Yolanda Resti Paulina 032024253049 B
Yolanda Resti Paulina 032024253049 B
Yolanda Resti Paulina 032024253049 B
Oleh :
YOLANDA RESTI PAULINA
032024253049
KELAS : B
MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia sebagai mahkluk yang selalu hidup berkelompok dalam suatu gugus
yang disebut masyarakat, pasti memerlukan benda. Benda yang terserak dalam latar
kehidupan sosial, jumlahnya tak terbilang, juga jenisnyapun sangat beraneka. Meski
demikian, benda yang tak pernah dapat lepas dari eksistensi manusi selaku anggota
kelompok, hukum harus mengaturnya supaya ada kejelasan dan kepastian perannya. Agar
mengatur benda menjadi lebih muda perakitnya dalam norma hukum, pembentuk
pasangannya. Lebih jauh lagi setiap penggolongan benda yang dikenal BW ternyata
tersebut misalnya :
4. Benda yang sudah ada - benda masih akan ada (Pasal 1131 BW)
7. Benda yang dapat diganti-benda yang tidak dapat diganti (Pasal 1694 BW)
8. Benda bertuan-benda tak bertuan (Pasal 519 BW)
Benda memiliki kedudukan yang trategis dalam kehidupan sosial, oleh BW lalu
segera diatur dalam Buku II setelah penormaan pada diri pribadi orang sebagai subjek
hukum yang disusun dalam Buku I. Dalam pengaturan benda yang ada dalam Buku II
pada dasarnya banyak yang dibingkai dengan menggunakan ketentuan yang berposisi
sekalipun. Salah satu hal inilah yang menyebabkan buku BW bersifat tertutup.
Penyusunan ketentuan benda dalam BW dengan selimut dwingend recht, Antara lain
demi mewujudkan adanya kepastian hukum yang sengaja diprioritaskan. Beri dan
mewujudkan kepastian hukum tentang posisi benda, ada antara lain untuk menghindari
munculnya suatu multitafsir yang dapat mengganggu kepastian eksistensi benda yang
punya posisi penting dalam ranah kehidupan manusia. dengan cara tersebut menjadikan
seluk-beluk benda tak bakal bergeming akibat perubahan-perubahan yang pasti terjadi
Demikian juga kalau hendak dicermati dengan seksama sewaktu lembaga jaminan
fidusia ikut berkiprah dalam arena hukum jaminan terlebih-lebih saat pemerintah
lalu dikemas dalam wujud undang-undang Sesungguhnya telah muncul pula Adanya
pembagian benda yang baru. lembaga jaminan fidusia yang sekian lama keberadaannya
diatur dalam UU fidusia, maka bertolak dari objek lembaga jaminan fidusia tersebut
sebenarnya dalam hukum benda Indonesia mulai muncul Adanya pembagian benda
secara baru yaitu benda modal dan benda bukan modal. lembaga jaminan fidusia ini
timbul antara lain bermula saat sebuah benda yang dipakai untuk usaha h&m lalu oleh
UUPA yang mencabut aturan benda dalam BW sepanjang menyangkut bumi air serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya memang terjadi suatu pergeseran yang
menginginkan benda tersebut dapat dimanfaatkan secara utuh atau penuh yang bebas
digunakan tanpa terkendala oleh gangguan dari pihak lain. Apabila manusia
bersangkutan tersebut memiliki nilai, sebab manusia merupakan homo economicus, maka
tak lain nilai itu adalah nilai ekonomis. Pada umumnya orang akan mengejar dan
berusaha mendapatkan hak milik benda yang mempunyai nilai ekonomis tersebut. Pasal
548 bw mengatur cara perolehan hak milik, khususnya cara penyerahan atas dasar
peristiwa perdata yang dilakukan oleh orang yang berwenang, maka benda tersebut hak
miliknya harus dapat dialihkan dari satu tangan ke tangan yang lain. Melalui penyerahan,
benda yang memiliki nilai ekonomis akan mengalami mobilitas. Pergantian pemegang
hak dapat lewat berbagai macam transaksi, yang merupakan salah satu bentuk sentral
kegiatan bisnis.
