Tugas Pphat - Hafidh Arighi - 032024253044

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

NAMA : HAFIDH ARIGHI

NIM : 032024253044

KELAS : PPHAT-B

TUGAS PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH


ANALISIS PUTUSAN
“NOMOR 56/G/2020/PTUN-MDN”

A. KASUS POSISI
Dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dengan Nomor 56/G/2020/PTUN-
MDN, pihak penggugat Mangara Frenky Pasaribu dan pihak tergugat Kepala Desa
Merbau III dan para tergugat intervensi adalah Printhipal Singh, Dumoli Nainggolan, dan
Gandi Sibarani. Objek sengketa dari kasus ini adalah Surat Keterangan Tanah
No.593/392/PM-III/2000 atas nama Pritipal Singh, Surat Keterangan Tanah
No.593/392/PM-III/2000 atas nama Dumoly Nainggolan, dan beberapa Surat Keterangan
Tanah lain dengan atas nama yang berbeda.
Penggugat adalah pemenang lelang eksekusi hak tanggungan terhadap sebidang
tanah beserta yang ada diatasnya dengan sertipikat Hak Milik No. 74/Desa Pagar Merbau
III atas nama Saham Barita Situmorang selanjutnya terhadap tanah sertipikat No.74 telah
dibalik nama dari nama Saham Barita Situmorang ke Mangara Frenki Pasaribu. tanah
tersebut dibeli Saham Barita Situmorang dari Sutimin sesuai dengan akta jual beli Nomor
43/2014 dihadapan Marthin Luther Tarigan Gersang sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT).
Bahwa dalam hal ini penggugat merupakan pemilik yang sah atas tanah sertipikat
No.74 dengan maksud untuk menguasai tanah milik penggugat agar dapat menikmati
hasilnya, akan tetapi ada pihak lain yang menempati tanah milik penggugat tersebut.
Ternyata yang menempati tanah tersebut mengaku sebagai pemilik tanah aquo
berdasarkan Surat Keterangan dan Ganti Rugi yang didasarkan dari Keputusan Tata
Usaha Negara, akibat dari diterbitkannya Surat Ketarangan Tanah tersebut oleh Kepala
Desa Pagar Merbau III atau dalam hal ini sebagai tergugat menyebabkan kerugian bagi
pihak penggugat.

B. PERTANYAAN HUKUM
1. Apakah proses penerbitan Surat Keterangan Tanah oleh Kepala Desa Pagar Merbau
III telah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku?
2. Upaya hukum apa yang dapat diajukan oleh pihak Penggugat terkait dengan kasus
yang dialami?

