Yolanda Resti Paulina 032024253049 B

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

TUGAS RESUME

PENGANTAR HUKUM JAMINAN KEBENDAAN


( Prof. Dr. H. Moch. Isnaeni, SH., MS. )

Oleh :
YOLANDA RESTI PAULINA
032024253049
KELAS : B

MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1. Benda Dalam Sirkulasi Kehidupan Manusia

Manusia sebagai mahkluk yang selalu hidup berkelompok dalam suatu gugus

yang disebut masyarakat, pasti memerlukan benda. Benda yang terserak dalam latar

kehidupan sosial, jumlahnya tak terbilang, juga jenisnyapun sangat beraneka. Meski

demikian, benda yang tak pernah dapat lepas dari eksistensi manusi selaku anggota

kelompok, hukum harus mengaturnya supaya ada kejelasan dan kepastian perannya. Agar

mengatur benda menjadi lebih muda perakitnya dalam norma hukum, pembentuk

Burgerlijk Wetbook (BW) membaginya ke dalam beberapa golongan masing-masing

pasangannya. Lebih jauh lagi setiap penggolongan benda yang dikenal BW ternyata

gaungnya mentambangi banyak bidang secara berbeda-beda, sehingga diperlukan

kecerdasan yang prima untuk meniti lintasan akibat-akibat hukumnya. Pembagian

tersebut misalnya :

1. Bendda berujud-benda tak berujud (Pasal 503 BW)

2. Benda bergerak-benda tak bergerak (Pasal 504 BW)

3. Benda habis pakai-benda tidak habis pakai (Pasal 505 BW)

4. Benda yang sudah ada - benda masih akan ada (Pasal 1131 BW)

5. Benda dapat dibagi-benda tidak dapat dibagi (Pasal 1163 BW)

6. Benda dalam perdagangan-benda di luar perdagangan (Pasal 1332 BW)

7. Benda yang dapat diganti-benda yang tidak dapat diganti (Pasal 1694 BW)
8. Benda bertuan-benda tak bertuan (Pasal 519 BW)

Benda memiliki kedudukan  yang  trategis dalam kehidupan sosial,  oleh BW  lalu

segera diatur dalam Buku II    setelah penormaan  pada diri pribadi orang sebagai subjek

hukum yang disusun dalam Buku I.  Dalam pengaturan   benda yang ada dalam Buku  II 

pada dasarnya banyak yang dibingkai dengan menggunakan ketentuan yang berposisi

sebagai dwingend rect,  ketentuan  undang-undang yang bersifat memaksa,  sehingga

para pihak tidak diperbolehkan untuk mengesampingkannya  kendati dengan sepakat

sekalipun.  Salah satu hal inilah yang menyebabkan buku BW bersifat tertutup. 

Penyusunan ketentuan  benda dalam BW  dengan selimut dwingend recht, Antara lain

demi mewujudkan adanya kepastian hukum yang sengaja diprioritaskan.  Beri dan

mewujudkan kepastian hukum tentang posisi benda, ada  antara lain untuk menghindari

munculnya suatu multitafsir  yang dapat mengganggu kepastian eksistensi benda yang

punya posisi penting dalam ranah kehidupan manusia. dengan cara tersebut menjadikan

seluk-beluk benda tak bakal bergeming akibat perubahan-perubahan yang pasti terjadi

dalam kehidupan kelompok.

Demikian juga kalau hendak dicermati dengan seksama sewaktu lembaga jaminan

fidusia ikut berkiprah dalam arena hukum jaminan terlebih-lebih saat pemerintah

Indonesia tidak membiarkan fidusia dibesarkan semata-mata oleh hukum yurisprudensi

lalu dikemas dalam wujud undang-undang Sesungguhnya telah muncul pula Adanya

pembagian benda yang baru. lembaga jaminan fidusia yang sekian lama keberadaannya

di Indonesia dikelola oleh yurisprudensi yang selanjutnya sesuai tuntutan kebutuhan

diatur dalam UU fidusia, maka bertolak dari objek lembaga jaminan fidusia tersebut

sebenarnya dalam hukum benda Indonesia mulai muncul Adanya pembagian benda
secara baru yaitu benda modal dan benda bukan modal. lembaga jaminan fidusia ini

timbul antara lain bermula saat sebuah benda yang dipakai untuk usaha h&m lalu oleh

pemiliknya disebarkan sebagai jaminan demi memperoleh sejumlah utang guna

mengembangkan usahanya ataupun untuk diversifikasi usaha. Menyimak keberadaan

UUPA yang mencabut aturan benda dalam BW sepanjang menyangkut bumi air serta

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya memang terjadi suatu pergeseran yang

lumayan signifikan tetapi banyak mengundang kerancuan.