Terdapat dua macam syarat benda yang dapat dijadikan sebagai objek transaksi
yakni :
1. Mempunyai nilai ekonomis;
Sepanjang kedua syarat tersebut melekat pada benda, maka transaksi selaku eksistensi
bisnis, akan dijadikan lahan operasionalisasi mobilitas benda dalam ranah kehidupan
manusia. Peristiwa perdata atau titel yang dipakai sebagai alas berpindahnya benda yang
dilakukan dengan penyerahan atau levering, yang pada umumnya Perjanjian Jual Beli
yang paling banyak dilakukan sebagai bentuk transaksinya. Selain jadi objek transaksi
jual beli, benda dapat dijadikan agunan yang pada umumnya dipakai untuk menjamin
sebuah utang tertentu supaya kreditor mempunyai posisi yang lebih aman.. apabila benda
dijadikan agunan artinya benda tersebut dibebani hak jaminan tanpa mengusik hak milik
yang dipegang oleh empunya benda, sehingga dapat dikatakan bahwa di atas satu macam
benda dapat melekat beberapa macam hak yang mempunyai tujuan masing-masing, yang
Hak milik merupakan salah satu bentuk hak kebendaan yang bercorak menikmati
yang mana pengertian hak milik diatur dalam Pasal 570 BW. Hak milik mempunyai
1. Hak milik dapat dijadikan sebagai induk dari hak keperdataan lainnya, apabila
lahir hak keperdataan lain maka tidak membawa serta hilangnya hak milik.
2. Hak milik lebih kuat dan lengkap daari hak keperdataan lainnya, meski hak
milik ditindih oleh hak keperdataan lainnya maupun hak kebendaan, hak milih
masih tetap eksis. Untuk pemegang hak milik pun masih tetaap bisa bebas
melakukan perbuatan hukum apapun atas benda yang bersangkutan, tapa perlu
3. Hak milik bersifat tetap, yang artinya tidak mengenal batas duras waktu.
Apabila pemegang hak milik meninggal, hak milik atas benda itu tidak akan
ikut pupus karenanya, dan segera akan digantikan kepemilikannya oleh ahli
warisnya.
BAB II
bergerak dan benda tidak bergerak merupakan jenis klasifikasi benda yang penting.
buktinya antara lain dapat disimak bahwa BW perlu turun tangan menetapkan sendiri
dengan tegas bagi masing-masing golongan benda yang dimaksud. benda bergerak
1. benda bergerak karena sifatnya nya, Di mana benda tersebut pada dasarnya dapat
Norma yang mengatur apa saja yang tergolong sebagai benda bergerak Sudah barang
tentu merupakan suatu ketentuan yang tidak mungkin disamping oleh para pihak Kendati
dengan kesepakatan sekalipun. Yang mana para pihak tidak diperkenankan menentukan
sendiri jenis benda yang kemudian dikualifikasi sebagai benda bergerak meski berdasar
sepakat, karena pengaturan seluk beluk mengenai benda dalam Buku II BW dinyatakan
bersifat tertutup. yang artinya atas dasar sepakat sekalipun para pihak tidak akan diberi
peluang untuk membuat aturan tandingan menyangkut eksistensi pembagian benda yang
benda itu tergolong sebagai jenis benda yang mana. ciri seperti itu akhirnya pasal-pasal
yang termuat dalam buku II BW didominasi oleh ketentuan undang-undang yang
mobilitasnya menjadi sangat tinggi dan penguasaan benda bergerak oleh suatu pihak
terkadang sulit dipastikan apakah pihak yang memegang itu benar pemiliknya atau hanya
sebagaimana tertera dalam pasal 1977 BW Yang intinya mengutarakan bahwa barang
siapa menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemilik. terselip nya kata dianggap
dalam pasal tersebut memang banyak mengandung makna selain dalam pasal 1977 BW
termaktub sebuah asas sesungguhnya pasal tersebut juga dalam rangka memberikan
jawaban atas setiap pertanyaan yang timbul dalam masyarakat tentang siapa pemilik
Sebuah benda bergerak. dengan melihat sendiri siapa yang menguasai benda tersebut
maka terjadi Jawablah setiap pertanyaan yang mempersoalkan siapa pemilik benda yang
bersangkutan. Itulah prinsip dasarnya yang pertama-tama perlu diatur oleh penguasa
Terdapat tiga penggolongan benda tidak bergerak yang ditetapkan oleh BW,
yakni :
Pasal 506, 507 dan 508 BW tampak befokus pada tanah. Ditinjau dari keberadaannya,
hakekat tanah tidak beranak pinak, namun yang membutuhkan tanah kian hari kian
bertambah seiring bertambahnya juga populasi manusia di muka bumi ini. Akibatnya
tanah menjadi benda yang sangat berharga dan nilaiya akan terus melambung tinggi
seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah populasi manusia, maka dari itu
perlu diatur lebih cermat oleh hukum mengenai masalah kepemilikan tanah.
