Makalah Abortus

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

“ABORTUS PADA KEHAMILAN”

(Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Obstetri)


Dosen Pengampu : Ni Made Dwi Purnamayanti , S.Si.T., M.Keb.

OLEH :
NI KADEK RINDA ANINDYA PUTRI
P07124120001

TINGKAT 2 SEMESTER 3
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI D-III
2021

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Abortus Pada Kehamilan”
tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah
Obstetri di Poltekkes Kemenkes Denpasar. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang penjelasan abortus
meliputi definisi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis,
penatalaksanaan, dan lain sebagainya.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu selaku
dosen mata kuliah Obstetri. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang penulis tekuni. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima
demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 24 Oktober 2021


Penulis,

Ni Kadek Rinda Anindya Putri


NIM : P07124120001

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................5
A. Pengertian Abortus.............................................................................................5
B. Etiologi Abortus..................................................................................................6
C. Patofisiologi Abortus..........................................................................................9
D. Klasifikasi Abortus.............................................................................................10
E. Manifestasi Klinis...............................................................................................15
F. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................16
G. Penegakan Diagnosis..........................................................................................16
H. Penatalaksanaan..................................................................................................17
I. Komplikasi...........................................................................................................20
BAB III PENUTUP...........................................................................................................22
A. Kesimpulan.........................................................................................................22
B. Saran...................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Abortus merupakan salah satu masalah di dunia yang mempengaruhi
kesehatan, kesakitan dan kematian ibu hamil. Abortus merupakan pengeluaran
hasil konsepsi yang terjadi pada umur kehamilan < 20 minggu dan berat badan
janin ≤500 gram. Dampak dari abortus jika tidak mendapatkan penanganan yang
cepat dan tepat akan menambah angka kematian ibu yang disebabkan oleh
komplikasi dari abortus yaitu dapat terjadi perdarahan, perforasi, infeksi dan
syok (Saifuddin, 2016).
Berdasarkan studi WHO bahwa satu dari setiap empat kehamilan berakhir
dengan abortus (BBC, 2016). Estimasi kejadian abortus tercatat oleh WHO
sebanyak 40-50 juta, sama halnya dengan 125.000 abortus per hari. Hasil studi
Abortion Incidence and Service Avaibility in United States pada tahun 2017
menyatakan tingkat abortus telah menurun secara signifikan sejak tahun 1990 di
negara maju tapi tidak di negara berkembang.
Abortus merupakan salah satu dari lima penyebab kematian ibu terbesar di
Indonesia. Lima penyebab kematian terbesar di Indonesia yaitu perdarahan
35,1%, hipertensi 21,5%, infeksi 5,8%, partus lama 1,2%, abortus 4,2%,
dan penyebab lain-lain 32,2% (Kemenkes RI, 2017). Angka Kematian Ibu
(AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu di suatu Negara. Bila AKI
masih tinggi berarti pelayanan kesehatan ibu belum baik. Sebaliknya bila AKI
rendah berarti pelayanan kesehatan ibu sudah baik.
Berdasarkan survey terakhir tahun 2015 yang dilakukan oleh Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI menunjukkan kenaikan dari
228 di tahun 2007 menjadi 359 kematan ibu per 100.000 kelahiran hidup di tahun
2015. Di Provinsi DKI Jakarta Angka Kematian Ibu yaitu sebesar 97 per 100.000
kelahiran hidup. Jumlah Angka kematian ibu tertinggi terdapat di Jakarta Timur
sebesar 34 kematian ibu, dibawahnya yaitu Jakarta Utara 23 kematian ibu, Jakarta
Barat 16 kematian ibu, Jakarta Pusat 12 kematian ibu, Jakarta Selatan 12 kematian
ibu, sedangkan di Kepulauan Seribu tidak ada kejadian kematian ibu.
Di Indonesia angka kematian ibu menurut Survey Demografi dan