2. Karakter Benda Sebagai Obyek Transaksi

Segala benda yang berfungsi sebagai pendukung kehidupan, manusia

menginginkan benda tersebut dapat dimanfaatkan secara utuh atau penuh yang bebas

digunakan tanpa terkendala oleh gangguan dari pihak lain. Apabila manusia

membutuhkan benda sebagai pendukung rotasi kehidupannya, berarti benda yang

bersangkutan tersebut memiliki nilai, sebab manusia merupakan homo economicus, maka

tak lain nilai itu adalah nilai ekonomis. Pada umumnya orang akan mengejar dan

berusaha mendapatkan hak milik benda yang mempunyai nilai ekonomis tersebut. Pasal

548 bw mengatur cara perolehan hak milik, khususnya cara penyerahan atas dasar

peristiwa perdata yang dilakukan oleh orang yang berwenang, maka benda tersebut hak

miliknya harus dapat dialihkan dari satu tangan ke tangan yang lain. Melalui penyerahan,

benda yang memiliki nilai ekonomis akan mengalami mobilitas. Pergantian pemegang

hak dapat lewat berbagai macam transaksi, yang merupakan salah satu bentuk sentral

kegiatan bisnis.

Terdapat dua macam syarat benda yang dapat dijadikan sebagai objek transaksi

yakni :
1. Mempunyai nilai ekonomis;

2. Hak milik dapat dialihkan.

Sepanjang kedua syarat tersebut melekat pada benda, maka transaksi selaku eksistensi

bisnis, akan dijadikan lahan operasionalisasi mobilitas benda dalam ranah kehidupan

manusia. Peristiwa perdata atau titel yang dipakai sebagai alas berpindahnya benda yang

dilakukan dengan penyerahan atau levering, yang pada umumnya Perjanjian Jual Beli

yang paling banyak dilakukan sebagai bentuk transaksinya. Selain jadi objek transaksi

jual beli, benda dapat dijadikan agunan yang pada umumnya dipakai untuk menjamin

sebuah utang tertentu supaya kreditor mempunyai posisi yang lebih aman.. apabila benda

dijadikan agunan artinya benda tersebut dibebani hak jaminan tanpa mengusik hak milik

yang dipegang oleh empunya benda, sehingga dapat dikatakan bahwa di atas satu macam

benda dapat melekat beberapa macam hak yang mempunyai tujuan masing-masing, yang

dapat menjadikan benda sebagai objek dengan bermacam varian transaksi.

3. Keunggulan Ciri Hak Milik Atas Suatu Benda

Hak milik merupakan salah satu bentuk hak kebendaan yang bercorak menikmati

yang mana pengertian hak milik diatur dalam Pasal 570 BW. Hak milik mempunyai

keunggulan dibandingkan hak keperdataan lainnya, yakni :

1. Hak milik dapat dijadikan sebagai induk dari hak keperdataan lainnya, apabila

lahir hak keperdataan lain maka tidak membawa serta hilangnya hak milik.

2. Hak milik lebih kuat dan lengkap daari hak keperdataan lainnya, meski hak

milik ditindih oleh hak keperdataan lainnya maupun hak kebendaan, hak milih

masih tetap eksis. Untuk pemegang hak milik pun masih tetaap bisa bebas
melakukan perbuatan hukum apapun atas benda yang bersangkutan, tapa perlu

meminta izin dari pihak manapun.

3. Hak milik bersifat tetap, yang artinya tidak mengenal batas duras waktu.

Apabila pemegang hak milik meninggal, hak milik atas benda itu tidak akan

ikut pupus karenanya, dan segera akan digantikan kepemilikannya oleh ahli

warisnya.
BAB II

URGENSI PEMBAGIAN BENDA BERGERAK-BENDA TIDAK BERGERAK

1. Golongan Benda Bergerak

Sejalan dengan pembagian benda dalam BW, ternyata penggolongan benda

bergerak dan benda tidak bergerak merupakan jenis klasifikasi benda yang penting.

buktinya antara lain dapat disimak bahwa BW perlu turun tangan menetapkan sendiri

dengan tegas bagi masing-masing golongan benda yang dimaksud. benda bergerak

terdapat dua macam yakni:

1. benda bergerak karena sifatnya nya, Di mana benda tersebut pada dasarnya dapat

dipindah sesuai ciri alamia nyahny a (Pasal 509 BW)

2. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang sebagaimana yang ditetapkan oleh

pasal 511 BW.

