Materi Akuntansi Pajak PPN Dan PPNBM

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

MATERI AKUNTANSI PERPAJAKAN

Nama : Mila Nurlatifah Paraf Dosen

NIM : D211811028

Program Studi : Komputerisasi akuntansi B __________

Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPnBM)

Bab ini merupakan konsep dari pencatatan transaksi yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Dalam bab ini, pertama kita akan
membahas mengeneai pengertian PPN dan PPnBM. Selanjutnya akan dibahas mengenai
pencatatan akuntansi atas transaksi yang berkaitan dengan PPN dan PPnBM yang biasa
dilakukan oleh perusahaan dagang, jasa, dan manufaktur. Disamping itu juga akan dibahas pula
kasus-kasus beserta penyelesaiannya.

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu menjelaskan :
1. Mengetahui secara jelas dan lengkap ruang lingkup tentang PPN dan PPnBM
2. Mengenai konsep akuntansi PPN dan PPnBM
3. Cara mencatat transaksi yang berkaitan dengan PPN dan PPnBM
4. Pemajakan atas transaksi nisnis yang terutang PPN dan PPnBM
5. Akuntansi komersial dan akuntansi pajak atas PPN dan PPnBM

A. Pengertian Akuntansi PPN dan PPnBM


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut/dipotong oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP) yang berkaitan dengan transaksi penyerahan (penjualan atau pembelian atau
transaksi lainnya) barang/jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
wajib pajak badan maupun orang pribadi. Jadi setiap transaksi yang berhubungan dengan
penyerahan (penjualan atau pembelian atau transaksi lainnya) barang/jasa kena pajak, maka
akan dikenakan PPN atas barang/jasa tersebut. pengenaan PPN atas transaksi tersebut
biasanya diikuti dengan pembuatan faktur pajak.

Akuntansi PPN dan PPnBM merupakan pencatatan suatu transaksi penjualan dan
pembelian barang dan atau jasa yang dikenakan pajak baik PPN maupun PPnBM. Pada
perusahaan dagang dan perusahaan jasa, barang atau jasa ini dianggap sebagai komoditi
yang diperjual belikan, sehingga perusahaan harus mengakui harga perolehannya
berdasarkan metode akuntansi yang berlaku secara umum. Pada bab ini akan lebih fokus
pada transaksi yang berkaitan dengan perusahaan di atas.

Suatu transaksi yang berkaitan dengan penyerahan barang kena pajak selain dipungut PPN,
namun juga dipungut PPnBM. Berikut ini adalah jenis penyerahan barang kena pajak yang
dikenakan PPnBM sebagai berikut :
1. Penyerahan barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah
pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
2. Impor BKP yang tergolong mewah.

Berikut contoh dalam proses pembuatan minuman, asumsikan saja teh kotak, daun teh dari
petani diproses menjadi serbuk teh, kemudian oleh industri pengolah makanan, teh serbuk
tersebut dijadikan minuman yang dikemas dalam kotak.

Minuman teh
Teh Serbuk
kotak

Daun teh dari petani Teh serbuk dari pabrik Teh kotak dari
Rp. 100,00 Rp. 1.000,00 Pabrik minuman
Rp. 2.000,00

PK = Rp. 10 PK = Rp. 100 PK = Rp. 200


PM = Rp. 0 PM = Rp. 10 PM = Rp. 100
Pajak = Rp. 10 Pajak = Rp. 90 Pajak = Rp. 100

PPN = Rp. 10 + Rp. 90 + Rp. 100

Gambar 3.1 Mekanisme Pemungutan PPN

B. Objek Pajak
Yang menjadi objek PPN adalah :
1. Penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
2. Impor BKP
3. Penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
6. Ekspor BKP/JKP oleh pengusaha kena pajak
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
digunakan pihak lain
8. Penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula aktiva
tersebut tidak untuk diperjual belikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat
perolehannya dapat dikreditkan.

C. Subjek Pajak
Dalam UU Perpajakan disebutkan bahwa yang menjadi subjek PPN dan PPnBM adalah
pengusaha kena pajak (PKP). PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP
dan/atau JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya,
termasuk pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP
di dalam daerah pabean dan/atau melakukan ekspor BKP diwajibkan :
1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
2. Memungut pajak yang terutang
3. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar dari
pajak masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan PPnBM yang terutang
4. Melaporkan penghitungan pajak.

D. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)


Prinsip utama antara PPN dan PPnBM adalah hampir sama, yakni pajak yang bersifat
objektif, artinya hanya objek-objek pajak tertentu yang tergolong mewah yang dikenakan
PPnBM. PPnBM mempunyai beberapa karakter khusus sebagai berikut :
1. PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN
2. PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu :
a. Pada saat impor
b. Pada saat penyerahan BKP mewah oleh PKP pabrikan.
3. PPnBM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya
4. Dalam hal ekspor BKP tergolong mewah, tarif PPnBM adalah 0%, sehingga PPnBM
yang telah dibayar dapat dimintakan restitusi
5. Tarif PPnBM ditetapkan antara 10% hingga 200%.
Contoh :
PT. ABC mengimpor mobil mewah dengan nilai CIF Rp.1.000.000.000,00. Mobil tersebut
dikenakan tarif BM 10%, BM anti dumping (BMAD) 5%, PPN dan PPnBM 40%, besarnya
PPnBM atas impor mobil mewah tersebut adalah :

Nilai pabean Rp 1.000.000.000


Bm = 10% x Rp 1.000.000.000 = Rp 100.000.000
BMAD = 5% x Rp 1.000.000.000 = Rp 50.000.000
Nilai impor = Rp 1.000.000.000+Rp 150.000.000 Rp 1.150.000.000
PPN = 10% x Rp 1.150.000.000 = Rp 115.000.000
PPnBM = 40% x Rp 1.150.000.000 = Rp 460.000.000

E. Saat dan Tempat Pajak Terutang


1. Saat Pajak Terutang
Penentuan saat terutangnya pajak menjadi sangat penting bagi semua jenis pajak, tidak
terkecuali PPN. Setelah ditentukan saat terutangnya pajak, juga dapat ditentukan mulai
kapan pajak tersebut sudah harus wajib dilunasi oleh wajib pajak atau penanggung
pajak. Sesuai dengan pasal 11 UU PPN dan PPnBM, terutangnya pajak terjadi pada saat
:
a. Penyerahan BKP
b. Impor BKP
c. Penyerahan JKP
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
f. Ekspor JKP
g. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP
atau sebelum dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean
h. Saat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, dalam hal saat terutangnya
pajak sulit ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan
ketidakadilan.
2. Tempat Terutang Pajak
Menurut UU PPN, tempat terutangnya PPN ditetapkan di :
a. Tempat tinggal/tempat kedudukan PKP
b. Tempat kegiatan usaha
c. Tempat lain yang ditetapkan Dirjen Pajak
d. Satu tempat atau lebih yang ditetapkan Dirjen Pajak
e. Tempat BKP dimasukkan ke dalam daerah pabean dalam hal impor

F. Tarif dan Penghitungan PPN


1. Tarif PPN
PPN adalah salah satu contoh jenis pajak yang menggunakan tarif proporsional, yaitu
nilai persentase tertentu dikenakan terhadap semua jenis penyerahan yang terutang
pajak tanpa memperhatikan nilai transaksi. Artinya, berapa pun jumlah dari penyerahan
BKP dan/atau JKP tetap dihitung dengan persentase yang sama.

Tarif PPN

Secara umum 10% Khusus ekspor BKP 0%

Dengan PP, tarif dapat diubah : serendahnya


5% dan stingginya 15%

Gambar 3.2 Tarif Pajak Pertambahan Nilai

2. Dasar Pengenaan Pajak


Dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga, penggantian, nilai impor, nilai ekspor,
atau nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

DPP PPN

Harga Jual Nilai Ekspor Nilai Lain

Penggantian Nilai Impor

Gambar 3.3 Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Contoh :
 PT. ABC menyerahkan satu unit komputer rakitan atas pesanan pelanggan dengan
rincian harga sebagai berikut :
Harga computer Rp. 4.250.000,00
Biaya perakitan Rp. 120.000,00
Biaya pengiriman (luar kota) Rp. 50.000,00
Jumlah yang dibayar Rp. 4.420.000,00
Jadi DPP adalah Rp. 4.019.000
 PT. ABC menjual 3 buah printer seharga Rp. 2.250.000,00 dengan memberikan
potongan harga sebesar 10%. Jadi DPP adalah Rp.