Objek transaksi yang berkaitan dengan seluk beluk tanah, khususnya yang belum
lengkap persyaratan administrasinya sesuai aturan UUPA, akan menjadi suatu kendala
untuk dipasarkan, sedangkan permintaan konsumen akan tanah sudah merebak akibat
desakan kebutuhan dasar yang harus segera dipenuhi. Untuk benda tidak bergerak dalam
hal ini tanah apabila akan dijaminkan BW sudah menyediakan lembaganya berupa
hipotek. namun Sejak berlakunya UU pea yang kemudian disusun terbitnya UU hak
tanggungan, penjaminan benda berupa tanah tidak lagi memakai hipotek tetapi hak
lebih lanjut dari UUPA, Mestinya tidak akan meninggalkan landasan hukum adat yang
sesungguhnya tidak mengenal pembagian hak pribadi dan hak kebendaan. pada akhirnya
dalam perjanjian pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh debitor dan kreditor
tentunya tidak akan lahir hak kebendaan mengingat induk hak tanggungan dalam hal ini
hukum adat yang mana tidak mengenal kebendaan. tetap am pas pasal-pasal UU hak
tanggungan banyak mencerminkan ciri-ciri dari hipotek sebagai hak kebendaan. Hal ini
memang tak terbantahkan bahwa munculnya lembaga-lemb lembaga hukum baru seperti
hak tanggungan tidak akan meninggalkan sama sekali goresan-goresan history hipotik
sebagai alur masa lalu yang acapkali sudah terlanjur mendarah daging dalam Sanubari
hukum masyarakat. Terdapat beberapa pendapat bahwa hak tanggungan bukan tergolong
hak kebendaan sebagai akibat hukum adat selaku induknya memang tidak mengenal
Di singgung pada bagian depan wawasannya pembagian benda bergerak dan benda tidak
bergerak adalah merupakan jenis penggolongan benda yang sangat penting dalam ruang
lingkup keberlakuan BW. Hal ini disebabkan karena pembagian kedua pasangan benda
tersebut mempunyai pengaruh dalam banyak bidang, Bidang yang perlu ditelaah secara
seksama akibat adanya pembagian benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah
sebagai berikut:
Menguasai secara nyata benda bergerak maka berlakulah asas yang ada dalam pasal
1977 BW dimana ditetapkan bahwa barang siapa menguasai benda bergerak dianggap
sebagai pemilik. asas ini tidak berlaku apabila menyangkut mengenai penguasaan
benda tidak bergerak menyikapi eksistensi pasal tersebut apabila dicermati lebih
dalam Ternyata banyak sekali yang sering mendatangkan situasi kontroversial. ini
penting agar levering atau penyerahan itu sampai pada tujuan finalnya yakni
beralihnya hak milik suatu benda dari suatu tangan Dengan lainnya. ada dua unsur
yang dimaksud adalah penyerahan nyata dan penyerahan yuridis, pada waktu seorang
berkehendak memindahkan hak milik suatu benda bergerak maka sesaat benda
bergerak yang bersangkutan diberikan kepada pihak lain, seketika itu pula baik
penyerahan nyata maupun penyerahan yuridis jatuh bersamaan tanpa dapat diamati
menyangkut benda tidak bergerak maka antara penyerahan nyata dan penyerahan
yuridis akan nampak tahapan-tahapan secara signifikan baik dalam Janjang waktu
Benda bergerak tidak mengenal kadaluarsa atau 0 tahun dan ini dapat dilacak dalam
pasal 1977 BW. Sedangkan untuk benda tidak bergerak daluarsanya seperti yang
dapat disimak pada pasal 1963 BW Yang intinya menegaskan bahwa Siapa yang
dengan itikad baik dan berdasarkan suatu alasan yang sah mendapat suatu benda tidak
