Teori Naturalisasi (Jean Jacques Rousseau)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Jean Jacques Rousseau

Pada tahun 1700-an hadir seorang pemikir yang pemikirannya menimbulkan berbagai
kontroversi, tetapi kemudian menjadi sebuah awal perubahan yang besar. Pada tahun 1700-an
seorang yang bernama Jean Jacques Rousseau (1712-1778) yang menyerukan pemikirannya
untuk mendorong para pemimpin agar memperhatikan sifat, kebutuhan, kemampuan dan minat
anak-anak didik (Boehlke, 2005:101).

Ide-ide Rousseau tentang pendidikan, agama, politik, dan isu sosial mem buatnya menjadi
seorang tokoh yang terkenal dan menjadi salah satu tokoh yang paling penting dalam sejarah
pendidikan, termasuk pendidikan industri dan seni praktis (Pannabecker, 1995: 47).

Pemikiran Rousseau dalam bidang pendidikan dituangkannya dalam sebuah buku yang berjudul
Emile. Dalam Emile Rousseau mengemukakan pendidikan pedagogis dengan konsep kembali ke
alam. Pemikirannya yang melawan arus dan pengaruhnya yang besar dalam bidang Pendidikan
menjadikan teorinya sebagai salah satu yang perlu dipelajari dan didiskusikan.

PEMIKIRAN UTAMA ROUSSEAU

Kebudayaan Melawan Alam Dalam sejarah pemikiran Rousseau, kebudayaan melawan alam
merupakan salah satu pemikirannya yang sangat penting. Harry Hamersma (1984:24)
menjelaskan bahwa menurut Rousseau manusia justru terasingkan dari dirinya sendiri oleh
kemajuan ilmiah dan oleh kebudayaan pada umumnya. Untuk menjadi sembuh dari “alienasi”
ini, manusia harus kembali ke keadaan alamiah. Bagi Rousseau kebudayaan dapat merusak
manusia, dalam hal ini yang dimaksud kebudayaan oleh Rousseau adalah kebudayaan yang
berlebihlebihan tanpa terkendalikan dan yang serba semu (Hadiwijono, 2002:59). Pemikiran
Rousseau tentang kebudayaan melawan alam merupakan dampak dari keadaan masyarakat di
Prancis pada abad ke-18 dan sebagian besar dari pengalamannya sendiri. Dalam pengalaman dan
pandangannya, kebudayaan justru menyebabkan manusia berperilaku yang buruk.
Keadaan Primitif

Pemikiran lain dari Rousseau adalah mengenai keadaan primitif. Masa itu Rousseau sangat
mengecam keadaan yang terjadi di Paris. P.A. van der Weij (2002:83) menjelaskan jika
Rousseau mencela habis-habisan kehidupan penduduk Paris yang tidak wajar, hidup dengan
tidak bermoral, dan hidup dengan kemunafikan. Keadaan masyarakat yang buruk, munafik dan
tidak wajar telah memberi pengaruh terhadap pemikirannya. Dalam buku nya, Hamersma
(1984:25) menjelaskan bahwa, Kata Rousseau, dalam “keadaan primitif” (état neturel) manusia
adalah otonom dan bahagia. Dia dapat memenuhi kebutuhan-nya. Tidak ada undang-undang
dalam keadaan primitif, karena itu sama sekali tidak dibutuhkan. Namun keadaan yang sempurna
ini tidak ada lagi. Manusia mengalami bencana-bencana alam, panen-panen yang tidak berhasil
dan kesukaran-kesukaran lain, sehingga terjadi suatu keadaan liar (état sauvage).

Pandangannya ini tidak semata-mata lahir begitu saja. Pemikirannya ini dipengaruhi oleh
keadaan Paris yang buruk pada masa itu. Keadaan dimana manusia menjadi jahat bagi kaumnya
sendiri. Bagi Rousseau untuk selamat dari masalah tersebut, maka jalan satu-satunya adalah
Back to nature!, kembalilah kepada keadaan pada awal mula (van der Weij, 2002:83). Idenya
tentang back to nature didasari oleh konsepnya bahwa manusia yang dilahirkan dari kandungan
alam adalah manusia yang baik.