3. Cara Penghitungan
Rumus dasar penghitungan PPN : PPN = tarif x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Contoh :
 PT. ABC menyerahkan satu komputer seri terbaru kepada seorang pelanggannya
seharga Rp. 8.075.000,00
DPP = Rp.
PPN = ………………………………………………
 PT. ABC menjual 40 unit komputer seharga Rp. 210.000.000,00 dengan potongan
harga 5%. Selain itu perusahaan juga memberikan jasa pelatihan komputer yang
merupakan bagian dari penjualan.
Harga jual = Rp. 210.000.000
Potongan = Rp. 10.500.000
DPP = Rp. 199.500.000
PPN yang harus dipungut oleh perusahaan = 10% x Rp 199.500.000
= Rp 19.950.000
 PT. ABC mengimpor 50 notebook berbagai seri dari salah satu brand notebook
ternama dunia dari Finlandia dengan harga beli Rp. 750.000.000,00, biaya asuransi
Rp. 37.500.000,00, dan ongkos angkut sebesar Rp. 85.000.000,00. Bea Masuk
ditetapkan sebesar 20%.
Cost (harga beli) = Rp. 750.000.000
Insurance (biaya asuransi) = Rp. 37.500.000
Freight (ongkos angkut) = Rp. 85.000.000
Dasar Pengenaan Bea Masuk = Rp. 872.500.000
Bea Masuk (20%) x Rp 872.500.000 = Rp. 174.500.000
DPP = Rp.1.047.000.000
PPN atas impor yang harus dibayar perusahaan :
Rp 1.047.000.000 x 10% = Rp. 104.700.000

G. Faktur Pajak
1. Pengertian dan Kewajiban Membuat Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang
digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sejak ditetapkannya Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010, faktur pajak yang
digunakan hanya satu bentuk sehingga istilah bentuk faktur pajak standard dan faktur
pajak sederhana tidak berlaku lagi. Selain itu ada beberapa dokumen tertentu yang
ditetapkan sama sebagai faktur pajak oleh DJP.

Agar pajak yang ada dalam faktur pajak dapat dikreditkan, maka faktur pajak harus
memenuhi syarat formil dan materiil. Ada beberapa syarat minimal yang harus dipenuhi
sebuah faktur pajak, yaitu paling sedikit harus memuat :
a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP
b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP
c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga
d. PPN yang dipungut
e. PPnBM yang dipungut
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak
Faktur pajak paling sedikit dibuat dalam rangkap 2 yang peruntukkannya sebagai
berikut :
a. Lembar ke 1, disampaikan kepada pembeli BKP atau penerima JKP
b. Lembar ke 2, untuk arsip PKP yang mnerbitkan faktur pajak.

