.000.000,00
D. Rp 9.500.000,00

20) UD Subur memperoleh hadiah sebuah traktor dari Bapak Bupati. Harga
pasar traktor tersebut adalah Rp7.000.000,00, sedang untuk
memperolehnya dikeluarkan biaya-biaya sebesar Rp 500.000,00. Maka,
traktor tersebut akan dicatat oleh UD Subur sebesar ….
A. Rp7.000.000,00
B. Rp6.500.000,00
C. Rp7.500.000,00
D. Rp 500.000,00

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang
belum dikuasai.
K EGIATAN B ELAJAR 2

Pengeluaran-pengeluaran Selama Masa


Penggunaan dan Pemberhentian
Aktiva Tetap Berwujud

A. PENGELUARAN MODAL DAN


PENGELUARAN PENGHASILAN

Ketika kita membicarakan perihal harga perolehan ATB, sudah


disinggung bahwa harga perolehan bisa bertambah selama masa
penggunaannya. Tambahan harga perolehan ini disebabkan oleh adanya
pengeluaran pada masa penggunaan ATB yang bersangkutan yang memang
harus dikapitalisasikan ke harga perolehannya. Memang tidak semua
pengeluaran pada masa penggunaan suatu ATB harus dikapitalisasikan ke
harga perolehannya. Untuk itu, pengeluaran-pengeluaran yang terjadi selama
masa penggunaan suatu ATB bisa dibedakan menjadi dua macam, yaitu
berikut ini.

1. Pengeluaran Penghasilan (Revenue Expenditure)


Merupakan pengeluaran kas berkenaan dengan pemakaian suatu ATB
yang harus dibebankan sebagai biaya periodik saat terjadinya.
Pengeluaran jenis ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a. Bersifat rutin (sering terjadi).
b. Bernilai relatif kecil.
c. Tidak menyebabkan bertambah panjangnya masa kegunaan ATB yang
bersangkutan ataupun menambah manfaat untuk masa yang akan datang.

Yang bisa dimasukkan ke dalam pengeluaran penghasilan, misalnya


biaya reparasi rutin, biaya perawatan, biaya asuransi ATB, dan lain-lain.

2. Pengeluaran Modal (Capital Expenditure)


Merupakan pengeluaran sehubungan dengan pemakaian suatu ATB yang
pembebanannya harus ditangguhkan dengan jalan mengkapitalisasikan
pengeluaran tersebut ke harga perolehannya.
Pengeluaran modal mempunyai ciri-ciri yang berkebalikan dengan ciri-
ciri pengeluaran penghasilan, yaitu berikut ini.
a. Jarang terjadi (bersifat insidental) dan bukan merupakan pengeluaran
yang diharapkan terjadi.
b. Menyangkut jumlah yang material (relatif besar).
c. Dapat dipastikan bahwa pengeluaran tersebut memberikan tambahan
manfaat di masa yang akan datang dan/atau memperpanjang umur
ekonomisnya.

Termasuk ke dalam jenis ini adalah reparasi besar, penambahan fisik


ATB, dan sebagainya.

Walaupun terdapat kriteria mengenai pengeluaran modal maupun


pengeluaran penghasilan, seperti telah diuraikan di atas, namun
kebijaksanaan manajemen masih berperan banyak dalam penggolongan
pengeluaran tersebut. Misalnya, ada suatu pengeluaran yang berjumlah besar,
tetapi karena pengeluaran tersebut sering terjadi maka dikategorikan sebagai
pengeluaran penghasilan. Begitu pula apabila ada sebuah pengeluaran yang
jarang sekali terjadi, namun karena berjumlah relatif kecil, bisa digolongkan
sebagai pengeluaran penghasilan pula.

B. PENGELUARAN-PENGELUARAN SELAMA MASA


PENGGUNAAN ATB

Telah dijelaskan bahwa ada 2 jenis pengeluaran berkaitan dengan


pemakaian suatu ATB. Perlakuan terhadap masing-masing jenis pengeluaran
tersebut akan mempengaruhi informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan, dan ini bisa menyesatkan pemakainya. Maka dari itu, kita harus
cukup berhati-hati di dalam menentukan jenis suatu pengeluaran berkaitan
dengan penggunaan ATB. Hal ini mengingat batas antara pengeluaran modal
dengan pengeluaran penghasilan memang tidak begitu jelas dan sering kali
penentuannya hanya berdasarkan kebijaksanaan manajemen saja.
Pada umumnya pengeluaran berkenaan dengan penggunaan sebuah ATB
meliputi berikut ini.
1. Pengeluaran untuk pemeliharaan (maintenances).
2. Pengeluaran untuk reparasi (repairs).
3. Pengeluaran untuk penggantian dan perbaikan (replacements dan
improvements).
4. Pengeluaran untuk penambahan (additions).
5. Pengeluaran untuk penyusunan kembali (reinstallations dan
rearrangement).

Berikut ini adalah pembahasannya.

1. Pemeliharaan
Yang dimaksud dengan pemeliharaan adalah pengeluaran untuk
membuat suatu ATB senantiasa dalam kondisi yang baik dan siap pakai.
Adanya kondisi yang baik ini menyebabkan ATB tersebut bisa digunakan
secara baik. Pengeluaran untuk pemeliharaan ini harus diakui sebagai biaya
periodik saat terjadinya. Hal ini karena pemeliharaan bisa dikatakan tidak
menyebabkan ATB yang bersangkutan menjadi bertambah umur maupun
manfaat ekonomisnya. Yang bisa dimasukkan ke dalam pemeliharaan adalah
misalnya pengecatan gedung, pelumasan mesin, pembersihan rutin, dan
sebagainya.

2. Reparasi
Reparasi suatu ATB bisa digolongkan menjadi 2 macam sebagai berikut.
a. Reparasi rutin.
b. Reparasi besar.

Reparasi rutin hampir bisa dikatakan sama dengan pemeliharaan. Biaya


yang dikeluarkan berkenaan dengan reparasi rutin jumlahnya relatif kecil.
Oleh karena itu, pengeluaran untuk keperluan reparasi rutin harus dibebankan
sebagai biaya periodik. Berlainan dengan reparasi rutin, reparasi besar
meliputi perbaikan besar-besaran yang sering kali memerlukan penggantian
elemen-elemen ATB yang bersangkutan sedemikian rupa sehingga
mengakibatkan bertambahnya umur dan/atau manfaat ekonomis yang
disebabkan oleh perbaikan besar tersebut. Dengan adanya pertambahan umur
ataupun manfaat ekonomis yang disebabkan oleh reparasi besar ini, otomatis
kita harus memasukkan pengeluaran ini ke dalam pengeluaran modal.
Untuk pengeluaran modal dari reparasi besar ini, perlakuannya
dipisahkan menjadi 2 macam, yaitu berikut ini.
a. Menambah harga perolehan ATB yang bersangkutan.
Suatu pengeluaran modal dari reparasi besar diperlakukan sebagai
penambah harga perolehan ATB apabila reparasi tadi menjadikan
manfaat ekonomis ATB tersebut bertambah. Bertambahnya manfaat
ekonomis ini diwujudkan dengan adanya tambahan penghasilan yang
bisa diberikan oleh ATB tersebut.
Bertambahnya manfaat ekonomis akibat adanya reparasi besar
memberikan indikasi bahwa pengeluaran tersebut membuat ATB yang
bersangkutan mempunyai nilai lebih dari keadaan sebelumnya. Dengan
demikian, cukup beralasan apabila pengeluaran tersebut diperlakukan
sebagai penambah harga perolehan ATB.
b. Dikurangkan dari akumulasi depresiasi ATB yang bersangkutan.
Apabila pengeluaran sehubungan dengan reparasi besar suatu ATB
diperkirakan membuat umur ekonomisnya bertambah maka pengeluaran
tersebut diperlakukan dengan mengurangkannya dari Akumulasi
Depresiasi ATB yang bersangkutan. Perlakuan ini dilakukan karena
reparasi yang dilakukan tidak memberikan tambahan manfaat ekonomis
sehingga kita tidak bisa menambahkan pengeluaran tersebut ke harga
perolehan ATB. Dengan dikurangkannya pengeluaran tersebut dari
akumulasi depresiasi, berarti nilai buku ATB yang direparasi menjadi
bertambah. Selanjutnya, nilai buku tersebut disusut selama sisa umur
ekonomisnya.

3. Penggantian dan Perbaikan


Penggantian dan perbaikan merupakan istilah untuk menerangkan
adanya penggantian komponen suatu ATB. Penggantian komponen ini bisa
dilakukan dengan komponen substitusi setaraf atau bisa juga dilakukan
dengan menggunakan komponen substitusi berkualitas lebih baik.
Penggantian komponen dengan barang yang berkualitas lebih tinggi
dimaksudkan agar bisa menambah manfaat ekonomis ATB yang
bersangkutan.
Penggantian komponen suatu ATB dicatat dengan mengkredit harga
perolehannya sebesar proporsi bagian yang diganti dan mendebit rekening
akumulasi depresiasinya. Masalah utama yang ada di sini adalah menentukan
berapa bagian harga perolehan yang merupakan harga perolehan komponen
yang diganti. Penentuan bagian harga perolehan sering kali hanya
berdasarkan taksiran.
Contoh berikut akan bisa menjelaskan Anda mengenai hal ini.

Contoh 1.12.
Untuk mempercantik penampilannya, pengelola Rumah Makan “Lezat”
memutuskan untuk mengganti ubinnya. Harga perolehan ubin ditaksir
sebesar 10% dari harga perolehan gedung seluruhnya, sedangkan harga
perolehan gedung adalah Rp50.000.000,00. Gedung rumah makan tersebut
sudah di susut sebesar Rp10.000.000,00. Harga ubin pengganti
Rp6.000.000,00. Biaya penggantian ubin sebesar Rp1.000.000,00. Ubin
bekas laku dijual Rp500.000,00. Jurnal untuk mencatat penggantian ubin di
atas adalah berikut ini.
Gedung............................................Rp7.000.000,00
Akumulasi depresiasi gedung … Rp1 000.000,00
Rugi penggantian ubin ………… Rp3 500.000,00
Gedung …………………………… Rp5 000.000,00
Kas ……………………………….. Rp6 500.000,00
(mencatat penggantian ubin gedung)

Perhitungan:
- Harga ubin baru Rp6 000.000,00
- Biaya penggantian ubin Rp1 000.000,00
- Harga perolehan ubin untuk ditambahkan
ke harga perolehan gedung Rp7 000.000,00
- Akumulasi depresiasi gedung yang
dihapus = 10 %  Rp10.000.000,00 Rp1 000.000,00
- Harga perolehan ubin lama yang
dihapus dari harga perolehan gedung =
10 %  Rp50.000.000,00 (Rp5.000.000,00)
- Kas bersih yang dikeluarkan =
Rp7.000.000,00 – Rp500.000,00 (Rp6.500.000,00)
- Rugi penggantian ubin Rp3 500.000,00

4. Penambahan
Pengeluaran karena adanya penambahan pada suatu ATB sudah tidak
diragukan lagi harus diperlakukan sebagai pengeluaran modal yang
menambah harga perolehan ATB tersebut karena dilihat dari fisiknya saja
sudah tampak adanya tambahan pada ATB tersebut. Lagi pula jelas bisa
dipastikan dengan adanya tambahan fisik terhadap suatu ATB karena adanya
penambahan, menjadikan ATB tersebut bertambah nilai dan manfaat
ekonomisnya. Sebagai contoh yang bisa dikatakan suatu penambahan adalah
penambahan beberapa kamar pada suatu penginapan atau hotel.
Masalah utama yang ada dalam penambahan ini jika di dalam
penambahan tersebut mengakibatkan adanya pembongkaran terhadap
sebagian bangunan ATB yang sudah ada. Bagaimanakah memperlakukan
harga perolehan dari bagian ATB yang dibongkar tersebut? Dibebankan
sebagai biaya periodik saat terjadinya ataukah dikapitalisasikan ke harga
perolehan tambahan ATB yang dibangun? Sebagai contoh, perusahaan jasa
penginapan yang menambah kamar. Penambahan kamar tersebut
mengakibatkan perlu dibongkarnya sebuah tembok penghubung.
Bagaimanakah memperlakukan harga perolehan tembok penghubung yang
dibongkar tersebut? Dibebankan sebagai biaya periodik saat terjadinya
pembongkaran ataukah dikapitalisasikan ke harga perolehan kamar yang
dibangun? Untuk menjawab permasalahan ini, kita harus melihat
perencanaan pembangunan tembok penghubung tersebut dahulu. Apabila
dalam perencanaan telah diperhitungkan akan dibongkar tembok tersebut jika
perusahaan membuat tambahan kamar baru maka harga perolehan tembok
yang dibongkar dikapitalisasikan ke harga perolehan kamar yang dibangun.
Akan tetapi, apabila di dalam perencanaan dulunya tidak atau belum
dipertimbangkan akan dibongkarnya tembok tersebut jika ada pembuatan
kamar baru maka harga perolehan tembok harus diakui sebagai kerugian
periode di mana pembongkaran tersebut dilakukan. Hal ini dikarenakan,
dengan tidak adanya rencana pada awal pembuatan tembok bahwa nantinya
apabila akan membangun tambahan kamar tembok tersebut perlu dibongkar,
menunjukkan adanya kecerobohan di dalam merencanakan sehingga
pembongkaran tembok tersebut harus diakui sebagai kerugian.

5. Penyusunan Kembali
Penyusunan kembali suatu ATB dilakukan dengan harapan akan bisa
diperoleh tambahan manfaat ekonomis untuk masa mendatang, misalnya
adanya peningkatan efisiensi kerja. Berbeda dengan perlakuan pada
penambahan, reparasi besar atau juga pada penggantian dan perbaikan, yang
mana pengeluaran untuk keperluan itu dikapitalisasikan ke harga perolehan
ATB maka untuk penyusunan kembali ini pengeluaran yang timbul
ditangguhkan pembebanannya dengan memasukkan pengeluaran tersebut ke
dalam pos Biaya Ditangguhkan. Biaya Ditangguhkan ini harus diamortisasi
sepanjang sisa umur ekonomisnya.
Masalah utama yang terdapat dalam penyusunan kembali ATB adalah
apabila di dalam penyusunan kembali tersebut timbul biaya untuk merakit
ulang ATB yang bersangkutan. Apabila hal ini terjadi maka nilai buku ATB
yang bersesuaian dengan biaya perakitan ATB pada awal perolehannya
dihapuskan dan diakui sebagai biaya periodik, sedangkan biaya perakitan
ulang dikapitalisasikan ke dalam harga perolehan ATB tersebut.

C. PEMBERHENTIAN ATB

Suatu ATB akan berhenti dari pemakaiannya disebabkan oleh beberapa


hal, baik disengaja maupun tidak. Pemberhentian yang tidak disengaja
misalnya rusak, hilang, dan terbakar. Sedangkan pemberhentian secara
sengaja, misalnya dijual, ditukar dengan aktiva lain, dan diberikan ke pihak
lain.
Apabila suatu ATB diberhentikan dari pemakaiannya maka semua
rekening yang berkaitan dengan ATB tersebut harus dihapuskan. Rekening-
rekening tersebut meliputi rekening ATB itu sendiri dan rekening akumulasi
depresiasinya. Laba harus diakui apabila karena pemberhentian tersebut
perusahaan mendapatkan aktiva yang mempunyai nilai lebih besar dari nilai
buku ATB yang diberhentikan. Sedangkan rugi apabila terjadi sebaliknya.
Pengakuan rugi atau laba yang terjadi pada pemberhentian ATB ini
sebenarnya merupakan koreksi terhadap laba/rugi bersih perusahaan selama
menggunakan ATB tersebut. Dan ini memberikan suatu petunjuk adanya
ketidaktepatan manajemen dalam melakukan penaksiran terhadap umur
ekonomis atau nilai residu ATB tersebut. Mengenai kedua hal ini akan
dibahas secara khusus dalam modul selanjutnya.
Berikut akan diberikan penjelasan singkat mengenai pemberhentian
suatu ATB karena disengaja, dalam hal ini karena dijual, dan pemberhentian
ATB karena sesuatu yang tidak diharapkan.

1. Penjualan ATB
Disebabkan oleh satu dan lain hal, perusahaan melakukan penjualan
terhadap suatu ATB yang dimilikinya. Penjualan bisa dilakukan pada saat
ATB tersebut telah habis umur ekonomisnya, bisa pula dilakukan pada saat
umur ekonomis ATB tersebut masih ada. Laba/rugi penjualan ATB harus
diakui apabila penerimaan kas dari hasil penjualan ATB tidak sama besar
dengan nilai bukunya. Untuk jelasnya ikuti contoh berikut.

Contoh 1.13.
Dikarenakan mesin cetak milik Percetakan “Anjani” sudah tidak dapat
memenuhi kebutuhan perusahaan maka mesin tersebut dijual. Nilai buku
mesin cetak saat dijual adalah Rp3.000.000,00 (harga perolehan
Rp6.000.000,00 dan akumulasi depresiasi Rp3.000.000,00). Mesin tersebut
laku dijual Rp2.500.000,00.
Jurnal untuk mencatat penjualan mesin cetak tersebut adalah berikut ini.
Kas...................................................Rp2.500.000,00
Akumulasi depresiasi mesin …....... Rp3 000.000,00
Rugi penjualan mesin cetak …........Rp 500.000,00
Mesin cetak ……………….………… ............Rp6 000.000,00
(mencatat penjualan mesin cetak)

Apabila dari penjualan mesin tersebut diterima kas sebesar


Rp3.250.000,00 maka jurnalnya adalah berikut ini.
Kas ……………………………...... Rp3 250.000,00
Akumulasi depresiasi mesin …....... Rp3 000.000,00
Laba penjualan mesin cetak ……………..... Rp 250.000,00
Mesin cetak …………………………… ..... Rp6 000.000,00
(mencatat penjualan mesin cetak)

2. Pemberhentian ATB Karena Hal Yang Tidak Diinginkan


ATB bisa terpaksa harus diberhentikan yang disebabkan oleh hal-hal
yang tidak diharapkan, misalnya hilang atau rusak. Apabila hal ini terjadi
maka jelas timbul kerugian dan kerugian tersebut harus diakui pada saat
terjadinya. Kerugian yang diakui adalah sebesar nilai buku ATB yang
bersangkutan. Coba Anda perhatikan contoh berikut.