Norma yang mengatur apa saja yang tergolong sebagai benda bergerak Sudah barang

tentu merupakan suatu ketentuan yang tidak mungkin disamping oleh para pihak Kendati

dengan kesepakatan sekalipun. Yang mana para pihak tidak diperkenankan menentukan

sendiri jenis benda yang kemudian dikualifikasi sebagai benda bergerak meski berdasar

sepakat, karena pengaturan seluk beluk mengenai benda dalam Buku II BW dinyatakan

bersifat tertutup. yang artinya atas dasar sepakat sekalipun para pihak tidak akan diberi

peluang untuk membuat aturan tandingan menyangkut eksistensi pembagian benda yang

mempunyai kedudukan strategis dalam kehidupan kelompok masyarakat. Hanya

pembentuk undang-undang lah yang memiliki kewenangan untuk menentukan suatu

benda itu tergolong sebagai jenis benda yang mana. ciri seperti itu akhirnya pasal-pasal
yang termuat dalam buku II BW didominasi oleh ketentuan undang-undang yang

berposisi sebagai dwingend recht, ketentuan undang-undang yang bersifat memaksa

tanpa ada perkenan guna menyimpangi dan harus berlaku.

Sifat benda bergerak pada dasarnya relatif mudah dipindah-pindahkan, tingkat

mobilitasnya menjadi sangat tinggi dan penguasaan benda bergerak oleh suatu pihak

terkadang sulit dipastikan apakah pihak yang memegang itu benar pemiliknya atau hanya

sekadar pemegang semata. Menyikapi kondisi ini menyangkut benda bergerak

pembentukan undang-undang segera memberikan solusi dengan menetapkan sebuah asas

sebagaimana tertera dalam pasal 1977 BW Yang intinya mengutarakan bahwa barang

siapa menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemilik. terselip nya kata dianggap

dalam pasal tersebut memang banyak mengandung makna selain dalam pasal 1977 BW

termaktub sebuah asas sesungguhnya pasal tersebut juga dalam rangka memberikan

jawaban atas setiap pertanyaan yang timbul dalam masyarakat tentang siapa pemilik

Sebuah benda bergerak. dengan melihat sendiri siapa yang menguasai benda tersebut

maka terjadi Jawablah setiap pertanyaan yang mempersoalkan siapa pemilik benda yang

bersangkutan. Itulah prinsip dasarnya yang pertama-tama perlu diatur oleh penguasa

menyangkut eksistensi Benda bergerak dengan menyodorkan pasal 1977 BW.

2. Golongan Benda Tidak Bergerak

Terdapat tiga penggolongan benda tidak bergerak yang ditetapkan oleh BW,

yakni :

1. Benda tidak bergerak karena sifatnya;

2. Benda tidak bergerak karena tujuannya;


3. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang.

Pasal 506, 507 dan 508 BW tampak befokus pada tanah. Ditinjau dari keberadaannya,

hakekat tanah tidak beranak pinak, namun yang membutuhkan tanah kian hari kian

bertambah seiring bertambahnya juga populasi manusia di muka bumi ini. Akibatnya

tanah menjadi benda yang sangat berharga dan nilaiya akan terus melambung tinggi

seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah populasi manusia, maka dari itu

perlu diatur lebih cermat oleh hukum mengenai masalah kepemilikan tanah.

Objek transaksi yang berkaitan dengan seluk beluk tanah, khususnya yang belum

lengkap persyaratan administrasinya sesuai aturan UUPA, akan menjadi suatu kendala

untuk dipasarkan, sedangkan permintaan konsumen akan tanah sudah merebak akibat

desakan kebutuhan dasar yang harus segera dipenuhi. Untuk benda tidak bergerak dalam

hal ini tanah apabila akan dijaminkan BW sudah menyediakan lembaganya berupa

hipotek. namun Sejak berlakunya UU pea yang kemudian disusun terbitnya UU hak

tanggungan, penjaminan benda berupa tanah tidak lagi memakai hipotek tetapi hak

tanggungan. Apabila ditelisik dengan sesama UU hak tanggungan sebagai penjabaran

lebih lanjut dari UUPA, Mestinya tidak akan meninggalkan landasan hukum adat yang