1
Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 adalah sebesar 228 per 100.000
kelahiran hidup. Dari jumlah tersebut, kematian akibat abortus tercatat mencapai
30 persen. Angka ini telah mengalami penurunan namun belum mencapai target
MDGs (Millennium Development Goals) sebesar 102 per 100.000 kelahiran
hidup (BAPPENAS, 2015). Angka ini meningkat pada SDKI 2012 menjadi 359
per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih belum sesuai dengan
kesepakatan MDGs pada tahun 2015 yaitu 115 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu di Indonesia ini masih sangat tinggi mengingat target
SDGs (Sustainable Development Goals) pada tahun 2030 mengurangi angka
kematian ibu hingga di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan
RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2015-2019, target angka
kematian ibu pada tahun 2019 yaitu 306 per 100.000 kelahiran hidup
(BAPPENAS, 2015).
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya abortus yaitu
dengan mengeluarkan kebijakan kunjungan Antenatal Care (ANC) yang dilakukan
minimal 4 kali selama kehamilan (Kemenkes RI, 2015). Selain itu, menurut WHO
(2016) dalam Recommendations on Antenatal Care For A Positive Pregnancy
Experience menyatakan Pelaksanaan ANC dilakukan minimal 8 kali bagi setiap
ibu hamil, hal ini sangat dianjurkan untuk mengurangi kematian selama kehamilan
maupun saat persalinan.
Peran serta bidan sangat berpengaruh dalam menurunkan angka kematian
ibu diantaranya dengan meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjang. Selain itu juga bidan diharapkan dapat meningkatkan kegiatan promotif
dan preventif seperti KIE terutama bagi wanita dengan resiko 4 (empat) terlalu dan
3 (tiga) terlambat (BKKBN, 2016). 4 (empat) terlalu yang dimaksud adalah
Kehamilan terlalu muda (hamil dibawah 20 tahun); Usia yang telalu tua untuk
hamil (diatas 35 tahun); Jarak kehamilan terlalu dekat (kurang dari 2 tahun); dan
Kehamilan terlalu banyak (lebih dari 3 anak). Sedangkan 3 (tiga) terlambat yang
dimaksud adalah Terlambat mengambil keputusan, sehingga terlambat untuk
mendapatkan penanganan; Terlambat sampai ke fasilitas kesehatan karena kendala
transportasi; dan Terlambat mendapat penanganan karena terbatasnya sarana dan
sumber daya manusia.

2
Berdasarkan uraian diatas serta masih tingginya AKI khususnya yang
disebabkan oleh abortus , penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul
“Abortus Pada Kehamilan”. Makalah ini nantinya akan memuat penjelasan
mengenai abortus meliputi definisi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan penunjang,
penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan lain sebagainya.

B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka
penulis dapat mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang di maksud dengan abortus?
2. Apa Etiologi dari Abortus?
3. Bagaimana Patofisilogi abortus?
4. Apa saja Klasifikasi dari Abortus
5. Bagaimana Manesfestasi Klinis dari Abortus?
6. Apa pemeriksaan penunjang dari abortus?
7. Bagaimana Penegakan Diagnosis Abortus?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Abortus?
9. Apa Komplikasi dari Abortus?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini dibedakan menjadi 2 tujuan yaitu,
tujuan umum dan tujuan khusus:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam
mengenai penjelasan abortus yang terjadi pada ibu hamil.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini, meliputi :
a. Untuk mengetahui pengertian dari abortus.
b. Untuk mengetahui etiologi dari abortus.
c. Untuk mengetahui patofisilogi abortus.
d. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi abortus.
e. Untuk mengetahui bagaimana manesfestasi klinis dari abortus.

3
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari abortus.
g. Untuk mengetahui penegakan diagnosis abortus.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan abortus.
i. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari abortus.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ABORTUS
Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai keluarnya produk konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, yakni pada usia kehamilan 22 minggu
atau jika berat janin kurang dari 500 gram. Sedangkan, Menurut American College
of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) mendefinisikan abortus jika terjadi
pada 13 minggu pertama kehamilan. Abortus sering disebut juga keguguran atau
early pregnancy loss.
Menurut buku karangan (Prawirohardjo, 2016), dengan judul “Ilmu
Kebidanan dan Kandungan” Abortus yaitu pengeluaran hasil konsepsi dengan berat
badan kurang dari 500 gram Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin
mencapai berat 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
Menurut Amru Sofian (2015) Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli
ada usia sebelum 16 minggu dan 28 minggu dan memiliki BB 400-100 gram, tetapi
jika terdapat fetus hidup dibawah 400 gram itu diangggap keajaiban karna semakin
tinggi BB anak waktu lahir Makin besar kemungkinan untuk dapat hidup terus.
Menurut Fadlun (2012) Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi atau
berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar (viable) tanpa
mempersoalkan penyebabnya dengan berat badan <500 gram atau umur
kehamilan < 20 minggu.
Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan pengertian
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu
hidup luar kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram yaitu sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan secara mandiri. Abortus selama kehamilan terjadi 15-20% dengan
80% diantaranya terjadi pada trimester pertama (<13 minggu) dan sangat sedikit
terjadi pada trimester kedua (Husin, 2013).

