Juknis Pelaksanaan BIAN 2022
Juknis Pelaksanaan BIAN 2022
Juknis Pelaksanaan BIAN 2022
DIREKTORAT JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2022
-1-
-2-
-2-
-3-
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT TENTANG PETUNJUK TEKNIS
PENYELENGGARAAN BULAN IMUNISASI ANAK NASIONAL.
KESATU : Menetapkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Bulan
Imunisasi Anak Nasional yang selanjutnya disebut petunjuk
teknis sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur
Jenderal ini.
-3-
-4-
BAB 1
PENDAHULUAN
-5-
-6-
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Bulan Imunisasi Anak
Nasional meliputi:
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Monitoring dan evaluasi
C. Sasaran
Sasaran Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Bulan Imunisasi Anak Nasional
adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, meliputi para pengambil
kebijakan, pengelola program dan logistik imunisasi, serta tenaga
kesehatan lainnya di Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Puskesmas;
-6-
-7-
D. Pengertian
1. Imunisasi Tambahan adalah jenis Imunisasi tertentu yang diberikan
pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit
sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu.
2. Imunisasi Kejar adalah kegiatan memberikan imunisasi kepada anak
yang belum menerima dosis vaksin sesuai usia yang ditentukan pada
jadwal imunisasi nasional.
3. Bulan Imunisasi Anak Nasional atau disingkat BIAN adalah upaya
pemberian imunisasi yang dilaksanakan secara terintegrasi yang
meliputi dua (2) kegiatan sebagai berikut:
a. kegiatan imunisasi tambahan berupa pemberian satu dosis
imunisasi campak-rubela secara massal tanpa memandang status
imunisasi sebelumnya kepada sasaran sesuai dengan rekomendasi
usia yang ditetapkan untuk masing-masing wilayah, dan
b. kegiatan imunisasi kejar berupa pemberian satu atau lebih jenis
imunisasi untuk melengkapi status imunisasi anak usia 12 sampai
dengan 59 bulan
-7-
-8-
BAB
BAB II
II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
-8-
-9-
3. Difteri
Difteri adalah penyakit yang diakibatkan oleh bakteri difteri yang
memunculkan gejala utama seperti demam dan nyeri tenggorokan yang
disertai adanya pseudomembran putih keabu-abuan yang sulit lepas,
mudah berdarah apabila disentuh atau dilakukan manipulasi pada
area tenggorokan. Penyakit ini dapat menyebabkan beberapa
komplikasi seperti gagal jantung dan gangguan ginjal sehingga memiliki
tingkat kematian yang tinggi. Pada tahun 2017, WHO melaporkan
sebanyak 8.819 kasus difteri terjadi di dunia dengan hampir 90%
terjadi di regional Asia Tenggara. India, Nepal dan Indonesia
menyumbangkan sekitar 96-99% kasus difteri di Asia Tenggara.
4. Polio
Polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus polio. Virus
ini jika menyerang sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan
anggota gerak dan/atau kelumpuhan otot pernafasan. Kasus polio yang
diakibatkan oleh virus polio liar sudah turun lebih dari 99% sejak tahun
1988 yaitu dari sekitar 350.000 kasus pertahun menjadi sekitar 33
kasus pertahun di tahun 2018. Pakistan dan Afghanistan menjadi
negara yang masih endemis untuk polio liar hingga saat ini. Eradikasi
polio ditargetkan untuk dapat tercapai di tahun 2026.
5. Pertusis
Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi bakteri Bordetella
pertusis yang menyerang sistem pernafasan. Penyakit ini menular
melalui percikan ludah dan biasanya diawali dengan gejala demam,
batuk dan pilek. Penyakit ini sangat berbahaya terutama jika
menginfeksi bayi, yang dapat menyebabkan kematian. Pada tahun
2018 diperkirakan terdapat lebih dari 151.000 kasus pertusis di tingkat
global. Jumlah ini sudah sangat jauh berkurang dengan adanya
program imunisasi, dimana di tahun 2018 terdapat 129 negara yang
telah mencapai cakupan vaksinasi DPT3 sebesar 90%.
-9-
-10-
6. Tetanus Neonatorum
Tetanus merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh spora bakteri
Clostridium tetani. Jika mengenai bayi berusia <28 hari maka disebut
sebagai tetanus neonatorum. Gejalanya berupa spasme otot, kejang,
kesulitan dalam menelan dan bernafas. Diperkirakan 34.000 bayi
meninggal akibat tetanus di tahun 2015. Jumlah ini sudah sangat jauh
berkurang sebesar 96% dibandingkan jumlah kasus pada tahun 1988
terutama setelah dilakukannya perbaikan program imunisasi dan
persalinan yang bersih dan aman di negara-negara berkembang.