sesungguhnya tidak mengenal pembagian hak pribadi dan hak kebendaan. pada akhirnya

dalam perjanjian pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh debitor dan kreditor

tentunya tidak akan lahir hak kebendaan mengingat induk hak tanggungan dalam hal ini

hukum adat yang mana tidak mengenal kebendaan. tetap am pas pasal-pasal UU hak

tanggungan banyak mencerminkan ciri-ciri dari hipotek sebagai hak kebendaan. Hal ini

memang tak terbantahkan bahwa munculnya lembaga-lemb lembaga hukum baru seperti

hak tanggungan tidak akan meninggalkan sama sekali goresan-goresan history hipotik
sebagai alur masa lalu yang acapkali sudah terlanjur mendarah daging dalam Sanubari

hukum masyarakat. Terdapat beberapa pendapat bahwa hak tanggungan bukan tergolong

hak kebendaan sebagai akibat hukum adat selaku induknya memang tidak mengenal

jenis hak kebendaan.

3. Konsekwensi Lanjut Penggolongan Benda Bergerak-Benda Tidak Bergerak

Di singgung pada bagian depan wawasannya pembagian benda bergerak dan benda tidak

bergerak adalah merupakan jenis penggolongan benda yang sangat penting dalam ruang

lingkup keberlakuan BW. Hal ini disebabkan karena pembagian kedua pasangan benda

tersebut mempunyai pengaruh dalam banyak bidang, Bidang yang perlu ditelaah secara

seksama akibat adanya pembagian benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah

sebagai berikut:

A. Dalam Bidang Bezit

Menguasai secara nyata benda bergerak maka berlakulah asas yang ada dalam pasal

1977 BW dimana ditetapkan bahwa barang siapa menguasai benda bergerak dianggap

sebagai pemilik. asas ini tidak berlaku apabila menyangkut mengenai penguasaan

benda tidak bergerak menyikapi eksistensi pasal tersebut apabila dicermati lebih

dalam Ternyata banyak sekali yang sering mendatangkan situasi kontroversial. ini

menandakan kalau keberadaan pasal tersebut memang menduduki posisi sentral

dalam urusan benda bergerak.

B. Dalam Bidang Levering


Seperti yang sudah dimaksud bahwa dalam levering sesungguhnya ada dua unsur

penting agar levering atau penyerahan itu sampai pada tujuan finalnya yakni

beralihnya hak milik suatu benda dari suatu tangan Dengan lainnya. ada dua unsur

yang dimaksud adalah penyerahan nyata dan penyerahan yuridis, pada waktu seorang

berkehendak memindahkan hak milik suatu benda bergerak maka sesaat benda

bergerak yang bersangkutan diberikan kepada pihak lain, seketika itu pula baik

penyerahan nyata maupun penyerahan yuridis jatuh bersamaan tanpa dapat diamati

tentang tahapannya. Sebaliknya apabila yang dipindahkan hak miliknya itu

menyangkut benda tidak bergerak maka antara penyerahan nyata dan penyerahan

yuridis akan nampak tahapan-tahapan secara signifikan baik dalam Janjang waktu

ataupun perbuatan hukumnya.

C. Dalam Bidang Verjaring

Benda bergerak tidak mengenal kadaluarsa atau 0 tahun dan ini dapat dilacak dalam

pasal 1977 BW. Sedangkan untuk benda tidak bergerak daluarsanya seperti yang

dapat disimak pada pasal 1963 BW Yang intinya menegaskan bahwa Siapa yang

dengan itikad baik dan berdasarkan suatu alasan yang sah mendapat suatu benda tidak

bergerak suatu bunga atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk

memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluarsa setelah menguasai secara nyata

selama 20 tahun. sedang Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama 30

tahun memperoleh hak milik dengan tidak dapat dipaksa untuk menunjukkan

alasannya. jelas untuk sangat berbeda.


D. Dalam Bidang Bezwaring

Yang dijaminkan berupa benda bergerak maka lembaga yang disediakan oleh BW

adalah gadai Sedangkan untuk benda tidak bergerak adalah hipotik. seluk beluk

gadai diatur dalam pasal 1150 sampai 1160 BW, sedangkan hipotek aturannya

tentang mulai pasal 1162 sampai 1232 BW. Mengamati dan membandingkan jumlah

pasal yang mengatur gadai dan hipotik sedemikian mencolok perbedaannya sehingga

dapat ditebak bahwa sosok benda tidak bergerak pasti menduduki posisi yang penting

dalam bidang bisnis ataupun hukumnya.

