Materi 14 Bi Hakikat Bahasa Dan Teori Pemerolehan Bahasa
Materi 14 Bi Hakikat Bahasa Dan Teori Pemerolehan Bahasa
Materi 14 Bi Hakikat Bahasa Dan Teori Pemerolehan Bahasa
MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Kosep Dasar Bahasa Indonesia SD
Dibina oleh Ibu Isna Khuni Mu‟alimah, M.Pd.
Oleh :
1. Arin Nandasari (2186206004)
2. Khoiril Mutoharoh (2186206078)
3. Naimatul Khoiriah (2186206108)
4. Muhammad Muzaqi (2186206158)
Kelompok 15
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Apa yang dimaksud dengan teori pemerolehan bahasa?
1.3.2 Apa kaitan hakikat bahasa dengan teori pemerolehan bahasa
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
3
Skinner memakai teori stimulus-respon dalam menerangkan perkembangan
bahasa, yaitu bahwa bila anak mulai belajar berbicara yang merupakan bukti
berkembangnya bahasa anak, maka orang yang berada disekelilingnya
memberikan repons yang positif sebagai penguat (reinforcement). Dengan
adanya respon positif tersebut maka anak cenderung mengulang kata tersebut
atau tertarik mencoba kata lain. Dalam teori ini, Skinner menekankan agar para
pendidik PAUD untuk senantiasa menghadirkan suasana kelas dengan latihan
yang diberikan kepada anak harus dalam bentuk pertanyaan (stimulus) dan
jawaban (respons) yang dikenalkan melalui berbagai tahapan, mulai dari yang
sederhana sampai yang lebih rumit, contohnya sistem pembelajaran drilling.
Pada awalnya, anak akan memberikan respons pada setiap pembelajaran dan
dapat segera memberi repons. Pendidik perlu memberikan penguatan terhadap
hasil kerja anak yang baik dengan pujian atau hadiah. Ahli lain, Albert Bandura
mencoba menerangkan dari sudut teori belajar sosial. Dia berpendapat anak
belajar bahasa karena menirukan suatu model. Tingkah laku imitasi ini tidak
mesti harus menerima reinforcement sebab belajar model dalam prinsipnya
lepas dari reinforcement dari luar.
4
Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh
setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan
pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi
dalam berbahasa.
Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman
dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan
kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang
didengar,sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan
kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).
Sejak lahir anak manusia sudah dilengkapi dengan alat yang disebut dengan
alat penguasaan/pemerolehan bahasa (language acquisation device/LAD), dan
hanya manusia yang mempunyai LAD. LAD ini mendapatkan inputnya dari
data bahasa dari lingkungan. LAD ini dianggap sebagai bagian fisiologis dari
otak yang khusus untuk mengolah masukan (input) dan menentukan apa yang
dikuasai lebih dahulu seperti bunyi, kata, frasa, kalimat, dan seterusnya.
Meskipun kita tidak tahu persis tepatnya dimana LAD itu berada karena
sifatnya yang abstrak (invisible). Dalam bahasa juga terdapat konsep universal
sehingga secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini.
Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu
singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit.
LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa
dan bukan bunyi bahasa. Chomsky mengibaratkan anak sebagai entitas yang
seluruh tubuhnya telah dipasang tombol serta kabel listrik, mana yang dipencet
itulah yang akan menyebabkan bola lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana
dan wujudnya seperti apa ditentukan oleh input dari sekitarnya, antara Nurture
dan Nature sama-sama saling mendukung. Nature diperlukan karena tanpa bekal
kodrati makhluk tidak mungkin anak dapat berbahasa dan nurture diperlukan
karena tanpa input dari alam sekitar bekal yang kodrati itu tidak akan terwujud
(Dardjowidjojo, 2003).
5
Teori ini berpengaruh pada pembelajaran bahasa, di mana anak perlu
mendapatkan model pembelajaran bahasa sejak dini. Anak belajar bahasa
dengan cepat sebelum usia 10 tahun, apalagi menyangkut bahasa kedua (second
language).Usia lebih dari 10 tahun, anak kesulitan dalam mempelajari bahasa.
3) Teori Kognitivisme
Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan
bahwa bahasa itu salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Jadi perkembangan bahasa itu ditentukan oleh urutan-
urutan perkembangan kognitif. Perkembangan bahasa tergantung pada
kemampuan kognitif tertentu, kemampuan pengolahan informasi, dan motivasi.
Piaget (Mussen dkk., 1984) dan pengikutnya menyatakan bahwa perkembangan
kognitif mengarahkan kemampuan berbahasa, dan perkembangan bahasa
tergantung pada perkembangan kognitif.
Menurut Piaget struktur yang kompleks itu bukan pemberian alam dan
bukan sesuatu yang dipelajari dari lingkungan melainkan struktur itu timbul
secara tak terelakkan sebagai akibat dari interaksi yang terus menerus antara
tingkat fungsi kognisi anak dengan lingkungan kebahasaannya. Menurut kaum
kognitivisme bahwa kemampuan pembelajar sudah terprogram secara biologis
untuk memiliki kemampuan kognitif dan proses belajar terjadi dengan cara
memetakan kategori linguistik ke dalam kategori kognitif, serta apa yang
dipelajari adalah tata bahasa sebuah bahasa. Jadi, sebetulnya kaum kognitivisme
berusaha menggabungkan peran lingkungan dan faktor bawaan, namun lebih
besar ditekankan pada aspek berpikir logis (the power of logical thinking).