Ringkasan atauran mengenai faktur pajak yang sesuai dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010, dijabarkan sebagai berikut :
a. Saat pembuatan faktur pajak
b. Faktur pajak harus dibuat dengan menggunakan kode dan nomor seri
c. Tata cara penggantian faktur pajak yang cacat, rusak, salah dalam
pengisian/penulisan
d. Tata cara penggantian faktur pajak yang hilang
e. Tata cara pembatalan faktur pajak.
2. Faktur Pajak Gabungan
Faktur pajak gabungan adalah faktur pajak untuk semua penyerahan BKP dan/atau JKP
yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang
sama. Faktur pajak gabungan harus dibuat paling lambat :
a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau JKP, dalam hal
pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan
penyerahan BKP atau JKP.
b. Pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKPdalam hal pembayaran baik
sebagian atau seluruhnya terjadi sebelum berakhirnya bulan penyerahan BKP
dan/atau JKP.
Contoh :
Pada bulan Agustus 2010, PT. ABC melayani pembelian seorang pelanggannya yang
hendak membuka usaha rental dan jasa warung internet, dengan rincian transaksi :
(1) 2 Agustus 2010, 13 komputer dan 5 printer
(2) 10 Agustus 2010, 10 komputer
(3) 13 Ahustus 2010, seluruh perlengkapan instalasi komputer untuk jaringan yang
meliputi kabel, software dan lain sebagainya
(4) 23 Agustus 2010, 17 komputer dan 10 printer
(5) 30 Agustus 2010, 5 komputer dan 3 buah UPS
Untuk kemudahan administrasi, perusahaan membuatkan faktur pajak gabungan
a. Jika pembeli membayar sebagian sebelum bulan Agustus 2010 lewat, misalnya
pada tanggal 30 Agustus 2010 atas penyerahan tanggal 2 Agustus 2010, maka
faktur pajak gabungan harus sudah dibuat paling lambat tanggal 31 Agustus 2010
b. Jika pembeli melakukan pembayaran pada tanggal 5 Oktober 2010, perusahaan
harus sudah menerbitkan faktur pajak gabungan paling lambat tanggal 30
September 2010.
3. Dokumen lain yang Diperlukan sebagai faktur pajak
Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai faktur pajak paling sedikit harus
memuat :
a. Nama, alamat, dan NPWP yang melakukan ekspor/penyerahan
b. Nama pembeli BKP atau penerima JKP
c. Jumlah satuan barang (jika ada)
d. Dasar Pengenaan Pajak
e. Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor
Dokumen berikut yang memenuhi persyaratan tersebut di atas yang diperlakukan
sebagai faktur pajak :
a. Pemberitahuan Impor Barang
b. Pemberitahuan Ekspor Barang
c. Surat Perintah Penyerahan Barang
d. Faktur Nota Bon Penyerahan Barang
e. Tanda pembayaran atau kwitansi untukpenyerahan jasa telekomunikasi
f. Tiket, tagihan surat muatan udara, atau delivery bill
g. Tanda pembayaran atau kwitansi listrik.

H. Pengkreditan Pajak Masukan


Salah satu karakter khas yang membedakan PPN dengan jenis pajak yang lain adalah
adanya mekanisme pengkreditan pajak masukan, untuk PPN pajak terutang dalam suatu
masa yang tercermin dari jumlah total pajak keluaran tidak serta merta menjadi wajib
untukdilunasi sebesarjumlah total pajak keluaran, tetapi diperhitungkan terlebih dahulu
dengan pajak masukan yang ada.

Mekanisme pengkreditan pajak masukan sebagaimana yang diatur dalam UU PPN dan
aturan pelaksanaannya, dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Mekanisme pengkreditan pajak masukan secara umum
a. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran untuk
masa pajak yang sama
b. Pajak masukan tetapdapat dikreditkan meskipun dalam suatu masa pajak tidak
terdapat pajak keluaran
c. Mekanisme pengkreditan pajak masukan dapat menghasilkan :
(1) Pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan yang dapat dikreditkan, dan
selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar oleh PKP
Contoh :
Dalam masa pajak Maret 2010, seorang PKP memiliki total pajak keluaran
sebesar Rp. 4.750.000,00 dan pajak masukan yang dapat dikreditkan sebesar
Rp. 3.250.000,00, jadi perhitungannya :
Pajak Keluaran Rp. 4.750.000
Pajak Masukan Rp. 3.250.000
Selisih (kurang bayar) Rp. 1.500.000
Jadi selisih kurang bayar sebesar Rp. 1.500.000 adalah PPN yang masih harus
dibayar oleh PKP pada masa pajak Maret 2010 ke kas Negara.
(2) Pajak keluaran lebih kecil dari pajak masukan yang dapat dikreditkan, sehingga
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali (restitusi)
atau diperhitungkan ke masa pajak berikutnya (kompensasi).
Contoh :
Dalam masa pajak Maret 2010 seorang PKP memiliki total pajak keluaran
sebesar Rp. 1.750.000,00 dan pajak masukan yang dapat dikreditkan sebesar
Rp. 3.250.000,00, jadi perhitungannya :
Pajak Keluaran Rp. 1.750.000
Pajak Masukan Rp. 3.250.000
Selisih (lebih bayar) ( Rp. 1.500.000 )
Pajak yang lebih bayar tersebut dapat direstitusi atau dikompensasikan pada
nasa pajak April 2010.
d. Pajak masukan hanya dapat dikreditkan dengan pajak keluaran di tmpat PKP
dikukuhkan.
e. Syarat pajak masukan yang dapat dikreditkan dapat dilihat pada gambar di bawah
ini :
Memenuhi persyaratan