5
Gambar 1. Pengeluaran hasil konsepsi pada abortus
(Sumber : Alomedika, 2020)

B. ETIOLOGI ABORTUS
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi biasanya menyebabkan abortus pada
kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini
adalah:
 Kelainan kromosom
Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah trisomi,
poliploidi, kelainan kromosom sex serta kelainan kromosom lainnya.
Kelainan kromosom yang terjadi saat proses pembuahan yang paling sering
terjadi karena sperma yang masuk memiliki jumlah kromosom yang salah,
sehingga sel telur atau embrio yang dibuahi tidak dapat berkembang secara
normal, dan adapun kelainan kromosom bisa juga di sebabkan oleh faktor
genetik, dimana faktor genetic ini sering menimbulkan abortus spontan pada
kromosom janin lebih dari 60%, dan abortus spontan ini terjadi pada masa
kehamilan dimana kehamilan yang kurang dari 22 minggu.
 Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang
sempurna sehingga menyebabkan pemberian zat-zat makanan pada hasil
konsepsi terganggu.

6
 Pengaruh dari luar
Adanya pengaruh dari radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam
uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen.
2. Kelainan pada plasenta
Misalnya end-arteritis dapat terjadi dalam vili korialis dan menyebabkan
oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan
dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya
karena hipertensi menahun.
3. Faktor maternal
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria,
dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus atau
plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan
kematian janin dan kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan,
laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun juga dapat menyebabkan
terjadinya abortus.
4. Diabetes
Diabetes pada kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan hormon
insulin dan biasanya diabetes ini terdapat pertama kali pada saat masa kehamilan
pada trimester kedua atau ketiga, adapun diabetes kehamilan di Indonesia
sebesar 1,5-2,3% dengan usia penduduk yang kurang dari > 20 tahun. Adapun
diabetes pada kehamilan ini yaitu termasuk diabetes tipe-1 yang dimana terdapat
karena faktor genetik dan faktor imuniologi pada saat ibu sedang hamil.
5. Faktor Hormonal
Faktor hormonal dapat dikaitkan dengan peningkatan resiko abortus spontan,
dan adapun faktor hormonal yang dapat mengakibatkan terjadinya abortus
berulang sekitar 50-60%, karena faktor hormonal dan juga ibu hamil yang
memiliki kelainan pada sistem hormonal ( bisa hormon prolaktin ibu yang
terlalu tinggi atau progesteron ibu yang terlalu rendah yang dapat
mengakibatkan terjadinya keguguran.

7
6. Infeksi
Ibu yang terinfeksi dengan sejumlah besar organisme yang kemudian
menyebabkan abortus spontan. Contoh infeksi yang telah dikaitkan dengan
abortus spontan sebanyak 20-30% termasuk infeksi oleh Listeria
monocytogenes,dimana infeksi tersebut dapat menyebabkan keguguran pada
perempuan yang hamil dan akan muncul gejala seperti flu ringan.
7. Abnormal Stuktural Anatomi
Anatomi abnormal uterus juga dapat menyebabkan abortus spontan. Pada
beberapa wanita terdapat jembatan jaringan (septum rahim), yang bertindak
seperti sebagian dinding rongga rahim membagi menjadi beberapa bagian.
Septum biasanya memiliki suplai darah sangat sedikit, dan tidak cocok untuk
pertumbuhan plasenta. Oleh karena itu, embrio yang berimplantasi pada septum
akan meningkatkan resiko abortus spontan sebanyak 40-50%. Rahim
merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal
dalam dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia
uterus, servik inkompeten, bekas operasi pada servik (konisasi,amputasi
servik) dan robekan servik postpartum.
8. Penyebab lainnya
Prosedur pembedahan invasif di dalam rahim, seperti amniosentesis dan
chorionic villus smpling, juga dapat meningkatkan resiko abortus spontan.
9. Gaya Hidup
 Merokok lebih dari 10 batang per hari dikaitkan dengan peningkatan resiko
abortus spontan, dan beberapa studi menunjukkan bahwa resiko abortus
spontan meningkatkan dengan ayah perokok, faktor- faktor lain, seperti
penggunaan alkohol dapat keracunan secara langsung pada janin.
 Obesitas juga dapat memiliki gangguan hormonal yang akan berakibat
gangguan pada kehamilan.
 Wanita yang minum kopi rata – rata atau lebih dari 8 gelas sehari mempunyai
resiko 75% terjadi abortus dan akan beresiko juga kepada kematian janin.

