Makalah 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Kata pengantar

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaiakan tugas yang
diberikan oleh guru Sejarah Indonesia yang kemudian dilanjutkan dengan
penyusunan makalah dengan judul “ Tugas Makalah membahas Dukungan Rakyat
Indonesia di setiap daerah Setelah Proklamasi Kemerdekaan diumumkan”.

Tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai tim penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari sisi
materi maupun penuliisnya. Kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima berbagai masukan maupun saran yang bersifat membangun yang di
harapkan berguna bagi seluruh pembaca.

Bekasi, 23 Januari 2021


DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………..i


Daftar isi …………………………………………ii

BAB 1 : PENDAHULUAN
Latar Belakang …………………………………………..1
Rumusan Masalah ……………………………………….2
Tujuan Penulisan………………………………………....2

BAB II : PEMBAHASAN
Pembahasan/Isi …………………………………………..3

BAB III : KESIMPULAN


Kesimpulan ………………………………………………8
Daftar Pustaka ……………………………………………9
BAB II
PEMBAHASAN

Dukungan dan Reaksi Rakyat Indonesia terhadap Proklamasi Kemerdekaan

1. Komite Van Aksi

Saat kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, seluruh rakyat Indonesia


menunjukkan dua reaksi. Reaksi yang pertama bersifat langsung dan spontan,
sementara reaksi yang kedua, rakyat Indonesia bereaksi dengan melucuti senjata
pasukan Jepang dan mengambil alih aset Jepang. Rakyat Indonesia pada saat itu
secara langsung dan spontan membentuk Commite van Actie atau Komite van
Aksi. Komite ini didirikan oleh Sukarni dan Adam Malik pada tanggal 2
September 1945. Komite van Aksi berisi utusan laskar perjuangan yang terdiri
dari berbagai organisasi, seperti Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan
Rakyat Indonesia (BARA), dan Barisan Buruh Indonesia (BBI).

2. Dukungan Pemimpin Karesidenan

Pada bulan yang sama, beberapa keresidenan di Jawa menyambut proklamasi


kemerdekaan Indonesia. Mereka menyatakan diri menjadi bagian dari
pemerintahan Republik Indonesia. Mereka juga mengancam akan melakukan
tindakan yang tegas dan keras bila ada yang menentang pemerintah Republik
Indonesia. Para pegawai Jepang yang waktu itu masih ada di karesidenan juga
dirumahkan dan dilarang masuk ke kantor-kantor mereka.
3. Pernyataan Sultan Hamengkubuwono IX

Hal yang sama juga terjadi Yogyakarta. Pada tanggal 5 September 1945, secara
spontan, Sultan Hamengkubuwono IX menyatakan bahwa Yogyakarta bergabung
dengan Republik Indonesia. Sultan mengeluarkan juga mengeluarkan beberapa
pernyataan sebagai berikut:

1. kerajaan adalah Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia.


2. Bahwa Bahwa Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kami sebagai
kepala daerah memegang segala kekuasaan dalam negeri Ngayogyakarta
Hadiningrat dan oleh karena itu, berhubungan dengan keadaan pada dewasa ini,
segala urusan pemerintahan dalam negeri Ngayogyakarta Hadiningrat mulai saat
ini berada di tangan kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnya kami pegang
seluruhnya.
3. Bahwa hubungan antara negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan pemerintah
pusat negara Republik Indonesia bersifat langsung dan kami bertanggung jawab
atas negeri kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

4. Pelopor Lapangan Ikada

Empat belas hari setelah Sultan Hamengkubuwono IX menyatakan Yogyakarta


bergabung dengan negara Republik Indonesia, ada suatu peristiwa besar yang
terjadi di Jakarta. Pada saat itu, ribuan rakyat Indonesia berkumpul di lapangan
Ikada (Ikatan Atlantik Djakarta) untuk mengadakan rapat akbar. Rapat akbar
tersebut diadakan untuk memperingati satu bulan proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia, sekaligus sebagai bentuk protes dan perlawanan rakyat
Indonesia atas rencana Jepang yang berniat menyerahkan kekuasaannya di
Indonesia ke Sekutu (sebagai pengakuan atas kekalahan Jepang di Perang Dunia
II). Sementara itu, para tokoh pergerakan kita pada masa itu juga mendengar kalau
Belanda memang berniat untuk kembali ke Indonesia untuk menguasai Indonesia
lagi.

Oleh karena itulah, Komite van Aksi membuat rapat akbar di lapangan Ikada. Para
pemuda dari Asrama Menteng 31 menjadi penggerak utama rapat akbar tersebut.
Mereka ditugaskan oleh Komite Nasional Kota Besar Jakarta untuk menyebarkan
berita mengenai rapat akbar tersebut ke rakyat Republik Indonesia. Sedangkan
para pemuda dari Asrama Prapatan 10 ditugaskan untuk membujuk para petinggi
pemerintah Republik Indonesia untuk mau berpidato di lapangan Ikada.