Formal Material

1. Bukti pungutan berupa faktur 1. Berhubungan langsung dengan


pajak atau dokumen lain yang kegiatan usaha
diperlakukan sebagai faktur pajak 2. Belum dibebankan sebagai biaya
2. Belum dilakukan pemeriksaan,
kecuali harga perolehannya telah
dibukukan atau dicatat dalam
pembukuan.

Gambar 3.4 Syarat Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan

f. Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak
keluaran pada masa pajak yang sama, termasuk pajak masukan yang ditemukan
dalam pemeriksaan yang harga perolehannya telah dibukukan atau dicatat dalam
pembukuan, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lambat 3 bulan
setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan
sebagai biaya.
g. Pajak masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang atas
penyerahannya tidak dipungut PPN, tetapi dapat dikreditkan.
h. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan, pajak masukan tidak dapat dikreditkan
bagi pengeluaran untuk :
(1) Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
(2) Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha
(3) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor jenis sedan, dan station wagon
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan
(4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean sebelum
pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
(5) Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan
formal (administrasi) sebagaimana ditentukan oleh UU PPN 1984 dan
perubahannya, yaitu perihal syarat minimal data atau keterangan yang harus
dimuat dalam sebuah faktur pajak.
(6) Pemanfaatn BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean yang faktur
pajaknya tidak memenuhi ketentuan
(7) Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukanya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak
(8) Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam SPT
masa PPN, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
2. Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang Melakukan Penyerahan yang
Terutang dan Tidak terutang PPN.
3. Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang Menghitung Pajak
Penghasilannya Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)
Pedoman pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang menghitung pajak
penghasilannya dengan menggunakan NPPN, secara garis besar diuraikan dalam
gambar di bawah ini.

Pedagang eceran yang Dalam kegiatan/pekerjaan utamanya adalah


menggunakan NPPN melakukan usaha perdagangan dengan cara :
 Menyerahkan BKP melalui suatu tempat
penjualan eceran seperti toko, kios atau dengan
penjualan langsung kepada konsumen akhir,
Orang pribadi dengan atau penjualan dari rumah ke rumah
peredaran/penerimaan bruto  Menyerahkan BKP yang diserahkan di tempat
setahun  Rp. 600.000.000,00 penjualan secara eceran tersebut
 Melakukan transaksi jual beli secara spontan
tanpa di dahului dengan penawaran tertulis,
kontrak, atau lelang dan pada umumnya bersifat
tunai, dan pembeli pada umumnya datang ke
tempat penjualan tersebut langsung membawa
BKP yang dibelinya.

Gambar 3.5 Pengkreditan Pajak Masukan dengan NPPN

I. Pemungutan PPN
UU Perpajakan merumuskan bahwa yang dimaksud dengan pemungut PPN adalah
Bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pmerintah yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas
penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi
Pemerintah tersebut.

Pemungut PPN

Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas


Negara/KPKN (sekarang menjadi Kantor Pelayanan Perbendharaan
Negara)

Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan


Gas Bumi

Gambar 3.6 Pemungut PPN

J. Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN


Terhadap kelebihan pembayaran PPN dapat dimintakan restitusi atau dikompensasikan
dengan pembayaran PPN terutang periode mendatang. Kelebihan pembayaran PPN
disebabkan karena pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran. Jadi mekanisme restitusi
(pengembalian) kelebihan pembayaran PPN ini dapat dilakukan untuk setiap masa pajak.