Urutan pemerolehan bahasa: menuranikan struktur aksi representasi kecerdasan
membentuk struktur linguistik (Chaer, 2003; hal, 178-179).
Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum
ada. Anak hanya memahami dunia melalui inderanya. Anak hanya mengenal
benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah
dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai
menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir
6
dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang
diucapkan anak.
4) Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan
hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa.
Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan
“input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah
memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak
mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
7
berbicara menggunakan kalimat.
Aak dapat membedakan kata sebagai
7 – 11 tahun Fase semantik simbol dan konsep yang terkandung dalam
kata.
8
pertamanyalah yang menjadi pokok, sedangkan kata kedua menjadi penjelas kata
pertama.
Dari contoh-contoh di atas, dan banyak lagi contoh lainnya yang dapat
dikemukakan di sini, jelaslah bahwa tiap bahasa memiliki aturan-aturannya
sendiri yang menguasai hal-hal bunyi dan urutan-urutanny, hal-hal kata dan
susunannya, dan sebagainya. Dapatlah disimpulkan bahwa bahasa itu
sesungguhnya adalah kumpulan pola-pola, kumpulan kaidah-kaidah yang
kemudian disebut sistem.
Jadi, bahasa adalah sistem unsur-unsur dan kaidah-kaidah.
Bila pertama kali kita melihat sebuah benda, dan orang yang memahami
benda itu menyebutnya dengan „jam‟, maka urutan bunyi /j/, /a/, dan /m/ kita
asosiasikan dengan benda tersebut. Kemudian, meskipun benda tersebut tidak
lagi berada di hadapan kita, bila kita mendengar seseorang mengucapkan urutan
bunyi itu, maka kita akan serta-merta mengasosiasikannya dengan benda tersebut.
Demikianlah, terjadinya proses asosiasi antara bunyi-bunyi (baik berupa kata
maupun kalimat) dengan sesuatu (benda maupun konsep) menunjukkan
ketinggiasn akal budi manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Urutan
bunyi /j/, /a/, dan /m/ itu, dalam pikiran manusia, ternyata adalah lambang-
lambang yang berdiri untuk sesuatu yang lain yang dapat diterangkan sebagai
“Sesuatu yang terdiri atas berbagai roda kecil yang digerakkan oleh beberapa per,
yang ditempatkan di dalam sebuh kotak besar atau kecil, dan yang fungsinya
untuk menunjukkan waktu.” Seperti diketahui, sesuatu yang berdiri untuk sesuatu
yang lain disebut tanda. Dengan demikian jelaslah bahwa bahasa itu
sesungguhnya adalah sistem tanda.
Tidak terdapat hubungan logis atau rasional antara bunyi-bunyi bahasa
dengan sesuatu yang dilambangkannya. Untuk menjelaskan hal ini, ambil lah
konsep K sebagai kasus. K adalah binatang berkaki empat, berkuku satu dan
banyak dijinakkan untuk keperluan manusia, baik untuk membantunya sebagai
binatang poenarik maupun untuk hiburan di dalam pacuan.
Orang Indonesia menyebut konsep K ini dengan urutan bunyi [k-u-d-a];
orang Inggris menyebutnya [h-o-r-s-e], dan orang Jawa menyebutnya dengan [j-
a-r-a-n]. Sekiranya ada hubungan yang rasional atau logis antara bunyi-bunyi
9
dengan bendanya, tentulah tidak akan ada perbedaan urutan bunyi di dalam
bahasa-bahasa di dunia ini untuk konsep yang sama, seperti contoh-contoh yang
telah diberikan di atas. Jadi jelaslah, tidak ada hubungan yang rasional dan logis
antara bunyi-bunyi sebagai lambang dengan sesuatu yang dilambangkannya.
Dengan kata-kata lain, urutan bunyi dalam satu bahasa bersifat mana suka atau
arbitrer. Kecil pula kemungkinan bagi seseorang untuk mengganti urutan bunyi
dalam bahasanya untuk sebuah konsep yang sudah ada.
Berapa pun diktatornya kekuasaan seseorang di suatu tempat, tidak mungkin
baginya mengganti urutan bunyi [k-u-d-a], untuk konsep yang telah dikemukakan
di atas, dengan urutan bunyi lain, misalnya menjadi [k-r-a-u]. Jika pun
dimungkinkan, maka penggantian urutan bunyi bahasa itu haruslah mendapat
persetujuan atau kesepakatan sejumlah besar masyarakat pemakai bahasa. Dari
deskripsi di atas dapatlah disimpulkan bahwa urutan-urutan bunyi itu mestilah
mencapai sifat konvensional untuk dapat dianggap sebagai kata-kata di dalam
bahasa itu. Sifat inilah yang menentukan, baik perubahan arti maupun hidup dan
matinya kata kata dalam satu bahasa.