5. Tujuan dan Suasana Lapangan Ikada

Tujuan dari rapat akbar di lapangan Ikada adalah agar pemimpin Republik
Indonesia bisa berbicara langsung di hadapan rakyat Indonesia, agar semangat
kemerdekaan tetap membara. Rapat akbar ini juga bertujuan untuk menunjukkan
ke dunia kalau bangsa Indonesia meraih kemerdekaan atas perjuangannya sendiri,
bukan karena pemberian dari Jepang.

Suasana rapat akbar di lapangan Ikada waktu itu sangat menegangkan karena
pasukan Jepang datang dengan senjata lengkap. Sekalipun demikian, masih
banyak rakyat Indonesia yang datang ke rapat akbar tersebut. Hingga akhirnya,
sekitar jam tiga sore, Presiden Soekarno datang ke lapangan Ikada dan
menyampaikan sebuah pidato singkat. Inti dari pidato tersebut ada empat, yaitu:

1. Menegaskan kalau bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dan


akan terus mempertahankan kemerdekaan tersebut.
2. Meminta dukungan dan kepercayaan rakyat ke pemerintah Republik Indonesia.
3. Menuntut rakyat untuk mematuhi kebijakan-kebijakan pemerintah dengan
disiplin.
4. Memerintahkan rakyat untuk membubarkan diri dengan tertib dan tenang untuk
menghindari pertumpahan darah.
Pelucutan Senjata dan Pengambilalihan Aset Jepang

Dipelopori para pemuda, bangsa Indonesia melucuti tentara-tentara Jepang,


merebut persenjataannya, serta menguasai gedung-gedung penting yang dikuasai
Jepang. Di Surabaya, misalnya, para pemuda merebut gudang mesiu, markas
pertahanan, pangkalan angkatan laut di Ujung, serta pabrik-pabrik yang tersebar
di berbagai kota.

Tujuan dilakukannya pelucutan persenjataan Jepang, diantaranya adalah untuk


mendapatkan modal perang, mencegah senjata Jepang agar tidak jatuh ke tangan
sekutu, dan mencegah agar senjata Jepang tidak digunakan untuk membunuh
Rakyat. Pelucutan senjata dari para tentara Jepang tidak dilakukan di satu tempat
saya melainkan di seluruh kota di Indonesia yang menjadi pusat jajahan Jepang
dulu. Tindakan heroik ini dapat dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Berikut
diantaranya.

1. Pelucutan Senjata Jepang di Surabaya


Peristiwa ini terjadi pada tanggal 19 September 1945. Peristiwa ini
dilatarbelakangi oleh tindakan orang-orang Belanda yang sebelumnya menjadi
bekas Jepang menduduki Hotel Yamato (Surabay) serta mengibarkan bendera
Belanda yang bewarna merah, putih, dan biru di puncak hotel tersebut. Tindakan
ini dibantu oleh sekelompok tentara sekutu..

Rakyat Surabaya yang menyaksikan berkibarnya bendera tersebut geram. Maka,


untuk menghindari konflik, residen Sudirman meminta orang-orang Belanda
untuk menurunkan bendera tersebut. Akan tetapi permintaan tersebut ditolak.

Para pemuda kemudian menyerbu hotel tersebut. Dua orang pemuda bahkan
berhasil naik ke puncak hotel dan menurunkan bendera. Setelah itu, bagian biru
bendera tersebut dirobek sehingga yang tersisa adalah bendera bewarna merah dan
putih. Benderah merah-putih tersebut dikibarkan ditempat yang sama.
Tidak hanya sampai disitu, para pejuang ini kemudian merebut kompleks
penyimpanan senjata dan pemancar radio di Embong, Malang. Dan pada tanggal 1
Oktober 1945, rakyat merebut Markas Kempetai (polisi rahasia) yang dianggap
sebagai lambang kekejaman Jepang.

2. Pelucutan Senjata Jepang di Yogyakarta


Di kota ini, perebutan kekuasaan secara serentak dimulai pada tanggal 26
September 1945. Diawali dengan pemogokan dari semua pegawai pemerintah dan
perusahaan-perusahaan yang dikuasai oleh Jepang. Mereka memaksa Jepang
untuk menyerahkan semua kantor dan perusahaan tersebut kepada pemerintah
Republik Indonesia.