bergerak suatu bunga atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk
memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluarsa setelah menguasai secara nyata
selama 20 tahun. sedang Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama 30
tahun memperoleh hak milik dengan tidak dapat dipaksa untuk menunjukkan
Yang dijaminkan berupa benda bergerak maka lembaga yang disediakan oleh BW
adalah gadai Sedangkan untuk benda tidak bergerak adalah hipotik. seluk beluk
gadai diatur dalam pasal 1150 sampai 1160 BW, sedangkan hipotek aturannya
tentang mulai pasal 1162 sampai 1232 BW. Mengamati dan membandingkan jumlah
pasal yang mengatur gadai dan hipotik sedemikian mencolok perbedaannya sehingga
dapat ditebak bahwa sosok benda tidak bergerak pasti menduduki posisi yang penting
Berdasarkan prosedur sesuai aturan nya eksekusi melalui Sita maka benda bergerak
harus dilakukan terlebih dahulu manakala dirasa belum cukup untuk melunasi prestasi
Atau utang debitur yang bersangkutan baru lasita tersebut menjamah keberadaan
Perikatan diatur dalam buku III BW tidak ada ketentuan yang secara khusus memberikan
dimaksud terletak dalam ranah hukum harta kekayaan berarti hak dan kewajiban yang
timbul dari padanya punya nilai ekonomis. pengertian debitur adalah pihak yang wajib
memenuhi prestasi sedang kreditor adalah pihak yang berhak atas prestasi yang
bersangkutan. Dari jabaran definisi perikatan tersebut berarti objek perikatan itu adalah
prestasi. Sebagaimana dituturkan oleh pasal 1234 BW wujud prestasi itu ada tiga jenis
yakni memberikan sesuatu berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. hakikat prestasi
sebagai suatu kewajiban yang terpikul di punggung para pihak haruslah dipenuhi dibayar
atau dilaksanakan. Kebenaran bahwa prestasi wajib dipenuhi dapat ditimbang dari pasal
1235 BW yang isinya mengutarakan bahwa dalam perikatan perikatan untuk memberikan
sesuatu maka debitur wajib menyerahkan benda yang bersangkutan dan memeliharanya
dengan baik sebelum penyerahan dilakukan. Bertolak dari hakikat pasal 1234 BW
prestasi yang harus dipenuhi tidak sebatas pada jenis perikatan untuk memberikan
sesuatu saja tetapi juga termasuk jenis perikatan untuk berbuat sesuatu dan perikatan
untuk tidak berbuat sesuatu. pemenuhan prestasi yang harus dilakukan oleh debitor
sebagai suatu kewajiban kemudian prestasi tersebut akan diterima oleh kreditor sebagai
haknya.
2. Nilai Ekonomis Prestasi
Pencapaian prestasi yang diinginkan para pihak selalu dalam pusaran nilai ekonomis
pihak adalah suatu modus yang hampir ditempuh oleh semua orang dalam upayanya
untuk memenuhi kebutuhan yang tak pernah kunjung usai dalam kesehariannya. lewat
Perikatan pemenuhan kebutuhan hidup akan relatif lebih mudah dicapai ketimbang
dilakukan ataupun dilaksanakan sendiri tanpa bekerja sama dengan anggota masyarakat
lainnya. pemenuhan kebutuhan Jalan mengadakan perikatan dengan pihak lain adalah
demi mencapai suatu prestasi yang diinginkan juga dalam rangka menegakkan efisiensi
Prestasi yang kental dengan nilai ekonomis merupakan corak utama dalam perikatan
yang diatur oleh buku III BW , Pasal-pasal yang ada di dalamnya baik secara eksplisit
maupun implisit berusaha menciptakan situasi yang kondusif demi kelancaran roda bisnis
dalam masyarakat.