Contoh 1.14.
Pada tanggal 1 Juli 2006, gudang UD Kencana yang kebetulan tidak ada
isinya mengalami kebakaran. Kebakaran tersebut diperkirakan
mengakibatkan rusaknya 80 % dari gudang tersebut. Harga perolehan gudang
adalah Rp15.000.000,00, dan sampai tanggal 31 Desember 2005 telah di
susut sebesar Rp5.000.000,00. Tarif depresiasi per tahun Rp1 000.000,00.
Atas kebakaran ini UD Kencana membuat jurnal sebagai berikut.
Akumulasi depresiasi gudang …… Rp4.400.000,00
Kerugian kebakaran gudang ………Rp7.600.000,00
Gudang....................................................Rp12.000.000,00
(mencatat kerugian akibat kebakaran gudang)

Perhitungan:
- Harga perolehan gudang yang terbakar
= 80 %  Rp15.000.000,00 Rp12 000.000,00
- Bagian akumulasi depresiasi yang harus dihapus
= 80 %  Rp5.500.000,00*) Rp 4 400.000,00
- Rugi kebakaran gudang Rp 7 600.000,00

*) Akumulasi depresiasi gudang per 1 Juli 2006 =


Rp5.000.000,00 + 6/12  Rp1.000.000,00 = Rp5 500.000,00

D. ASURANSI KEBAKARAN

Anda mungkin pernah mendengar atau membaca berita bahwa terjadi


kebakaran di pasar “X”. Kerugian terjadi dan dialami oleh para pedagang
dalam jumlah yang besar. Namun, mungkin Anda pernah mendengar pula
bahwa sebagian pedagang, biasanya pedagang besar, menyatakan bahwa
kerugian mereka relatif kecil karena mereka telah mengasuransikan tokonya.
Memang dalam dunia usaha sudah dikenal masalah asuransi. Bila Anda ingin
sebagian risiko ditanggung oleh pihak lain maka Anda dapat
mengasuransikan harta kekayaan Anda pada pihak tersebut.
Pihak lain itu adalah perusahaan asuransi. Jenis asuransi bermacam-
macam, antara lain asuransi jiwa, asuransi pengangkutan, asuransi kebakaran,
dan lain-lain. Yang akan Anda pelajari sehubungan dengan kegiatan belajar
ini adalah jenis asuransi kebakaran. Apabila Anda mengasuransikan, berarti
risiko kerugian berpindah kepada perusahaan asuransi. Lalu, Anda mungkin
bertanya, mengapa mau? Ah… perusahaan asuransi tidak seperti yang Anda
bayangkan itu. Tentu saja mereka minta pada Anda semacam bayaran atas
tanggungan risiko yang berat itu. Apabila Anda mau mengasuransikan tentu
Anda membuat perjanjian (disebut polis) di mana Anda juga harus bersedia
membayar pada perusahaan asuransi yang disebut premi. Premi biasanya
dinyatakan dalam persentase (%) dari nilai polis. Polis juga mencakup
periode waktu pertanggungan. Bila selama periode pertanggungan Anda
mengalami kerugian (terjadi kebakaran) maka perusahaan asuransi akan
mengganti, namun bila tidak terjadi apa-apa premi tersebut tentu saja
dinikmati perusahaan asuransi.
Bagaimana dengan akuntansinya? Baiklah ikuti contoh berikut ini.

Contoh 1.15.
Pada 1 Januari 2006 PT Aneka mengasuransikan gudangnya atas risiko
kebakaran dengan jumlah pertanggungan Rp10.000.000,00. Premi selama 1
tahun yang dibayar oleh PT Aneka adalah sebesar Rp120.000,00. Pada
tanggal 1 Juli 2006 gudang tersebut terbakar total. Harga pasar gudang saat
terbakar ditaksir Rp9.000.000,00.
Gudang tersebut dibeli pada tanggal 1 Januari 2004 dengan harga
perolehan (cost) Rp15.500.000,00 yang ditaksir mempunyai umur ekonomis
10 tahun dengan nilai residu Rp500.000,00, sedangkan penyusutan dilakukan
dengan metode garis lurus.
Jika ada jurnal tahun 2006 atas gudang tersebut adalah sebagai berikut.

Biaya asuransi..........................................Rp120.000,00
Kas ………………………………………… ..... Rp120.000,00
(mencatat biaya asuransi selama 1 tahun)

Biaya penyusutan gudang ………… ........Rp750.000,00


Akumulasi depresiasi gudang ………………..... Rp750.000,00
(mencatat penyusutan periode 01/01/06 – 01/07/06)

Akumulasi depresiasi gudang …...........Rp 750.000,00


Rugi kebakaran ……………… ........... Rp11 750.000,00
Gudang ………………….............................. Rp12 500.000,00
(mencatat kerugian kebakaran)

Kas/Piutang pada perusahaan asuransi …Rp9 000.000,00


Rugi kebakaran ………………………...............Rp9 000.000,00
(mencatat ganti rugi atau janji ganti rugi dari
perusahaan asuransi)
Rugi kebakaran …………………........... Rp60.000,00
Biaya asuransi ……………………................. Rp60.000,00
(memindahkan biaya asuransi ke kerugian kebakaran)
Mungkin Anda bertanya, “Bagaimana kalau harga pasar gudang saat
terbakar, misalnya Rp11.000.000? Bila demikian maka perusahaan asuransi
hanya akan mengganti sebesar maksimal jumlah pertanggungan yakni
Rp10.000.000,00.
Dengan demikian, ganti rugi oleh perusahaan asuransi adalah sebesar
rugi riil berdasarkan harga pasar atau sebesar jumlah pertanggungan, mana
yang lebih rendah.

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!

1) Jelaskan dengan singkat apa yang dimaksud dengan Revenue


Expenditure!
2) Berikan contoh Capital Expenditure!
3) Bagaimana perlakuan untuk pengeluaran dari reparasi besar?
4) Bagaimana cara pencatatan pada penggantian komponen Aktiva Tetap
Berwujud?
5) Sebutkan masalah yang terdapat di dalam pencatatan penggantian
komponen Aktiva Tetap Berwujud!
6) Pada saat kondisi, seperti apa laba harus diakui di dalam pemberhentian
Aktiva Tetap Berwujud dalam suatu perusahaan?
7) Berapa besar ganti rugi yang dapat diberikan oleh asuransi jika terjadi
kerugian atas suatu Aktiva Tetap Berwujud?
8) Oleh karena beberapa kerusakan maka manajemen PT ELM
memutuskan untuk mengganti atap gedung kantor. Harga perolehan
atap gedung tersebut ditaksir 20 % dari harga perolehan gedung. Harga
perolehan gedung adalah Rp100.000.000,00 gedung tersebut telah
disusutkan sebesar Rp70.000.000,00. Harga atap gedung pengganti
Rp60.000.000,00. Biaya penggantian atap tersebut sebesar
Rp30.000.000,00, sedangkan atap bekas laku dijual Rp2.000.000,00.
Hitunglah rugi penggantian atap!
9) PT GHI menjual mobilnya yang mempunyai nilai buku Rp7.000.000,00
dan akumulasi depresiasi Rp8.000.000,00. Mobil tersebut laku dijual
seharga Rp5.000.000,00. Buatlah jurnal sehubungan dengan transaksi
tersebut!
10) Pada 1 Januari 2006 PT ISTANA mengasuransikan gudangnya atas
risiko kebakaran dengan jumlah pertanggungan Rp25.000.000,00.
Premi selama 1 tahun yang dibayar oleh PT. ISTANA adalah sebesar
Rp3.000.000,00. Pada tanggal 1 Agustus 2006 gudang tersebut terbakar
total. Harga pasar gudang saat terbakar ditaksir Rp22.000.000,00. Bila
harga perolehan gudang adalah Rp40.000.000,00, yang ditaksir
mempunyai umur ekonomis 10 tahun dengan nilai residu
Rp12.000.000,00, sedangkan penyusutan dilakukan dengan metode
garis lurus maka buatlah jurnal yang harus dibuat PT ISTANA untuk
mencatat pembayaran ganti rugi yang diberikan oleh perusahaan
asuransi!

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Revenue Expenditure merupakan pengeluaran kas berkenaan dengan


pemakaian suatu Aktiva Tetap Berwujud yang harus dibebankan sebagai
biaya periodik saat terjadinya.
2) Yang termasuk contoh dari Capital Expenditure adalah reparasi besar,
dan penambahan fisik Aktiva Tetap Berwujud.
3) Untuk pengeluaran dari reparasi besar, perlakuannya dipisahkan menjadi
2 macam sebagai berikut.
a. Menambah harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud yang
bersangkutan.
Suatu pengeluaran modal dari reparasi besar diperlakukan sebagai
penambah harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud apabila reparasi
tadi menjadikan manfaat ekonomis Aktiva Tetap Berwujud tersebut
bertambah. Bertambahnya manfaat ekonomis ini diwujudkan
dengan adanya tambahan penghasilan yang bisa diberikan oleh
Aktiva Tetap Berwujud tersebut.
Bertambahnya manfaat ekonomis akibat adanya reparasi besar
memberikan indikasi bahwa pengeluaran tersebut membuat Aktiva
Tetap Berwujud yang bersangkutan mempunyai nilai lebih dari
keadaan sebelumnya. Dengan demikian, cukup beralasan apabila
pengeluaran tersebut diperlakukan sebagai penambah harga
perolehan Aktiva Tetap Berwujud.
b. Dikurangkan dari akumulasi depresiasi Aktiva Tetap Berwujud yang
bersangkutan.
Apabila pengeluaran sehubungan dengan reparasi besar suatu
Aktiva Tetap Berwujud diperkirakan membuat umur ekonomisnya
bertambah maka pengeluaran tersebut diperlakukan dengan
mengurangkannya dari Akumulasi Depresiasi Aktiva Tetap
Berwujud yang bersangkutan. Perlakuan ini dilakukan karena
reparasi yang dilakukan tidak memberikan tambahan manfaat
ekonomis sehingga kita tidak bisa menambahkan pengeluaran
tersebut ke harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud. Dengan
dikurangkannya pengeluaran tersebut dari akumulasi depresiasi,
berarti nilai buku Aktiva Tetap Berwujud yang direparasi menjadi
bertambah. Untuk selanjutnya, nilai buku tersebut di susut selama
sisa umur ekonomisnya.
4) Penggantian komponen suatu Aktiva Tetap Berwujud dicatat dengan
mengkredit harga perolehannya sebesar proporsi bagian yang diganti dan
mendebit rekening akumulasi depresiasinya.
5) Masalah utama yang ada di dalam pencatatan penggantian komponen
Aktiva Tetap Berwujud adalah menentukan berapa bagian harga
perolehan yang merupakan harga perolehan komponen yang diganti.
Penentuan bagian harga perolehan sering kali hanya berdasarkan
taksiran.
6) Laba harus diakui apabila karena pemberhentian Aktiva Tetap Berwujud
tersebut perusahaan mendapatkan aktiva yang mempunyai nilai lebih
besar dari nilai buku Aktiva Tetap Berwujud yang diberhentikan.
7) Ganti rugi oleh perusahaan asuransi adalah sebesar rugi riil berdasarkan
harga pasar atau sebesar jumlah pertanggungan, mana yang lebih rendah.
8) Perhitungan:
- Harga atap baru Rp60.000.000,00
- Biaya penggantian atap Rp30.000.000,00
- Harga perolehan atap untuk ditambahkan
ke harga perolehan gedung Rp90.000.000,00
- Akumulasi depresiasi gedung yang
dihapus = 20 %  Rp70.000.000,00 Rp14.000.000,00
- Harga perolehan atap lama yang
dihapus dari harga perolehan gedung =
20 %  Rp100.000.000,00 (Rp20.000.000,00)
- Kas bersih yang dikeluarkan =
Rp90.000.000,00 – Rp2.000.000,00 (Rp 88.000.000,00)
- Rugi penggantian atap Rp 4.000.000,00
9) Jurnal untuk mencatat penjualan mobil tersebut adalah:
Kas...................................................................Rp5.000.000,00
Akumulasi depresiasi mobil ...........................Rp8 000.000,00
Rugi penjualan mobil ….................................Rp2 000.000,00
Mobil ….........…........………….………Rp15 000.000,00
(mencatat penjualan mobil)
10) Jurnal untuk mencatat ganti rugi dari perusahaan asuransi adalah:
Kas/Piutang pada perusahaan asuransi …......Rp22 000.000,00
Rugi kebakaran…….................................Rp22 000.000,00
(mencatat ganti rugi dari perusahaan asuransi)

RANGKUMAN

Selama pemilikan dan penggunaan ATB dapat terjadi pengeluaran-


pengeluaran sehubungan dengan ATB tersebut. Pengeluaran-
pengeluaran tersebut dibedakan atas pengeluaran penghasilan (revenue
expenditure) dan pengeluaran modal (capital expenditure). Kriteria dan
faktor yang menentukan apakah suatu pengeluaran termasuk pengeluaran
penghasilan atau pengeluaran modal adalah berikut ini.
1. Berulang tidaknya.
2. Besar kecilnya.
3. Menambah umur atau tidak.
4. Kebijaksanaan manajemen.

Pengeluaran-pengeluaran selama masa penggunaan ATB meliputi


pengeluaran untuk pemeliharaan, reparasi, penggantian dan perbaikan,
penambahan, serta untuk penyusunan kembali. Pengeluaran untuk
reparasi terdiri atas reparasi rutin dan reparasi besar. Perlakuan reparasi
besar bisa menambah harga perolehan atau bisa pula dikurangkan ke
akumulasi depresiasi ATB. Hal tersebut tergantung pada menambah
manfaat ataukah menambah umur ATB yang bersangkutan.
Suatu aktiva mungkin pula diberhentikan penggunaannya walaupun
umur ekonomisnya belum berakhir. Pemberhentian ini mungkin karena
dijual yang dapat menimbulkan rugi/laba pemberhentian atau bisa pula
karena sebab lain seperti kebakaran. Bila suatu Aktiva Tetap Berwujud
terbakar dan tidak diasuransikan maka kerugian yang ditanggung oleh
perusahaan akan relatif besar. Namun, apabila perusahaan
mengasuransikan ATB-nya, kemudian terbakar maka tentu akan
mendapat ganti rugi dari perusahaan asuransi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Dengan demikian, kerugian perusahaan yang lebih besar
dapat dicegah.
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Contoh pengeluaran modal adalah ….
A. reparasi rutin
B. reparasi besar
C. biaya perawatan
D. biaya asuransi

2) Dari yang disebut berikut ini, mana yang bukan jenis pengeluaran
pemeliharaan?
A. Pengecatan gedung
B. Pembersihan rutin
C. Pelumasan mesin
D. Pembuatan garasi

3) Suatu pengeluaran reparasi besar diperlakukan sebagai pengurang


akumulasi depresiasi bila….
A. terjadi tiap tahun
B. menambah manfaat ekonomis
C. menambah umur ekonomis
D. nilai bukunya lebih kecil dari harga perolehannya

4) Contoh pengeluaran penghasilan, kecuali ....


A. biaya perawatan
B. biaya asuransi
C. biaya reparasi rutin
D. biaya sewa jangka panjang

5) Pembuatan sebuah garasi di samping gudang kantor dikategorikan


sebagai ….
A. penambahan
B. perbaikan
C. penyusunan kembali
D. revenue expenditure
6) Sebuah mesin dengan harga perolehan Rp2.000.000,00 dan sudah di
depresiasi 60%-nya pada suatu saat diganti suku cadangnya yang
diperkirakan mempunyai harga perolehan 20% dari harga perolehan
mesin. Suku cadang yang baru berharga Rp600.000,00. Atas penggantian
tersebut diakui rugi sebesar ….
A. Rp 60.000,00
B. Rp160.000,00
C. Rp100.000,00
D. Rp300.000,00

7) Melanjutkan nomor 6, apabila suku cadang lama laku dijual seharga


Rp10.000,00 maka rugi penggantian suku cadang tersebut sebesar ….
A. Rp 50.000,00
B. Rp 90.000,00
C. Rp150.000,00
D. Rp310.000,00

8) Penggantian sebuah busi mobil dikategorikan sebagai ….


A. Penambahan
B. Revenue expenditure
C. Capital expenditure
D. Penyusunan kembali

9) Sebuah truk dijual dengan harga Rp2.000.000,00. Harga perolehan truk


adalah Rp8.000.000,00 dan sudah di susut 75%. Atas penjualan tersebut
terjadi ….
A. laba Rp500.000,00
B. rugi Rp2.000.000,00
C. TIDAK laba maupun rugi
D. rugi Rp1.500.000,00

10) Sebuah gedung yang diasuransikan dengan jumlah pertanggungan


Rp8.000.000,00 terbakar seluruhnya. Harga perolehan gedung
Rp10.000.000,00 dan telah di susut 25%. Harga pasar gedung saat
terbakar ditaksir Rp8.250.000,00. Atas transaksi tersebut ganti rugi yang
diterima adalah ….
A. Rp 8.000.000,00
B. Rp 7.500.000,00
C. Rp10.000.000,00
D. Rp 8.250.000,00
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang
belum dikuasai.
K EGIATAN B ELAJAR 3

Pengertian, Tujuan, dan


Metode-metode Penyusutan

A. PENGERTIAN PENYUSUTAN

Seperti telah Anda pelajari pada modul sebelumnya, bila suatu


perusahaan memperoleh suatu Aktiva Tetap Berwujud maka aktiva tersebut
akan digunakan dalam operasi perusahaan tersebut. Artinya tidak ada maksud
untuk menjualnya kembali. Dengan pemilikan suatu aktiva tetap diharapkan
dapat diperoleh dan ditingkatkan penghasilan di masa-masa yang akan
datang. Anda bisa membayangkan sebuah truk di perusahaan pengangkutan
atau sebuah mesin di suatu pabrik. Kalau truk atau mesin tersebut Anda pakai
selama bertahun-tahun maka apa yang terjadi? Tentu truk atau mesin tersebut
akan menjadi rusak atau aus sejalan dengan waktu dan akibat pemakaiannya.
Nah, persoalannya sekarang adalah kalaupun Anda membeli truk
tersebut pada awal tahun 2002 dengan harga perolehan sebesar
Rp50.000.000,00 dan setelah tahun kelima atau akhir tahun 2006 truk secara
ekonomis sudah tidak bisa dipergunakan lagi maka bagaimana dengan
pengeluaran Rp50.000.000,00 tersebut? Anda mungkin berpikir, ya … sudah,
saya rugi Rp50.000.000,00 dan mungkin saya akan beli lagi dari hasil
pemakaian truk tersebut. Anda benar! Namun, persoalannya kapan Anda
harus mengakui dan mencatat kerugian itu? Pada tahun 2002? Atau di tahun
2006? Tidak adil!! Oleh karena truk tersebut Anda pergunakan selama 5
tahun. Dengan kata lain, jasa truk tersebut dinikmati selama tahun 2002,
2003, 2004, 2005, dan 2006 maka pengeluaran yang telah Anda lakukan
sebesar Rp50.000.000,00 tersebut harus dialokasikan ke tahun-tahun tersebut.
Kesimpulan yang dapat Anda ambil adalah suatu harga perolehan atas
suatu aktiva tetap harus dialokasikan ke periode-periode di mana
penghasilan-penghasilan melalui penggunaan aktiva tersebut direalisasikan.
Anda sudah mengenal yang dimaksud dengan periode, yaitu periode
akuntansi atau juga tahun buku yang biasanya menggunakan tahun kalender.
Bila Anda sudah memahami uraian di atas maka Anda sudah memahami
pengertian penyusutan. Istilah penyusutan untuk aktiva tetap (berwujud)
adalah depresiasi.
Baik! Anda ulangi lagi secara singkat pemahaman tentang penyusutan.
Aktiva tetap (kecuali tanah) tidak akan dapat digunakan selamanya. Pada
suatu saat pasti tidak dapat digunakan lagi atau harus diganti. Oleh karena
pemakaiannya, kerusakannya, keausannya, keusangannya, dan sebagainya
terhadap suatu aktiva tetap berwujud berakibat semakin berkurangnya nilai
dan prestasi aktiva tetap (berwujud) tersebut. Sebagai imbangan atas
kekurangan prestasi dan nilai tersebut perlu diadakan penyusutan dari tahun
ke tahun terhadap nilai aktiva tetap yang bersangkutan.
Yang perlu Anda ingat adalah Anda meninjau pengertian penyusutan
dari pandangan akuntansi. Pengertian penyusutan dapat berbeda bila titik
pandangnya lain. Dari sisi pandang akuntansi, penyusutan adalah proses
alokasi harga perolehan, bukan pengumpulan dana untuk mengganti aktiva
yang di susut. Jadi tujuan penyusutan menurut akuntansi adalah alokasi harga
perolehan.
Untuk lebih mantapnya pengertian Anda tentang penyusutan atau
depresiasi ini mari Anda hayati definisi penyusutan dari The Committee on
Terminology of the American Institute of Certified Public Accountants
berikut ini:
“Akuntansi penyusutan adalah suatu sistem akuntansi yang bertujuan
untuk membagikan harga perolehan atau nilai dasar lain dari aktiva tetap
berwujud, dikurangi nilai sisa (kalau ada), selama umur kegunaan unit aktiva
itu yang ditaksir (mungkin berupa suatu kumpulan aktiva-aktiva) dalam suatu
cara yang sistematis dan rasional. Ini proses alokasi, bukan penilaian. Beban
penyusutan untuk suatu periode adalah sebagian dari jumlah total beban itu
yang dengan sistem tersebut dialokasikan ke tahun yang bersangkutan.
Meskipun di dalam alokasi itu diperhitungkan hal-hal yang terjadi selama
tahun itu, tidaklah dimaksudkan sebagai suatu alat pengukur terhadap akibat-
akibat dari kejadian-kejadian itu”.
Dari definisi di atas bisa ditarik kesimpulan atau pengertian pokok, yaitu
berikut ini.
1. Penyusutan dilakukan terhadap aktiva tetap yang nyata atau berwujud
(tangible capital assets).
2. Penyusutan merupakan pengalokasian dari biaya yang telah dikeluarkan
untuk mendapatkan aktiva tersebut setelah dikurangi dengan nilai
sisanya.
3. Pengalokasian harus dilakukan secara rasional dan sistematis sesuai
dengan umur ekonomis yang diharapkan atas aktiva tetap.
4. Penyusutan merupakan proses pengalokasian harga perolehan dan bukan
merupakan proses penilaian.