Kontrak Sosial

Teori mengenai kontrak sosial berbicara mengenai ketiga keadaan yang kemudian menjadi
(dalam tulisan Contract Social) suatu teori politik umum (Hamersma, 1984:25). Jika dalam
keadaan primitif manusia bergantung kepada benda-benda dan tidak pada sesama maka keadaan
ini harus diciptakan juga dalam keadaan sosial. Dalam buku Contract Social, Rousseau
membedakan antara agama dari warga negara dan agama dari manusia. Inti agama warga negara
menurut Rousseau adalah adanya ketuhanan yang mahakuasa, mahabaik, dan menyelenggarakan
segala sesuatu; suatu kehidupan sesudah mati, kebahagiaan bagi orang saleh, hukuman bagi
orang jahat, kesucian kontrak sosial dan undang-undang (van der Weij, 2002:87).

Dalam pandangan teologis Rousseau ia menguraikan beberapa pokok iman. Rousseau juga
menyakini bahwa harus ada agama sebagai dasar bagi moralitas dalam masyarakat (Boehlke,
2005:176). Pandanganpandangan teologis Rousseau antara lain mengenai manusia adalah
makhluk yang paling dekat dengan Allah; Yesus dianggap orang paling mulia.

Pendidikan (Emile)

Pemikiran keempat dari Rousseau adalah Emile. Pemikiran ini banyak memberi pengaruh pada
masa pencerahan. Dalam tulisan Rousseau yang berjudul “Emile” atau tentang “pendidikan”,
Rousseau memberikan suatu ide pedagogis, yang juga berdasarkan prinsip “back to nature”
(Hamersma, 1984:25-26). Prinsip pendidikannya ini tidak dapat lepas dari pemikirannya tentang
kebudayaan melawan alam. Pandangan Rousseau mengenai pendidikan berhubungan erat dengan
ajarannya tentang negara dan masyarakat. Menurut Rousseau, Pendidikan bertugas untuk
membebaskan anak dari pengaruh kebudayaan dan untuk memberi kesempatan kepada anak-
anak memperkem- bangkan kebaikannya sendiri yang alamiah (Hadiwijono, 2002:62). Dalam
Emile sangat nyata karya filosofi Rousseau tentang pendidikan. Sama seperti Kontrak Sosial,
Emile dengan seketika dikutuk oleh otoritas Paris, ini mendorong Rousseau untuk melarikan diri.
Emile merupakan sebuah karya besar dan dibagi menjadi lima buku. Buku pertama dibuka
dengan klaim Rousseau bahwa gol Pendidikan harus untuk menanami kecenderungan alami kita.

EMILE: BUAH PEMIKIRAN TENTANG PENDIDIKAN

Buah pemikiran Rousseau tentang pendidikan secara lengkap diuraikannya dalam karyanya yang
berjudul Emile, seperti yang dituliskan oleh Rosalinda A. San Mateo dan Maura G. Tangco
(1997:37) bahwa, “His educational views contained in his book, Emile, became an educational
classic” Buku Emile yang menguraikan pandangan Rousseau tentang pendidikan dikemudian
hari menjadi sebuah karya klasik. Dijelaskan dalam The World Book Encyclopedia, Q-R
(1983:453) bahwa:

In Emile (1762), he stated that children should be taught with sympathy and an appeal to their
interests, rather than through discipline and strict lessons. But he also felt that children’s
thoughts and behavior should be controlled.
Pemikirannya menekankan bahwa anak-anak harus diajar dengan prinsip pendekatan minat dan
bukan melalui disiplin dan pelajaran tegas, tetapi disisi lain perilaku dan pemikiran anak-anak
harus dikendalikan. Samuel Smith (1986:190) menjelaskan bahwa, Prinsip dasar pendidikan
yang dikemukakan Rousseau adalah bahwa suatu pendidikan harus diresmikan dengan sifat dan
kebutuhan individu setiap anak. Dorongan hati setiap anak tidak boleh dibatasi.