pelunasan prestasi yang diinginkan, tetapi tetap menghadang. Tak lain inilah hakikat
bisnis yang selalu berlumur dengan berbagai jenis ancaman resiko berupa kerugian.
memang tak pernah ada kisah bahwa suatu bisnis selalu mendapat keuntungan. pasang
surut mengelola suatu usaha Sudah barang tentu selalu akan terjadi sesuai pengaruh
internal maupun eksternal, Oleh sebab itu para pelaku pasar saat hendak membuat
perikatan wajib bertumpu pada perhitungan untung dan rugi secara teliti. Untung dapat
diraih risiko bisa ditangkal sedini mungkin hanya dapat dibantu oleh terbentuknya
perikatan yang dibuat oleh para pihak dengan cara menuangkannya dalam klausula-
klausula perjanjian. Kegiatan bisnis Apapun akan dibingkai oleh hukum, namun tak
berarti hukum selalu mampu menghalau segenap resiko terlebih apabila pelaku kurang
cermat dalam berhitung dan bersikap. Hanya sebagai sarana untuk menangkal risiko
secara optimal namun perjalanan bisnis yang tak lain merupakan suatu proses dapat
terjadi dalam tahap tahap pelaksanaannya timbul kendala yang tidak mungkin ditepis.
Risiko yang dimaksud tak sekadar melayangnya sejumlah keuntungan yang akan
diperoleh, tetap dapat cacatnya prestasi yang tak diharapkan ataupun kejadian-kejadian
lain yang menghambat terealisasinya prestasi yang diinginkan demi menggapai hak
sebagai keuntungan yang didamba. Hukum sebagai sarana memang menawarkan banyak
alternatif yang dapat dimanfaatkan sejak dini, namun tetap saja tak seluruh risiko dapat
ditangkal. paling tidak risiko yang muncul adalah terhambatnya prestasi yang
diinginkan, sehingga perlu jeda waktu yang semestinya tak perlu terjadi. maklum pelaku
bisnis adalah manusia yang Sekali karena sesuatu hal menjadi lalai atau terhalang saat
Tidak selamanya manusia sebagai subjek hukum selalu menepati janji untuk
harus ditepati, namun Tak semua Insan berperilaku seperti itu ada kalanya devito
sesuai janji, sehingga dengan ulahnya tersebut kreditor menderita rugi karenanya.
Bilamana ini terjadi dan kreditor berusaha memulihkan kerugian tersebut dengan
jalan mengubah debit air ke pengadilan jelas proses gugat gugat di pengadilan
memerlukan jangka waktu yang kadang tidak sedikit. Demikian pula biaya untuk
berperkara acapkali menelan ongkos yang tidak kecil belum lagi apabila putusan
pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap diabaikan begitu saja oleh
debitor yang kemudian harus disusun dengan eksekusi harta debitur atas dasar pasal
1131 BW yang kadang juga tak mudah. Proses yang berkepanjangan seperti ini
Apabila Debitur belum sempat memenuhi prestasi sesuai waktu yang disepakati
keburu meninggal dunia maka kalau hanya mengandalkan privity of contrac Mata
tentu kreditor Tak bakal mendapatkan pelunasan prestasi mengingat Perjanjian yang
mereka buat hanya mengikat para pihak itu sendiri. Tinggalnya rekan se kontraknya
kehilangan sasaran untuk menagih haknya karena Mitra seperti katanya keburu
meninggal. tetapi untung bawha pronsip privity of contrac Tak bersifat mutlak
sebaiknya ada kekecualian kekecualian agar perikatan tetap sampai pada tujuannya
sehingga keadilan sebagai salah satu tujuan hukum mesti terwujud. Untuk itu
berdasar pada pasal 1318 BW sebagai salah satu kekecualian tersebut yakni tagihan