Mungkin Anda masih bertanya-tanya tentang istilah yang belum Anda


ketahui. Sabar dulu, nanti Anda akan menemukannya. Mungkin pula Anda
bertanya, kalaupun misalnya dari contoh truk di atas, pada tahun 2003 dan
seterusnya, Anda tidak mengeluarkan uang kas, mengapa diakui sebagai
biaya? Dengan kata lain mungkin Anda berpendapat bahwa penyusutan
sebagai biaya (kerugian) tidak menggambarkan adanya suatu pengeluaran
yang sesungguhnya (actual expenditure) karena tidak adanya pengeluaran
kas yang nyata. Pendapat ini adalah tidak benar walaupun pembebanan
penyusutan ini tidak disertai pengeluaran kas pada periode pembebanannya,
namun penyusutan ini tetap merupakan biaya karena penyusutan tidaklah
diukur dari pengeluaran kas pada saat pembebanannya, tetapi pada suatu
periode berdasarkan bagian dari pengeluaran masa lalu yang berhubungan
dengan aktivitas sekarang.

B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYUSUTAN

Pertanyaan lain akan timbul dari Anda setelah memahami pengertian


penyusutan. Pertanyaan itu mungkin adalah apa yang menyebabkan
dilakukannya penyusutan. Paton mengemukakan alasan mengapa penyusutan
harus dilakukan, yaitu berikut ini.

Aktiva tetap akan mempunyai kemampuan dalam memberikan daya


guna yang terbatas disebabkan adanya faktor-faktor atau kondisi-
kondisi “intern” dan “ekstern”. Dalam hal yang pertama, aktiva tetap
merupakan subjek dari penggunaan dan keausan (wear and tear) dari
adanya kegiatan-kegiatan yang ada, kerusakan-kerusakan yang luar
biasa, penanganan yang tidak pada tempatnya, kecelakaan, dan
datangnya ketuaan dengan berputarnya waktu. Hal-hal tersebut dikenal
dengan sebab “fisik” atau “intern”. Hal yang kedua, daya guna akan
terbatas dengan keusangan (obsolescence), yang disebabkan oleh
perkembangan teknik, berkurangnya permintaan terhadap produk,
adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, dan adanya kondisi
yang mengakibatkan aktiva tetap tidak efektif lagi untuk digunakan
terus. Hal yang kedua ini dikenal dengan sebab-sebab “fungsi” atau
“ekstern”.
Dari pengertian di atas, penyusutan itu dilakukan oleh karena faktor
intern dan faktor ekstern. Namun, dari pengertian itu pula dapat diuraikan
penyebab penyusutan tersebut sebagai berikut.

1. Faktor-faktor Fisik (Intern)


Pengertiannya bahwa nilai guna aktiva tersebut menurun karena memang
keadaan fisiknya yang mulai turun. Penurunan itu umumnya disebabkan oleh
hal-hal berikut.
a. Pemakaian dan kerusakan
Pada umumnya penurunan nilai guna aktiva tetap disebabkan oleh kedua
faktor ini.
b. Keruntuhan
Penurunan nilai guna juga bisa disebabkan faktor keruntuhan. Kalaupun
hal tersebut terjadi maka biasanya terjadi penurunan fisik yang sangat
drastis.
c. Faktor alamiah atau berlalunya waktu
Faktor ini meliputi, antara lain perubahan cuaca, hujan, panas, dan hal-
hal lain yang disebabkan berlalunya waktu.
d. Faktor-faktor tidak terduga
Penurunan fisik aktiva tetap mungkin pula terjadi karena hal-hal di luar
dugaan manusia, seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan lain-lain.

2. Faktor-faktor Fungsional (Ekstern)


Suatu aktiva mungkin secara fungsional sudah tidak menguntungkan lagi
walaupun secara fisik masih dapat dioperasikan. Perusahaan yang
mempunyai aktiva tetap haruslah memperhitungkan faktor-faktor fungsional
ini di dalam penentuan beban biaya penyusutan.

Faktor-faktor fungsional itu, antara lain berikut ini.


a. Ketinggalan zaman (obsolescence)
Kemajuan teknologi yang sangat pesat kerap kali membuat aktiva tetap
yang belum lama dimiliki sudah ketinggalan zaman. Adanya penemuan-
penemuan baru mengakibatkan aktiva yang dimiliki saat sekarang
ketinggalan zaman. Hal ini harus diperhatikan oleh manajemen terutama
dalam hal penaksiran umur ekonomis aktiva tetapnya dalam rangka beban
biaya penyusutan. Dengan demikian, bukan tidak mungkin suatu perusahaan
akan mengganti aktiva tetapnya yang masih mempunyai kondisi fisik yang
baik, tetapi sudah tidak efisien lagi dalam menghadapi persaingan.

b. Ketidakcukupan (inadequacy)
Dalam keadaan di mana jumlah barang yang diminta meningkat cukup
tinggi sehingga perusahaan tidak mampu memenuhinya lagi melalui
pemanfaatan aktiva tetap lama maka perusahaan tentu akan berusaha untuk
memenuhinya dengan mengganti aktiva tetap lama dengan yang baru. Bila
kemungkinan-kemungkinan seperti ini diperkirakan akan terjadi maka
perusahaan harus memperhitungkannya dalam penaksiran umur ekonomis
aktiva tetap guna memperoleh pembebanan biaya penyusutan yang layak.

c. Pola pemakaian aktiva tetap


Yang dimaksud dengan pola pemakaian aktiva tetap adalah dari
pengambilan manfaat aktiva tetap tersebut yang berkaitan dengan sumbangan
(kontribusi) penghasilan yang diberikan oleh aktiva tetap untuk tiap periode
akuntansi. Apabila suatu aktiva tetap memberikan kontribusi penghasilan
yang sama besarnya untuk tiap periode akuntansi selama masa penggunaan
aktiva tetap tersebut maka penyusutan harus dilakukan sama besar untuk
masing-masing periode tersebut. Apabila kontribusi penghasilan yang
diberikan tidak sama besar untuk tiap periode akuntansi maka secara teoritis
aktiva tetap tersebut harus disusutkan secara proporsional dengan kontribusi
penghasilannya.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN


DALAM PEMBEBANAN PENYUSUTAN

Biaya penyusutan periodik harus merupakan hasil alokasi harga


perolehan aktiva dikurangi dengan taksiran nilai sisanya kepada periode-
periode di mana manfaat potensial aktiva tetap itu dikonsumsikan, guna
mendapatkan hasil alokasi yang sebanding dengan manfaat potensial yang
dikonsumsi pada masing-masing periode. Ada 4 faktor yang harus
dipertimbangkan atau yang menentukan di dalam penentuan biaya
penyusutan, yaitu berikut ini.
1. Harga Perolehan (Costs)
Harga perolehan adalah keseluruhan pengeluaran yang layak dibebankan
atau dikapitalisasikan sebagai harga perolehan. Harga perolehan inilah yang
akan dialokasikan sebagai biaya penyusutan periodik. Oleh karena harga
perolehan ini yang akan dialokasikan maka dalam penentuan besarnya
alokasi harus dilakukan perhitungan yang teliti.

2. Umur Ekonomis (Useful-Life)


Umur ekonomis ialah umur suatu aktiva tetap sejak siap dipergunakan
sampai pada waktu aktiva tetap tersebut secara ekonomis sudah tidak
menguntungkan lagi untuk dipergunakan terus. Artinya, biaya yang
dikeluarkan untuk penggunaan aktiva tersebut sudah melebihi atau sudah
tidak seimbang lagi dengan daya guna yang dapat diberikannya.
Umur ekonomis dapat pula diartikan sebagai berikut.
a. Suatu jangka waktu, di mana suatu aktiva yang dapat di susut diharapkan
digunakan dalam suatu perusahaan.
b. Sejumlah produksi atau satuan yang sejenisnya yang diharapkan oleh
perusahaan akan diperoleh dari aktiva dimaksud.

Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa umur suatu


aktiva dapat dinyatakan dalam bentuk suatu faktor “waktu” (bulan, kuartal,
tahun, dan sebagainya) atau dalam bentuk suatu faktor “penggunaan” (jam,
kilometer, kilogram, dan sebagainya) atau dapat pula dalam bentuk faktor
produk yang dihasilkan.
Umur ekonomis suatu aktiva tetap harus ditaksir setelah memperhatikan
hal-hal berikut.
a. Taksiran kerusakan fisik karena pemakaian.
b. Keusangan karena waktu.
c. Hukum atau pembatasan-pembatasan lain terhadap penggunaan aktiva
tetap yang bersangkutan.

Umur ekonomis dibedakan dari umur teknis. Umur teknis suatu aktiva
adalah sejak mulai digunakan sampai saat betul-betul tidak dapat
dimanfaatkan lagi.
3. Nilai Sisa atau Nilai Residu (Salvage Value)
Nilai sisa atau nilai residu ialah nilai aktiva tetap setelah habis umur
ekonomisnya atau jumlah uang yang diharapkan akan diperoleh melalui
penjualan aktiva yang bersangkutan kelak apabila tiba saatnya harus
diberhentikan dari pemakaiannya.
Nilai residu aktiva tetap yang dihapuskan akan meliputi harga penjualan
yang diperkirakan atau nilai pertukaran atau nilai bekas yang tak dipakai lagi
atau nilai akhir (junk value) jika aktiva tetap tersebut tidak dapat digunakan,
dikurangi dengan biaya-biaya dari pelaksanaan penarikan aktiva tetap
tersebut, seperti biaya pembongkaran, biaya lelang, biaya pemindahan, dan
lain-lain. Hasil penjualan aktiva tersebut setelah diberhentikan dari
pemakaiannya sangat dipengaruhi oleh perkembangan harga dan keadaan
pasar serta kebijaksanaan pemberhentian aktiva dari pemakaiannya.
Di dalam kenyataannya penentuan nilai residu atau nilai sisa diakui
bukan sebagai hal yang mudah untuk dilaksanakan. Hal ini disebabkan nilai
sisa atau nilai residu berhubungan dengan keadaan di masa yang akan datang.

4. Metode Penyusutan
Metode penyusutan adalah suatu cara yang sistematis dan rasional
tentang bagaimana harga perolehan aktiva tetap berwujud dialokasikan
sebagai biaya operasional sepanjang umur aktiva.
Di dalam kenyataannya, tidak semua aktiva tetap yang digunakan dalam
operasi suatu perusahaan mengalami penyusutan atau penurunan nilai guna
dengan cara yang sama. Metode penyusutan yang dipilih dan dianggap cocok
untuk diterapkan untuk jenis aktiva tertentu belum tentu akan cocok untuk
diterapkan pada jenis aktiva yang lain karena perbedaan sifat dan pola
penggunaan aktiva-aktiva tersebut. Metode penyusutan yang dipilih
hendaknya sesuai dan menggunakan sifat dan pola penggunaan aktiva tetap
yang akan di susut. Begitu pula, prinsip konsistensi harus diperhatikan dalam
pemilihan metode penyusutan yang akan dipilih untuk digunakan.
Dilihat dari kepentingan akuntansi untuk kelayakan laporan keuangan
maka pembebanan biaya penyusutan dilakukan melalui beberapa metode
sesuai dengan penurunan manfaat aktiva tetap.
D. PENCATATAN DAN PELAPORAN
PENYUSUTAN (DEPRESIASI)

Depresiasi sebagai alokasi harga perolehan dicatat dengan mendebit


rekening “Biaya Depresiasi” dan mengkredit rekening “Akumulasi
Depresiasi”. Pendebitan rekening Biaya Depresiasi adalah merupakan
pengakuan pembebanan biaya untuk suatu periode akuntansi atas
pengambilan manfaat suatu aktiva tetap. Sedangkan pengkreditan rekening
Akumulasi Depresiasi merupakan pencatatan besarnya harga perolehan
aktiva tetap yang telah di susut. Rekening akumulasi depresiasi ini di dalam
neraca disajikan sebagai pengurang rekening aktiva tetap yang bersangkutan
sehingga dapat diketahui berapa nilai buku aktiva tetap (harga perolehan
aktiva tetap yang belum di susut) pada tanggal neraca. Rekening akumulasi
depresiasi hanya akan di debit apabila aktiva tetap diberhentikan atau
dilakukan suatu koreksi/pembetulan terhadapnya. Seperti halnya dengan pos
aktiva tetap yang dicatat secara terpisah untuk masing-masing jenisnya maka
rekening biaya depresiasi maupun rekening akumulasi depresiasi juga dicatat
terpisah untuk masing-masing jenis dengan pemisahan yang dilakukan pada
aktiva tetap yang bersangkutan.

Contoh 1.16.
Toko Mentari melakukan penyusutan terhadap peralatan tokonya untuk
periode akuntansi 20X1 sebesar Rp100.000,00. Jurnal untuk mencatat
depresiasi tersebut adalah berikut ini.

Biaya depresiasi peralatan toko ……Rp100.000,00


Akumulasi depresiasi peralatan toko.........Rp100.000,00
(mencatat biaya depresiasi peralatan toko)

Apabila pada tanggal 31 Desember 20X1, yaitu saat Toko Mentari


melakukan tutup buku, rekening akumulasi depresiasi peralatan toko
mempunyai saldo Rp400.000,00 dan harga perolehan peralatan tokonya
adalah Rp1.000.000,00 maka neraca per tanggal 31 Desember 20X1 akan
disajikan sebagai berikut.
Toko Mentari
Neraca
Per 31 Desember 20X1

Aktiva Lancar
………………..
………………..
………………..

Aktiva Tetap
Peralatan Kantor Rp1.000.000,00
Akum. Depr. Peralatan Ktr. Rp 400.000,00
Rp 600.000,00

E. MACAM-MACAM METODE DEPRESIASI

Dalam kegiatan belajar sebelumnya, Anda telah mempelajari bahwa


salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan penyusutan
terhadap suatu aktiva tetap adalah pola pemakaian aktiva tetap tersebut. Pola
pemakaian yang berbeda mengharuskan kita menggunakan metode depresiasi
yang berbeda pula. Metode depresiasi merupakan suatu cara yang sistematis
dan rasional tentang bagaimana harga perolehan aktiva tetap dialokasikan.
Oleh karena itu, agar alokasi harga perolehan sebagai pengakuan biaya bisa
mendekati tepat maka harus digunakan metode depresiasi yang sesuai dengan
pola pemakaian aktiva tetap yang bersangkutan.
Ada beberapa metode depresiasi yang biasa digunakan dan perlu Anda
ketahui, yaitu berikut ini.
1. Depresiasi yang dihitung berdasarkan aktivitas aktiva tetap (Metode
Aktivitas).
2. Metode Garis Lurus.
3. Depresiasi dengan pembebanan yang menurun.
a. Metode Jumlah Angka Tahunan.
b. Metode Persentase Tetap dari Nilai Buku.
4. Metode Depresiasi Khusus.
a. Metode Persediaan.
b. Metode Dengan Sistem Retirement dan Replacement.
c. Metode Umur Komposit.
Berikut ini dijelaskan satu per satu mengenai metode-metode depresiasi
di atas. Untuk lebih memperjelas, masing-masing uraian akan diberikan
contoh penerapannya.

F. METODE AKTIVITAS

Suatu aktiva tetap yang di depresiasi berdasarkan aktivitas


penggunaannya, metodenya disebut dengan metode aktivitas (activity
method). Metode aktivitas menggunakan pendekatan pembebanan variabel
dengan asumsi bahwa depresiasi merupakan fungsi dari produksi. Dalam
metode aktivitas, umur ekonomis aktiva tetap diukur berdasarkan jumlah jam
kerja atau jumlah unit produk yang mampu diberikan oleh aktiva tetap
tersebut. Secara konseptual, metode ini paling mendekati ketepatan terhadap
pola pemakaian aktiva tetap sehingga apabila dapat diketahui kemampuan
suatu aktiva tetap dalam memberikan manfaat ekonomis selama
pemakaiannya dan bisa ditentukan berapa banyak penggunaan manfaat
ekonomis aktiva tetap tersebut untuk satu periode maka akan dapat
ditentukan secara tepat besarnya alokasi harga perolehan aktiva tetap untuk
satu periode tersebut.
Akan tetapi, dalam kenyataannya, tidaklah mudah untuk dapat
menentukan kemampuan suatu aktiva tetap dalam memberikan manfaat
ekonomis, demikian pula tidaklah gampang menentukan penggunaan manfaat
ekonomis suatu aktiva tetap untuk satu periode. Maka dari itulah, secara
praktis metode ini cukup sulit untuk memberikan hasil depresiasi yang tepat.

