Makalah Kapita Selekta Agraria Tentang HGB Diatas HPL
Makalah Kapita Selekta Agraria Tentang HGB Diatas HPL
Makalah Kapita Selekta Agraria Tentang HGB Diatas HPL
halaman
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
B. Hak Pengelolaan.............................................................................................
A. Kesimpulan.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan Hak Guna Bangunan dalam
UUPA adalah hak atas tanah yang diberikan kepada seseorang untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah tersebut dengan jangka
waktu selama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun. Di atur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Hak Guna Bangunan di atas Hak
Pengelolaan dapat diperpanjang dan diperbaharui atas permohonan pemegang
Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak
Pengelolaan. Jadi, dalam hal ini pemilik bangunan berbeda dari pemilik hak
atas tanah dimana bangunan tersebut didirikan. Ini berarti seorang pemegang
Hak Guna Bangunan adalah berbeda dari pemegang Hak Milik atas bidang
tanah dimana bangunan tersebut didirikan; atau dalam konotasi yang lebih
umum, pemegang Hak Guna Bangunan bukanlah pemegang Hak Milik dari
tanah dimana bangunan tersebut didirikan.
Dapat diketahui bahwa atas pemberian Hak Guna Bangunan yang diberikan
di atas tanah negara atau tanah dengan Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan
berlaku saat didaftarkannya tanah tersebut. Selanjutnya Hak Guna Bangunan
yang diberikan di atas bidang tanah Hak Milik, berdasarkan perjanjian dengan
pemegang Hak Milik atas bidang tanah tersebut, pendaftaran yang dilakukan
hanya ditujukan untuk mengikat pihak ketiga yang berada di luar perjanjian.
Jadi dalam hal ini, saat lahirnya Hak Guna Bangunan adalah saat perjanjian
ditandatangani oleh para pihak dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini
Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disebut PPAT.
Berdasarkan Pasal 35 ayat (3) UUPA, Hak Guna Bangunan dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain dengan cara pewarisan, yang harus dibuktikan
dengan adanya hal-hal sebagai berikut:1
1. Surat wasiat atau surat keterangan sebagai ahli waris yang dibuat oleh
pejabat yang berwenang;
2. Surat keterangan kematian pemegang Hak Guna Bangunan yang
dibuat oleh pejabat yang berwenang;
3. Bukti identitas para ahli waris; dan
Hak Guna Bangunan juga dapat dialihkan oleh pemegang Hak Guna
Bangunan kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang Hak
Guna Bangunan. Bentuk dialihkan tersebut dapat berupa jual beli, tukar-
menukar, hibah, penyertaan dalam modal perusahaan harus dibuktikan dengan
akta PPAT, sedangkan lelang dibuktikan dengan Berita Acara Lelang yang
dibuat oleh pejabat dari Kantor Lelang.
Peralihan Hak Guna Bangunan tersebut harus didaftarkan kepada Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan
dilakukan perubahan nama dalam sertifikat dari pemegang Hak Guna Bangunan
yang lama kepada penerima Hak Guna Bangunan yang baru.
Ketentuan peralihan Hak Guna Bangunan yang diatur pasal 34 Peraturan
Pemerintah No. 40 Tahun 1996 yaitu Hak Guna Bangunan dapat dialihkan dan
beralih kepada pihak lain karena jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam
modal, hibah, pewarisan. Dalam peralihan Hak Guna Bangunan ini ada
ketentuan khusus, yaitu peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak
Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang
Hak Pengelolaan. Demikian pula dengan peralihan Hak Guna Bangunan atas
1
tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemilik
tanah yang bersangkutan.