E. Dalam Bidang Beslag

Berdasarkan prosedur sesuai aturan nya eksekusi melalui Sita maka benda bergerak

harus dilakukan terlebih dahulu manakala dirasa belum cukup untuk melunasi prestasi

Atau utang debitur yang bersangkutan baru lasita tersebut menjamah keberadaan

benda tidak bergerak Sesuai pasal 197 HIR.


BAB III

JAMINAN UMUM SEBAGAI PENYANGGA PERIKATAN

1. Prestasi Sebagai Obyek Perikatan

Perikatan diatur dalam buku III BW tidak ada ketentuan yang secara khusus memberikan

definisi i atau pengertiannya. Penjabaran secara singkat mengenai perikatan adalah

perbuatan yang menimbulkan akibat hukum. Selanjutnya hubungan hukum yang

dimaksud terletak dalam ranah hukum harta kekayaan berarti hak dan kewajiban yang

timbul dari padanya punya nilai ekonomis. pengertian debitur adalah pihak yang wajib

memenuhi prestasi sedang kreditor adalah pihak yang berhak atas prestasi yang

bersangkutan. Dari jabaran definisi perikatan tersebut berarti objek perikatan itu adalah

prestasi. Sebagaimana dituturkan oleh pasal 1234 BW wujud prestasi itu ada tiga jenis

yakni memberikan sesuatu berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. hakikat prestasi

sebagai suatu kewajiban yang terpikul di punggung para pihak haruslah dipenuhi dibayar

atau dilaksanakan. Kebenaran bahwa prestasi wajib dipenuhi dapat ditimbang dari pasal

1235 BW yang isinya mengutarakan bahwa dalam perikatan perikatan untuk memberikan

sesuatu maka debitur wajib menyerahkan benda yang bersangkutan dan memeliharanya

dengan baik sebelum penyerahan dilakukan. Bertolak dari hakikat pasal 1234 BW

prestasi yang harus dipenuhi tidak sebatas pada jenis perikatan untuk memberikan

sesuatu saja tetapi juga termasuk jenis perikatan untuk berbuat sesuatu dan perikatan

untuk tidak berbuat sesuatu. pemenuhan prestasi yang harus dilakukan oleh debitor

sebagai suatu kewajiban kemudian prestasi tersebut akan diterima oleh kreditor sebagai

haknya.
2. Nilai Ekonomis Prestasi

Pencapaian prestasi yang diinginkan para pihak selalu dalam pusaran nilai ekonomis

demi memupuk dan meningkatkan kesejahteraan. terbentangnya perikatan antara pihak-

pihak adalah suatu modus yang hampir ditempuh oleh semua orang dalam upayanya

untuk memenuhi kebutuhan yang tak pernah kunjung usai dalam kesehariannya. lewat

Perikatan pemenuhan kebutuhan hidup akan relatif lebih mudah dicapai ketimbang

dilakukan ataupun dilaksanakan sendiri tanpa bekerja sama dengan anggota masyarakat

lainnya. pemenuhan kebutuhan Jalan mengadakan perikatan dengan pihak lain adalah

demi mencapai suatu prestasi yang diinginkan juga dalam rangka menegakkan efisiensi

agarr waktu tenaga dan biaya dapat ditekan sekecil mungkin.

Prestasi yang kental dengan nilai ekonomis merupakan corak utama dalam perikatan

yang diatur oleh buku III BW , Pasal-pasal yang ada di dalamnya baik secara eksplisit

maupun implisit berusaha menciptakan situasi yang kondusif demi kelancaran roda bisnis

dalam masyarakat.