Contoh 1.17.
PT Berlian mempunyai sebuah mesin produksi yang diperkirakan selama
masa pakainya mampu memproduksi sebanyak 1.000.000 unit, dan apabila
digunakan secara nonstop dia akan bisa bekerja selama 50.000 jam kerja.
Harga perolehan mesin tersebut adalah Rp15.500.000,00, sedangkan nilai
residunya diperkirakan sebesar Rp500.000,00. Apabila pada tahun 2005 PT
Berlian menghasilkan produk sebanyak 100.000 unit maka pada tahun
tersebut harus diakui biaya depresiasi sebesar:
100.000 unit
×Rp15.500.000,00-Rp500.000,00 =Rp1.500.000,00
1.0.0 unit
Jika perusahaan dalam menghitung depresiasi tidak menggunakan
jumlah unit yang diproduksi sebagai dasarnya, melainkan menggunakan jam
kerja mesin dan diketahui pada tahun 2005 mesin produksi tersebut
digunakan selama 5.000 jam kerja maka depresiasi dihitung sebagai berikut.

5.000 jam
×Rp15.500.000,00-Rp500.000,00 =Rp1.500.000,00
50.000 jam

Apabila diketahui bahwa pada tahun 2006 PT berlian mempekerjakan


mesin produksinya selama 4.000 jam maka depresiasi untuk tahun 2006
adalah berikut ini.

4.000 jam
×Rp15.500.000,00-Rp500.000,00 =Rp1.200.000,00
50.000 jam

G. METODE GARIS LURUS (STRAIGHT-LINE METHOD)

Metode garis lurus dipakai untuk mendepresiasi suatu aktiva tetap


apabila diperkirakan bahwa aktiva tetap tersebut memberikan manfaat
ekonomis yang relatif sama besarnya untuk setiap periode selama masa
penggunaannya. Umur ekonomis yang digunakan pada metode garis lurus
dihitung atas dasar umur (masa pakai) aktiva tetap yang bersangkutan.
Metode garis lurus ini menganggap depresiasi sebagai fungsi dari waktu.

Contoh 1.18.
Dengan menggunakan data pada Contoh 1.17. apabila mesin produksi
tersebut digunakan selama 5 tahun maka depresiasi per tahun dapat dihitung
sebagai berikut.

Rp15.500.000,00-Rp500.000,00
5 tahun =Rp3.000.000,00
Adapun program depresiasi mesin untuk 5 tahun (selama umur
ekonomisnya) dapat Anda lihat pada tabel berikut.
Tabel 1.1.
Program Depresiasi Dengan Metode Garis Lurus

Akum.
Depresiasi Nilai Buku Akhir
Harga Perolehan Depresiasi Akhir
Tahun Per Tahun Tahun
(Rp) Tahun
(Rp) (Rp) (Rp)
0 - - - Rp15.500.000,00
2005 Rp15.500.000,00 Rp3.000.000,00 Rp 3.000.000,00 Rp12.500.000,00
2006 Rp15.500.000,00 Rp3.000.000,00 Rp 6.000.000,00 Rp 9.500.000,00
2007 Rp15.500.000,00 Rp3.000.000,00 Rp 9.000.000,00 Rp 6.500.000,00
2008 Rp15.500.000,00 Rp3.000.000,00 Rp12.000.000,00 Rp 3.500.000,00
2009 Rp15.500.000,00 Rp3.000.000,00 Rp15.000.000,00 Rp 500.000,00

H. DEPRESIASI DENGAN PEMBEBANAN YANG MENURUN

Metode depresiasi yang lazim digunakan untuk pembebanan depresiasi


yang menurun ada 2, yaitu berikut ini.
1. Metode Jumlah Angka Tahun (Sum of The Year’s Digits Method)
2. Metode Persentase Tetap Dari Nilai Buku (Metode Saldo Yang
Menurun/Declining Balance Method)

Kedua metode tersebut didasarkan pada asumsi bahwa manfaat yang


dapat diberikan oleh suatu aktiva tetap menurun sejalan dengan makin
bertambahnya umur aktiva tetap tersebut. Dengan demikian, aktiva tetap
harus di depresiasi dengan jumlah besar pada tahun-tahun awal
penggunaannya dan semakin mengecil untuk tahun-tahun berikutnya.

1. Metode Jumlah Angka Tahun


Dengan menggunakan metode ini, suatu aktiva tetap di susut dengan
jumlah yang semakin mengecil. Depresiasi per tahun dihitung sebesar
proporsi antara Sisa Umur Penggunaannya dari Nilai Penjumlahan Umur
Penggunaan Aktiva Tetap terhadap bagian harga perolehan aktiva tetap
tersebut. Sebagai contoh, dengan menggunakan data pada Contoh 1.17. maka
pada tahun pertama mesin produksi masih bisa digunakan selama 5 tahun,
sedangkan nilai penjumlahan umur penggunaan mesin tersebut adalah 15,
yaitu 1 + 2 + 3 + 4 + 5. Dengan demikian, besarnya proporsi untuk
mendepresiasikan mesin pada tahun pertama adalah sebesar 515 . Untuk tahun
kedua karena pada tahun tersebut sisa umur penggunaan mesin tinggal 4
tahun maka besarnya proporsi untuk mendepresiasikan mesin adalah 415 , dan
seterusnya sampai tahun ke-5. Dengan menggunakan proporsi untuk masing-
masing tahun maka depresiasi per tahun dapat dihitung sebagai berikut.
Tahun ke-1 = 5/15 x (Rp. 15.500.000,00 – Rp. 500.000,00) = Rp. 5.000.000,00
Tahun ke-2 = 4/15 x (Rp. 15.500.000,00 – Rp. 500.000,00) = Rp. 4.000.000,00
Tahun ke-3 = 3/15 x (Rp. 15.500.000,00 – Rp. 500.000,00) = Rp. 3.000.000,00
Tahun ke-4 = 2/15 x (Rp. 15.500.000,00 – Rp. 500.000,00) = Rp. 2.000.000,00
Tahun ke-5 = 1/15 x (Rp. 15.500.000,00 – Rp. 500.000,00) = Rp. 1.000.000,00
Jumlah = Rp. 15.000.000,00
Sedangkan program depresiasi untuk 5 tahun, seperti Tabel 1.2. berikut.
Tabel 1.2.
Program Depresiasi dengan Metode Jumlah Angka Tahun

Depresiasi Akum. Depresiasi Nilai Buku Akhir


Harga Perolehan
Per Tahun Akhir Tahun Tahun
Tahun (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
0 - - - Rp15.500.000,00
2005 Rp15.500.000,00 Rp5.000.000,00 Rp 5.000.000,00 Rp10.500.000,00
2006 Rp15.500.000,00 Rp4.000.000,00 Rp 9.000.000,00 Rp 6.500.000,00
2007 Rp15.500.000,00 Rp3.000.000,00 Rp12.000.000,00 Rp 3.500.000,00
2008 Rp15.500.000,00 Rp2.000.000,00 Rp14.000.000,00 Rp 1.500.000,00
2009 Rp15.500.000,00 Rp1.000.000,00 Rp15.000.000,00 Rp 500.000,00

2. Metode Saldo yang Menurun


Dalam metode Saldo Yang Menurun, depresiasi suatu aktiva tetap
dihitung sebesar persentase tertentu dari nilai bukunya pada awal tahun.
Besarnya persentase tersebut dapat dihitung sebagai berikut.
(1 – r)n x HP = NR
(1 – r)n = NR
HP
NR
1–r = n
HP
NR
r = 1- n

HP
di mana: r = besarnya persentase untuk depresiasi.
NR = nilai residu aktiva tetap yang di depresiasi.
HP = harga perolehan aktiva tetap yang di depresiasi.
n = taksiran umur menggunakan aktiva tetap.
Dengan demikian, apabila kita menggunakan data dari Contoh 1.17.
maka besarnya persentase untuk tarif depresiasi dihitung sebesar:
500.000
r = 1 - 5
15.500.000
r = 0,4968 atau 49,68%

Program depresiasi untuk waktu 5 tahun tersebut adalah sebagai berikut.


Tabel 1.3.
Program Depresiasi dengan Metode Saldo yang Menurun

Depresiasi
Akum. Depresiasi Akhir Nilai Buku Akhir
Harga Tahun Berjalan
Tahun Tahun
Tahun Perolehan (Rp) 0,4968 x NB
(Rp) (Rp)
(Rp)
2005 Rp15.500.000,00 Rp7.700.632,95 Rp 7.700.632,95 Rp7.799.367,05
2006 Rp15.500.000,00 Rp3.874.842,77 Rp11.575.475,72 Rp3.924.524,28
2007 Rp15.500.000,00 Rp1.949.762,65 Rp13.525.238,37 Rp1.974.761,63
2008 Rp15.500.000,00 Rp 981.091,26 Rp14.506.329,63 Rp 993.670,37
2009 Rp15.500.000,00 Rp 493.670,37 Rp15.000.000,00 Rp 500.000,00

Besarnya persentase sebagai tarif depresiasi pada metode saldo yang


menurun selain menggunakan rumus di atas, bisa pula menggunakan
persentase yang besarnya 2 kali tarif depresiasi dengan metode garis lurus.
Penggunaan tarif sebesar 2 kali tarif garis lurus tersebut biasa disebut dengan
Double Declining Balance. Dari data pada Contoh 1.17. persentase
depresiasi tiap tahun adalah 20% atau 5 5 . Sehingga jika menggunakan
metode double declining balance, persentase untuk tarif depresiasi adalah
2  20% = 40%. Dengan demikian, program depresiasi selama 5 tahun
adalah sebagai berikut.

Tabel 1.4.
Program Depresiasi dengan Metode Double Declining Balance

Depresiasi
Akum. Depresiasi Nilai Buku Akhir
Harga Perolehan Tahun Berjalan
Akhir Tahun Tahun
Tahun (Rp) 0,4 x NB
(Rp) (Rp)
(Rp)
2005 Rp15.500.000,00 Rp6.200.000,00 Rp 6.200.000,00 Rp9.300.000,00
2006 Rp15.500.000,00 Rp3.720.000,00 Rp 9.920.000,00 Rp5.580.000,00
2007 Rp15.500.000,00 Rp2.232.000,00 Rp12.152.000,00 Rp3.348.000,00
2008 Rp15.500.000,00 Rp1.339.200,00 Rp13.491.200,00 Rp2.008.800,00
2009 Rp15.500.000,00 Rp1.508.800,00*) Rp15.000.000,00 Rp 500.000,00
*) Depresiasi untuk tahun ke-5 tidak dihitung atas dasar tarif, melainkan
dihitung dengan mengurangkan nilai residu dari nilai buku awal tahun
tersebut.

I. METODE DEPRESIASI KHUSUS

Ada beberapa jenis aktiva tetap yang tidak praktis apabila di depresiasi
dengan menggunakan metode-metode yang telah diuraikan di muka. Aktiva
tetap dimaksud, misalnya alat-alat reparasi pada perusahaan bengkel,
peralatan makan minum pada rumah makan, kayu landasan rel kereta api
pada perusahaan jasa kereta api, dan sebagainya. Jenis aktiva tetap yang telah
disebut di atas mempunyai jumlah unit yang banyak sekali, namun harga
perolehan per unitnya relatif rendah sehingga tidak akan praktis apabila
digunakan metode depresiasi aktiva tetap untuk masing-masing unit. Untuk
itu ada beberapa metode khusus yang bisa digunakan untuk mendepresiasi
aktiva tetap yang memiliki jumlah unit banyak dan nilai per unitnya rendah,
yaitu berikut ini.
1. Metode persediaan (inventory method).
2. Metode pemberhentian dan penggantian (retirement and replacement
method).
3. Metode umur komposit (group of composite-life method).

1. Metode Persediaan (Inventory Method)


Metode persediaan yang juga biasa disebut sebagai Sistem Penilaian
(Appraisal System) digunakan untuk mendepresiasi suatu kelompok aktiva
tetap dengan cara yang mirip dengan penilaian persediaan. Metode ini
diterapkan pada aktiva tetap yang jumlah unitnya banyak, namun harga
perolehan per unitnya rendah sehingga tidak praktis apabila di depresiasi
secara individual. Dengan metode persediaan, terhadap suatu kelompok
aktiva tetap dilakukan penilaian pada setiap akhir periode untuk menentukan
besarnya depresiasi pada periode tersebut. Penilaian dilakukan berdasarkan
taksiran harga pasar aktiva tetap yang bersangkutan pada tiap akhir periode
selama masa penggunaannya. Taksiran harga pasar ini digunakan sebagai
nilai buku aktiva tetap dan dilaporkan dalam neraca akhir periode. Adapun
depresiasi untuk suatu periode akuntansi dihitung sebagai berikut.
Depresiasi periode 200X = Nilai buku awal periode 200X + Pembelian
aktiva tetap selama 200X – Nilai aktiva
tetap yang diberhentikan selama 200X –
Nilai buku akhir periode 200X.

Perhitungan depresiasi di atas bisa dianalogikan dengan perhitungan


Harga Pokok Penjualan yang dilakukan terhadap Persediaan Barang
Dagangan.
Sekali lagi perlu Anda perhatikan bahwa nilai buku aktiva tetap untuk
menghitung besarnya depresiasi dalam satu periode merupakan hasil
penilaian aktiva tetap atas dasar harga pasarnya yang dilakukan oleh
manajemen. Oleh karena itu, depresiasi dengan menggunakan metode
persediaan memberikan hasil yang kurang objektif. Berikut Anda akan
diberikan sebuah contoh mengenai penerapan metode persediaan.

Contoh 1.19.
Rumah Makan Sido Mampir mempunyai aktiva tetap berupa peralatan
makan dan minum. Untuk keperluan depresiasi, perusahaan
mengelompokkan aktiva tetap tersebut menurut jenisnya, dan berdasarkan
pertimbangan kepraktisan perusahaan menggunakan metode persediaan
dalam mendepresiasi aktiva tetapnya. Berikut data mengenai kelompok
piring untuk tahun 20X1 dan 20X2 adalah berikut ini.

Nilai Buku Akhir


Tahun Nilai Buku Awal Tahun Pembelian Hilang & Rusak
Tahun
20X1 Rp500.000,00 Rp150.000,00 Rp75.000,00 Rp475.000,00
20X2 Rp475.000,00 Rp200.000,00 Rp80.000,00 Rp525.000,00

Dari data di atas, depresiasi untuk tahun 20X1 dan 20X2 dihitung
sebagai berikut.

Tahun 20X1 Tahun 20X2


Nilai Buku awal tahun Rp500.000,00 Rp475.000,00
Pembelian selama 1 tahun Rp150.000,00 Rp200.000,00
Piring hilang atau rusak (Rp 75.000,00) (Rp 80.000,00)
Piring yang tersedia selama 1 tahun Rp575.000,00 Rp595.000,00
Nilai Buku akhir tahun (Rp475.000,00) (Rp525.000,00)
Depresiasi kelompok piring 1 tahun Rp100.000,00 Rp 70.000,00
2. Metode Pemberhentian dan Penggantian (Retirement &
Replacement Method)
Berbeda dengan metode depresiasi lainnya, metode depresiasi ini
menghitung depresiasi suatu aktiva tetap tidak pada setiap akhir periode
akuntansi. Depresiasi dengan metode pemberhentian dan penggantian
dihitung pada saat dilakukan pemberhentian atau penggantian aktiva tetap.
Perbedaan utama antara metode pemberhentian dengan metode penggantian
adalah adanya perbedaan penggunaan harga perolehan yang digunakan
sebagai dasar perhitungan depresiasi. Depresiasi untuk masing-masing
metode dihitung sebagai berikut.

Metode Pemberhentian
Depresiasi = Harga Perolehan Aktiva Nilai Residu Aktiva
Tetap Tetap yang Diberhentikan yang Diberhentikan

Metode Penggantian
Depresiasi = Harga Perolehan Aktiva Nilai Residu Aktiva Tetap
Tetap yang Ditempatkan yang Diganti

Contoh 1.20.
PT Telkom pada tahun 2001 memasang kabel untuk jaringan telepon
pada suatu daerah. Harga perolehan jaringan kabel telepon tersebut adalah
Rp30.000.000,00. Pada tahun 2006, 1 3 bagian jaringan kabel dinilai sudah
usang dan perlu diganti dengan yang baru. Harga perolehan kabel baru
adalah Rp15.000.000,00, sedangkan kabel lama yang diganti ditaksir akan
laku dijual senilai Rp1.000.000,00.
Jurnal yang dibuat untuk masing-masing metode adalah berikut ini.

Metode Pemberhentian

Tahun 2006 Biaya Depresiasi Jaringan


Kabel Telepon.......................Rp9.000.000,00
Persediaan Kabel Bekas .......Rp1 000.000,00
Jaringan Kabel Telepon ..... Rp10 000.000,00
(mencatat pemberhentian kabel telepon dan pembebanan biaya depresiasi
untuk tahun 2001)
Perhitungan:
Bagian Harga Perolehan Kabel
yang diberhentikan = 1 3  Rp30.000.000,00 = Rp10.000.000,00
Taksiran Nilai Residu Kabel yang diberhentikan = Rp 1.000.000,00
Biaya Depresiasi = Rp 9.000.000,00

Tahun 2006 Jaringan Kabel Telepon....Rp15.000.000,00


Kas .................................................... Rp15 000.000,00
(mencatat penggantian kabel yang baru)

Metode Penggantian
Tahun 2006 Biaya Depresiasi Jaringan
Kabel Telepon .................. Rp14 000.000,00
Persediaan Kabel Bekas ... Rp 1 000.000,00
Kas ..................................................... Rp15 000.000,00
(mencatat penggantian kabel telepon dan pembebanan biaya depresiasi untuk
tahun 2006)

Perhitungan:
Harga Perolehan Kabel Baru = Rp15 000.000,00
Taksiran Nilai Residu Kabel yang diganti = Rp 1 000.000,00
Biaya Depresiasi = Rp14 000.000,00

Dari contoh di atas, Anda dapat menarik kesimpulan bahwa pada metode
penggantian harga perolehan jaringan kabel telepon secara keseluruhan tidak
berubah dengan adanya penggantian tersebut, yaitu tetap sebesar
Rp30.000.000,00. Sebaliknya, pada metode pemberhentian harga perolehan
seluruh jaringan kabel telepon bertambah sebesar Rp5.000.000,00 dengan
adanya penggantian kabel. Pertambahan harga perolehan tersebut merupakan
kenaikan harga perolehan kabel yang diganti, yaitu dari Rp10.000.000,00
menjadi sebesar Rp15.000.000,00. Dengan demikian, penggantian kabel
tersebut menyebabkan harga perolehan kabel seluruh jaringan menjadi
sebesar Rp35.000.000,00. Pada metode penggantian, kenaikan harga
perolehan tersebut dibebankan sebagai biaya depresiasi.
3. Metode Umur Komposit (Group of Composite - Life Method)
Untuk mendepresiasi aktiva tetap secara kelompok, selain dengan
menggunakan metode persediaan, bisa pula menggunakan metode umur
komposit. Berbeda dengan metode persediaan yang tidak menghiraukan
harga perolehan dan umur ekonomis tiap unit aktiva tetap dalam kelompok,
pada metode umur komposit data mengenai harga perolehan, taksiran umur
ekonomis, serta taksiran nilai residu untuk masing-masing unit aktiva tetap
dalam kelompok harus diketahui.
Metode umur komposit bisa diterapkan pada kelompok aktiva tetap yang
anggotanya heterogen. Penghitungan depresiasi dengan metode ini pada
dasarnya menggunakan metode garis lurus. Pertama, dihitung biaya
depresiasi per tahun untuk tiap unit aktiva tetap dengan menggunakan metode
garis lurus. Jumlah biaya depresiasi per tahun masing-masing unit dalam satu
kelompok merupakan biaya depresiasi gabungan untuk satu kelompok aktiva
tetap tersebut per tahun. Untuk mengetahui berapa lama kelompok aktiva
tetap tersebut harus di depresiasi, bisa dihitung umur ekonomis gabungan
kelompok aktiva tetap tersebut. Agar lebih jelas, ikuti contoh berikut.