pemenuhan prestasi yang tak lagi dapat ditunjukkan pada debitur karena sudah
meninggal maka ahli warisnya sesuai pasal 833 BW wajib menggantikan untuk
memenuhi prestasi yang semestinya dilakukan oleh almarhum. Secara implisit bahwa
pasal 833 BW menuturkan bahwa ahli waris tak sekadar mewarisi aktiva tetapi juga
pasiva sehingga pasiva berupa melunasi prestasi yang belum dilaksanakan almarhum
akhirnya menjadi tanggung jawab ahli waris untuk memenuhinya. Kak kan hak tagih
kepada ahli waris akibat debitur meninggal Sudah barang tentu harus melewati
prosedur yang kadang memakan waktu lama dan ini merupakan salah satu risiko yang
akan diterima oleh kreditor. Menjadi lebih pahit lagi apabila Kata ahli waris ternyata
menolak warisan yang dimungkinkan oleh pasal 1057 BW, Almarhum sebagai
debitor Ternyata banyak tagihan yang ditanggungnya . Dengan itu menurut pasal
1058 BW bahwa si waris yang menolak warisannya dianggap tidak pernah telah
menjadi ahli waris. Bilamana ini terjadi maka harta waris berstatus sebagai harta
waris yang tak terurus yang kemudian berdasar pasal 832 jo 1126 dewe negara akan
mengurusinya lewat Balai harta peninggalan. Urusan Apabila ternyata jumlah utang
almarhum lebih besar dari nilai harta waris tentu saja tagihan kreditor tidak akan
terpenuhi secara utuh. Risiko ini setiap saat dapat muncul Apabila seseorang yang
membuat suatu perjanjian hanya mengandalkan jaminan umum dalam pasal 1131
BW.
wewenang lagi untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal ini termasuk mengelola
hartanya. Selanjutnya harta orang yang bersangkutan masuk boedel pailit Yang
dikelola oleh kurator. sebagai kurator yang diawasi oleh hakim yang ditunjuk, Lalu
kurator sesuai prosedur mulai menginventarisasi Siapa saja kreditor kreditor yang
mempunyai tagihan. bertolak dari situasi ini Ane yang mengajukan tagihan Ternyata
banyak dan hasil lelang harta pailit tidak mencukupi Sudah barang tentu akan
Cukup nya harta pailit untuk menutupi tagihan-tagihan kreditor, jelas merupakan
salah satu risiko yang menimbulkan kerugian bagi kreditor yang sekadar
mengandalkan jaminan umum dalam pasal 1131 BW. Peristiwa yang potensial
dirinya untuk dibintangi oleh jaminan umum semata-mata dalam pasal 1131 BW.
Tidak di kembalinya secara utuh tagihan yang dimiliki kreditor dalam contoh
peristiwa-peristiwa di atas jelas ini merupakan suatu kerugian yang tidak diinginkan.
sepenuhnya mampu menangkal resiko rugi bagi para pelaku bisnis potret kejadian
seperti uraian di atas memang hanya merupakan salah satu jurus yang dibuat oleh
pembentuk BW yang berlaku secara umum. Bila menginginkan terhindar dari risiko
kerugian karena bertahan pada jaminan umum seperti terpisahkan dalam paparan di
atas maka perlu tindakan khusus yang koridornya sudah pula disediakan oleh hukum
Mengandalkan jaminan umum dalam pasal 1131 BW pendaki jaminan tersebut diberikan
oleh undang-undang dari uraian terdahulu dapat dimaklumi betapa masih banyak risiko
yang Menghadang para pelaku bisnis yang telah membingkai kegiatannya dengan
hukum. Jaminan umum yang tersedia di dalam pasal 130 BW adalah lahir dari kandungan
undang-undang jadi jaminan umum ini ada tanpa perlu diperjanjikan oleh para pihak.