8
C. PATOFISIOLOGI ABORTUS

( Sumber : Buku Aplikasi NANDA NIC-NOC, 2015 )

Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau


seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin
kekurangan nutrisi dan O2 pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya
atau sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena
itu keguguran memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim,
terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya: Sedikit- sedikit dan
berlangsung lama, sekaligus dalam jumlah besar dapat disertai gumpalan, akibat
perdarahan, dapat menimbulkan syok, nadi meningkat, tekanan darah turun,
tampak anemis dan daerah ujung (akral) dingin.

9
Abortus biasanya disertai dengan perdarahan di dalam desidua basalis dan
perubahan nekrotik di dalam jaringan-jaringan yang berdekatan dengan tempat
perdarahan. Ovum yang terlepas sebagian atau seluruhnya dan mungkin menjadi
benda asing di dalam uterus sehingga merangsang kontraksi uterus dan
mengakibatkan pengeluaran janin.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus
desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak terlepas sempurna yang
dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas
umumnya dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu
kemudian plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong
kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blighted ovum), janin
lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau fetus
papiraseus.

D. KLASIFIKASI ABORTUS
Klafikasi abortus menurut (Cunningham, 2013) dibagi menjadi dua yaitu :
1. Abortus Spontan
a. Abortus imminens;
b. Abortus insipiens;
c. Abortus inkompletus;
d. Abortus kompletus;
e. Missed abortion;
f. Abortus habitualis;
g. Abortus infeksiosa & Septik.
2. Abortus Provakatus (induced abortion)
a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutic
b. Abortus Kriminalis

Penjelasan :

10
1. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-
faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor- faktor
alamiah.

a. Abortus Imminens

Merupakan peristiwa terjadinya perdarahan pervaginam pada kehamilan


kurang dari 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa
adanya dilatasi serviks. Adanya abortus imminens terlihat pada gambar 2.

Diagnosis abortus imminens ditentukan dari:


 Terjadinya perdarahan melalui ostium uteri eksternum dalam jumlah
sedikit;
 Disertai sedikit nyeri perut bawah atau tidak sama sekali;
 Uterus membesar, sesuai masa kehamilannya;
 Serviks belum membuka, ostium uteri masih tertutup;
 Tes kehamilan (+).

Gambar 2. Abortus Imminens

b. Abortus Insipiens
Merupakan peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat dan ostium uteri
telah membuka, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa
mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Adanya abortus
insipiens terlihat pada gambar 3.

11
Ciri dari jenis abortus ini yaitu perdarahan pervaginam dengan kontraksi
makin lama makin kuat dan sering, serviks terbuka, besar uterus masih
sesuai dengan umur kehamilan dan tes urin kehamilan masih positif.

Gambar 3. Abortus Insipien

c. Abortus Inkomplet
Merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Perdarahan abortus
ini dapat banyak sekali dan tidak berhenti sebelum hasil konsepsi
dikeluarkan. Adanya abortus inkomplit terlihat pada gambar 4.
Ciri dari jenis abortus ini yaitu perdarahan yang banyak disertai kontraksi,
kanalis servikalis masih terbuka, dan sebagian jaringan keluar.

Gambar 4. Abortus Inkompletus

12
d. Abortus Komplet
Abortus kompletus terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri sebagian besar
telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Adanya abortus komplet
terlihat pada gambar 5.
Ciri dari abortus ini yaitu perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium
serviks menutup, dan tidak ada sisa konsepsi dalam uterus.

Gambar 5. Abortus Kompletus

e. Missed Abortion
Tertahannya hasil konsepsi yang telah mati didalam rahim selama ≥8
minggu. Ditandai dengan tinggi fundus uteri yang menetap bahkan mengecil,
biasanya tidak diikuti tanda–tanda abortus seperti perdarahan, pembukaan
serviks, dan kontraksi. Adanya missed abortion terlihat pada gambar 6.