3. Risiko Mengandalkan Jaminan Umum

Kendati dalam perikatan sudah dijaminkan oleh undang-undang demi memperoleh

pelunasan prestasi yang diinginkan, tetapi tetap menghadang. Tak lain inilah hakikat

bisnis yang selalu berlumur dengan berbagai jenis ancaman resiko berupa kerugian.

memang tak pernah ada kisah bahwa suatu bisnis selalu mendapat keuntungan. pasang

surut mengelola suatu usaha Sudah barang tentu selalu akan terjadi sesuai pengaruh
internal maupun eksternal, Oleh sebab itu para pelaku pasar saat hendak membuat

perikatan wajib bertumpu pada perhitungan untung dan rugi secara teliti. Untung dapat

diraih risiko bisa ditangkal sedini mungkin hanya dapat dibantu oleh terbentuknya

perikatan yang dibuat oleh para pihak dengan cara menuangkannya dalam klausula-

klausula perjanjian. Kegiatan bisnis Apapun akan dibingkai oleh hukum, namun tak

berarti hukum selalu mampu menghalau segenap resiko terlebih apabila pelaku kurang

cermat dalam berhitung dan bersikap. Hanya sebagai sarana untuk menangkal risiko

secara optimal namun perjalanan bisnis yang tak lain merupakan suatu proses dapat

terjadi dalam tahap tahap pelaksanaannya timbul kendala yang tidak mungkin ditepis.

Risiko yang dimaksud tak sekadar melayangnya sejumlah keuntungan yang akan

diperoleh, tetap dapat cacatnya prestasi yang tak diharapkan ataupun kejadian-kejadian

lain yang menghambat terealisasinya prestasi yang diinginkan demi menggapai hak

sebagai keuntungan yang didamba. Hukum sebagai sarana memang menawarkan banyak

alternatif yang dapat dimanfaatkan sejak dini, namun tetap saja tak seluruh risiko dapat

ditangkal. paling tidak risiko yang muncul adalah terhambatnya prestasi yang

diinginkan, sehingga perlu jeda waktu yang semestinya tak perlu terjadi. maklum pelaku

bisnis adalah manusia yang Sekali karena sesuatu hal menjadi lalai atau terhalang saat

hendak memenuhi kewajibannya sehingga mengakibatkan rekan bisnisnya harus

menerima imbasnya berupa kerugian.

A. Risiko Akibat Wanprestasi

Tidak selamanya manusia sebagai subjek hukum selalu menepati janji untuk

melaksanakan kewajiban yang terpikul di pundaknya setelah timbul perikatan di


antara para pihak. memang Insan janji yang diikrarkan dengan rekan seperti katanya

harus ditepati, namun Tak semua Insan berperilaku seperti itu ada kalanya devito

dengan sengaja ataupun karena kelalaiannya tak hendak memenuhi kewajibannya

sesuai janji, sehingga dengan ulahnya tersebut kreditor menderita rugi karenanya.

Bilamana ini terjadi dan kreditor berusaha memulihkan kerugian tersebut dengan

jalan mengubah debit air ke pengadilan jelas proses gugat gugat di pengadilan

memerlukan jangka waktu yang kadang tidak sedikit. Demikian pula biaya untuk

berperkara acapkali menelan ongkos yang tidak kecil belum lagi apabila putusan

pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap diabaikan begitu saja oleh

debitor yang kemudian harus disusun dengan eksekusi harta debitur atas dasar pasal

1131 BW yang kadang juga tak mudah. Proses yang berkepanjangan seperti ini

merupakan suatu resiko yang harus ditelan pahit oleh kreditor.

B. Risiko Akibat Debitor Meninggal Dunia

Apabila Debitur belum sempat memenuhi prestasi sesuai waktu yang disepakati

keburu meninggal dunia maka kalau hanya mengandalkan privity of contrac Mata

tentu kreditor Tak bakal mendapatkan pelunasan prestasi mengingat Perjanjian yang

mereka buat hanya mengikat para pihak itu sendiri. Tinggalnya rekan se kontraknya

Sebelum melaksanakan prestasi sesuai kesepakatan mengakibatkan kreditor

kehilangan sasaran untuk menagih haknya karena Mitra seperti katanya keburu

meninggal. tetapi untung bawha pronsip privity of contrac Tak bersifat mutlak

sebaiknya ada kekecualian kekecualian agar perikatan tetap sampai pada tujuannya

sehingga keadilan sebagai salah satu tujuan hukum mesti terwujud. Untuk itu
berdasar pada pasal 1318 BW sebagai salah satu kekecualian tersebut yakni tagihan

pemenuhan prestasi yang tak lagi dapat ditunjukkan pada debitur karena sudah

meninggal maka ahli warisnya sesuai pasal 833 BW wajib menggantikan untuk

memenuhi prestasi yang semestinya dilakukan oleh almarhum. Secara implisit bahwa

pasal 833 BW menuturkan bahwa ahli waris tak sekadar mewarisi aktiva tetapi juga

pasiva sehingga pasiva berupa melunasi prestasi yang belum dilaksanakan almarhum

akhirnya menjadi tanggung jawab ahli waris untuk memenuhinya. Kak kan hak tagih

kepada ahli waris akibat debitur meninggal Sudah barang tentu harus melewati

prosedur yang kadang memakan waktu lama dan ini merupakan salah satu risiko yang

akan diterima oleh kreditor. Menjadi lebih pahit lagi apabila Kata ahli waris ternyata