K. Fasilitas di Bidang PPN


Kemasan keadilan dalam pembebanan pajak di Indonesia diwujudkan dalam pemberian
beberapa fasilitas perpajakan di bidang PPN dan PPnBM. Ada dua fasilitas yang diberikan
pemerintah dalam hal PPN dan PPnBM, yakni fasilitas tidak dipungut dan dibebaskan.
1. Fasilitas PPN dan PPnBM Tidak Dipungut
Bagi PKP yang menerima fasilitas ini, pajak masukan yang telah dibayarkan untuk
perolehan BKP/JKP, dapat dikreditkan. Beberapa jenis usaha yang mendapatkan
fasilitas PPN dan PPnBM tidak dipungut adalah :
a. Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dana pinjaman/hibah
luar negeri
b. Penyerahan BKP dari daerah pabean Indonesia ke Kawasan Berikat (bonded zone)
c. Penyerahan BKP di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) atau free
trade zone (FTZ)
2. Fasilitas PPN dan PPnBM Dibebaskan
Bagi PKP yang menerima fasilitas ini, pajak masukan yang telah dibayar untuk
perolehan BKP/JKP, tidak dapat dikreditkan. Beberapa item yang mendapatkan fasilitas
PPN dan PPnBM dibebaskan :
a. Pemberian pembebasan PPN/PPnBM kepada perwakilan negara asing atau Badan
Internasional serta pejabat atau tenaga ahlinya
b. Impor dan/atau penyerahan BKP/JKP tertentu :
(1) Impor BKP
o Impor senjata, amunisi, alat angkut air udara darat, bahan amunisi,
kendaraan lain dan suku cadangnya yang digunakan oleh TNI/POLRI serta
PT PINDAD
o Impor vaksin polio dalam rangka Pekan Imunisasi Nasional
o Impor buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku agama
(2) Penyerahan BKP/JKP
o Penyerahan BKP Rumah Sederhana, RSS, rusun sederhana, pondok asrama
mahasiswa
o Penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis, seperti listrik di bawah
6600 watt, air bersih melalui PAM, rumah susun sederhana milik, barang
modal, barang hasil pertanian dan bibit atau benih.

L. PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri


Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun sendiri yang dilakukan bukan
dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan
sendiri atau digunakan pihak lain. Berdasarkan memori penjelasan UU Nomor 42 Tahun 2009
tentang perubahan ketiga UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM disebutkan
bahwa yang menjadi pertimbangan dikenakan PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah
untuk mencgeah terjadinya penghindaran pengenaan PPN. Namun, UU juga menegaskan
bahwa terdapat batasan yang harus dipenuhi yang diatur berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan agar suatu kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN. Hal tersebut dimaksudkan
untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah.
Kegiatan membangun sendiri yang dikenakan PPN adalah yang memenuhi syarat-syarat
berikut :
a. Dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
b. Luas bangunan 300m2 atau lebih
c. Bangunan dengan kontruksi teknik yang ditanam secara tetap pada stau kesatuan tanah
dan/atau perairan, dari kayu, beton, pasangan batu bata atau yang sejenis, dan/atau baja,
serta diperuntukkan sebagai tempat tinggal/tempat usaha.
d. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan di kawasan real estat oleh pemilik tanah
kaveling bukan oleh kontraktor karena kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan
melalui kontraktor atau pemborong bukan merupakan kegiatan membangun sendiri
sepanjang dapat dibuktikan bahwa atas kegiatan membangun tersebut telah dipungut PPN.
Mekanisme Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN. Formulasi penghitungan PPN
atas kegiatan membangun sendiri :

Tarif 10% x Dasar Pengenaan Pajak DPP = 40% x jumlah total biaya, tidak
termasuk biaya perolehan tanah

Gambar 3.7 Penghitungan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri

Contoh :
Tuan Arman seorang penyedia jasa kontruksi, memperluas rumah pribadinya dengan
menambah bangunan 3 lantai di halaman belakang, dengan total luas bangunan 330 m 2.
Pembangunan dimulai sejak 16 Mei 2010 dan masih berlangsung hingga 31 Juli 2010. Berikut
adalah rincian data pengeluaran yang telah dilakukan :
Mei 2010 : Rp. 28.956.000,00
Juni 2010 : Rp. 16.750.000,00
Juli 2010 : Rp. 18.250.000,00
Jadi, PPN terutang dapat dihitung sebagai berikut :
Bulan Mei 2010
PPN = Rp 28.956.000 x 10%
= Rp 2.895.600
Bulan Juni 2010
PPN = Rp 16.750.000 x 10%
= Rp 1.675.000
Bulan Juli 2010
PPN = Rp 18.250.000 x 10%
= Rp 1.825.000