bertolak dari Sebagai jaminan membersihkan makna bahwa apa yang diatur dalam pasal
tersebut dapat disimpangi oleh para pihak dengan jurus tertentu agar mendapatkan posisi
khusus. Timoni pasal 1131 BW Mencarikan pernyataan bahwa segala kebendaan milik
penjualan benda-benda tersebut dibagi di antara para kreditor secara berimbang kecuali
apabila diantara para kreditor ada alasan yang sah untuk didahulukan pelunasan piutang
nya. Piutang gadai dan piutang hipotek yang tergolong sebagai piutang istimewa
berdasar pasal 1131 BW menandakan dan hipotik itu lahir karena ada perjanjian jaminan
gadai atau perjanjian jaminan hipotek yang pada hakekatnya merupakan bentuk
penyimpangan dari pasal 1131 BW. Akhirnya kekecualian ini yang secara implisit
memberikan pertanda bahwa pasal tersebut ada dalam ruang buku II BW ternyata dapat
disimpangi. Dengan kata lain kedudukan pasal 1131 BW tak lain berposisi sebagai
regelend recht Yang memungkinkan disimpangi oleh para pihak atas dasar kata sepakat
regelend recht , Harus dibuatkan aturan penggantinya lewat sepakat yang ujungnya akan
lahir sebuah perjanjian. Perjanjian jaminan khusus baru buat apabila sudah ada Perjanjian
awal yang sebenarnya sudah dijamin oleh pasal 1131 BW. Perjanjian yang sekedar di
bentengi oleh pasal tersebut inilah yang dikenal dengan perjanjian pokok atau perjanjian
kredit sedang benteng Perjanjian sebagai pelapis yang dibangun para pihak berupa
perjanjian pokok berupa perjanjian kredit. Pada dasarnya perjanjian tambahan ini tidak
mungkin berdiri sendiri tetapi keberadaannya bergantung pada ada tidaknya perjanjian
pokok.
Dengan penyimpangan bukan berarti pasal 131 B W itu tersingkirkan sama sekali
dari jalinan hubungan hukum para pihak tetapi penyimpangan itu hanya sekedar
memudarkan Pasal itu untuk dilapisi dengan perjanjian jaminan khusus sehingga posisi
kreditor menjadi relatif lebih diuntungkan atau bahkan menjadi semakin tangguh. Karena
suatu Sebab tertentu misalnya debitur wanprestasi benteng dan penguat yang berwujud
perjanjian jaminan khusus itu roboh maka pasal 1131 BW selaku benteng cadangan akan
undang-undang yang berkedudukan selaku regelend recht Tak dalam kawasan buku II
BW dengan sifat tertutup dalam rangka menopang eksistensi katan yang diatur dalam
buku tersebut agar tetap dapat terpenuhi tujuannya. Kan ini berbeda dengan
penyimpangan ketentuan regelend recht yang terletak dalam buku III BW di mana sekali
disimpangi pada dasarnya Ketentuan tersebut hilang dari peredaran hukum hubungan
hukum pihak karena benar-benar sudah ada penggantinya yang baru sebagai andalan
untuk memperkuat posisi kreditor guna menepi sejauh mungkin risiko rugi yang selalu
mengintai Setiap kegiatan bisnis. pengembalian dan pelunasan dana pinjaman sangat
rentan karena sepenuhnya digantungkan pada Pihak yang meminjam dalam hal ini
debitur apakah akan menepati janjinya atau akan Ingkar. Cara menangkal kemungkinan
ingkarnya debitur tidaklah cukup bila hanya mengandalkan jaminan umum dalam pasal
1131 BW sehingga pihak kreditor merasa perlu untuk mengamankan diri secara istimewa
dengan membuat benteng baru berupa perjanjian jaminan khusus atas dasar sepakat
dengan pihak debitur. Ini maka perjanjian yang isinya tentang peminjaman dana yang di
lingkungan yang lebih dikenal dengan istilah perjanjian kredit dengan posisi sebagai
perjanjian pokok supaya kokoh perlu ditunjang oleh perjanjian jaminan khusus yang