Gambar 6. Missed Abortion

13
f. Abortus Habitualis
Merupakan abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih secara berturut-
turut. Pada umumnya penderita tidak sulit untuk menjadi hamil, tetapi
kehamilan berakhir sebelum mencapai usia 28 minggu. Etiologi abortus
habitualis yaitu :
 Kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadipembuahan
hasilnya adalah pembuahan patologis.
 Kesalahan-kesalahan pada ibu yaitu disfungsi tiroid, kesalahan korpus
luteum, kesalahan plasenta, yaitu tidak sanggupnya plasenta
menghasilkan progesteron sesudah korpus luteum atrofi. Ini dapat
dibuktikan dengan mengukur kadar pregnadiol dalam urin. Selain itu
juga bergantung pada gizi ibu (malnutrisi), kelainan anatomis dalam
rahim, hipertensi oleh karena kelainan pembuluh darah sirkulasi pada
plasenta/vili terganggu dan fetus menjadi mati. Dapat juga gangguan
psikis, serviks inkompeten, atau rhesus antagonisme.
 Kelainan kromosom. Diketahui bahwa adanya trisomi pada kromosom ke
9, 12, 15, 16, 21, 22 dan X akan menyebabkan anomali genetik pada
kejadian abortus habitualis. Akhir-akhir ini teknik analisis molekuler
membantu dalam mengidentifikasi banyak polimorfisme genetik
bertanggung jawab akan terjadinya abortus habitualis.

g. Abortus Infeksius & Abortus Septik


Abortus infeksius adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia bagian
atas termasuk endometritis atau parametritis.13 Abortus septik juga
merupakan komplikasi yang jarang terjadi akibat prosedur abortus yang
aman. Abortus septik adalah abortus infeksius berat disertai penyebaran
kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritonium.
 Infeksi dalam uterus/sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi
biasanya ditemukan pada abortus inkomplet dan lebih sering pada
abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan
antisepsis.

14
 Diagnosis abortus infeksius ditentukan dengan adanya abortus yang
disertai gejala dan tanda infeksi alat genital seperti panas, takikardi,
perdarahan pervaginam yang lama atau bercak perdarahan, discharge
vagina atau serviks yang berbau busuk, uterus lembek, serta nyeri perut
dan pelvis serta leukositosis. Apabila terdapat sepsis, penderita tampak
sakit berat atau kadang menggigil, demam tinggi, dan penurunan tekanan
darah.

2. Abortus Provokatus
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-
obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan
alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis).
b. Abortus Kriminalis
Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-
tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis. Sebagai
contoh aborsi yang dilakukan dalam rangka melenyapkan janin akibat
hubungan seksual di luar perkawinan. Secara umum abortus kriminalis
adalah suatu kelahiran dini sebelum bayi itu pada waktunya dapat hidup
sendiri di luar kandungan. Pada umumnya janin yang keluar itu sudah tidak
bernyawa lagi. Sedangkan secara yuridis abortus kriminalis adalah setiap
penghentian kehamilan sebelum hasil konsepsi dilahirkan, tanpa
memperhitungkan umur bayi dalam kandungan dan janin dilahirkan dalam
keadaan mati atau hidup.

E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala secara umum pada abortus adalah :
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil,
suhu badan normal atau meningkat

15
3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil
konsepsi
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat
kontraksi uterus
5. Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil
konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan
atau jaringan berbau busuk dari ostium
c. Pemeriksaan Dalam (vaginal touché) : porsio masih terbuka atau sudah
tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai
atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak
nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri
d. Hasil pemeriksaan kehamilan masih positif

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah
abortus
2. Pemeriksaan doopler atau USG untuk menentukkan apakah janin masih hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion

G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidak gejala /
keluhan lain, cari faktor risiko / predisposisi. Riwayat penyakit umum dan
riwayat obstetri / ginekologi.
2. Prinsip : wanita usia reproduktif dengan perdarahan pervaginam abnormal harus
selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya kehamilan.
3. Pemeriksaan fisik umum : keadaan umum, tanda vital, sistematik. Jika keadaan
umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera.
4. Pemeriksaan ginekologi : ada tidaknya tanda akut abdomen. Jika
memungkinkan, cari sumber perdarahan : apakah dari dinding vagina, atau dari

16
jaringan serviks, atau darah mengalir keluar dari ostium
5. Jika diperlukan, ambil darah / cairan / jaringan untuk pemeriksaan penunjang
(ambil sediaan sebelum pemeriksaan vaginal touche)
6. Pemeriksaan vaginal touche : hati-hati. Bimanual tentukan besar dan letak
uterus. Tentukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan ke dalam
ostium dengan mudah / lunak, atau tidak (melihat ada tidaknya dilatasi serviks).
Jangan dipaksa. Adneksa dan parametrium diperiksa, ada tidaknya massa atau
tanda akut lainnya.