Dikatakan oleh Rousseau bahwa seorang anak lahir dengan sifat-sifatnya yang baik, ia hanya
memiliki sifat yang jahat bila ada pengaruh dari orang dewasa yang biasanya salah dalam
membimbingnya, yaitu dengan disiplin keras dan contoh-contoh yang buruk. Dalam
Encyclopedia International(1979:582) dituliskan bahwa, The moral verities that should guide the
citizen in seeking the general will are made plain in Emile (1762). It describes an education
based on free expression of the naturally good instincts and emotions. Penguraian tentang
pendidikan juga diuraikan dalam autobiografinya yang berjudul The Confessions of Jean-Jaques
Rousseau, akan tetapi prinsip-prinsip atau azas-azas pendidikan dalam buku ini tidak secara jelas
dan lengkap dijelaskan seperti dalam Emile. Dalam buku Emile-lah Rousseau menuangkan lebih
banyak pemikirannya tentang pendidikan.

PENDIDIKAN BERDASARKAN GOLONGAN UMUR

Tujuan pendidikan menjadi poros penting dalam teori pendidikan Rousseau dan pandangan-
pandangannya tentang Pendidikan dijabarkan dalam sejumlah tugas belajar untuk setiap
golongan umur mulai dari lahir sampai pada dewasa. Dalam pemikirannya Rousseau membagi
masa hidup suatu individu menjadi 5 periode atau tahap pertumbuhan dan perkembangan (Smith,
1986:192). Pandangan tersebut tidak bertitik tolak pada penelitiannya secara ilmiah, tetapi teori
pendidikan Rousseau bertitik tolak dari si anak didik sendiri (Boehlke, 2005:125). Rousseau
menyarankan pada para guru maupun para orang tua agar mengembangkan Pendidikan sesuai
dengan sifat pertumbuhan anak didik.

 Masa Kanak-Kanak

Masa kanak-kanak dalam pemikiran Rousseau meliputi usia 0 sampai 2 tahun. Masa kanak-
kanak tidak berhubungan lagi pemisahan menyangkut anak itu. Pada masa ini anak-anak akan
dipengaruhi oleh kekuatan yang akan memberi anak-anak kebebasan yang lebih riil dan lebih
sedikit kebebasan untuk melakukan lebih bagi diri mereka sendiri dan menuntut lebih sedikit dari
yang lain. Samuel Smith (1986:193) menuliskan dalam bukunya bahwa, “Rousseau juga
mengatakan bahwa anak-anak harus dijauhkan dari mainan dan bahasa-bahasa yang tidak pantas;
simpanlah alat-alat permainan mereka dan biarkan mereka bermain secara alamiah, serta
percakapan-percakapan yang dilakukan dengan mereka harus sederhana, langsung dan jujur.”
Smith (1986:192) kembali menjelaskan bahwa penerapan bagi pendidik untuk anak usia ini
berdasarkan pandangan Rousseau adalah hanya boleh mengawasi gerak-gerik, reaksi terhadap
lingkungan dan cara-cara anak tersebut mengekspresikan diri.