menolak warisan yang dimungkinkan oleh pasal 1057 BW, Almarhum sebagai

debitor Ternyata banyak tagihan yang ditanggungnya . Dengan itu menurut pasal

1058 BW bahwa si waris yang menolak warisannya dianggap tidak pernah telah

menjadi ahli waris. Bilamana ini terjadi maka harta waris berstatus sebagai harta

waris yang tak terurus yang kemudian berdasar pasal 832 jo 1126 dewe negara akan

mengurusinya lewat Balai harta peninggalan. Urusan Apabila ternyata jumlah utang

almarhum lebih besar dari nilai harta waris tentu saja tagihan kreditor tidak akan

terpenuhi secara utuh. Risiko ini setiap saat dapat muncul Apabila seseorang yang

membuat suatu perjanjian hanya mengandalkan jaminan umum dalam pasal 1131

BW.

C. Risiko Akibat debitor Pailit


Seseorang dinyatakan pailit oleh pengadilan maka yang bersangkutan menjadi tidak

wewenang lagi untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal ini termasuk mengelola

hartanya. Selanjutnya harta orang yang bersangkutan masuk boedel pailit Yang

dikelola oleh kurator. sebagai kurator yang diawasi oleh hakim yang ditunjuk, Lalu

kurator sesuai prosedur mulai menginventarisasi Siapa saja kreditor kreditor yang

mempunyai tagihan. bertolak dari situasi ini Ane yang mengajukan tagihan Ternyata

banyak dan hasil lelang harta pailit tidak mencukupi Sudah barang tentu akan

dilakukan pembagian pelunasan utang berdasarkan prinsip imbangan jumlah tagihan.

Cukup nya harta pailit untuk menutupi tagihan-tagihan kreditor, jelas merupakan

salah satu risiko yang menimbulkan kerugian bagi kreditor yang sekadar

mengandalkan jaminan umum dalam pasal 1131 BW. Peristiwa yang potensial

muncul sehingga mengakibatkan tertimpa resiko apabila kreditor hanya merelakan

dirinya untuk dibintangi oleh jaminan umum semata-mata dalam pasal 1131 BW.

Tidak di kembalinya secara utuh tagihan yang dimiliki kreditor dalam contoh

peristiwa-peristiwa di atas jelas ini merupakan suatu kerugian yang tidak diinginkan.

Jadi hadirnya jaminan umum yang disediakan oleh undang-undang belum

sepenuhnya mampu menangkal resiko rugi bagi para pelaku bisnis potret kejadian

seperti uraian di atas memang hanya merupakan salah satu jurus yang dibuat oleh

pembentuk BW yang berlaku secara umum. Bila menginginkan terhindar dari risiko

kerugian karena bertahan pada jaminan umum seperti terpisahkan dalam paparan di

atas maka perlu tindakan khusus yang koridornya sudah pula disediakan oleh hukum

yakni minta jaminan khusus kepada debitur.


4. Kedudukan Pasal 1131 BW

Mengandalkan jaminan umum dalam pasal 1131 BW pendaki jaminan tersebut diberikan

oleh undang-undang dari uraian terdahulu dapat dimaklumi betapa masih banyak risiko

yang Menghadang para pelaku bisnis yang telah membingkai kegiatannya dengan

hukum. Jaminan umum yang tersedia di dalam pasal 130 BW adalah lahir dari kandungan

undang-undang jadi jaminan umum ini ada tanpa perlu diperjanjikan oleh para pihak.