Campak dan rubela adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus yang
dapat menyebabkan kematian dan juga kecacatan yang disebut sebagai
Congenital Rubella Syndrome (CRS). Eliminasi campak-rubela ditargetkan
dicapai tahun 2023. Saat ini, di tingkat global, Indonesia masih masuk
dalam kategori endemis untuk campak dan rubella. Pada tahun 2021,
tercatat 132 kasus campak konfirmasi laboratorium terdapat di 71
Kab/Kota, 25 Provinsi, dan 267 kasus rubela konfirmasi laboratorium
terdapat di 84 Kab/Kota di 25 Provinsi. Kejadian Luar Biasa (KLB)
dilaporkan dibeberapa wilayah seperti di Maluku Utara, Papua, Jawa
Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Di awal tahun KLB juga
sudah dilaporkan di Aceh, Jawa Timur, Maluku, Sumatera Barat, dan
Sumatera Utara. Hal ini tentu sebagai salah satu dampak dari penurunan
cakupan imunisasi selama masa pandemi.
-10-
-11-
-11-
-12-
93.7
92.0 92.0
84.2 84.2
-12-
-13-
-13-
-14-
2. Imunisasi Tambahan
Selain kegiatan imunisasi rutin, Indonesia juga telah
melaksanakan beberapa kegiatan imunisasi tambahan sejak tahun
2000. Terbaru yaitu kegiatan Pekan Imunisasi Nasional Polio (tOPV)
pada tahun 2016 di seluruh provinsi, kecuali DIY, dengan cakupan
mencapai 96,5% secara nasional serta kegiatan pemberian imunisasi
tambahan campak-rubela dengan target usia 9 bulan sampai dengan
kurang dari 15 tahun yang dilaksanakan pada tahun 2017 untuk Pulau
Jawa dengan cakupan 100,98% dan pada tahun 2018 untuk provinsi
luar Pulau Jawa dengan cakupan 73,35%.
-14-
-15-
-15-
-16-
-16-
-17-
-17-
-18-
-18-
-19-
-19-
-20-
BAB
BAB III
III
PERSIAPAN
PERSIAPAN BULAN
BULAN IMUNISASI ANAK
ANAK NASIONAL
NASIONAL
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mencapai dan mempertahankan kekebalan populasi yang tinggi dan
merata sebagai upaya mencegah terjadinya KLB PD3I
2. Tujuan Khusus
a. Menghentikan transmisi virus campak dan rubela setempat
(indigenous) di semua kabupaten/kota di wilayah Indonesia pada
tahun 2023 dan mendapatkan sertifikasi eliminasi campak dan
rubela/CRS pada tahun 2026 dari SEARO.
b. Mempertahankan Indonesia Bebas Polio dan mewujudkan
eradikasi polio global pada tahun 2026
c. Mengendalikan penyakit difteri dan pertusis
B. Tempat Pelaksanaan
Kegiatan BIAN dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai
berikut:
1. Puskesmas, Puskesmas pembantu;
2. Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta, Rumah Sakit/klinik
TNI dan POLRI;
3. Klinik, Praktik Dokter Swasta, Tempat Praktik Mandiri Bidan; dan
4. Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
-20-
-21-
-21-
-22-
3. Mekanisme Pelaksanaan
Pelaksanaan BIAN dilakukan selama 30 hari kerja dengan mekanisme
sebagaimana dijelaskan pada Tabel 1.
D. Strategi Pelaksanaan
Strategi pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Nasional di masa
pandemi COVID-19 perlu melibatkan berbagai pihak untuk
mengidenfitikasi/mendata sasaran, melakukan sosialisasi, edukasi dan
memobilisasi sasaran serta mendukung penyelenggaraan layanan
imunisasi. Berikut adalah strategi yang dapat diterapkan:
1. Bekerja sama dengan kepala desa, ketua RT/RW, guru dan kepala
sekolah, kader posyandu dan dasawisma setempat untuk
mengumpulkan data sasaran, mengidentifikasi lokasi pos imunisasi
baru, menyebarkan media KIE yang berisi manfaat, lokasi dan waktu
pelayanan dan kegiatan penggerakan masyarakat lainnya
2. Melakukan promosi Bulan Imunisasi Anak Nasional terintegrasi dengan
promosi imunisasi rutin dan vaksinasi COVID-19
-22-
-23-
E. Pembiayaan
Pembiayaan kegiatan Bulan Imunisasi Anak Nasional ini bersumber
dari APBN (Dekonsentrasi, DAK non fisik/BOK), APBD, dan sumber lain
yang sah.