Dari hal diatas juga dapat kita lihat bahwa Undang-Undang secara tegas
membedakan syarat peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dengan
Hak Guna Bangunan yang diberikan diatas tanah Hak Pengelolaan atau diatas
tanah Hak Milik. Terhadap Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah
Hak Milik, karena pemberian tersebut lahir dari perjanjian, maka sebagai
konsekuensi dari sifat perjanjian itu sendiri, yang menurut ketentuan Pasal 1315
dan Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya berlaku di antara
para pihak, yaitu pemegang Hak Milik dan pemegang Hak Guna Bangunan
diatas Hak Milik tersebut, setiap tindakan yang berhubungan dengan Hak Guna
Bangunan di atas bidang tanah tersebut, haruslah terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari pemegang Hak Milik atas bidang tanah tersebut, termasuk
peralihannya. Sebagaimana halnya peralihan Hak Milik dan Hak Guna Usaha
seperti telah dijelaskan dimuka, peralihan Hak Guna Bangunan juga diatur
dalam ketentuan yang sama seperti halnya peralihan Hak Milik dan Hak Guna
Usaha.
Adapun hapusnya hak guna bangunan karena berakhirnya jangka waktu
pemberiannya. Pemberian Hak Guna Bangunan, baik atas Tanah Negara, tanah
Hak Pengelolaan, maupun Tanah Hak Milik, senantiasa dibatasi dengan waktu
tertentu. Dengan berakhirnya masa atau jangka waktu pemberian Hak Guna
Bangunan tersebut (dengan perpanjangan untuk pemberian Hak Guna
Bangunan di atas Tanah Negara dan tanah Hak Pengelolaan), maka Hak Guna
Bangunan pun hapus demi hukum, meskipun dapat diperbaharui kembali.
Selanjutnya hapusnya hak guna bangunan karena tidak terpenuhinya syarat
pemegangnya. Dalam Pasal 36 ayat (1) UUPA mengatur tentang syarat
pemegang Hak Guna Bangunan yaitu Warga Negara Indonesia dan badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia. Jika ternyata pemegang haknya tidak berhak lagi maka hal tersebut
diatur dalam Pasal 36 ayat (2) UUPA yaitu orang atau badan hukum jika
memenuhi syarat dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau
mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Jika Hak Guna
Bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan ke pihak lain
dalam jangka waktu yang telah ditentukan maka hak itu hapus karena hukum,
dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan menurut
ketentuanketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 khususnya pada Pasal 38
juga mengatur mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan yaitu dikarenakan
berakhirnya jangka waktu sesuai perjanjian, dibatalkan oleh pejabat yang
berwenang karena tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak
dan/atau dilanggarnya ketentuan yang diatur dalam Pasal 30 sampai dengan
Pasal 32, kemudian sesuai dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan
dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan,
sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap. Selain alasan diatas, Hak Guna Bangunan bisa dihapuskan karena
dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu
berakhir, dicabut berdasarkan Undang-Undang No.20 Tahun 1961, haknya
ditelantarkan dan tanahnya telah musnah.
B. Hak Pengelolaan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Buku :
Fuady, Munir. 2001. Hukum Perjanjian dari Sudut Pandang Hukum Bisnis. Citra
Aditya Bakti: Bandung.
H.S., Salim. 2003. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak.
Jakarta: Sinar Grafika.
Mahdi, Sri Soesilowati, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyo. 2005.
Hukum Perdata Suatu Pengantar. Gitama Jaya: Jakarta.
Miru, Ahmadi. 2011. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Muljadi, Kartini, dan Gunawan Widjaja. 2004. Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
________. 2010. Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. Rajawali Pers: Jakarta.
Saleh, K Wantjik. 1985. Hak Anda Atas Tanah. Jakarta: Balai Aksara.
Salim. 2003. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Sinar
Grafika: Jakarta
Santoso, Urip. 2005. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta:
Kencana Pranada Media Group.
______. 2012. Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Kencana Pranada Media
Group: Jakarta.
______. 2010. Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah. Kencana Pranada
Media Group: Jakarta.
Sri Wibawanti, Erna, dan R. Murjiyanto. 2013. Hak Atas Tanah Dan
Peralihannya. Liberty Yogyakarta: Yogyakarta.