C. KAJIAN HUKUM
Pendaftaran tanah merupakan salah satu proses untuk memberikan kepastian
hukum dan perlingungan hukum kepada masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah.
Pengertian ini dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang menyebutkan bahwa
pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan pemerintah yang dilakukan terus-
menerus, secara berkesinambungan dan teratur yang bertujuan untuk memberikan
kepastian hukum terhadap kepemilikan tanah dengan memberikan tanda bukti
kepemilikan berupa sertipikat. selain itu dalam ketentuan Pasal 13 Ayat (1) Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 terdapat dua macam bentuk pendaftaran tanah untuk
pertama kali yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara
sporadik. Untuk pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek
pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan yang diselenggarakan atas prakarsa Pemerintah berdasarkan pada suatu
rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang
ditetapkan Menteri Agraria/Kepala BPN. Pendaftaran tanah secara sporadik adah
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara
individual atau massal yang dilaksanakan atas permintaah pihak yang berkepentingan,
yaitu pihak yang berhak atas obyek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.
Surat Keterangan Tanah merupakan suatu bukti kepemilikan atas tanah yang
masih belum bersertipikat, dan oleh sebab itu Surat Keterangan Tanah sangat dibutuhkan
sebagai salah satu dokumen penting apabila pemilik tanah akan melakukan pendaftaran
tanah untuk pertama kali untuk menerbitkan sertipikat tanah tersebut. Surat Keterangan
Tanah juga merupakan alat bukti tertulis dibawah tangan yang kekuatan pembuktiannya
tidak sekuat akta otentik yang dimana akta otentik merupakan alat bukti yang sempura,
namun Surat Keterangan Tanah ini merupakan surat-surat yang dikategorikan alas hak
atau data yuridis atas tanah yang dijadikan syarat kelengkapan permohonan hak atas
tanah. Pada Pasal 24 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan
bahwa Surat Keterangan Tanah dibutuhkan pada pendaftaran tanah jika dokumen asli
tidak ada atau lengkap untuk pembuktian kepemilikan bidang tanah dan Surat Keterangan
tanah dapat diterbitkan berdasarkan permohonan seseorang yang dilampiri Surat
Pernyataan Menguasai Tanah Negara yang belum pernah diberikan sesuatu hak.
Merujuk kasus tersebut bahwa terhadap seluruh objek sengketa yang berupa surat
keterangan tanah yang tumpang tindih dengan bidang tanah yang telah mempunyai
sertipikat hak milik, maka tanah objek sengketa tersebut bukan merupakan tanah dengan
hak lama dan tanah tersebut telah terdaftar haknya berupa hak milik dimana sertipikat
hak milik tersebut terdaftar atas nama pihak penggugat yang diperoleh bersdasarkan
proses lelang, sehingga pihak tergugat dalam hal menerbitkan Surat Keterangan Tanah
dianggap tidak sesuai dengan Pasal 24 ayat (2), dan telah melanggar asas kecermatan
karena pihak terugat dalam menerbitkan objek sengketa tidak berdasarkan informasi dan
dokumen yang lengkap dengan tidak memperhatikan telah terbitnya sertipikat Hak Milik
diatas tanah yang diterbitkan Surat Keterangan Tanah tersebut, oleh karena itu objek
sengketa dianggap terdapat cacat substansi.
Upaya hukum yang dapat diajukan oleh pihak penggugat mengenai sertipikat hak
miliknya tumpang tindih terhadap Surat Keterangan Tanah adalah keputusan yang
dikeluarkan oleh Kepala Desa Pagar Merbau III yakni Surat Keterangan Tanah termasuk
Keputusan Tata Usaha Negara sehingga upaya yang dapat dilakukan oleh pihak
penggugat yaitu pembatalan menurut Pasal 52 Ayat (1) jo. 56 Ayat (2) Undang Undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang pada pokoknnya
menyebutkan bahwa apabila suatu keputusan terdapat cacat dalam substansi maka harus
dinyatakan batal, sehingga terhadap seluruh objek sengketa yang terdapat cacat substansi
harus dinyatakan batal dan untuk selanjutnya memerintahkan kepada Kepala Desa Pagar
Merbau III untuk mencabutnya.