F. Mikroplaning
Dalam penyusunan mikroplaning kegiatan BIAN dibutuhkan data
sebagai berikut:
1. Data sasaran
2. Peta wilayah kerja, yang memuat informasi mengenai batas-batas
wilayah, kondisi geografis (wilayah yang mudah dijangkau dan sulit
dijangkau), dan lokasi fasilitas pelayanan kesehatan atau pos
pelayanan imunisasi yang sudah ada serta fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya serta lokasi-lokasi yang berpotensi dijadikan pos
pelayanan imunisasi baru
-23-
-24-
-24-
-25-
-25-
-26-
2) Pendataan Sasaran
Tiga atau empat minggu sebelum pelaksanaan dimulai,
pengelola imunisasi provinsi/ kabupaten/kota
berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, Kanwil
Kementerian Agama, dan Dinas Sosial untuk
mendapatkan data anak sekolah sebagai data sasaran
imunisasi campak-rubela. Data ini kemudian dikonfirmasi
oleh petugas Puskesmas dengan mendatangi sekolah atau
satuan pendidikan untuk mendapat daftar murid dan
tanggal lahir dari Kepala Sekolah/guru. Untuk data
sasaran anak balita dan anak usia < 5 tahun yang tidak
sekolah, petugas Puskesmas dibantu oleh kader
melakukan kunjungan rumah ke rumah untuk mendata
seluruh sasaran bekerja sama dengan kepala desa, ketua
RT/RW, Tim Penggerak PKK, kader kesehatan dan
kelompok dasawisma setempat.
b. Data Sasaran Imunisasi Kejar
1) Identifikasi sasaran dilakukan dengan memanfaatkan buku
kohort/register imunisasi/buku KIA/catatan imunisasi
lainnya. Petugas dapat melihat data buku kohort/register
imunisasi/buku KIA/catatan imunisasi lainnya, kemudian
temukanlah catatan anak usia < 5 tahun yang tidak / belum
lengkap mendapatkan imunisasi dasar maupun lanjutan.
2) Petugas pengelola program imunisasi juga dapat berkoordinasi
dengan petugas pendata puskesmas (PIS-PK) dan tim KIA
puskesmas untuk mendapatkan data sasaran yang belum
mendapatkan imunisasi lengkap dan tidak tercatat di kohort
imunisasi Puskesmas. Jika masih ditemukan sasaran seperti
tersebut diatas, maka dapat dilakukan pendataan ulang sesuai
dengan kesepakatan di lokasi wilayah binaan puskesmas
bekerjasama dengan kepala desa, ketua RT/RW, Tim
Penggerak PKK, kader kesehatan dan kelompok dasawisma
setempat.
-26-
-27-
-27-
-28-
௨௦௦௫௨௫௧௧௨
Kebutuhan = { ሽ – sisa stok
ூ௦
-28-
-29-
-29-
-30-
-30-
-31-
-31-
-32-
-32-
-33-
2. Bidang Logistik
• Menyusun perhitungan kebutuhan vaksin dan logistik serta rencana
distribusinya
• Melakukan koordinasi dan pemantauan proses distribusi
(pengambilan atau pengiriman) vaksin dan logistik lainnya
3. Bidang Pelaksanaan
• Melaksanakan kegiatan sosialisasi dan orientasi pelaksanaan BIAN
• Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lintas program dan
lintas sektor
4. Bidang Komunikasi
• Mengembangkan materi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
BIAN dengan mempertimbangkan muatan lokal
• Melakukan upaya promosi kesehatan meliputi advokasi dan
penggerakan masyarakat
• Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan media dalam rangka
pasca pelaksanaan
• Melakukan pemantauan terhadap proses pencatatan dan pelaporan
secara berjenjang
• Mengumpulkan data, melakukan analisa hasil kegiatan BIAN dan
membuat umpan balik
-33-
-34-
H. Promosi Kesehatan
1. Advokasi
Upaya advokasi dilakukan dalam rangka menggalang komitmen,
dukungan yang konkrit serta partisipasi aktif dari pemimpin daerah
tingkat provinsi (gubernur), pemimpin daerah tingkat kabupaten/kota
(bupati/walikota), dan pimpinan serta anggota DPRD tingkat provinsi
dan kabupaten/kota, para pembuat keputusan dari lintas sektor terkait
(seperti Bappeda, Dinas Pendidikan, Kanwil Kementerian Agama, Dinas
Sosial, TNI/POLRI, Majelis Ulama Indonesia, Dewan Mesjid Indonesia,
dll), tokoh masyarakat, tokoh agama, para ketua organisasi profesi
kesehatan, organisasi masyarakat, para pimpinan media cetak dan
elektronik lokal, serta pihak lainnya seperti LSM kesehatan.