Pendidikan sejak awal dapat membatasi berbagai keinginan mereka tentang menginginkan
apapun juga yang bukan milik mereka. Rousseau sangat menolak pembatasan pada anak-anak.
Jika diperhatikan, seorang bayi banyak bergerak baik tangan, kaki maupun seluruh tubuhnya
akan digerakkan, bayi mulai belajar memutar, berguling, bangun, merangkak, tertatih-tatih
berjalan (Kristianto, 2006:88). Pada sisi lain bayi seringkali dibatasi geraknya. Rousseau
(1955:11 dikutip oleh Boehkle 2005:126) mengatakan bahwa, Selama bayi ada di dalam rahim
ibu, ia lebih merdeka ketimbang keadaan tatkala ia ada di luar rahim; jadi, dengan kelahiran-nya
ia tidak memperoleh satu keuntungannya pun.... Yang pertama ia rasakan adalah kesakitan dan
penderitaan; setiap gerak tubuhnya dihalangi.... Sejak kelahirannya usahanya selalu dihalangi.
Belenggu adalah pemberian pertama yang diterimanya dan penyiksaan adalah perlakuan pertama
yang di alaminya... Kalau anda dibungkus demikian, maka anda akan mengeluh dengan suara
yang lebih keras lagi.

Berdasarkan hal ini nampak bahwa Rousseau melawan praktek membungkus bayi dengan
lampin. Bagi Rousseau penyesuaian diri bayi dengan alam terbatasi oleh lampin yang
membungkus badan bayi. Jika bagi ibu dari si bayi ada tanggung jawab untuk menyusui maka
bagi ayah yang menurut Rousseau memiliki kewajiban untuk mendidik anaknya, seperti yang
dituliskan dalam Emile bahwa, Kemiskinan, tekanan yang berkaitan dengan kewajiban mengurus
panggilan hidup, pendapat umum yang salah dan sebagainya, ya, tidak ada satupun di antaranya
yang boleh membebaskan seorang ayah dari kewajiban memenuhi tugas pokok, yakni
memelihara serta mendidik anak-anaknya. Apabila seorang ayah yang dikaruniai dengan
perasaan sedikit pun melalaikan tugas suci ini, maka di kemudian hari ia akan menyesalinya
dengan air mata kepahitan bahkan mustahil dapat dihiburkan. (Boehkle 2005:127).
Rousseau menilai bahwa peran orang tua terutama ayah sangat penting bagi Pendidikan
anaknya. Rousseau secara pribadi memang melalaikan tugasnya sebagai seorang ayah terhadap
kelima anaknya. Dalam kalimat terakhir dari tulisan Rousseau di atas Nampak bahwa ia
menyesali apa yang telah terjadi, sehingga ia memberi kesaksian bagi para ayah tentang peran
penting seorang ayah sebagai pendidik bagi anak.

 Umur Alami

Usia untuk masa umur alami dalam pemikiran Rousseau meliputi usia 2 sampai 12 tahun.
Selama usia ini, anak dapat me- mahami tentang moralitas hanya melalui contoh dan
pengalaman. Hal ini disebabkan karena anak usia ini tidak akan memahami jalan pikiran orang
dewasa. Sehingga orang yang berada di sekitar anak seharusnya menjadi model atau contoh bagi
anak itu. Masa ini menjadi masa pembentukan karakter anak. Mary Go Setiawani (2000:8)
menuliskan pandangan Rousseau bahwa, sebelum masuk dunia sekolah, karakter/sifat anak pada
usia enam tahun sudah hamper terbentuk.

Tujuan pendidikan pada langkah ini akan mengembangkan kualitas fisik dan terutama pikiran
yang sehat. Dalam pemikiran Rousseau, ia mendorong agar manusia back to nature karena
dalam pandangannya, manusia menjadi rusak karena kebudayaan memberi pengaruh atau
menjadi model yang buruk. Kondisi kebudayaan pada masa Rousseau baik dalam lingkup yang
besar maupun dalam lingkup kehidupan pribadi atau keluarganya memberi pengaruh yang buruk.
Dalam Emile, Rousseau menuliskan bahwa semua anak pada dasarnya baik karena berasal dari
tangan Pencipta dunia tetapi mengalami kemerosotan setelah sampai ke tangan manusia
(Gianoutsos, 2006:9).