D. PENDAPAT HUKUM
Dalam hal tumpang tindih Sertipikat Hak Milik dengan penerbitan Surat
Keterangan Tanah oleh Kepala Desa Pagar Merbau III yang disebabkan oleh tidak
cermatnya menelaah informasi dan dokumen, apabila dikaitkan dengan beberapa
pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
1. PENDEKATAN KEKUASAAN
Wewenang dan substansi merupakan landasan bagi legalitas formal. Atas dasar
legalitas formal lahirlah asas presumptio iustae causa. Atas dasar itulah ketentuan
Pasal 67 ayat (1) UU No.5 Tahun 1986 juncto UU No.9 Tahun 2004 yang
menyatakan bahwa gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakan
keputusan badan atau pejabat tata usaha negara serta tindakan badan atau pejabat tata
usaha negara yang digugat. Wewenang merupakan ciri dan konsep hukum publik
tentang penggunaan kekuasaan. Dalam hal ini Kedudukan Kepala Desa ditinjau dari
PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, diatur di dalam ketentuan
Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 39, dan dalam PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan PPAT dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a bahwa, Kepala Desa sebagai aparat
pemerintah yang paling bawah mempunyai tugas-tugas dan wewenang yang sangat
strategis di dalam membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan
pendaftaran tanah. Oleh sebab itu dalam konteks pendaftaran tanah yang lebih luas
lagi Kepala Desa dapat menjadi motivator dan mampu mensosialisasikan kepada
masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya baik secara sporadik maupun dalam rangka
pemeliharaan data pendaftaran tanah. Karena Kepala Desa dalam kehidupan sehari-
hari selalu berhubungan dengan warga masyarakat dan sifat paternalistik yang masih
melekat erat Kepala Desa ditempatkan pada posisi tokoh dan menjadi suri tauladan,
akibatnya seluruh anjurannya selalu akan dianut oleh warga masyarakatnya. Dengan
melihat kewenangan-keweangan dari Kepala desa tersebut, maka dari itu
kewenangan untuk penerbitan Surat Keterangan tanah harus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak terjadinya cacat substansi.
2. PENDEKATAN HAK ASASI
Dalam pendekatan ini terfokus pada dua hal yaitu perlindungan hak-hak asasi dan
asas-asas Umum Pemerintahan yang baik. Asas-asas umum pemerintahan yang baik
(AAUPB) yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan pelayanan publik antara lain :
asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, asas ketidakberpihakan, asas kecermatan,
asas tidak menyalahgunakan kewenangan, asas keterbukaan, asas kepentingan
umum, dan asas pelayanan yang baik (sesuai dengan pasal 10 Undang Undang
Nomor 30
Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan). Sertpikat tumpang tindih dengan
Surat Keterangan Tanah melanggar Asas Kecermatan yang dimana tindakan Pejabat
TUN harus didasarkan pada informasi atau dokumen yang lengkap untuk mendukung
legalitas suatu ketetapan/ dan atau tindakan dan atau pelaksanaan suatu Keputusan.
Dalam hal ini Kepala Desa Pagar Merbau III telah melanggar Asas Kecermatan.
3. PENDEKATAN FUNGSIONARIS
Pendekatan ini dengan titik pijak bahwa yang melaksanakan kekuasaan pemerintahan
adalah seorang pejabat. Oleh karena itu, Hukum Administrasipun harus memberikan
perhatian kepada perilaku aparat. Dengan pendekatan ini, norma Hukum
Administrasi tidak hanya meliputi norma pemerintahan tetapi norma perilaku aparat
(overheidsgedrag). Di Belanda, norma perilaku aparat digali dari praktik
Ombudsman. Dikatikan dengan kasus ini Kepala Desa Pagar Merbau III sebagai
seorang pejabat pemerintahan telah melanggar Asas Kecermatan sehingga tindakan
tersebut merupakan tindakan semena-mena sehingga merugikan masyarakat.

E. REKOMENDASI
Dalam suatu proses penerbitan Surat Keterangan Tanah seharusnya didasari dengan Asas
Kecermatan agar tidak terjadi cacat substansi terhadap objek sengketa
F. PENUTUP
1. Bahwa seluruh objek sengketa yang berupa surat keterangan tanah yang tumpang
tindih dengan bidang tanah yang telah mempunyai sertipikat hak milik, maka tanah
objek sengketa tersebut bukan merupakan tanah dengan hak lama dan tanah tersebut
telah terdaftar haknya berupa hak milik dimana sertipikat hak milik tersebut terdaftar
atas nama pihak penggugat yang diperoleh bersdasarkan proses lelang, sehingga
pihak tergugat dalam hal menerbitkan Surat Keterangan Tanah dianggap tidak sesuai
dengan Pasal 24 ayat (2), dan telah melanggar asas kecermatan karena pihak terugat
dalam menerbitkan objek sengketa tidak berdasarkan informasi dan dokumen yang
lengkap dengan tidak memperhatikan telah terbitnya sertipikat Hak Milik diatas tanah
yang diterbitkan Surat Keterangan Tanah tersebut, oleh karena itu objek sengketa
dianggap terdapat cacat substansi.
2. Upaya hukum yang dapat diajukan oleh pihak penggugat mengenai sertipikat hak
miliknya tumpang tindih terhadap Surat Keterangan Tanah adalah keputusan yang
dikeluarkan oleh Kepala Desa Pagar Merbau III yakni Surat Keterangan Tanah
termasuk Keputusan Tata Usaha Negara sehingga upaya yang dapat dilakukan oleh
pihak penggugat yaitu pembatalan menurut Pasal 52 Ayat (1) jo. 56 Ayat (2) Undang
Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

Anda mungkin juga menyukai