Pertemuan-pertemuan advokasi dalam rangka menggalang
komitmen, dukungan yang konkret serta partisipasi aktif dari seluruh
pihak terkait (pimpinan daerah, sekolah, tokoh agama, tokoh
masyarakat, dharma wanita, ketua TP PKK, Bunda PAUD, organisasi
masyarakat seperti Aisyiyah, Muslimat NU, Perdhaki, dan organisasi
keagamaan lainnya) dilaksanakan baik di provinsi, kabupaten/kota
maupun Puskesmas. Pada saat pertemuan dijelaskan mengenai tujuan
dilaksanakannya BIAN dan diberikan materi/informasi terkait
pelaksanaannya kepada seluruh peserta yang hadir. Kegiatan
pertemuan ini sebaiknya dilaksanakan sebelum dilakukan
penyusunan mikroplaning.
2. Penggerakan Masyarakat
Upaya penggerakan masyarakat dilakukan melalui strategi
komunikasi interpersonal yang baik, didukung oleh media massa dan
kegiatan lainnya yang bertujuan menyosialisasikan BIAN kepada
masyarakat. Tujuan kegiatan penggerakan masyarakat ini adalah agar
masyarakat sadar dan datang mendapatkan pelayanan imunisasi
selama masa pelaksanaan BIAN.
-34-
-35-
-35-
-36-
I. Monitoring Kesiapan
Monitoring kesiapan BIAN dilaksanakan mulai 6 (enam) minggu
sebelum pelaksanaan BIAN dimulai, dan diulang pada 4 (empat) dan 2 (dua)
minggu sebelum pelaksanaan di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan
puskesmas. Kegiatan ini meliputi penilaian terhadap:
1. Perencanaan, koordinasi dan pendanaan
2. Advokasi, sosialisasi, komunikasi, dan mobilisasi
3. Ketersediaan sumber daya manusia
4. Ketersediaan dan rencana distribusi vaksin, rantai dingin, dan
logistik lain seperti perlengkapan anafilaktik dan APD
5. Rencana monitoring dan supervisi
-36-
-37-
-37-
-38-
BAB
BABIVIV
PELAKSANAAN
PELAKSANAANBULAN
BULANIMUNISASI
IMUNISASI ANAK NASIONAL
ANAK NASIONAL
meter
e. Ruang/tempat pelayanan imunisasi hanya untuk melayani anak
yang sehat
f. Jika memungkinkan sediakan jalan masuk dan keluar yang terpisah
bagi orang tua atau pengantar. Apabila tidak tersedia, atur agar
sasaran imunisasi dan pengantar keluar dan masuk bergantian
-38-
-39-
g. Sediakan tempat duduk bagi sasaran imunisasi dan orang tua atau
-39-
-40-
-40-
-41-
-41-
-42-
-42-
-43-
-43-
-44-
-44-
-45-
D. Penyuntikan Aman
Pelaksanaan imunisasi harus bisa menjamin bahwa sasaran
mendapatkan kekebalan, serta menghindari penyebaran penyakit terhadap
petugas dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, harus
diperhatikan beberapa hal di bawah ini:
1. Selalu menggunakan ADS dalam pelayanan imunisasi
2. Jangan menggunakan ADS dengan kemasan yang telah rusak atau
telah melewati tanggal kadaluarsa
3. Jangan mengisi spuit dengan vaksin sebelum sasaran datang (pre-
filling)
4. Jangan meninggalkan jarum suntik menancap di vial vaksin
5. Jarum suntik habis pakai harus langsung dibuang ke safety box tanpa
menutup kembali jarum (no recapping). Jangan meletakkan jarum
suntik di atas meja atau di nampan setelah penyuntikan
6. Tenaga kesehatan harus mencuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan penyuntikan
-45-
-46-
Harus Dilakukan
Pegang lengan yang akan disuntik dengan ibu jari dan telunjuk. Pegang alat suntik,
tusukkan jarum dengan sudut pemberian sesuai dengan jenis vaksin. Tidak perlu
dilakukan aspirasi terlebih dahulu