H. PENATALAKSANAAN
1. Abortus Imminens
a. Tirah baring
Istirahat baring (bedrest), bertujuan untuk menambah aliran darah ke uterus
dan mengurangi perangsangan mekanis. Ibu (pasien) dianjurkan untuk
istirahat baring. Apabila ibu dapat istirahat dirumah, maka tidak perlu
dirawat. Ibu perlu dirawat apabila perdarahan sudah terjadi beberapa hari,
perdarahan berulang atau tidak dapat beristirahat dirumah dengan baik
misalnya tidak ada yang merawat atau ibu merasa sungkan bila rumah
hanya beristirahat saja. Perlu dijelaskan kepada ibu dan keluarganya, bahwa
beristirahat baring dirumah atau dirumah bersalin atau rumah sakit adalah
sama saja pengaruhnya terhadap kehamilannya. Apabila akan terjadi
abortus inkomplit, dirawat dimanapun tidak mencegahnya.
b. Periksa tanda-tanda vital (suhu, nadi dan pernafasan).
c. Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin janin sudah
mati.
d. Rujuk untuk melakukan pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
e. Kolaborasi dalam pemberian sedativa (untuk mengurangi rasa sakit dan rasa
cemas), tokolisis dan progesterone, preparat hematik (seperti sulfat ferosus
atau tablet besi).
f. Hindarkan intercose.
g. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.

17
h. Bersihkan vulva minimal 2 kali sehari untuk mencegah infeksi terutama
saat masih mengeluarkan cairan coklat.
i. Pasien tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2
minggu.
2. Abortus Insipiens
a. Apabila bidan menghadapi kasus abortus insipiens segera berkonsultasi
dengan dokter ahli kandungan sehingga pasien mendapat penanganan yang
tepat dan cepat.
b. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, bahwa perforasi pada kerokan lebih
besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus
oksitosin.
c. Biasanya penatalaksanaan yang dilakukan pada kehamilan kurang dari 12
minggu yang disertai perdarahan adalah pengeluaran janin atau
pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus, disusul
dengan kerokan memakai kuret tajam.
d. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal dilakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
3. Abortus Inkomplit
Dalam menghadapi kasus abortus incomplete, bidan dapat berkonsultasi dengan
dokter sehingga tidak merugikan pasien. Penatalaksanaan yang biasanya
dilakukan pada kasus abortus inkomplete ini adalah :
a. Bila disertai syok karena perdarahan diberikan infuse cairan fisiologi NaCl
atau Ringer Laktat dan tranfusi darah selekas mungkin.
b. Setelah syok diatasi dilakukan kerokan dengan kuret tajam dan diberikan
suntikan untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.
c. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal dilakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
d. Diberikan antibiotika untuk mencegah infeksi.
4. Abortus Komplit
a. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang abortus komplit, bidan
dapat berkonsultasi dengan dokter sehingga tidak merugikan pasien.
b. Tidak memerlukan terapi khusus tetapi untuk membantu involusi uterus

18
dapat diberikan methergin tablet.
c. Bila pasien anemia dapat diberikan sulfat ferosus (zat besi) atau transfuse
darah.
d. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi vitamin dan mineral.
5. Missed Abortion
Memerlukan tindakan medis khusus sehingga bidan perlu berkonsultasi dengan
dokter untuk penangananya.
a. Yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahaya adanya
hipofibrinogenemia, sehingga sulit untuk mengatasi perdarahan yang terjadi
bila belum dikoreksi hipofibrigenemianya (untuk itu kadar fibrinogen darah
perlu diperiksa sebelum dilakukan tindakan).
b. Pada prinsipnya penanganannya adalah : pengosongan kavum uteri setelah
keadaan memungkinkan.
c. Bila kadar fibrinogen normal, segera dilakukan pengeluaran jaringan
konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
d. Bila kadar fibrinogen rendah dapat diberikan fibrinogen kering atau segar
sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.
e. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dilakukan pembukaan serviks uteri
dengan laminaria selama kurang lebih 12 jam ke dalam kavum uteri.
f. Pada kehamilan lebih dari 2 minggu maka pengeluran janin dilakukan
dengan pemberian infuse intravena oksitosin dosis tinggi.
g. Bila fundus uteri tingginya sampai 2 jari dibawah pusat, maka pengeluaran
janin dapat dikerjakan dengan menyuntikkan larutan garam 20% dalam
kavum uteri melalui dinding perut.
6. Abortus Infeksius
Abortus infeksius yang menyebabkan sepsis dapat menimbulkan bahaya
kehamilan ibu maka penderita harus segera dirujuk ke rumah sakit. Tugas bidan
adalah mengirimkan penderita ke rumah sakit yang dapat memberikan
pertolongan khusus. Prinsip penatalaksanaannya adalah :
a. Pemberian terapi antibiotika (penisilin, metrodazole, ampicillin,
streptomycin, dan lain-lain) untuk menanggunglangi infeksi.
b. Bila perdarahan banyak dilakukan pemberian transfusi darah.