M. Pengisian Surat Pemberitahuan Masa PPN dan PPnBM


Setelah kita dapat menghitung berupa PPN dan PPnBM terutang, sekarang kita akan
menyetorkan dan melaporkan dokumen yang digunakan untuk memberitahukan PPN dan
PPnBM. Penyetoran PPN dan PPnBM yang masih kurang dibayar dilakukan paling lambat
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT masa PPN
disampaikan, sementara pelaporan dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak.
Tabel 3.1 Formulir yang Berkaitan dengan PPN
Dokumen Nama Form
Surat Pemberitahuan Masa PPN dan PPnBM 1111
Daftar Pajak Keluaran 1111A
Daftar Pajak Masukan 1111B
Bukti Penerimaan Setoran BPS
Faktur Pajak FP

N. Pengembalian PPN dan PPnBM (Tax Refund)


Dalam rangka mendongkrak sektor pariwisata dan mendukung program pemerintah
mengenai Visit Indonesia Year, terhadap PPN dan PPnBM yang sudah dibayar atas
pembelian BKP yang dibawa ke luar daerah pabean oleh orang pribadi pemegang paspor
luar negeri dapat diminta kembali. Istilah ini dikenal sebagai tax refund. Permintaan
kembali PPN dan PPnBM disampaikan ke DJP melalui Kantor DJP di Bandar udara yang
ditetapkan Menteri Keuangan. Syarat PPN dan PPnBM yang dapat diminta kembali, antara
lain :
1. Nilai PPN paling sedikit Rp. 500.000,00, besaran nilai ini dapat disesuaikan lagi
dengan Peraturan Pemerintah
2. Pembelian BKP dilakukan dalam jangka waktu satu bulan sebelum keberangkatan ke
luar daerah pabean
3. Faktur pajak memenuhi syarat faktur pajak, kecuali pada kolom NPWP dan alamat
pembeli diisi dengan nomor paspor dan alamat lengkap orang pribadi pemegang paspor
luar negeri yang tidak mempunyai NPWP
4. Dokumen yang harus ditunjukkan pada saat meminta kembali PPN dan PPnBM
adalah :
a. Papsor
b. Pas naik (boarding pass) untuk keberangkatan ke luar dearah pabean
c. Faktur pajak

O. Akuntansi PPN dan PPnBM


Pencatatan atas transaksi yang melibatkan PPN dan/atau PPnBM masih mengacu pada
kerangka konseptual standar akuntansi. Ada satu hal yang perlu diperhatikan ketika
melakukan pencatatan perkiraan PPN, yakni sifat PPN Masukan (PM). Jika PM dapat
dkreditkan, maka pencatatannya dilakukan sebagai uang muka pajak. Sebaliknya jika PM
tidak dapat dikreditkan, maka pencatatannya langsung dibebankan sebagai biaya.
Kemudian untuk PPnBM, karena PPnBM mempunyai karakteristik sebagai pajak yang
tidak dapat dikreditkan, maka pencatatannya langsung dibebankan sebagai biaya. Dokumen
sumber yang digunakan sebagai dasar pencatatan adalah faktur, faktur pajak, dan bukti
setoran pajak.

Dalam akuntansi komersial tidak mengatur tersendiri perilaku khusus untuk PPN maupun
PPnBM, PSAK hanya mengatur akuntansi pajak penghasilan. Namun demikian baik
akuntansi komersial maupun akuntansi pajak terdapat persamaan dalam melakukan
pencatatan yang harus dipersiapkan antara lain sebagai berikut :
1. Akun Pajak Masukan
Untuk mencatat besarnya pajak masukan yang dibayar atau dipungut atas terjadinya
transaksi pembelian
2. Akun Pajak Keluaran
Pada akun ini untuk mencatat pajak kelauran yang dipungut atau disetorkan ke kas
Negara atas transaksi.