-46-
-47-
-47-
-48-
-48-
-49-
-49-
-50-
-50-
-51-
-51-
-52-
-52-
-53-
G. Manajemen Limbah
1. Setiap tempat pelayanan imunisasi harus disediakan safety box dengan
jumlah yang cukup berdasarkan jumlah sasaran
2. Safety box harus diberi label dengan nama petugas, nama tempat
pelayanan, dan tanggal pelayanan
3. Semua ADS yang telah digunakan harus dimasukkan ke dalam safety
box. Jangan membuang sampah lainnya ke dalam safety box
4. Setelah safety box terisi ¾ (tiga per empat) penuh, harus ditempatkan
di tempat yang aman dalam kondisi tertutup dengan diberi tanda silang
(X) atau ditempelkan lakban
5. Limbah lainnya, seperti vial vaksin (yang sudah dicoret nomor batch-
nya), ampul pelarut, dan kapas, dibuang ke dalam kantong plastik
kuning khusus limbah medis atau kantong plastik biasa yang diberi
tanda/ditulis “limbah medis”
6. Setelah kantong plastik limbah medis terisi ¾ (tiga per empat) penuh,
diikat dengan ikatan tunggal dan ditempatkan di tempat yang aman
dalam kondisi tertutup
7. Safety box dibawa ke tempat penyimpanan limbah sementara di
masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan terkait untuk
dimusnahkan
-53-
-54-
-54-
-55-
-55-
-56-
-56-
-57-
-57-
-58-
BAB
BAB V V
PEMANTAUAN PENANGGULANGAN KIPI
PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN KIPI
A. Pengertian
Vaksin yang digunakan dalam program imunisasi nasional termasuk
vaksin untuk Bulan Imunisasi Anak Nasional aman dan efektif. Secara
umum, vaksin tidak menimbulkan reaksi pada tubuh, atau apabila terjadi,
hanya menimbulkan reaksi ringan. Vaksinasi memicu kekebalan tubuh
dengan menyebabkan sistem kekebalan tubuh penerima bereaksi terhadap
antigen yang terkandung dalam vaksin. Reaksi lokal dan sistemik seperti
nyeri pada tempat suntikan atau demam dapat terjadi sebagai bagian dari
respon imun. Komponen vaksin lainnya (misalnya bahan pembantu,
penstabil, dan pengawet) juga dapat memicu reaksi. Vaksin yang
berkualitas adalah vaksin yang menimbulkan reaksi ringan seminimal
mungkin namun tetap memicu respon imun terbaik. Frekuensi terjadinya
reaksi ringan vaksinasi ditentukan oleh jenis vaksin.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau yang dikenal sebagai KIPI
merupakan kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi dan diduga
berhubungan dengan imunisasi. Kejadian ini dapat berupa reaksi vaksin,
kesalahan prosedur, koinsiden, reaksi kecemasan, atau hubungan kausal
yang tidak dapat ditentukan. Pada saat imunisasi massal dimana
dilakukan pemberian imunisasi dalam jumlah banyak pada kurun waktu
tertentu, akan muncul jumlah laporan KIPI yang meningkat. Untuk itu
harus dilakukan persiapan kegiatan yang sistematik dan terencana dengan
baik.
Menurut Uppsala Monitoring Centre (UMC), KIPI diklasifikasikan
menjadi KIPI Serius dan KIPI Non-serius. KIPI serius adalah setiap kejadian
medik setelah imunisasi yang menyebabkan rawat inap, kecacatan,
kematian, dan menimbulkan masalah medikolegal, serta ng menimbulkan
keresahan di masyarakat. KIPI non-serius adalah kejadian medik yang
terjadi setelah imunisasi dan tidak menimbulkan risiko potensial pada
kesehatan si penerima (sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12
Tahun 2017).