bertolak dari Sebagai jaminan membersihkan makna bahwa apa yang diatur dalam pasal

tersebut dapat disimpangi oleh para pihak dengan jurus tertentu agar mendapatkan posisi

khusus. Timoni pasal 1131 BW Mencarikan pernyataan bahwa segala kebendaan milik

seseorang menjadi jaminan bersama-sama bagi seluruh kreditor sehingga pendapatan

penjualan benda-benda tersebut dibagi di antara para kreditor secara berimbang kecuali

apabila diantara para kreditor ada alasan yang sah untuk didahulukan pelunasan piutang

nya. Piutang gadai dan piutang hipotek yang tergolong sebagai piutang istimewa

berdasar pasal 1131 BW menandakan dan hipotik itu lahir karena ada perjanjian jaminan

gadai atau perjanjian jaminan hipotek yang pada hakekatnya merupakan bentuk

penyimpangan dari pasal 1131 BW. Akhirnya kekecualian ini yang secara implisit

memberikan pertanda bahwa pasal tersebut ada dalam ruang buku II BW ternyata dapat

disimpangi. Dengan kata lain kedudukan pasal 1131 BW tak lain berposisi sebagai

regelend recht Yang memungkinkan disimpangi oleh para pihak atas dasar kata sepakat

Yakni dengan membuat jaminan khusus lewat perjanjian. sebagaimana umumnya

apabila menyimpan sesuatu ketentuan undang-undang yang berkedudukan sebagai

regelend recht , Harus dibuatkan aturan penggantinya lewat sepakat yang ujungnya akan

lahir sebuah perjanjian. Perjanjian jaminan khusus baru buat apabila sudah ada Perjanjian
awal yang sebenarnya sudah dijamin oleh pasal 1131 BW. Perjanjian yang sekedar di

bentengi oleh pasal tersebut inilah yang dikenal dengan perjanjian pokok atau perjanjian

kredit sedang benteng Perjanjian sebagai pelapis yang dibangun para pihak berupa

perjanjian jaminan khusus hanyalah berposisi Janjian tambahan. Dengan demikian

perjanjian jaminan khusus selaku perjanjian tambahan eksistensinya bergantung pada

perjanjian pokok berupa perjanjian kredit. Pada dasarnya perjanjian tambahan ini tidak

mungkin berdiri sendiri tetapi keberadaannya bergantung pada ada tidaknya perjanjian

pokok.

Dengan penyimpangan bukan berarti pasal 131 B W itu tersingkirkan sama sekali

dari jalinan hubungan hukum para pihak tetapi penyimpangan itu hanya sekedar

memudarkan Pasal itu untuk dilapisi dengan perjanjian jaminan khusus sehingga posisi

kreditor menjadi relatif lebih diuntungkan atau bahkan menjadi semakin tangguh. Karena

suatu Sebab tertentu misalnya debitur wanprestasi benteng dan penguat yang berwujud

perjanjian jaminan khusus itu roboh maka pasal 1131 BW selaku benteng cadangan akan

tampil memberikan perlindungan kepada kreditor sehingga hak taginya benar-benar

terbayar penuh. 1 karakter khusus menyimpangi pasal 1131 BW sebagai ketentuan

undang-undang yang berkedudukan selaku regelend recht Tak dalam kawasan buku II

BW dengan sifat tertutup dalam rangka menopang eksistensi katan yang diatur dalam

buku tersebut agar tetap dapat terpenuhi tujuannya. Kan ini berbeda dengan

penyimpangan ketentuan regelend recht yang terletak dalam buku III BW di mana sekali

disimpangi pada dasarnya Ketentuan tersebut hilang dari peredaran hukum hubungan

hukum pihak karena benar-benar sudah ada penggantinya yang baru sebagai andalan

yang kedudukannya merupakan norma utama.


Menyimpangi jaminan umum dalam pasal 1131 BW tujuan utamanya adalah

untuk memperkuat posisi kreditor guna menepi sejauh mungkin risiko rugi yang selalu

mengintai Setiap kegiatan bisnis. pengembalian dan pelunasan dana pinjaman sangat

rentan karena sepenuhnya digantungkan pada Pihak yang meminjam dalam hal ini

debitur apakah akan menepati janjinya atau akan Ingkar. Cara menangkal kemungkinan

ingkarnya debitur tidaklah cukup bila hanya mengandalkan jaminan umum dalam pasal

1131 BW sehingga pihak kreditor merasa perlu untuk mengamankan diri secara istimewa

dengan membuat benteng baru berupa perjanjian jaminan khusus atas dasar sepakat

dengan pihak debitur. Ini maka perjanjian yang isinya tentang peminjaman dana yang di

lingkungan yang lebih dikenal dengan istilah perjanjian kredit dengan posisi sebagai

perjanjian pokok supaya kokoh perlu ditunjang oleh perjanjian jaminan khusus yang

berperan sebagai perjanjian tambahan.

Anda mungkin juga menyukai