19
c. Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotika atau lebih
cepat lagi bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari
uterus.
d. Pemasangan CVP (Central Venosus Pressure) untuk pengontrolan cairan.
e. Pemberian kortikosteroid dan heparin bila ada Disseminated Intravascular
Coagulation.
7. Abortus Habitualis
a. Memperbaiki keadaan umum.
b. Perbaikan gizi dan istirahat yang cukup.
c. Terapi hormon progesterone dan vitamin.
d. Kolaborasi untuk mengetahui faktor penyebab.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berbahaya pada abortus menurut (Saifuddin, 2016) ialah
perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatas dengan pengosongan uterus dari sisa- sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat
terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti.
Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari
luas dan bentuk perforasi dikerjakanlah penjahitan luka perforasi atau
histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam
menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas dan
mungkin pula terjadi perlukaan pada kandungan kemih dan usus. Dengan
adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada
perlukaan pada alat-alat lain, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan
seperlunya guna mengatasi keadaan.

20
3. Infeksi
Komplikasi umumnya adalah metritis, tetapi dapat juga terjadi parametritis,
peritonitis, endokarditis dan septikemia. Infeksi yang terjadi umumnya karena
adanya bakteri anaerob, kadang ditemukan koliform. Terapi infeksi antara lain
adalah evakuasi segera produk konsepsi disertai antimikroba spektrum luas
secara intravena. Apabila timbul sepsis dan syok maka perlu diberikan terapi
suportif.
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik).

21
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Abortus merupakan salah satu masalah di dunia yang mempengaruhi
kesehatan, kesakitan dan kematian ibu hamil. Abortus merupakan ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi yang terjadi pada umur kehamilan < 20 minggu dan
berat badan janin ≤500 gram. Faktor penyebab abortus beragam, diantaranya
kelainan pertumbuhan hasil konsepsi; kelainan pada plasenta; faktor maternal; gaya
hidup tidak sehat; dan lain sebagainya. Penanganan abortus memerlukan bidan yang
terampil serta beberapa kasus mungkin memerlukan tindakan medis khusus
sehingga bidan perlu berkonsultasi dengan dokter untuk penanganannya. Dampak
dari abortus jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat akan
menambah angka kematian ibu yang disebabkan oleh komplikasi dari abortus yaitu
dapat terjadi perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.

B. SARAN
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Saran penulis kepada tenaga kesehatan agar kiranya lebih aktif dalam
memberikan pendidikan kesehatan mengenai kejadian abortus untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai faktor-faktor penyebab
abortus dan penanganannya.
2. Bagi Pembaca
Saran penulis bagi pembaca yaitu agar kiranya lebih aktif membaca
untuk mengetahui kejadian abortus pada ibu hamil, dan perlu diperhatikan
masalah tentang kesehatan terutama kesehatan pada organ reproduksi agar
menghindari terjadinya abortus. Betapa pentingnya benar-benar diperhatikan
dan dapat bermanfaat bagi kita semua untuk mengantisipasi dari pada bentuk
abortus, faktor-faktor penyebab abortus serta dampak negative yang dapat
mengancam jiwa bagi penderita. Abortus hendaknya dilakukan jika benar-benar
terpaksa karena bagaimanapun didalam kehamilan berlaku kewajiban untuk
menghormati kehidupan manusia dan abortus hendaknya dilakukan oleh tenaga
profesional yang terdaftar.