Sementara itu, para pemuda yang bergabung dalam Badan Keamanan Rakyat
(BKR) berusaha melucuti senjata dari para tentara Jepang dengan menyerbu
tangsi Otsuka Butai di Kota Baru. Meskipun berhasil menguasai tangsi tersebut,
beberapa pemuda gugur, di antaranya A.M. Sangaji dan Faridan M. Noto

3. Pelucutan Senjata Jepang di Banda Aceh


Pada tanggal 6 Oktober 1945, para pemuda Banda Aceh dan para tokoh
masyarakat membentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API). Pada tanggal 12
Oktober 1945, pimpinan tentara Jepang memanggil para API. Dalam pertemuan
tersebut, pimpinan tentara Jepang menyatakan bahwa, meskipun Jepang telah
kalah, keamanan masih menjadi tanggung jawab mereka sampai datangnya tentara
sekutu ke Indonesia. Oleh karena itu, Jepang menegaskan bahwa semua kegiatan
mendirikan perkumpulan apalagi tanpa izin harus dihentikan, sedangkan yang
sudah terlanjur didirikan harus dibubarkan.Namun, para tokoh dan para pemuda
menolak hal tersebut sehingga terjadilah bentrokan yang terus melebar ke tempat-
tempat lain seperti di Langsa, Lho’Nga, Ulee Lheue, dan lain-lain. Para pemuda
mengambil alih kantor-kantor pemerintahan Jepang, melucuti senjatanya serta
mengibarkan bendera merah-putih.
4. Pelucutan Senjata Jepang di Sumatera Selatan
Perebutan kekuasaan di Sumatera Selatan terjadi pada tanggal 8 Oktober 1945.
Peristiwa tersebut berawal ketika residen Sumatera Selatan dr. Abdul Karim Gani
bersama seluruh pegawai pemerintahan melakukan upacara dengan mengibarkan
bendera merah-putih. Diumumkan juga dalam upacara itu bahwa mulai saat itu,
seluruh Karesidenan Palembang hanya akan tunduk kepada pemerintah Republik
Indonesia. Perebutan kekuasaan di Palembang tidak menimbulkan korban karena
orang-orang Jepang di wilayah ini bersikap menghindari pertumpahan darah.

5. Pelucutan Senjata Jepang di Semarang


Peristiwa ini lebih dikenal dengan “Pertempuran Lima Hari Semarang” karena
berlangsung selama 5 hari, yaitu pada tanggal 14-20 Oktober 1945. Pertempuran
ini berawal ketika para pemuda membawa sekitar 400 orang tawanan Jepang dari
pabrik gula Cepiring menuju Penjara Bulu di Semarang. Sebelum sampai di
penjara tersebut, sebagian tawanan melarikan diri dan meminta perlindungan ke
Batalyon Kidobutai di Jatingaleh (Jawa Tengah).

Tidak lama kemudian muncul desas-desus yang meresahkan penduduk bahwa


Jepang telah meracuni cadangan air minum penduduk di Candi. Untuk
membuktikan hal tersebut, dr. Karyadi sebagai kepala laboratorium pusat
melakukan pemeriksaan. Saat sedang memeriksa sumber air tersebut, ia ditembak
mati oleh tentara Jepang. Saat ini, namanya diabadikan sebagai nama salah satu
rumah sakit terkenal di Kota Semarang.

Peristiwa ini memicu kemarahan pada pemuda. Pada tanggal 14 Oktober, mereka
menyerbu kantor-kantor pemerintah serta menangkap dan menawan setiap orang
Jepang yang mereka jumpai. Jepang membalas keesokan harinya. Keluar dari
tangsi mereka di Jatingaleh, Jepang mencari dan menyerang pos-pos para pemuda.
Pertempuran berlangsung selama 5 hari, ya

itu sejak tanggal 15-20 Oktober. Korban tewas berjatuhan dari kedua belah pihak
adalah 2.000 rakyat semarang dan 100 orang Jepang.
6. Pelucutan Senjata Jepang di Kalimantan
Di kalimantan, dukungan Proklamasi Kemerdekaan dilakukan dengan
mengibarkan bendera merah-putih serta mengadakan rapat-rapat. Pada tanggal 14
November 1945, sekitar 8.000 orang dengan gagah berani berkumpul di komplek
NICA sambil mengarak bendera merah-putih.

7. Pelucutan Senjata Jepang di Sulawesi


Para pemuda mendukung gubernur Sulawesi, Dr. Sam Ratulangi dengan merebut
gedung-gedung vital dari tangan polisi Jepang. Di Gorontalo, misalnya, pada
pemuda berhasil merebut senjata dari markas-markas Jepang pada tanggal 13
September 1945.

8. Pelucutan Senjata Jepang di Sumbawa


Pada bulan Desember 1945, rakyat Sumbawa berusaha merebut pos-pos militer
Jepang di Gempe, Sape, dan Raba. Pada tanggal 13 Desember, para pemuda
serentak menyerang pos-pos tersebut.

Anda mungkin juga menyukai