Contoh 1.21.
PT Anugerah menggunakan metode umur komposit dalam
mendepresiasi alat-alat produksinya. Berikut informasi mengenai alat-alat
produksi milik PT Anugerah yang dijadikan satu kelompok untuk di susut
secara gabungan.

Jenis Taksiran Nilai HP Yang Taksiran Depresiasi


Harga Perolehan
Alat Residu Disusut Umur Per Tahun
(Rp)
Produksi (Rp) (Rp) Ekonomis (Rp)
A Rp 500.000,00 Rp 50.000,00 Rp 450.000 9 Rp 50.000
B Rp 750.000,00 Rp100.000,00 Rp 650.000 13 Rp 50.000
C Rp 600.000,00 Rp 40.000,00 Rp 560.000 7 Rp 80.000
D Rp1.000.000,00 Rp 75.000,00 Rp 925.000 10 Rp 92.500
Rp2.850.000,00 Rp265.000,00 Rp2.585.000 Rp.272.500

Dari data di atas, kita bisa mengetahui bahwa besarnya biaya depresiasi
per tahun untuk kelompok aktiva tetap tersebut adalah Rp272.500,00.
Sedangkan umur ekonomis gabungan untuk kelompok tersebut adalah
berikut ini.
Rp2.585.000,00
×1 tahun = 9,48 tahun atau 9 tahun 6 bulan
Rp272.500,00
Dengan demikian, kelompok alat-alat produksi tersebut akan habis di
susut selama 9 tahun 6 bulan.
Barangkali Anda bertanya, bagaimana kalau sebelum 9 tahun ada
pemberhentian salah satu alat produksi atau ada tambahan alat produksi baru?
Apabila sebelum habis umur ekonomis gabungan ada pemberhentian salah
satu jenis alat produksi maka tidak boleh diakui adanya laba ataupun rugi.
Laba atau rugi boleh diakui apabila pemberhentian dilakukan terhadap
seluruh alat produksi dalam kelompok yang bersangkutan. Pemberhentian
sebagian alat produksi dalam kelompok tersebut dicatat dengan mengkredit
harga perolehan alat produksi yang bersangkutan dan mendebit rekening
akumulasi depresiasi kelompok aktiva tersebut.
Sebagai contoh, pada tahun ke-5 masa penggunaannya, alat produksi
jenis A diberhentikan dari pemakaiannya dan laku dijual seharga
Rp150.000,00. Jurnal yang dibuat untuk mencatat transaksi tersebut adalah
berikut ini.
Akumulasi depresiasi.......................Rp350.000,00
Kas ................................................. Rp150.000,00
Alat-alat produksi ..............................Rp500.000,00
(mencatat pemberhentian dan penjualan alat produksi jenis A)

Dengan adanya pemberhentian atas salah satu alat produksi tersebut


maka besarnya biaya depresiasi gabungan per tahun menjadi berkurang
sebesar biaya depresiasi per tahun alat produksi jenis A yang diberhentikan,
dan umur ekonomis gabungan perlu dihitung kembali. Penghitungan terhadap
umur ekonomis gabungan ini juga dilakukan apabila terdapat penambahan
anggota kelompok aktiva tetap tersebut.

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!

1) Apa yang dimaksud dengan akuntansi penyusutan?


2) Jelaskan faktor-faktor fisik (intern) yang menyebabkan perlunya
penyusutan!
3) Salah satu faktor dalam penentuan besarnya biaya penyusutan adalah
umur ekonomis. Apa yang dimaksud dengan umur ekonomis?
4) Hal-hal apa yang harus diperhatikan dalam penentuan taksiran umur
ekonomis?
5) Bagaimana jurnal untuk mencatat penyusutan? Dan bagaimana pula
penyajiannya di neraca? Berikan contoh!
6) Sebutkan 2 macam metode depresiasi dengan metode pembebanan
menurun!
7) Apa asumsi yang digunakan pada metode depresiasi garis lurus?
8) Apa yang menjadi dasar pemikiran dilakukannya depresiasi dengan
menggunakan metode depresiasi dengan pembebanan yang menurun?
9) Apa perbedaan yang utama antara metode depresiasi sistem retirement
dengan replacement?
10) Percetakan Shinta membuat kebijaksanaan untuk mendepresiasi aktiva
tetapnya dengan menggunakan Straight-Line Method. Percetakan Shinta
mempunyai sebuah mesin cetak yang diperkirakan selama masa
pakainya mampu memproduksi sebanyak 2.000.000 unit, dan apabila
digunakan secara nonstop dia akan bisa bekerja selama 150.000 jam
kerja. Harga perolehan mesin tersebut adalah Rp20.000.000,00,
sedangkan nilai residunya diperkirakan sebesar Rp1.000.000,00. Apabila
pada tahun 2006 Percetakan Shinta menghasilkan produk sebanyak
200.000 unit, mesin cetak tersebut digunakan selama 5
tahun. Diminta:
a. Berapa tarif depresiasi per tahunnya?
b. Berapa besarnya biaya depresiasi yang harus diakui oleh perusahaan
untuk tahun 2007?

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Akuntansi penyusutan adalah suatu sistem akuntansi yang bertujuan


untuk membagikan harga perolehan atau nilai dasar lain dari aktiva tetap
berwujud, dikurangi nilai sisa (kalau ada), selama umur kegunaan unit
aktiva itu yang ditaksir (mungkin berupa suatu kumpulan aktiva-aktiva)
dalam suatu cara yang sistematis dan rasional.
2) Faktor – faktor fisik (intern) yang menyebabkan perlunya penyusutan,
antara lain berikut ini.
a. Pemakaian dan kerusakan
b. Keruntuhan
Penurunan nilai guna juga bisa disebabkan faktor keruntuhan. Kalau
hal ini terjadi maka biasanya terjadi penurunan fisik yang sangat
drastis.
c. Faktor alamiah atau berlalunya waktu
Faktor ini meliputi, antara lain perubahan cuaca, hujan, panas, dan
hal-hal lain yang disebabkan berlalunya waktu.
d. Faktor-faktor tidak terduga
Penurunan fisik aktiva tetap mungkin pula terjadi karena hal-hal di
luar dugaan manusia, seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan
lain-lain.
3) Umur ekonomis ialah umur suatu aktiva tetap sejak siap dipergunakan
sampai pada waktu aktiva tetap tersebut secara ekonomis sudah tidak
menguntungkan lagi untuk dipergunakan terus. Artinya, biaya yang
dikeluarkan untuk penggunaan aktiva tersebut sudah melebihi atau sudah
tidak seimbang lagi dengan daya guna yang dapat diberikannya.
4) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan taksiran umur
ekonomis, yaitu berikut ini.
a. taksiran kerusakan fisik karena pemakaian
b. keusangan karena waktu
c. hukum atau pembatasan-pembatasan lain terhadap penggunaan
aktiva tetap yang bersangkutan
5) Berikut ini adalah contoh dari pencatatan jurnal penyusutan dan
penyajiannya di dalam neraca berikut.
Toko Mawar melakukan penyusutan terhadap peralatan tokonya untuk
periode akuntansi 2006 sebesar Rp600.000,00. Jurnal untuk mencatat
depresiasi tersebut adalah berikut ini.
Biaya depresiasi peralatan toko ……… Rp600.000,00
Akumulasi depresiasi peralatan toko … Rp600.000,00
(mencatat biaya depresiasi peralatan toko)

Apabila pada tanggal 31 Desember 2006, yaitu saat Toko Mawar


melakukan tutup buku, rekening akumulasi depresiasi peralatan toko
mempunyai saldo Rp2.000.000,00 dan harga perolehan peralatan
tokonya adalah Rp5.000.000,00 maka neraca per tanggal 31 Desember
2006 akan disajikan sebagai berikut.
Toko Mawar
Neraca
Per 31 Desember 2006
Aktiva Lancar
………………..
………………..
………………..
Aktiva Tetap
Peralatan Kantor Rp. 5.000.000,00
Akum. Depr. Peralatan Ktr. Rp. 2.000.000,00
Rp. 3.000.000,00
6) Terdapat 2 macam metode depresiasi dengan metode pembebanan
menurun, yaitu berikut ini.
a. Metode Jumlah Angka Tahunan.
b. Metode Persentase Tetap Dari Nilai Buku.
7) Asumsi yang digunakan pada metode depresiasi garis lurus, yaitu apabila
diperkirakan bahwa aktiva tetap tersebut memberikan manfaat ekonomis
yang relatif sama besarnya untuk setiap periode selama masa
penggunaannya. Umur ekonomis yang digunakan pada metode garis
lurus dihitung atas dasar umur (masa pakai) aktiva tetap yang
bersangkutan. Metode garis lurus ini menganggap depresiasi sebagai
fungsi dari waktu.
8) Yang menjadi dasar pemikiran dilakukannya depresiasi dengan
menggunakan metode depresiasi dengan pembebanan yang menurun,
yaitu metode tersebut didasarkan pada asumsi bahwa manfaat yang dapat
diberikan oleh suatu aktiva tetap menurun sejalan dengan makin
bertambahnya umur aktiva tetap tersebut. Dengan demikian, aktiva tetap
harus di depresiasi dengan jumlah besar pada tahun-tahun awal
penggunaannya dan semakin mengecil untuk tahun-tahun berikutnya.
9) Perbedaan utama antara metode pemberhentian dengan metode
penggantian adalah adanya perbedaan penggunaan harga perolehan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan depresiasi. Depresiasi untuk
masing-masing metode dihitung sebagai berikut.
Metode Pemberhentian
Depresiasi = Harga Perolehan Aktiva Nilai Residu Aktiva Tetap
Tetap yang Diberhentikan yang Diberhentikan

Metode Penggantian
Depresiasi = Harga Perolehan Aktiva Nilai Residu Aktiva Tetap
Tetap yang Ditempatkan yang Diganti
10) a. Tarif depresiasi tiap tahunnya adalah sebesar berikut ini.
Rp20.000.000, 00 - Rp1.000.000, 00
5 tahun = Rp3.800.000, 00
Adapun program depresiasi mesin untuk 5 tahun (selama umur
ekonomisnya) dapat Anda lihat pada tabel berikut.

Program Depresiasi dengan Metode Garis Lurus


Depresiasi Akum. Depresiasi Nilai Buku Akhir
Harga Perolehan
Tahun Per Tahun Akhir Tahun Tahun
(Rp)
(Rp) (Rp) (Rp)
0 - - - Rp20.000.000,00
2006 Rp20.000.000,00 Rp3.800.000,00 Rp 3.800.000,00 Rp16.200.000,00
2007 Rp20.000.000,00 Rp3.800.000,00 Rp 7.600.000,00 Rp12.400.000,00
2008 Rp20.000.000,00 Rp3.800.000,00 Rp11.400.000,00 Rp 8.600.000,00
2009 Rp20.000.000,00 Rp3.800.000,00 Rp15.200.000,00 Rp 4.800.000,00
2010 Rp20.000.000,00 Rp3.800.000,00 Rp19.000.000,00 Rp 1.000.000,00
b. Biaya depresiasi tahun 2007 adalah Rp3.800.000,00. Oleh karena
metode yang digunakan adalah Metode Garis Lurus.

RANGKUMAN

Aktiva Tetap Berwujud tidak dapat digunakan dalam operasi


perusahaan untuk selamanya. Suatu saat Aktiva Tetap Berwujud akan
diakui, kecuali tanah. Aktiva Tetap Berwujud karena digunakan tentu
dapat rusak, aus, usang, dan lain-lain. Sejalan dengan itu, prestasi dari
Aktiva Tetap Berwujud tersebut tentu akan berkurang. Oleh karena
prestasinya semakin berkurang dan suatu saat tidak dapat digunakan lagi
maka akan dialami suatu kerugian atas harga perolehannya. Alokasi
harga perolehan ke periode-periode yang menikmati hasil Aktiva Tetap
Berwujud tersebut dalam akuntansi disebut penyusutan (depresiasi).
Faktor-faktor penyebab penyusutan dari suatu Aktiva Tetap
Berwujud tidak sekedar hanya faktor fisik, seperti rusak, runtuh, aus, dan
usang, namun juga faktor-faktor fungsional, seperti ketinggalan zaman,
ketidakcukupan, dan pola pemakaian.
Penyusutan sebagai alokasi harga perolehan menimbulkan biaya
penyusutan. Biaya penyusutan besarnya ditentukan oleh faktor harga
perolehan, umur ekonomis, nilai sisa, dan metode penyusutan. Harga
perolehan adalah keseluruhan pengeluaran yang layak dibebankan atau
dikapitalisasikan sebagai harga perolehan. Harga perolehan ini
dialokasikan selama taksiran umur ekonomis penggunaan Aktiva Tetap
Berwujud yang di susut sampai tidak menguntungkan lagi.
Pada suatu saat Aktiva Tetap Berwujud secara ekonomis tidak
menguntungkan lagi. Pada saat itu aktiva tersebut mungkin masih
mempunyai nilai sebagai barang rongsokan. Nilai tersebut adalah nilai
sisa yang harus diperhitungkan sebagai pengurang harga perolehan yang
akan dialokasikan.
Pengalokasian harga perolehan harus dilakukan secara sistematis
dan rasional. Untuk itu diperlukan metode depresiasi. Metode yang akan
digunakan hendaknya sesuai dengan sifat dan pola penggunaan aktiva
yang akan disusutkan.
Pencatatan depresiasi adalah dengan mendebit biaya depresiasi dan
mengkredit akumulasi depresiasi dari aktiva tetap yang bersangkutan.
Akumulasi depresiasi merupakan rekening neraca dan diperlakukan
sebagai rekening pengurang (off-set account) dari rekening aktiva yang
bersangkutan. Harga perolehan suatu Aktiva Tetap Berwujud dikurangi
akumulasi depresiasi menghasilkan nilai buku aktiva tersebut.
Di dalam melakukan depresiasi terhadap Aktiva Tetap Berwujud,
terdapat beberapa metode yang bisa kita gunakan. Adanya beberapa
metode depresiasi dikarenakan tiap-tiap Aktiva Tetap Berwujud
mempunyai pola pemakaian yang berbeda-beda. Metode depresiasi yang
dipilih untuk digunakan sedapat mungkin sesuai dengan pola pemakaian
aktiva tetap yang disusutkan. Adapun penggunaan metode depresiasi
yang sesuai dengan pola pemakaian aktiva tetap bertujuan agar proses
pertemuan antara penghasilan dan biaya bisa mendekati ketepatan.
Hal ini disebabkan penggunaan metode depresiasi yang sesuai
dengan pola pemakaian aktiva tetap yang disusutkan akan menghasilkan
pengakuan biaya depresiasi sebagai alokasi harga perolehan aktiva tetap
sebesar yang seharusnya. Pada garis besarnya terdapat 4 metode
depresiasi, yaitu berikut ini.

1. Metode Aktivitas
Dengan metode ini depresiasi dihitung berdasarkan aktivitas-
aktivitas aktiva tetap. Metode ini akan menghasilkan alokasi harga
perolehan aktiva tetap secara tepat, akan tetapi tidak mudah untuk
menentukan besarnya aktivitas aktiva tetap secara tepat sehingga dalam
praktiknya metode ini sulit digunakan.

2. Metode Garis Lurus


Metode ini mengasumsikan bahwa aktiva tetap mempunyai aktivitas
yang sama untuk tiap periode selama masa penggunaannya. Dan dalam
setiap periodenya aktiva tetap tersebut memberikan manfaat yang sama
besarnya sehingga besarnya alokasi harga perolehan untuk tiap
periodenya sama besar.
3. Metode Depresiasi dengan Pembebanan yang Menurun
Metode ini mempunyai asumsi bahwa semakin tua suatu aktiva tetap
maka akan semakin kecil pula kemampuannya dalam memberikan
manfaat. Untuk itu alokasi harga perolehannya juga semakin kecil
seiring dengan bertambahnya umur aktiva tetap tersebut.

4. Metode Depresiasi Khusus


Metode depresiasi khusus digunakan untuk aktiva-aktiva tetap yang
apabila menggunakan metode lain tidak dimungkinkan ataupun kurang
praktis dan hasilnya kurang memuaskan.

TES FORMATIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Apabila Anda membeli sebuah komputer pada awal tahun 2000 seharga
Rp5.000.000,00 dan komputer tersebut Anda gunakan selama 3 tahun.
Pengeluaran sebesar Rp5.000.000,00 tersebut akan Anda anggap sebagai
biaya (dialokasikan) pada tahun ….
A. 2000
B. 2001
C. 2000 dan 2001
D. 2000, 2001, dan 2002

2) Istilah penyusutan untuk Aktiva Tetap Berwujud adalah ….


A. penyusutan
B. depresiasi
C. deplesi
D. amortisasi

3) Dari pernyataan-pernyataan berikut ini, manakah pengertian pokok dari


penyusutan?
A. Penyusutan dilakukan terhadap semua aktiva
B. Penyusutan merupakan alokasi harga perolehan setelah dikurangi
nilai sisa
C. Alokasi penyusutan yang dilakukan boleh berubah-ubah
D. Penyusutan merupakan proses penilaian

4) Penyebab penyusutan yang ditimbulkan dari faktor, kecuali ....


A. ketinggalan zaman
B. ketidakcukupan
C. pemakaian
D. tidak diterima pasar
5) Faktor intern dari penyebab penyusutan adalah ….
A. ketuaan karena faktor waktu
B. perkembangan teknologi
C. kebijaksanaan pemerintah
D. obsolescence

6) Faktor fungsional dari penyebab penyusutan adalah ….


A. pola pemakaian
B. ketidakcukupan
C. faktor alamiah
D. keruntuhan

7) Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan beban/biaya


penyusutan, kecuali ....
A. teknologi
B. kebijaksanaan pemerintah
C. nilai sisa
D. pola pemakaian

8) Yang dimaksud dengan umur ekonomis suatu aktiva adalah ….