Terjadinya transaksi penyerahan BKP atau JKP, akun biaya yang digunakan tetap sama
dengan akun yang lazim digunakan dalam akuntansi komersial.

Contoh :
1. Transaksi pembelian dan penjualan secara tunai
Transaksi perolehan BKP dan/atau JKP, data pembelian BKP yang diterima langsung
faktur pajaknya :
Harga BKP Rp. 100.000.000,00
Rabat 10% Rp. 10.000.000,00
Rp. 90.000.000,00
Potongan tunai 3% Rp. 2.700.000,00
Harga setelah potongan Rp. 87.300.000,00
Pajak Pertambahan Nilai 10% Rp. 8.730.000,00
Jumlah pembayaran tunai Rp. 96.030.000,00
Potongan tunai yang dicantumkan dalam faktur pajak dapat mengurangi dasar
pengenaan PPN ayat jurnal yang disusun atas transaksi di atas.
Ayat Jurnal :
Pihak Pmbeli
Pembelian Rp 87.300.000
PPN Masukan Rp 8.730.000
Kas Rp 96.030.000

Pihak Penjual
Kas Rp 96.030.000
Penjualan Rp 87.300.000
PPN Keluaran Rp 8.730.000

2. Pembelian secara kredit


Dalam hal penjualan secara kredit, penjual dapat menunda pembuatan faktur pajak atau
faktur pajaknya dibuat paling lambat akhir bulan berikutnya yang diikuti syarat belum
diterima uangnya sehingga waktu penjual mengirim faktur penjualan belum diikuti
faktur pajak. Contoh jurnal yang dibuat sebagai berikut :
a. Pembelian kredit kepada PT. ABC seharga Rp. 50.000.000,00 (faktur pajak belum
dibuat)
Pembelian Rp 50.000.000
PPN Masukan Rp 5.000.000
Kas Rp 55.000.000

b. Terdapat retur sebesar Rp. 4.000.000,00 dalam hal ini tidak perlu dibuat nota retur
karena faktur pajak belum dibuat.
Kas Rp 4.400.000
Retur pembelian Rp 4.000.000
PPN masukan Rp 400.000

c. Pembayaran kepada PT ABC dengan potongan 5% dan faktur pajak diterima :


Harga pembelian Rp. 50.000.000,00
Retur pembelian Rp. 4.000.000,00
Rp. 46.000.000,00
Potongan tunai 5% Rp. 2.300.000,00
DPP PPN Rp. 43.700.000,00
PPN 10% Rp. 4.370.000,00
Jumlah pembayaran Rp. 48.070.000,00
Pembelian Rp 50.000.000
PPN Masukan Rp 4.370.000
Kas Rp 48.070.000
Potongan pembelian Rp 2.300.000
Retur pembelian Rp 4.000.000

3. Pembelian secara kredit kepada PT. ABC seharga Rp. 100.000.000,00, tetapi hingga
akhir bulan belum dibayar dan faktur pajak belum diterima.
Pembelian Rp 100.000.000
PPN Masukan Rp 10.000.000
Kas Rp 110.000.000

4. Membayar uang muka pesanan BKP seharga Rp. 30.000.000,00, faktur pajak telah
diterima dan BKP sampai akhir bulan belum dikirim/diterima.

5. Pembayaran jasa konsultan di Hong Kong sebesar US$ 4.000. kurs jual per US$1,00 =
Rp. 12.100,00, kurs Menteri Keuangan Rp. 12.000,00 seperti dalam UU pemanfaatan
JKP dari luar negeri atau dariluar daerah pabean terutang PPN, dan juga PPh Pasal 26
sebesar 20% (untuk diperhatikan juga dalam kasus-kasus yaitu ada atau tidaknya tax
treaty)
Jasa konsultan luar negeri (4.000 x Rp. 12.100,00) Rp. 48.400.000,00
PPh Pasal 26 (20% x $4.000 x Rp. 12.000,00) Rp. 9.600.000,00
Rp. 38.800.000,00
PPN jasa luar negeri (10% x $4.000 x Rp. 12.000,00) Rp. 4.800.000,00
Total Rp. 43.600.000,00

Anda mungkin juga menyukai