-58-
-59-
Pertusis (DTwP) ~ 50 % ~ 50 % ~ 55 %
Tetanus/DT/aTd ~ 10 % ~ 10 % ~ 25 %
-59-
-60-
-60-
-61-
-61-
-62-
Keterangan:
1. Orangtua, masyarakat, kader atau pihak lain yang mengetahui adanya
KIPI melaporkan kepada fasilitas pelayanan kesehatan tempat
pelaksanaan vaksinasi atau fasilitas pelayanan kesehatan terdekat
(Puskesmas/RS/Fasyankes Swasta)
2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menetapkan petugas
penanggung jawab surveilans KIPI yang dapat dihubungi apabila ada
laporan KIPI serius dari orangtua, masyarakat, kader atau pihak lain
serta melakukan pencatatan dan pelaporan KIPI.
3. Selanjutnya, setiap fasilitas pelayanan kesehatan akan mencatat
laporan KIPI serius melalui formulir pelaporan KIPI serius dan atau
segera melaporkan KIPI serius melalui laman web Keamanan Vaksin
(www.keamananvaksin.kemkes.go.id), secara otomatis dinas
kesehatan kabupaten/kota dan dinas kesehatan provinsi akan
menerima laporan dari fasilitas pelayanan kesehatan pelapor.
-62-
-63-
-63-
-64-
-64-
-65-
E. Pelacakan KIPI
Pelacakan kasus KIPI mengikuti standar prinsip pelacakan yang telah
ditentukan, dengan memperhatikan kaidah pelacakan kasus, vaksin,
teknik dan prosedur imunisasi, serta melakukan perbaikan berdasarkan
temuan yang didapat.
-65-
-66-
-66-
-67-
-67-
-68-
-68-
-69-
-69-
-70-
Kriteria 1 gejala muncul tiba-tiba dalam menit sampai jam melibatkan kulit
jaringan mukosa atau keduanya (Mis: bercak merah diseluruh tubuh terasa
gatal dan panas bibir lidah dan uvula bengkak)
-70-
-71-
Keterangan:
*Sebagai contoh: imunologik namun independen IgE atau non imunologik
(aktivasi sel mast langsung)
**Sebagai contoh: setelah sengatan serangga berkurangnya tekanan darah dapat
menjadi satu-satunya manifestasi anafilaksis atau setelah imunoterapi alergen
bercak merah gatal diseluruh tubuh dapat menjadi manifestasi awal satu-satunya
dari anafilaksis
***Tekanan darah sistolik rendah pada anak diartikan sebagai tekanan darah
yang kurang dari 70 mmHg untuk usia 1 bulan - 1 tahun, kurang dari 70 mmHG
+ (2 kali usia) untuk 1 -10 tahun; dan kurang dari 90 mmHg untuk usia 11 -17
tahun
Frekuensi denyut jantung normal bervariasi dari 80 sampai 140 x / menit untuk
usia 1-2 tahun; 80-12x/menit untuk usia 3 tahun, dan 7-115 x/menit usia 3
tahun. Pada bayi dan anak kelainan pernafasan lebih umum terjadi daripada
hipotensi dan syok dan syok lebih sering bermanifestasi takikardia dari hipotensi
-71-
-72-
-72-
-73-
-73-
-74-
BAB
BAB VI
VI
MONITORING
MONITORING DAN EVALUASI
EVALUASI
-74-
-75-
-75-
-76-
-76-
-77-
-77-
-78-
D. Evaluasi Dampak
Evaluasi dampak bertujuan untuk mengetahui dampak pelaksanaan
kegiatan BIAN. Evaluasi dampak pelaksanaan imunisasi tambahan
campak-rubela dapat dilakukan dengan menggunakan data rutin
surveilans campak-rubela. Hal ini dilakukan dengan membandingkan
insidensi campak-rubela pada periode yang sama sebelum dan setelah
imunisasi masal. Dengan catatan, sensitifitas surveilans campak-rubela
dapat dipertahankan dengan pencapaian discarded rate campak > 2 per
100.000 penduduk. Untuk imunisasi kejar, evaluasi dampak imunisasi
kejar dapat dilakukan dengan menggunakan indikator surveilans difteri,
surveilans AFP dan surveilans PD3I lainnya.
Evaluasi dapat dilakukan melalui:
1. Analisis data kasus suspek PD3I dari alert SKDR yang dilakukan respon
2. Analisis data kasus PD3I dari laporan rutin surveilans PD3I
3. Kajian terhadap data KLB PD3I
4. Penilaian risiko transmisi Campak-Rubela dan Polio
-78-
BAB VII
PENUTUP
-79-