A. sama dengan umur perusahaan
B. sama dengan umur teknis
C. sejak siap digunakan sampai secara ekonomis tidak dapat digunakan
D. sejak dibeli sampai secara ekonomis tidak dapat digunakan lagi

9) Umur ekonomis ditaksir setelah memperhatikan, kecuali ....


A. taksiran kerusakan karena pemakaian
B. metode penyusutan yang digunakan
C. keusangan karena waktu
D. hukum atau pembatasan-pembatasan lain terhadap penggunaan
aktiva tetap

10) Mana dari pernyataan berikut yang benar?


A. Akumulasi depresiasi disajikan di neraca di sisi aktiva.
B. Biaya penyusutan disajikan di neraca di sisi pasiva.
C. Biaya penyusutan dihitung dari nilai sisa ditambah harga perolehan.
D. Pencatatan biaya penyusutan adalah dengan mendebit akumulasi
dan mengkredit biaya penyusutan.
11) Ditinjau dari laporan Laba/Rugi, biaya depresiasi dimasukkan sebagai
biaya variabel apabila digunakan metode ….
A. aktivitas
B. garis lurus
C. jumlah angka tahun
D. saldo yang menurun

12) Sebuah aktiva tetap mempunyai harga perolehan Rp12.000.000,00 dan


nilai residu Rp3.000.000,00. Aktiva tetap tersebut mempunyai umur
ekonomis 3 tahun. Apabila di depresiasi pada tahun ke-3 berjumlah
Rp1.500.000,00. Metode apa yang digunakan?
A. Garis Lurus
B. Saldo Yang Menurun
C. Aktivitas
D. Jumlah Angka Tahun

13) Jika sebuah perusahaan industri menggunakan metode aktivitas dengan


dasar unit yang diproduksi di dalam mendepresiasi aktiva tetapnya maka
besarnya biaya depresiasi yang diakui untuk tiap periode selama masa
kegunaannya akan ….
A. konstan
B. bervariasi tergantung hasil penjualan
C. bervariasi tergantung jumlah unit penjualan
D. bervariasi tergantung jumlah unit yang diproduksi

14) Metode depresiasi berikut ini akan menghasilkan biaya depresiasi yang
jumlahnya bertambah dari tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya
umur aktiva tetap ….
A. metode garis lurus
B. metode saldo yang menurun
C. metode jumlah angka tahun
D. jawaban A, B, dan C salah

15) Apabila dibuat grafik dengan sumbu vertikal “biaya depresiasi” dan
sumbu horizontal “umur aktiva tetap” maka biaya depresiasi tiap periode
selama umur ekonomis aktiva tetap dengan menggunakan Metode Garis
Lurus akan tergambar ….
A. lurus vertikal
B. lurus horizontal
C. garis miring ke kanan bawah
D. garis miring ke kiri bawah
16) Seperti pertanyaan nomor 15, namun digunakan Metode Jumlah Angka
Tahun. Maka grafiknya akan tergambar ….
A. lurus vertikal
B. lurus horizontal
C. garis miring ke kanan bawah
D. garis miring ke kiri bawah

17) Pada tanggal 1 Juli 2001 perusahaan roti “Nyam-Nyam” membeli sebuah
mesin seharga Rp3.600.000,00. Taksiran nilai residu Rp100.000,00.
Mesin tersebut akan di depresiasi selama 10 tahun dengan menggunakan
Metode Persentase Tetap Dari Nilai Buku dengan tarif dua kali garis
lurus (double declining balance method). Berapa besar biaya depresiasi
yang harus diakui untuk tahun 2002?
A. Rp720.000,00
B. Rp648.000,00
C. Rp630.000,00
D. Rp576.000,00

18) Pada tanggal 1 Januari 2001 perusahaan angkutan “Armada Jaya”


membeli sebuah kendaraan seharga Rp5.000.000,00. Kendaraan tersebut
diperkirakan mempunyai umur ekonomis selama 15 tahun dengan nilai
residu sebesar Rp500.000,00, apabila digunakan Metode Jumlah Angka
Tahun, berapa nilai buku kendaraan tersebut yang tercantum dalam
Neraca “Armada Jaya” per 31 Desember 2002?
A. Rp4.100.000,00
B. Rp4.000.000,00
C. Rp3.412.500,00
D. Rp2.800.000,00

19) Selama tahun 1999 PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengganti 30 batang
rel kereta api. Harga rel baru tersebut Rp50.000,00 tiap batang. Rel yang
lama mempunyai harga perolehan Rp10.000,00 per batang dan telah
berumur 20 tahun. Rel baru diperkirakan dapat digunakan selama 20
tahun. Dengan menggunakan metode retirement dalam melakukan
penyusutan, berapa depresiasi yang diakui PT KAI selama tahun 1999,
dan berapa besar tambahan nilai aktiva tetap berkenaan dengan adanya
penggantian rel kereta api tersebut?
A. Rp15.000,00 dan Rp0
B. Rp300.000,00 dan Rp1.200.000,00
C. Rp300.000,00 dan Rp1.500.000,00
D. Rp1.500.000,00 dan Rp0
20) Sebuah aktiva tetap dengan harga perolehan Rp150.000,00 dan nilai
residu Rp0 serta umur ekonomis 5 tahun akan mempunyai nilai buku
sama besarnya baik menggunakan metode garis lurus maupun metode
jumlah angka tahun, pada akhir tahun ….
A. ke-2
B. ke-3
C. ke-4
D. tidak akan pernah mempunyai nilai buku yang sama

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar 4. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang
belum dikuasai.
K EGIATAN B ELAJAR 4

Penilaian Kembali Aktiva Tetap

A. PENGERTIAN

Secara umum, tujuan utama penyelenggaraan akuntansi keuangan adalah


memberikan informasi mengenai kondisi keuangan serta hasil usaha
perusahaan yang bersangkutan. Tujuan tersebut tercermin pada hasil akhir
dari kegiatan akuntansi yang berupa laporan keuangan yang terdiri atas
Neraca dan Laporan Laba/Rugi. Neraca melaporkan posisi keuangan atau
kekayaan perusahaan, sedang Laporan Laba/Rugi memberikan informasi
tentang hasil usaha perusahaan dalam suatu periode. Neraca berisi “daftar”
kekayaan utang dan modal perusahaan beserta nilainya pada suatu saat,
sedang Laporan Laba/Rugi berisi hasil mempertemukan antara penghasilan
dan biaya selama periode tertentu.
Tujuan akuntansi keuangan tersebut mempunyai konsekuensi bahwa
informasi yang dihasilkannya harus mencerminkan keadaan yang
sesungguhnya, agar tidak menyesatkan pihak yang menggunakan.
Ketidaktepatan informasi yang diberikan oleh akuntansi keuangan bisa
mengakibatkan ketidaktepatan pihak yang berkepentingan dalam mengambil
keputusan yang menyangkut perusahaan tersebut. Keputusan yang tidak tepat
bisa menimbulkan dampak merugikan yang tidak kecil bagi perusahaan
ataupun bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.
Selama ini, dalam mempelajari akuntansi keuangan, kita selalu
ditawarkan prinsip harga perolehan (cost principle) di dalam mencatat dan
melaporkan aktiva. Harga perolehan merupakan total nilai pengorbanan yang
dilakukan untuk mendapatkan suatu aktiva sehingga siap digunakan. Dengan
demikian, harga perolehan merupakan nilai aktiva pada saat ia diperoleh. Di
dalam keadaan nilai mata uang yang stabil, penggunaan harga perolehan
sebagai dasar penilaian terhadap suatu aktiva untuk keperluan pencatatan dan
pelaporan adalah tepat sekali. Hal ini tidak lain karena pada kondisi nilai
uang stabil, nilai uang di masa lalu akan mempunyai nilai yang tetap di masa
sekarang dan masa yang akan datang. Sehingga, harga perolehan akan
mewakili nilai yang sebenarnya dari aktiva yang bersangkutan.
Dalam kenyataannya, kita semua tahu bahwa nilai uang dalam jangka
panjang tidak mungkin stabil. Artinya, nilai uang di masa lalu akan berbeda
dengan nilai uang di masa sekarang ataupun di masa yang akan datang.
Perubahan nilai uang tersebut bisa turun sejalan dengan meningkatnya harga
barang-barang yang biasa disebut dengan istilah inflasi atau perubahan nilai
uang yang menjadikan uang menjadi semakin berharga sejalan dengan
menurunnya harga barang-barang yang biasa disebut dengan istilah deflasi.
Dalam kondisi semacam ini, jelas harga perolehan yang merupakan
pengorbanan di masa lalu tidak bisa mewakili nilai aktiva yang bersangkutan
di masa sekarang. Dengan demikian, apabila suatu aktiva dipaksakan untuk
dilaporkan dengan menggunakan dasar penilaian harga perolehan maka akan
memberikan informasi yang melenceng dari nilai yang sebenarnya.
Dalam kaitannya dengan adanya perubahan nilai uang serta mengingat
tujuan dari akuntansi keuangan, sudah selayaknya apabila di dalam menilai
aktiva untuk keperluan pencatatan dan pelaporan digunakan dasar penilaian
selain harga perolehan. Praktik semacam ini saat ini telah banyak dilakukan.
Sebagai contoh, penggunaan metode harga paling rendah antara harga
perolehan atau harga pasar (lower cost or market method) dalam menilai
persediaan, metode persentase penyelesaian dalam kontrak jangka panjang,
investasi obligasi jangka panjang yang dinilai sebesar nilai tunai jatuh
temponya, dan lain-lain.
Penilaian dan pencatatan terhadap aktiva tetap berwujud atas dasar selain
harga perolehannya sebenarnya juga harus dilakukan apabila memang
terdapat perubahan nilai uang yang cukup berarti sehingga perlu dilakukan
penyesuaian terhadap harga perolehannya. Ini perlu dilakukan agar informasi
mengenai aktiva tetap yang dihasilkan oleh akuntansi bisa mewakili keadaan
yang sebenarnya. Akan tetapi, Standar Akuntansi Keuangan (SAK), seperti
yang terdapat pada Pasal 29 pada umumnya tidak memperkenankan
dilakukannya penilaian kembali atau revaluasi terhadap aktiva tetap. Hal ini
dikarenakan SAK menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan.
Penyimpangan dari ketentuan tersebut mungkin dilakukan berdasarkan
ketentuan pemerintah.
Ketentuan SAK tersebut kelihatannya agak janggal, namun sebenarnya
cukup beralasan. SAK pada dasarnya disusun untuk keperluan pemeriksaan
auditor independen sehingga SAK membuat ketentuan yang akan
mempermudah pelaksanaan pemeriksaan auditor independen terhadap
laporan keuangan perusahaan. Penggunaan harga perolehan yang biasa pula
disebut dengan harga historis terhadap aktiva tetap akan mempermudah
pelaksanaan pengauditan terhadap aktiva karena hal-hal berikut.
1. Harga perolehan atau harga historis bersifat objektif karena terbentuk
dari kesepakatan antara pihak-pihak yang independen. Misalnya,
perusahaan memiliki sebuah komputer yang didapat dari membeli. Harga
perolehan komputer tersebut merupakan harga belinya yaitu hasil
kesepakatan antara perusahaan dengan pihak penjual komputer.
2. Harga historis didukung oleh bukti-bukti transaksi yang kuat sehingga
auditor independen akan lebih mudah dalam menguji kevalidan nilai
aktiva yang bersangkutan. Adanya bukti transaksi yang mendukung
harga perolehan tersebut karena ia timbul dari suatu transaksi yang
benar-benar terjadi.

Kedua alasan di atas tidak akan pernah ada apabila penilaian suatu aktiva
dilakukan tidak atas dasar harga perolehannya. Lagi pula untuk menentukan
cara penilaian kembali serta menentukan nilai baru dari suatu aktiva agar bisa
mewakili keadaan yang sebenarnya bukanlah pekerjaan yang mudah.

B. PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP


BERDASARKAN KETENTUAN PEMERINTAH

Meskipun SAK pada umumnya tidak memperkenankan dilakukannya


revaluasi terhadap aktiva tetap, namun perkecualian bisa dilakukan apabila
ada peraturan pemerintah yang memperbolehkan dilakukannya revaluasi.
Kebijaksanaan pemerintah yang memberikan kesempatan kepada badan
usaha untuk menyesuaikan nilai perolehan aktiva tetapnya dikeluarkan
sehubungan dengan adanya perubahan nilai tukar rupiah, misalnya karena
adanya devaluasi rupiah.
Kebijaksanaan pemerintah tersebut dikeluarkan dalam kaitannya dengan
pajak penghasilan. Dengan adanya perubahan nilai tukar rupiah, dalam hal ini
devaluasi, nilai perolehan aktiva tetap yang merupakan nilai yang sebenarnya
pada saat devaluasi menjadi terlalu kecil. Sehingga biaya depresiasi yang bisa
diperhitungkan atas aktiva tetap tersebut juga menjadi terlalu kecil dari yang
semestinya. Akibatnya, laba akuntansi terhitung terlalu besar dan pajak
penghasilan yang harus ditanggung oleh badan usaha bersangkutan menjadi
terlalu besar.
Dengan dikeluarkannya kebijaksanaan pemerintah yang memberi
kesempatan bagi badan usaha untuk menyesuaikan nilai perolehan aktiva
tetapnya, biaya depresiasi yang diperhitungkan oleh perusahaan ikut
tersesuaikan pula sehingga laba/rugi perusahaan bisa sesuai dengan yang
semestinya. Adapun tujuan pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai
penyesuaian nilai perolehan aktiva tetap sehubungan dengan perubahan nilai
tukar rupiah adalah untuk menyehatkan posisi keuangan perusahaan.
Pemerintah telah beberapa kali mengeluarkan peraturan mengenai
penyesuaian nilai perolehan aktiva tetap perusahaan. Adapun yang terakhir
adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1986,
dengan Aktiva Tetap (harta) berwujud sebagai objek peraturan ini. Peraturan
ini dibuat berkenaan dengan adanya devaluasi rupiah tanggal 12 September
1986. Berdasarkan peraturan tersebut, harga perolehan aktiva tetap berwujud
disesuaikan dengan mengalikan faktor penyesuaian yang telah ditentukan.
Faktor penyesuaian yang ditetapkan oleh peraturan tersebut adalah sebagai
berikut.

Tahun Perolehan Harta Berwujud Faktor Penyesuaian


1970 dan sebelumnya 7,6159
1971 7,0779
1972 7,0181
1973 5,8106
1974 3,9454
1975 3,2879
1976 2,7379
1977 2,4389
1978 2,2238
1979 1,9847
1980 1,6618
1981 1,4347
1982 1,3152
1983 1,2553
1984 1,1956
1985 1,1513
1986 tanggal 12 September dan sebelumnya 1,1070
1986 tanggal 13 September dan sesudahnya 1,0000

Agar Anda jelas, sebagai contoh sebuah mesin yang dibeli oleh
perusahaan ABC pada tahun 1985 dengan harga Rp5.000.000,00 mulai
tanggal 1 Januari 1987 sesuai dengan mulai berlakunya PP Nomor 45 Tahun
1986 di atas, harga perolehannya menjadi Rp5.756.500,00, yaitu faktor
penyesuaian tahun 1985 sebesar 1,1513 dikalikan dengan harga perolehannya
Rp5.000.000,00.

C. AKUNTANSI PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP

Walaupun SAK pada dasarnya tidak memperkenankan dilakukannya


revaluasi terhadap aktiva tetap, namun untuk menambah pengetahuan dan
pengertian Anda mengenai masalah penilaian kembali khususnya dan
pelajaran Akuntansi Keuangan umumnya maka di sini Anda diberikan sedikit
penjelasan terhadap penilaian kembali aktiva tetap berwujud. Sebelumnya
perlu Anda ketahui bahwa yang akan Anda pelajari di sini bukanlah teknik
penghitungan dan penyelenggaraan akuntansi terhadap penilaian kembali
aktiva tetap berdasarkan peraturan pemerintah, akan tetapi penyelenggaraan
akuntansi terhadap penilaian kembali aktiva tetap berwujud ditinjau dari
aspek akuntansi keuangan.
Seperti yang telah Anda ketahui, aktiva tetap berwujud bisa dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu berikut ini.
1. Aktiva tetap berwujud yang mempunyai umur tak terbatas sehingga
terhadapnya tidak mungkin dilakukan penyusutan, misalnya tanah.
2. Aktiva tetap berwujud yang mempunyai umur kegunaan yang terbatas
sehingga perlu dilakukan penyusutan terhadapnya, seperti mesin,
kendaraan, dan sebagainya.

Sementara itu, secara teoretis terdapat 2 kemungkinan pengaruh


penilaian kembali aktiva tetap terhadap harga perolehan, yaitu berikut ini.
1. Mengakibatkan harga perolehan aktiva tetap menjadi naik.
2. Mengakibatkan harga perolehan aktiva tetap menjadi turun.

Sekarang marilah kita membahas satu persatu kedua kemungkinan


penilaian kembali tersebut terhadap masing-masing jenis aktiva tetap
berwujud. Kemudian, di akhir kegiatan belajar ini kita akan membahas
mengenai penjualan aktiva tetap berwujud yang telah mengalami penilaian
kembali.
D. PENILAIAN KEMBALI YANG MENGAKIBATKAN
KENAIKAN HARGA PEROLEHAN

Penilaian kembali terhadap suatu aktiva tetap berwujud yang


mengakibatkan naiknya harga perolehan membuat nilai aktiva yang harus
dilaporkan di dalam neraca menjadi naik pula. Sebagai imbangannya, adanya
kenaikan nilai aktiva tersebut menjadikan nilai modal juga naik. Dengan
demikian, penilaian kembali yang membuat harga perolehan aktiva tetap
menjadi naik akan menimbulkan 2 buah rekening baru untuk tempat
mencatatnya, yaitu untuk mencatat naiknya nilai aktiva tetap itu sendiri dan
untuk mencatat kenaikan nilai modal sebagai imbangannya.
Bagi aktiva tetap berwujud yang mempunyai umur ekonomis terbatas,
penilaian kembali yang membuat harga perolehannya naik harus disertai
dengan penyesuaian terhadap akumulasi depresiasinya. Untuk itu, di sini
timbul pula rekening baru untuk mencatat perubahan nilai akumulasi
depresiasi aktiva tetap yang bersangkutan.
Agar Anda bisa lebih memahami permasalahannya maka akan diberikan
beberapa contoh yang bisa membantu pengertian Anda.