10
3) Pengorganisasian yaitu proses interaksi dengan lingkungan melalui hal-
hal yang bersifat refleks kemudian berkembang menjadi kata dan kalimat
yang terkoordinasi.
Piaget berpendapat bahwa pikiran yang dimiliki anak/kemampuan berpikir
dapat mendorong perkembangan bahasa. Menurut Vigotsky, bahasa orang dewasa
sangat berpengaruh pada perkembangan bahasa dan pikiran anak. Bahasa yang
dimiliki anak dapat mendorong perkembangan pikiran anak. Pendapat lain
berkaitan tentang bahasa dan pikiran dikemukakan oleh J.S. Bruner. Bruner
berpendapat bahwa (1) bahasa merupakan pendorong perkembangan pikiran. (2)
pikiran dapat berkembang bila sebelumnya mendapat pengalaman-pengalaman
dari lingkungan. (3) perkembangan bahasa dan pikiran saling mendukung.
Aspek bahasa yang berperan dalam perkembnagan pikiran anak adalah
aspek kelambangan, aspek kategorisasi, dan dan aspek proposisi.
1) Aspek Kelambangan Bahasa adalah lambang bunyi yang bersistem yang
dapat diubah menjadi hurufhuruf/lambang tulisan dan mengandung
makna/arti. Aspek kelambangan iinilah yang memungkinkan anak dapat
berpikir secara abstrak.
2) Aspek Kategorisasi adalah proses penggolongan objek/suatu hal
berdasarkan kesamaan atau kemiripan ciri-cirinya.
Contoh: Kendaraan Bermesin, Kendaraan Tidak Bermesin, Kendaraan
Beroda, Kendaraan Dengan gerakan Manusia, Dengan gerakan Hewan,
dan lain sebagainya.
Proses pemerolehan bahasa adalah proses bawah sadar. Penguasaan bahasa
tidak disadari dan tidak dipengaruhi oleh pengajaran. Berbeda dengan proses
pembelajaran, adalah proses yang dilakukan secara sengaja atau secara sadar
dilakukan oleh pembelajar di dalam menguasai bahasa. Karakteristik pemerolehan
bahasa melalui situasi informal (di luar sekolah), tidak melalui situasi formal
(sekolah/kursus), dialami langsung oleh anak.
Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal
dapat disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Ketika pemerolehan bahasa
pertama terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa, kini telah memperoleh
satu bahasa Pemerolehan bahasa adalah proses yang digunakan oleh anak-anak
11
dalam memiliki kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun
pengungkapan, yang berlangsung secara alami, dalam situasi formal, spontan, dan
terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna bagi anak.
Pemerolehan bahasa juga dapat terjadi secara serempak dua bahasa dan
secara berurutan. Pemerolehan secara serempak dua bahasa terjadi pada anak yang
dibesarkan dalam masyarakat bilingual (menggunakan dua bahasa dalam
berkomunikasi) atau dalam masyarakat multilingual (menggunakan lebih dari dua
bahasa). Sedangkan pemerolehan berurut dua bahasa terjadi bila anak menguasai
dua bahasa dalam rentang waktu yang relatif berjauhan.
Ragam atau jenis pemerolehan bahasa anak dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandangan, antara lain:
1. Berdasarkan bentuk - pemerolehan bahasa pertama - pemerolehan bahasa
kedua - pemerolehan-ulang
2. Berdasarkan urutan - pemerolehan bahasa pertama - pemerolehan bahasa
kedua
3. Berdasarkan jumlah - pemerolehan satu bahasa - pemerolehan dua bahasa
4. Berdasarkan media - pemerolehan bahasa lisan - pemerolehan bahasa tulis
5. Berdasarkan keaslian - pemerolehan bahasa asli - pemerolehan bahasa
asing
Strategi anak memperoleh bahasa melalui:
a. Peniruan
b. Pengalaman langsung
c. Mengingat
d. Bermain
e. Penyederhanaan
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak,
yaitu:
a. Faktor biologis
b. Faktor lingkungan sosial
c. Faktor intelegensi
d. Faktor motivasi
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-
kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak
mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi,
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
Teori pemerolehan bahasa pada anak meliputi teori behaviorisme, nativisme,
kognitivisme, dan interaksionisme. Sedangkan hakikat bahasa itu dicirikan oleh
empat hal, yakni (1) bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia, (2) bahasa adalah sistem tanda, (3) bahasa itu arbitrer/mana suka, dan
(4) bahasa bersifat konvensional (lihat Samsuri, 1981: 9-12).
Hakikat Perkembangan Bahasa Anak Pada hakikatnya, bahasa anak
berkembang sejalan dengan perkembangan biologisnya, baik secara fisik
maupun psikis. Bahasa anak berkembang secara bertahap sesuai dengan
perkembangan bahasa dan pikiran anak. Anak memperoleh bahasa melalui segala
sesuatu yang didengar, dilihat, diraba, dirasakan, dan melalui indra penciuman.
13
DAFTAR PUSTAKA
14