22
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Situasi Kesehatan Ibu. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI. Tersedia pada :
https://www.kemkes.go.id/article/view/15021800009/situasi-kesehatan-
ibu.html. Diakses tanggal 20 Oktober 2021.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan Edisi
Pertama. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Tersedia pada : https://bit.ly/3rQS86B. Diakses tanggal 20 Oktober 2021.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Pedoman Nasional Asuhan Pasca Keguguran
yang Komprehensif. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. Tersedia pada :
https://kesga.kemkes.go.id/assets/file/pedoman/Pedoman%20Nasional
%20APK%20Komprehensif.pdf. Diakses tanggal 20 Oktober 2021.
World Health Organisation. (2015). Safe abortion: technical and policy guidance for
health systems. 2nd Edition. Tersedia pada :
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/173586/WHO_RHR_15.0
4_eng.pdf. Diakses tanggal 20 Oktober 2021.
World Health Organization. (2016). WHO recommendations on antenatal care for a
positive pregnancy experience. Tersedia pada :
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/250796/97892415?
sequence=1. Diakses tanggal 20 Oktober 2021.
World Health Organization. (2016). Standards for improving quality of maternal and
newborn care in health facilities. Tersedia pada :
https://www.who.int/docs/default-source/mca-documents/advisory-
groups/quality-of-care/standards-for-improving-quality-of-maternal-and-
newborn-care-in-health-facilities.pdf. Diakses tanggal 20 Oktober 2021.
SDKI. (2017). Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Jakarta :
Badan Pusat Statistik. Tersedia pada :
http://simakip.uhamka.ac.id/download/?type=pengumuman&id=288.
Diakses tanggal 20 Oktober 2021.

23
Jones, R. K., & Jerman, J. (2017). Abortion incidence and service availability in the
United States, 2014. Perspectives on sexual and reproductive health, 49(1),
17-27. Tersedia pada :
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1363/psrh.12015. Diakses
tanggal 21 Oktober 2021.
Choi, T. Y., Lee, H. M., Park, W. K., Jeong, S. Y., & Moon, H. S. (2014). Spontaneous
abortion and recurrent miscarriage: A comparison of cytogenetic diagnosis
in 250 cases. Obstetrics & gynecology science, 57(6), 518-525. Tersedia
pada : https://synapse.koreamed.org/articles/1090588. Diakses tanggal 21
Oktober 2021.
Raymond, E. G., & Grimes, D. A. (2012). The comparative safety of legal induced
abortion and childbirth in the United States. Obstetrics & Gynecology,
119(2), 215-219. Tersedia pada :
https://journals.lww.com/greenjournal/fulltext/2012/02000/
The_Comparative_Safety_of_Legal_Induced_Abortion.3.aspx. Diakses
tanggal 21 Oktober 2021.
Santos, A. P. V. D., Coelho, E. D. A. C., Gusmão, M. E. N., Silva, D. O. D., Marques,
P. F., & Almeida, M. S. (2016). Factors associated with abortion in women
of reproductive age. Revista Brasileira de Ginecologia e Obstetrícia, 38,
273-279. Tersedia pada :
https://www.scielo.br/j/rbgo/a/qLbWtmXWsmXwy7cZCrwkr3w/abstract/?
lang=en. Diakses tanggal 21 Oktober 2021.
dr. Pika Novriani Lubis. (2019). Abortus. Alomedika. Tersedia pada :

https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-ginekologi/abortus.

Diakses tanggal 21 Oktober 2021.

Dewi PS, R., & Yudho Prabowo, A. (2018). Perdarahan Pada Kehamilan Trimester 1.
Tersedia pada :
http://repository.lppm.unila.ac.id/10413/1/dr%20Ratna%20DPS
%20%28Buku%20Ajar%20Kehamilan%20dg%20dr%20Arif%29.pdf .
Diakses tanggal 21 Oktober 2021.

24
Manuba, I. B. G. (2019). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. EGC. Tersedia pada :
http://www.litbang.kemkes.go.id:8080/handle/123456789/61278. Diakses
tanggal 21 Oktober 2021.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction. Tersedia
pada : https://onesearch.id/Record/IOS3145.slims-17253. Diakses tanggal
21 Oktober 2021.
Lisa, U. F., & Harisna, D. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Abortus pada Ibu Hamil di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Zainoel Abidin Pemerintah Aceh Tahun 2017. Journal of Healthcare
Technology And Medicine, 3(2), 243-253. Tersedia pada :
http://www.jurnal.uui.ac.id/index.php/JHTM/article/view/276. Diakses
tanggal 22 Oktober 2021.
Benly, N. E. (2019). Faktor Risiko Kejadian Abortus di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Muna Tahun 2017. Jurnal Antara Kebidanan, 2(3), 206-209.
Tersedia pada :
http://ojs.abdinusantara.ac.id/index.php/antarakebidanan/article/view/94.
Diakses tanggal 22 Oktober 2021.
Akbar, A. (2019). Faktor Penyebab Abortus di Indonesia Tahun 2010-2019: Studi
Meta Analisis. Jurnal Biomedik: JBM, 11(3). Tersedia pada :
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/26660.
Diakses tanggal 22 Oktober 2021.

25

Anda mungkin juga menyukai