Pandangannya inilah yang menjadi dasar pandangannya bahwa kebudayaan merusak manusia,
kebudayaan merusak alam. Dalam Emile dituliskan bahwa anak pada usia ini, ingatannya akan
mempertinggi perasaannya pula, bahwa setiap hari dia adalah seorang pribadi yang senantiasa
adalah sama; ia adalah seorang yang mampu mengalami kebahagiaan dan kesedihan (Rousseau,
1955:42 dikutip oleh Boehkle 2005:129). Menurutnya kebudayaan memberikan ‘pendidikan
negatif’ dan tidak ada pelajaran moral, tidak ada pelajaran lisan.
 Pre-Adolescence

Pada tahapan ini seseorang sedang beranjak dari masa umur alamiah ke usia remaja yang
meliputi usia 12 sampai 15 tahun. Sekitar usia 12 atau 13 tahun kekuatan anak meningkat jauh
dengan cepat disbanding kebutuhannya. Himbauan untuk aktivitas usia ini mengambil suatu
format mental. Pada usia ini anak seharusnya telah mulai belajar mengenai keterampilan, karena
hal ini dapat membuat anak hidup dengan mata pencahariannya sendiri dan ia menyenangi
pekerjaan- nya. Samuel Smith (1986:194) menjelaskan bahwa, dengan pertumbuhan mentalnya
pula ia akan bertambah matang dan praktis dalam mempertimbangkan cara terbaik untuk
kepentingan hidupnya atau dalam menghin- dari kekecewaan. Kesemuanya ini akan membuat
anak tidak akan merasa tergantung atau bahkan diperbudak pada kekuasaan guru atau orang
tuanya.

 Pubertas

Usia pubertas dalam pembagian Rousseau meliputi usia 15 sampai 20 tahun. Rousseau percaya
bahwa pada saat itu Émile berusia lima belas tahun. Pada usia ini ia akan menjadi mampu
berhadapan dengan melihat masa remaja sebagai emosi yang berbahaya. Pada usia ini, anak
harus dapat mengatur emosi dan tindakannya terhadap kepentingan teman-temannya.

 Dewasa

Masa ini dimulai dari usia 20 sampai 25 tahun. Pada usia ini murid seharusnya sudah mulai
belajar tentang kasih, persiapan untuk pernikahan yang baik dan hubungan sosial dengan
masyakarat. W. Boyd (1956:130) mengatakan bahwa: In Book V, the adult Émile is introduced
to his ideal partner, Sophie. He learns about love, and is ready to return to society, proof,
Rousseau hopes, after such a lengthy preparation, against its corrupting influences. The final
task of the tutor is to ‘instruct the the young couple in their marital rights and duties’. Pada usia
dewasa, Emile mulai belajar tentang kasih dan siap kembali ke masyarakat serta mampu
melawan pengaruh yang merusaknya. Pada bagian ini guru bertugas untuk mengajar dan
mempersiapkan anakanak muda untuk masuk ke dalam pernikahan yang benar dan memberi
pemahaman tentang tugas-tugas dalam pernikahan.
 Pendidikan

Bagi usia ini didasarkan pada kebutuhan individunya yaitu mencari teman hidup yangcocok. San
Mateo dan Tangco (1997:37) menuliskan: “Rousseau established three modern principles of
teaching; the principle of growth, the principle of pupil actvity and the principle of
individualization” Bagi pendidikan modern ada tiga prinsip yang ditetapkan berdasarkan teori
Rousseau yaitu prinsip pertumbuhan, prinsip kegiatan murid dan prinsip individualisasi.