Contoh 1.21. Penilaian Kembali terhadap Aktiva Tetap Berwujud


dengan Umur Ekonomis Tak Terbatas

Akibat adanya penurunan nilai uang yang terus-menerus sehingga harga


barang-barang menjadi naik terus, harga perolehan tanah yang dimiliki oleh
PT Sherley tidak lagi mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Untuk itu
Direksi dengan persetujuan pemilik perusahaan memutuskan untuk
mengadakan penilaian kembali terhadap tanah tersebut. Tanah perusahaan
pada masa sekarang mempunyai nilai Rp35.000.000,00, sedangkan harga
perolehan tanah tersebut adalah Rp10.000.000,00. Dengan demikian, ada
kenaikan nilai tanah sebesar Rp25.000.000,00. Jurnal untuk mencatat
penilaian kembali terhadap tanah oleh PT Sherley tersebut adalah berikut ini.
Tanah Penilaian Kembali........................Rp25.000.000,00
Modal Penilaian Kembali-Tanah ...........................Rp25 000.000,00
(mencatat penilaian kembali tanah)
Kedua rekening baru yang timbul dengan adanya penilaian kembali di
atas akan dihapuskan bersamaan dengan rekening Tanah pada saat tanah
yang telah dinilai kembali tersebut dijual.

Contoh 1.22 Penilaian Kembali terhadap Aktiva Tetap Berwujud


dengan Umur Ekonomis Terbatas

Sehubungan dengan kejadian, seperti pada Contoh 1.22 PT Sherley juga


melakukan penilaian kembali terhadap aktiva tetap berwujudnya yang lain,
yaitu kendaraan dan peralatan kerja. Informasi mengenai kedua aktiva tetap
berwujud tersebut berkaitan dengan penilaian kembali adalah sebagai berikut.

Kendaraan Peralatan Kerja


Harga Perolehan Rp4.000.000,00 Rp3.000.000,00
Akumulasi Depresiasi Rp 900.000,00 Rp1.500.000,00
Taksiran Umur Ekonomis 8 tahun 6 tahun
Taksiran Nilai Residu Rp 400.000,00 Rp0
Metode Penyusutan Garis Lurus Garis Lurus
Harga Perolehan Kembali (dalam keadaan Rp6.000.000,00 Rp6.000.000,00
baru) 8 tahun 8 tahun
Taksiran Umur Ekonomis Kembali (dalam
keadaan baru) Rp 500.000,00 Rp0
Taksiran Nilai Residu Kembali

Dari informasi yang ada, kita bisa menghitung bahwa kendaraan telah
Rp900.000, 00 8 tahun
digunakan selama 2 tahun, dan peralatan
Rp4.000.000, 00  Rp400.000,
00

kerja telah digunakan selama 3 tahun,


Rp1.500.000, 00  6
yaitu tahun
Rp3.000.000, 00

Setelah diadakan penilaian kembali ternyata untuk masa sekarang


apabila dalam kondisi baru, kendaraan mempunyai harga perolehan
Rp6.000.000,00 dan peralatan kerja juga mempunyai harga perolehan
Rp6.000.000,00. Untuk peralatan kerja setelah diperiksa kondisinya, ternyata
diperkirakan akan mempunyai umur ekonomis 2 tahun lebih lama dari
perkiraan semula. Sedang untuk kendaraan diperkirakan akan mempunyai
nilai residu Rp500.000,00, jadi lebih besar Rp100.000,00 dari taksiran
semula.
Sehubungan dengan adanya salah taksiran terhadap umur ekonomis dan
nilai residu aktiva tetap tersebut maka berarti PT Sherley telah melakukan
penghitungan pembebanan biaya penyusutan yang salah terhadap kedua
aktiva tetap tersebut. Untuk itu, ia perlu melakukan koreksi atas pembebanan
biaya depresiasi selama penggunaan aktiva tetap sampai diadakan penilaian
kembali. Hal ini perlu dilakukan karena manajemen PT Sherley telah
melakukan salah penaksiran yang menyebabkan pengakuan biaya depresiasi
untuk periode-periode sebelumnya tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Adapun jurnal yang harus dibuat oleh PT Sherley untuk mencatat
penilaian kembali aktiva tetap di atas adalah sebagai berikut.

Penilaian Kembali Kendaraan

Akumulasi Depresiasi Kendaraan...............Rp. 25.000,00


Koreksi Laba Tahun-Tahun Lalu
(Laba Yang Ditahan) .................................... Rp 25.000,00
(mencatat koreksi kelebihan pengakuan biaya depresiasi pada
periode-periode yang telah lewat)

Perhitungan :
- Akumulasi Depresiasi sebelum dikoreksi = Rp 900.000,00
- Akumulasi Depresiasi setelah dikoreksi
 4.000.000  500.000 
  2 = Rp 875.000,00
 8 
- Kelebihan Akumulasi Depresiasi = Rp. 25.000,00

Kendaraan Penilaian Kembali.....................Rp. 2.000.000,00


Akumulasi Depresiasi
Kendaraan Penilaian Kembali ................................Rp.....500.000,00
Modal Penilaian Kembali Kendaraan .....................Rp. 1 500.000,00
(mencatat kenaikan harga perolehan kendaraan)

Perhitungan :
- Harga Perolehan Kendaraan sesudah penilaian kembali= Rp. 6 000.000,00
- Harga Perolehan Kendaraan sebelum penilaian kembali= Rp. 4 000.000,00
- Kenaikan harga perolehan kendaraan = Rp. 2 000.000,00
- Akumulasi Depresiasi setelah penilaian kembali
(Rp. 6.000.000,00 – Rp. 500.000,00) x 2/8 tahun = Rp. 1.375.000,00
- Akumulasi Depresiasi setelah dikoreksi, sebelum
penilaian kembali = Rp. 875.000,00
- Kenaikan akumulasi depresiasi, karena penilaian
kembali = Rp. 500.000,00

- Kenaikan harga perolehan kendaraan = Rp. 2.000.000,00


- Kenaikan akumulasi depresiasi = Rp. 500.000,00
- Modal penilaian kembali kendaraan = Rp. 1.500.000,00

Penilaian Kembali Peralatan Kerja

Akumulasi Depresiasi Peralatan Kerja......................Rp. 375.000,00


Koreksi Laba Tahun-tahun Yang Lalu
(Laba Yang Ditahan) ....................................................... Rp 375.000,00
(mencatat koreksi kelebihan pengakuan biaya depresiasi pada periode-
periode yang telah lewat)

Perhitungan :
- Akumulasi Depresiasi sebelum ada koreksi = Rp. 1 500.000,00
- Akumulasi Depresiasi setelah ada koreksi
Rp. 3.000.000,00 x 3/8 tahun = Rp. 1 125.000,00
- Kelebihan akumulasi depresiasi = Rp.....375.000,00

Peralatan Kerja Penilaian Kembali.........................Rp. 3.000.000,00


Akumulasi Depresiasi Peralatan Kerja
Penilaian Kembali ................................................... Rp. 1 125.000,00
Modal Penilaian Kembali Peralatan Kerja ...............Rp. 1 875.000,00
(mencatat kenaikan harga perolehan peralatan kerja)

Perhitungan :
- Harga perolehan peralatan kerja penilaian kembali= Rp. 6 000.000,00
- Harga perolehan peralatan kerja sebelum penilaian
kembali = Rp. 3 000.000,00
- Kenaikan harga perolehan peralatan kerja = Rp. 3 000.000,00
- Akumulasi depresiasi setelah ada penilaian kembali
(Rp6.000.000 x 3/8 tahun) = Rp. 2.250.000,00
- Akumulasi depresiasi setelah ada koreksi,
sebelum penilaian kembali = Rp. 1.125.000,00
- Kenaikan akumulasi depresiasi karena ada
penilaian kembali = Rp. 1.875.000,00

Hal yang perlu Anda perhatikan dari contoh di atas bahwa perusahaan
perlu mengadakan koreksi terhadap rekening akumulasi depresiasi terlebih
dahulu sebelum ia mencatat kenaikan harga perolehan aktiva tetap akibat
penilaian kembali. Koreksi terhadap rekening akumulasi depresiasi tersebut
berkenaan dengan adanya kesalahan penaksiran terhadap nilai residu dan
umur ekonomis. Dengan demikian, apabila kesalahan dilakukan oleh
perusahaan maka perusahaan tidak perlu melakukan koreksi terhadap
rekening akumulasi depresiasi terlebih dahulu. Artinya, atas penilaian
kembali aktiva tetap perusahaan langsung melakukan pencatatan terhadap
kenaikan harga perolehan.

E. PENILAIAN KEMBALI YANG MENGAKIBATKAN


PENURUNAN ATAS HARGA PEROLEHAN AKTIVA
TETAP

Penilaian kembali terhadap aktiva tetap berwujud bisa pula


mengakibatkan terjadinya penurunan harga perolehan aktiva tetap. Hal ini
terjadi apabila perekonomian mengalami deflasi yang cukup berarti. Dalam
keadaan seperti itu, harga-harga barang mengalami penurunan yang cukup
besar. Sebuah aktiva tetap yang dibeli pada saat harga barang tinggi
menjadikan harga perolehannya untuk tahun-tahun mendatang terlalu tinggi
dari nilai yang sebenarnya. Untuk menjadikan harga perolehan beserta
pengakuan biaya depresiasi aktiva tetap tersebut mempunyai nilai yang bisa
mewakili keadaan yang sebenarnya, perlu dilakukan penilaian kembali.
Tidak seperti penilaian kembali yang mengakibatkan kenaikan harga
perolehan, penilaian kembali aktiva tetap yang mengakibatkan penurunan
harga perolehan tidak menimbulkan rekening baru. Penurunan harga
perolehan yang terjadi dicatat langsung mengurangi harga perolehan aktiva
tetap yang bersangkutan, dan sebagai imbangannya diakui adanya kerugian
dari penurunan nilai aktiva tetap tersebut. Untuk lebih jelasnya, mari kita
langsung ke contoh soal.
Contoh 1.23. Penilaian Kembali Aktiva Tetap Berwujud yang
Mempunyai Umur Ekonomis tidak Terbatas

Dengan mengambil data pada Contoh 1.21. diketahui bahwa penilaian


kembali terhadap tanah PT Sherley menghasilkan harga perolehan tanah yang
baru menjadi sebesar Rp8.000.000,00. Terhadap transaksi penilaian kembali
tanah tersebut, perusahaan melakukan pencatatan sebagai berikut.
Rugi Penilaian Kembali Tanah
(Laba Yang Ditahan).............Rp2.000.000,00
Tanah ...................................... Rp2 000.000,00
(mencatat penurunan nilai perolehan tanah akibat penilaian kembali)

Contoh 1.24. Penilaian Kembali Aktiva Tetap Berwujud yang


Mempunyai Umur Ekonomis Terbatas

Diketahui dari Contoh 1.22. bahwa dengan dilakukannya penilaian


kembali terhadap peralatan kerja menghasilkan harga perolehan yang baru
sebesar Rp2.000.000,00. Adanya penurunan harga perolehan peralatan kerja
tersebut PT Sherley melakukan pencatatan sebagai berikut.
Akumulasi Depresiasi Peralatan Kerja ..................... Rp 750.000,00
Rugi Penilaian Kembali Peralatan Kerja
(Laba Yang Ditahan) ................................................ Rp 250.000,00
Peralatan Kerja ..................................................................... Rp. 1.000.000,00
(mencatat penurunan nilai perolehan peralatan kerja karena penilaian kembali)
Perhitungan :
- Harga Perolehan Peralatan Kerja, sebelum penilaian kembali= Rp. 3 000.000,00
- Harga Perolehan Peralatan Kerja, setelah penilaian kembali = Rp. 2 000.000,00
- Penurunan harga perolehan, karena penilaian kembali = Rp. 1 000.000,00

- Akumulasi depresiasi, sebelum penilaian kembali = Rp. 1.500.000,00


- Akumulasi depresiasi, setelah penilaian kembali = Rp. 750.000,00
- Penurunan akumulasi depresiasi, karena adanya
penilaian kembali = Rp. 750.000,00

Anda perlu memperhatikan di sini bahwa untuk penilaian kembali yang


menyebabkan penurunan harga perolehan aktiva tetap tidak perlu dilakukan
koreksi terhadap pengakuan biaya depresiasi pada tahun-tahun sebelumnya
walaupun ketika dilakukannya penilaian kembali tersebut juga dilakukan
revisi terhadap umur ekonomis aktiva tetap yang bersangkutan.

F. DEPRESIASI TERHADAP AKTIVA TETAP BERWUJUD


YANG TELAH DILAKUKAN PENILAIAN KEMBALI

Di dalam melakukan depresiasi terhadap aktiva tetap yang telah dinilai


kembali kita harus menggunakan dasar harga perolehan yang baru dari aktiva
tetap yang telah dinilai kembali tersebut. Terhadap penilaian kembali yang
mengakibatkan kenaikan harga perolehan, depresiasi aktiva tetap selama sisa
umur ekonomis setelah dilakukan penilaian kembali diakumulasikan ke
dalam dua rekening akumulasi depresiasi yang ada, yaitu rekening
Akumulasi Depresiasi Aktiva Tetap yang bersangkutan dan rekening
Akumulasi Depresiasi Penilaian Kembali yang muncul berkenaan dengan
penilaian kembali aktiva tetap tersebut. Depresiasi aktiva tetap yang telah
dinilai kembali yang diakumulasikan ke rekening Akumulasi Depresiasi
Penilaian Kembali merupakan amortisasi tiap periode terhadap Modal
Penilaian Kembali selama sisa umur ekonomis aktiva tetap tersebut. Mari
ikuti contoh berikut.

Contoh 1.25. Depresiasi Aktiva Tetap yang Telah Dilakukan Penilaian


Kembali dengan Harga Perolehan yang Naik

Dengan mengambil data dari Contoh 1.22. maka selama sisa umur
ekonomis kendaraan yaitu 6 tahun dan sisa umur ekonomis peralatan kerja,
yaitu 5 tahun, untuk tiap tahunnya dengan metode garis lurus PT Sherley
mencatat biaya depresiasi dan amortisasi Modal Penilaian Kembali sebagai
berikut.
Biaya Depresiasi Kendaraan............Rp437.500,00
Akumulasi Depresiasi Kendaraan .......Rp437.500,00
(mencatat pengakuan biaya depresiasi kendaraan untuk satu tahun)

Perhitungan:
- Biaya Depresiasi Kendaraan per tahun setelah ada koreksi nilai residu
= (Rp4.000.000,00 – Rp500.000,00) : 8 tahun = Rp437.500,00
Modal Penilaian Kembali Kendaraan.....Rp250.000,00
Akumulasi Depresiasi Kendaraan
Penilaian Kembali ......................... Rp250.000,00
(mencatat Amortisasi Modal Penilaian Kembali Kendaraan selama
sisa umur ekonomisnya yaitu 6 tahun)

Perhitungan :
- Amortisasi Modal Penilaian Kembali Kendaraan Per Tahun
= Rp. 1.500.000,00 : 6 tahun = Rp 250.000,00

Biaya Depresiasi Peralatan Kerja ................Rp 375.000,00


Akumulasi Depresiasi Peralatan Kerja
Penilaian Kembali ................................................... Rp 375.000,00
(mencatat pengakuan biaya depresiasi peralatan kerja untuk satu tahun)

Perhitungan :
- Biaya Depresiasi Peralatan Kerja per tahun setelah ada koreksi umur
ekonomis = Rp. 3.000.000,00 : 8 tahun = Rp 375.000,00

Modal Penilaian Kembali Peralatan Kerja ..........Rp 375.000,00


Akumulasi Depresiasi Peralatan Kerja
Penilaian Kembali ...................................................Rp 375.000,00
(mencatat Amortisasi Modal Penilaian Kembali Peralatan Kerja selama sisa
umur ekonomisnya yaitu 5 tahun)

Perhitungan :
- Amortisasi Modal Penilaian Kembali Peralatan Kerja Per Tahun
= Rp. 1.875.000,00 : 5 tahun = Rp 375.000,00

Contoh 1.26. Depresiasi Aktiva Tetap yang Telah Dilakukan Penilaian


Kembali dengan Harga Perolehan yang Telah Turun

Dengan mengambil informasi dari contoh 4.4. maka selama sisa umur
ekonomis peralatan kerja yang 5 tahun, PT Sherley mencatat pengakuan
biaya depresiasi peralatan kerja untuk tiap tahunnya sebagai berikut.
Biaya Depresiasi Peralatan Kerja........Rp250.000,00
Akumulasi Depresiasi Peralatan Kerja ...................Rp250.000,00
(mencatat pengakuan biaya depresiasi peralatan kerja per tahun)

Perhitungan :
- Biaya depresiasi peralatan kerja per tahun selama sisa umur
ekonomisnya
= Rp2.000.000,00 : 8 tahun = Rp250.000,00

G. PENJUALAN AKTIVA TETAP YANG TELAH


DILAKUKAN PENILAIAN KEMBALI

Seperti halnya dengan penjualan aktiva tetap yang tidak dilakukan


penilaian kembali, penjualan aktiva tetap yang telah dinilai kembali juga
mengakui adanya Laba/Rugi penjualan. Laba atau rugi ditentukan dengan
membandingkan antara harga jualnya dengan nilai buku aktiva tetap yang
dijual berdasarkan harga perolehan yang lama. Rekening Modal Penilaian
Kembali ditutup ke rekening Aktiva Tetap Penilaian Kembali sebagai
realisasi pengakuan adanya laba dari kenaikan harga perolehan. Tentu saja ini
hanya berlaku bagi penilaian kembali yang mengakibatkan naiknya harga
perolehan serta dari penjualan aktiva tetap yang menghasilkan laba, yaitu
harga jualnya lebih dari nilai buku berdasarkan harga perolehan yang lama.

Contoh 1.27. Penjualan Aktiva Tetap dengan Umur Ekonomis Tak


Terbatas setelah Dilakukan Penilaian Kembali

Apabila tanah pada Contoh 1.21 laku dijual Rp37.000.000,00 maka PT


Sherley melakukan pencatatan terhadap transaksi penjualan tanah tersebut
sebagai berikut.

Kas ................................................. Rp37.000.000,00


Modal Penilaian Kembali Tanah..... Rp25 000.000,00
Tanah .............................................. Rp10 000.000,00
Tanah-Penilaian Kembali ............... Rp25 000.000,00
Laba Penjualan Tanah .................... Rp27 000.000,00
(mencatat penjualan tanah)
Perhitungan :
- Harga Jual Tanah : Rp37.000.000,00
- Harga Perolehan Tanah : (Rp10.000.000,00)
- Laba Penjualan Tanah : Rp27.000.000,00

Dari jurnal di atas Anda dapat mengetahui bahwa laba yang diakui dari
penjualan tanah adalah selisih lebih antara harga jual dengan harga perolehan
tanah yang lama. Rekening Tanah Penilaian Kembali ditutup ke rekening
Modal Penilaian Kembali Tanah sebagai realisasi pengakuan laba dari
penjualan tanah yang dulunya ditunda.

Contoh 1.28. Penjualan Aktiva Tetap dengan Umur Ekonomis Terbatas


setelah Dilakukan Penilaian Kembali

Apabila kendaraan pada Contoh 1.22. dijual pada awal tahun ke-5 masa
pemakaiannya dengan harga jual Rp3.250.000,00 maka atas penjualan
tersebut PT Sherley melakukan pencatatan sebagai berikut.