PENDIDIKAN KEMBALI KEPADA ALAM

Menurut Rousseau, pendidikan berasal dari tiga sumber, pertama pendidikan bersumber dari
alam, kedua pendidikan berasal dari manusia, dan yang ketiga berasal dari hal-hal yang sangat
disukai (Gianoutsos, 2006:9). Oleh sebab itu alam menjadi pokok pikiran pendidikan dari
Rousseau. CarolynBjartveit & Euthalia Lisa Panayotidis (2014:18) mengatakan bahwa Rousseau
menekankan pentingnya membiarkan alam untuk menga bil mata kuliah sesuai dengan individu
anak. Idenya itu diterapkan oleh Rousseau dalam mendidik anaknya, Emile, sebagai makhluk
yang bebas, rasional dan sebagai individu yang nanti hidup di masyarakat sebagai seorang
kontributor sosial yang sepenuhnya berkem- bang dan berpendidikan (Celik, 2013:59).

Sementara menurut Rousseau, kurikulum merupakan kegiatan dan kepentingan yang


diwujudkan dalam proses tumbuh dewasa anak-anak dan kurikulum Pendidikan harus kembali
kepada alam. San Mateo dan Tangco (1997:36) menjelaskan padangan Rousseau tentang
kurikulum sebagai berikut: “The curriculum consisted of activities and interests manifested by
the child in the process of growing up. Education was to be natural unfolding of the child’s
potential to meet his natural needs.” Bagi Rousseau, kurikulum merupakan kegiatan dan
kepentingan diwujudkan oleh anak dalam proses pertumbuhannya sehingga pendidikan menjadi
alami dan terungkapnya potensi anak untuk memenuhi kebutuhan alami.

Sesuai dengan konsepnya ‘back to nature’, Rousseau sangat menekankan kurikulum pendidikan
yang kembali ke pada alam. Pandangan naturalistiknya menjadi dasar penekanan bahwa
kurikulum harus kembali kepada alam.
KESIMPULAN

Prinsip pendidikan Rousseau tidak dapat lepas dari pemikirannya tentang kebudayaan melawan
alam. Pandangan Rousseau mengenai pendidikan berhubungan erat dengan ajarannya tentang
negara dan masyarakat. Sumber utama pendidikan menurut Rousseau adalah pertama,
Pendidikan bersumber dari alam; kedua, Pendidikan berasal dari manusia, dan ketiga, Pendidikan
berasal dari hal-hal yang sangat disukai. Tugas pendidikan menurut Rousseau adalah
membebaskan anak dari pengaruh kebudayaan dan untuk memberi kesempatan kepada anak-
anak memperkembangkan kebaikannya sendiri yang alamiah. Dalam pemikiran Rousseau
nampak ide bahwa anak-anak harus diajar dengan prinsip pendekatan minat dan bukan melalui
disiplin dan pelajaran tegas, tetapi disisi lain perilaku dan pemikiran anak-anak harus
dikendalikan. Rousseau juga menilai peran orang tua sangat penting bagi pendidikan anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Bjartveit, Carolyn dan Euthalia Lisa Panayotidis, 2014. “The Rise of the House of Rousseau
Historical Consciousnessin the Contemporary ECE Teacher Education Classroom”, Journal of
Curriculum Theorizing, Volume 30, Number 1.

Boehlke, Robert R. 2005. Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen Dari Yohanes Amos Comenius Sampai Perkem-bangan PAK Di Indonesia. Jakarta:
BPK Gunung Mulia.

Boyd, W. 1956. Émile for Today. The Émile of Jean Jaques Rousseau selected. London:
Heinemann.

Celik, Rasit. 2013. “Emile: An Insigh into Education and Citizenship in Pluralistic Society”,
The Online Journal of New Horizons in Education, Volume 3, Issue 4.

www.tojned.net Encyclopedia International, Vol 15. USA: Lexicon Publications, 1979.


Gianoutsos, Jamie. 2006. “Locke And Rousseau: Early Childhood Education”, The Pulse, Vol.
4, No. 1.

Hadiwijono, Harun. 2002. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisus.


Hamersma, Harry. 1984. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: PT Gramedia.
Kristianto, Paulus Lilik. 2006. Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen. Yogyakarta:
Yayasan Andi

Anda mungkin juga menyukai