Kas.................................................................Rp. 3.250.000,00
Akumulasi Depresiasi Kendaraan ............... ..Rp. 1 750.000,00
Kendaraan ................................................................Rp. 4 000.000,00
Laba Penjualan Kendaraan ......................................Rp. 1 000.000,00
(mencatat penjualan kendaraan)
Perhitungan :
- Harga Perolehan Kendaraan (Lama) = Rp. 4 000.000,00
- Akumulasi Depresiasi Kendaraan pada awal tahun ke-5
= (Rp. 4.000.000,00 – Rp. 500.000,00) x 4/8 tahun = Rp. 1 750.000,00
- Nilai Buku Kendaraan pada awal tahun ke-5 = Rp. 2 250.000,00
- Harga jual kendaraan = Rp. 3 250.000,00
- Laba Penjualan Kendaraan = Rp. 1 000.000,00
Akumulasi Depresiasi Kendaraan
Penilaian Kembali ..........................................Rp. 1 000.000,00
Modal Penilaian Kembali Kendaraan ............Rp. 1 000.000,00
Kendaraan Penilaian Kembali .................................Rp. 2 000.000,00
(menutup rekening-rekening yang berkaitan dengan penilaian kembali
kendaraan)
Perhitungan :
- Kenaikan harga perolehan kendaraan = Rp. 2.000.000,00
- Saldo Akumulasi Depresiasi Kendaraan Penilaian Kembali
pada awal tahun ke-5 = Rp. 2.000.000,00 x 4/8 tahun= Rp. 1.000.000,00
- Saldo Modal Penilaian Kembali Kendaraan yang belum
diamortisasi sampai awal tahun ke-5 = Rp. 1.000.000,00

Contoh 1.28. di atas, memperlihatkan kepada Anda bahwa berkenaan


dengan penjualan aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian kembali, semua
rekening yang berkaitan dengan aktiva tetap tersebut harus dihapuskan.
Selain itu, Anda juga dapat mengetahui bahwa laba/rugi penjualan aktiva
tetap yang telah dilakukan penilaian kembali dihitung dari nilai buku aktiva
tetap berdasarkan harga perolehan sebelum dilakukan penilaian kembali.

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Apakah yang dimaksud dengan revaluasi aktiva tetap?
2) Pada saat bagaimanakah aktiva tetap perlu di revaluasi?
3) Bagaimanakah pengaruh revaluasi aktiva tetap terhadap harga
perolehan?
4) Apakah Standar Akuntansi Keuangan membolehkan dilakukannya
revaluasi aktiva tetap?
5) Pada saat kondisi bagaimanakah penilaian kembali aktiva tetap
mengakibatkan penurunan terhadap harga perolehan?
6) Sebutkan 2 (dua) rekening yang muncul untuk mencatat akibat adanya
penilaian kembali yang mengakibatkan kenaikan terhadap harga
perolehan aktiva tetap!
7) Bagaimanakah cara pencatatan jurnal untuk penilaian kembali aktiva
tetap yang mengakibatkan kenaikan terhadap harga perolehan dengan
umur ekonomis tak terbatas?
8) Apa yang dapat dijadikan sebagai dasar di dalam melakukan depresiasi
terhadap Aktiva Tetap Berwujud yang telah dilakukan penilaian
kembali?
9) Bagaimana cara menentukan Laba/Rugi Penjualan terhadap aktiva yang
telah dilakukan penilaian kembali?
10) Firma Aditya menjual kendaraan yang dimilikinya seharga
Rp4.250.000,00. Penjualan tersebut terjadi pada tanggal 1 April 2002.
Neraca Perusahaan Per 31 Desember 2001 memberikan informasi
mengenai kendaraan tersebut sebagai berikut.

Aktiva Tetap Modal


Kendaraan Akumulasi Rp5.000.000,00 Modal Penilaian Kembali
Depresiasi Kendaraan (Rp3.000.000,00) Kendaraan Rp1.200.000,00
Rp2.000.000,00

Kendaraan Penilaian Kembali Rp3.000.000,00


Akumulasi Depresiasi Kendaraan (Rp1.800.000,00)
Penilaian Kembali Rp1.200.000,00

Diminta: Buatlah jurnal untuk mencatat penjualan kendaraan tersebut!


Catatan: Perusahaan melakukan tutup buku tiap tanggal 31 Desember.

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Revaluasi atau penilaian kembali aktiva tetap adalah penyesuaian


terhadap harga perolehan aktiva tetap berwujud.
2) Aktiva tetap perlu di revaluasi pada saat adanya perubahan nilai tukar
rupiah, misalnya karena adanya devaluasi rupiah. Dengan adanya
perubahan nilai tukar rupiah, dalam hal ini devaluasi, nilai perolehan
aktiva tetap yang merupakan nilai yang sebenarnya pada saat devaluasi
menjadi terlalu kecil. Sehingga biaya depresiasi yang bisa
diperhitungkan atas aktiva tetap tersebut juga menjadi terlalu kecil dari
yang semestinya. Akibatnya, laba akuntansi terhitung terlalu besar dan
pajak penghasilan yang harus ditanggung oleh badan usaha bersangkutan
menjadi terlalu besar.
3) Terdapat 2 pengaruh penilaian kembali aktiva tetap terhadap harga
perolehan, yaitu berikut ini.
a. Mengakibatkan harga perolehan aktiva tetap menjadi naik.
b. Mengakibatkan harga perolehan aktiva tetap menjadi turun.
4) Standar Akuntansi Keuangan yang menganut prinsip harga pokok
historis di dalam menilai dan mencatat aktiva, pada umumnya tidak
memperkenankan penilaian kembali terhadap aktiva tetap. Akan tetapi,
penyimpangan terhadap aturan tersebut bisa dilakukan apabila untuk
keperluan pajak, misalnya ada peraturan pemerintah yang memberi
kesempatan kepada badan usaha untuk melakukan penilaian kembali
aktiva tetapnya.
5) Penilaian kembali terhadap aktiva tetap berwujud bisa mengakibatkan
terjadinya penurunan harga perolehan aktiva tetap. Hal ini terjadi apabila
perekonomian mengalami deflasi yang cukup berarti. Dalam keadaan
seperti itu, harga-harga barang mengalami penurunan yang cukup besar.
Sebuah aktiva tetap yang dibeli pada saat harga barang tinggi
menjadikan harga perolehannya untuk tahun-tahun mendatang terlalu
tinggi dari nilai yang sebenarnya. Untuk menjadikan harga perolehan
beserta pengakuan biaya depresiasi aktiva tetap tersebut mempunyai
nilai yang bisa mewakili keadaan yang sebenarnya, perlu dilakukan
penilaian kembali.
6) Terdapat 2 rekening yang muncul akibat adanya penilaian kembali yang
mengakibatkan kenaikan terhadap harga perolehan aktiva tetap, yaitu:
a. rekening untuk mencatat naiknya nilai aktiva tetap itu sendiri;
b. rekening untuk mencatat kenaikan nilai modal sebagai
imbangannya.
7) Jurnal yang timbul dari penilaian aktiva tetap yang mengakibatkan
kenaikan terhadap harga perolehan dengan umur ekonomis tak terbatas
adalah berikut ini.
Aktiva Tetap Penilaian Kembali...............................XXX
Modal Penilaian Kembali - Aktiva Tetap........................XXX
8) Di dalam melakukan depresiasi terhadap Aktiva Tetap Berwujud
yang telah dinilai kembali, dasar yang dapat digunakan adalah harga
perolehan yang baru dari aktiva tetap yang telah dinilai kembali
tersebut.
9) Laba atau rugi penjualan aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian
kembali dapat ditentukan dengan membandingkan antara harga
jualnya dengan nilai buku aktiva tetap yang dijual berdasarkan harga
perolehan yang lama. Rekening Modal Penilaian Kembali ditutup ke
rekening Aktiva Tetap Penilaian Kembali sebagai realisasi
pengakuan adanya laba dari kenaikan harga perolehan.
10) Kas..........................................................Rp4.250.000,00
Modal Penilaian Kembali Kendaraan..... Rp1 200.000,00
Kendaraan……………….......................................Rp3 000.000,00
Kendaraan – Penilaian Kembali…........................ Rp1 200.000,00
Laba Penjualan Kendaraan ....................................Rp1 250.000,00

RANGKUMAN

Berkenaan dengan tujuan akuntansi keuangan untuk memberikan


informasi keuangan suatu badan usaha kepada pihak yang
berkepentingan maka sudah selayaknya apabila laporan keuangan yang
merupakan hasil akhir dari akuntansi keuangan menyajikan informasi
yang tidak menyesatkan pihak yang memakainya. Oleh karena itu,
apabila kondisi perekonomian kurang stabil sehingga terjadi perubahan
nilai uang yang cukup berarti, harga perolehan aktiva yang terbentuk
pada masa lalu perlu dilakukan penyesuaian nilai. Penyesuaian nilai
aktiva ini merupakan penyimpangan dari prinsip harga pokok historis
(historical cost).
Penyesuaian terhadap harga perolehan aktiva tetap berwujud biasa
disebut revaluasi atau penilaian kembali aktiva tetap. Standar Akuntansi
Keuangan yang menganut prinsip harga pokok historis di dalam menilai
dan mencatat aktiva, pada umumnya tidak memperkenankan penilaian
kembali terhadap aktiva tetap. Akan tetapi, penyimpangan terhadap
aturan tersebut bisa dilakukan apabila untuk keperluan pajak, misalnya
ada peraturan pemerintah yang memberi kesempatan kepada badan
usaha untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya.
Penilaian kembali terhadap aktiva tetap bisa mengakibatkan dua
kemungkinan bagi harga perolehannya, yaitu berikut ini.
1. Mengakibatkan kenaikan harga perolehan.
2. Menurunkan harga perolehan.

Penilaian kembali yang mengakibatkan naiknya harga perolehan di


dalam mencatatnya harus menunda laba akibat naiknya harga perolehan
sampai aktiva tetap yang bersangkutan dijual. Akan tetapi, untuk
sebaliknya, penilaian kembali aktiva tetap yang mengakibatkan turunnya
harga perolehan harus langsung diakui rugi penurunan harga perolehan
karena penilaian kembali pada saat penilaian kembali tersebut dilakukan.
Penilaian kembali terhadap aktiva tetap yang mempunyai umur
ekonomis terbatas, tidak hanya mempengaruhi besarnya harga perolehan
saja, tetapi juga harus dilakukan penyesuaian terhadap akumulasi
depresiasinya. Penilaian kembali terhadap aktiva tetap yang mempunyai
umur ekonomis terbatas, dan mengakibatkan kenaikan harga perolehan
perlu dilakukan koreksi terlebih dahulu terhadap pengakuan biaya
depresiasi di tahun-tahun yang lewat, apabila dalam melakukan penilaian
kembali tersebut sekaligus dilakukan revisi terhadap umur ekonomis
ataupun nilai residu aktiva tetap yang bersangkutan. Depresiasi terhadap
aktiva tetap yang telah dinilai kembali harus didasarkan pada harga
perolehan hasil penilaian kembali. Dan bagi penilaian kembali yang
membuat harga perolehan aktiva tetap naik, harus dilakukan amortisasi
terhadap kenaikan nilai buku aktiva tetap tersebut. Laba/rugi penjualan
aktiva tetap yang telah dinilai kembali diperhitungkan dari harga jualnya
beserta nilai buku aktiva tetap yang bersangkutan berdasarkan harga
perolehannya yang lama.

TES FORMATIF 4
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Apabila terjadi penurunan nilai uang maka penilaian kembali aktiva tetap
akan mengakibatkan harga perolehannya ….
A. mengalami kenaikan
B. mengalami penurunan
C. tidak terpengaruh
D. tidak dapat ditentukan akibatnya

2) Kenaikan harga perolehan aktiva tetap karena penilaian kembali akan


dicatat ….
A. mengkredit rekening Aktiva Tetap Penilaian Kembali
B. mendebit rekening Akumulasi Penyusutan Penilaian Kembali
C. mendebit rekening Modal Penilaian Kembali
D. mendebit rekening Aktiva Tetap Penilaian Kembali

3) Apabila di dalam penilaian kembali yang mengakibatkan naiknya harga


perolehan aktiva tetap dilakukan revisi terhadap taksiran umur
ekonomisnya dan diperoleh taksiran umur ekonomis yang lebih panjang
maka akan menyebabkan ….
A. pengakuan biaya depresiasi aktiva tetap di tahun-tahun sebelumnya
terlalu besar
B. biaya depresiasi aktiva tetap di tahun-tahun sebelumnya diakui
terlalu kecil
C. tidak ada pengaruhnya terhadap biaya depresiasi di masa lalu
D. biaya depresiasi di masa yang akan datang juga akan mengalami
kesalahan
4) Sehubungan dengan pernyataan nomor 3, untuk revisi umur ekonomis
aktiva tetap akan diperlukan ….
A. tidak memerlukan perlakuan apa-apa
B. membuat jurnal dengan mendebit rekening Akumulasi Depresiasi
Aktiva Tetap
C. membuat jurnal dengan mendebit rekening Koreksi Laba Tahun-
tahun Lalu
D. membuat jurnal dengan mengkredit rekening Akumulasi Depresiasi

5) Apabila di dalam penilaian kembali yang mengakibatkan penurunan


harga perolehan aktiva tetap dilakukan revisi terhadap umur
ekonomisnya dan diperoleh taksiran umur ekonomis yang lebih pendek.
Sehubungan dengan hal ini akan dilakukan koreksi dengan menjurnal….
A. mendebit rekening Akumulasi Depresiasi
B. mendebit rekening Koreksi Laba Tahun-tahun Lalu
C. mengkredit rekening Koreksi Laba Tahun-tahun Lalu
D. tidak membuat jurnal koreksi

6) CV Lydia melakukan penilaian kembali terhadap tanah miliknya. Harga


perolehan tanah semula Rp7.500.000,00. Penilaian kembali
menghasilkan harga perolehan tanah menjadi Rp12.500.000,00.
Terhadap penilaian kembali tanah tersebut akan dilakukan pencatatan ….
A. mengkredit rekening Tanah sebesar Rp5.000.000,00
B. mendebit rekening Tanah sebesar Rp5.000.000,00
C. mendebit rekening Tanah Penilaian Kembali sebesar
Rp5.000.000,00
D. mendebit rekening Modal Penilaian Kembali Tanah sebesar
Rp5.000.000,00

7) Apabila tanah pada soal no. 6 tiga tahun kemudian dijual dengan harga
jual Rp11.000.000,00 maka akan diakui ….
A. laba Rp3.500.000,00
B. rugi Rp3.500.000,00
C. laba Rp1.500.000,00
D. rugi Rp1.500.000,00

8) Pada tanggal 1 Mei 1999 PT Dimas melakukan penilaian kembali


terhadap kendaraan miliknya. Neraca per 31 Desember 1999
menunjukkan bahwa kendaraan tersebut mempunyai nilai buku
Rp11.400.000,00 (harga perolehan Rp15.000.000,00 dan akumulasi
depresiasi Rp3.600.000,00). Kendaraan tersebut diperkirakan akan dapat
digunakan selama 10 tahun dari saat membelinya. Pada akhir tahun ke-
10 diperkirakan akan bisa dijual dengan harga Rp3.000.000,00. Metode
depresiasi yang digunakan adalah Garis Lurus. Penilaian kembali
tersebut menghasilkan harga perolehan kendaraan (dalam kondisi baru)
menjadi Rp21.000.000,00. Penilaian kembali ini tidak mengubah
taksiran umur ekonomis maupun nilai residunya. PT Dimas melakukan
tutup buku tiap tanggal 31 Desember. Berkenaan dengan penilaian
kembali kendaraan tersebut, rekening Modal Penilaian Kembali
Kendaraan akan di jurnal kredit ….
A. Rp4.200.000,00
B. Rp4.000.000,00
C. Rp6.000.000,00
D. Rp9.600.000,00

9) Sehubungan dengan soal nomor 8, rekening Kendaraan Penilaian


Kembali akan di jurnal debit ….
A. Rp4.200.000,00
B. Rp4.000.000,00
C. Rp6.000.000,00
D. Rp9.600.000,00

10) Sehubungan dengan soal nomor 8, rekening Akumulasi Depresiasi


Kendaraan Penilaian Kembali akan di jurnal kredit ….
A. Rp4.000.000,00
B. Rp2.000.000,00
C. Rp4.200.000,00
D. Rp1.800.000,00

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 4 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 4.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 4, terutama bagian yang
belum dikuasai.
Kunci Jawaban Tes Formatif

Tes Formatif 1 Tes Formatif 3


1) D 1) D
2) B 2) B
3) B 3) A
4) A 4) C
5) C 5) A
6) A 6) D
7) C 7) C
8) B 8) C
9) D 9) B
10) D 10) A
11) A 11) A
12) D 12) D
13) B 13) D
14) A 14) D
15) B 15) B
16) A 16) D
17) C 17) B
18) D 18) C
19) B 19) B
20) A 20) D

Tes Formatif 2 Tes Formatif 4


1) B 1) A
2) D 2) D
3) C 3) A
4) D 4) B
5) A 5) B
6) B 6) C
7) B 7) A
8) C 8) B
9) C 9) C
10) A 10) B
Glosarium

Donasi/Sumbangan : Penerimaan aktiva tanpa keharusan untuk


(Donation) menyerahkan barang atau jasa sebagai
pembayaran.
Kewajiban : Kewajiban potensial yang keberadaannya tidak
Kontijensi pasti karena bergantung pada hasil dari kejadian
(Contingen di masa depan, seperti tuntutan hukum yang
t Liability). belum diputuskan oleh pengadilan. Jumlah
kewajiban potensial mungkin atau tidak
mungkin ditentukan.
Nilai Buku (Book : Biaya aktiva jangka panjang yang tersisa untuk
Value). dialokasikan ke periode yang akan datang.
Dihitung sebagai harga perolehan historis
dikurangi akumulasi penyusutan.
Penyusutan : Proses pengalokasian biaya aktiva tetap
(Depreciation). berwujud ke dalam beban periodik.
Periode Akuntansi : Interval waktu yang digunakan untuk pelaporan
(Accounting akuntansi; karena kebutuhan akan informasi
Periods). yang tepat waktu, hidup suatu perusahaan atau
entitas dibagi ke dalam periode akuntansi
tertentu untuk tujuan pelaporan eksternal. Satu
tahun adalah periode pelaporan yang normal,
meskipun sebagian besar perusahaan besar di
AS juga menyediakan laporan triwulanan.
Prinsip : Suatu pandangan bahwa ketika terjadi keragu-
Konservatisme raguan mengenai dua atau lebih alternatif
(Conservatism pelaporan, pemakai harus memilih alternatif
Principle). dengan dampak yang paling tidak
menguntungkan terhadap laba, aktiva dan
kewajiban dari entitas yang dilaporkan.
Daftar Pustaka

Harnanto. (1992). Akuntansi Keuangan Intermediate, Liberty, Yogyakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2002). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan


No. 16. (Revisi 2002). Jakarta: Dewan Standar Akuntansi Keuangan
Ikatan Akuntan Indonesia.

Kieso, Donald E. dan Jerry J. Weygandt. (2004). Intermediate Accounting,


Edisi 11. New York: John Wiley & Sons.

Anda mungkin juga menyukai