CBD 1102018314 DInda Melania A
CBD 1102018314 DInda Melania A
CBD 1102018314 DInda Melania A
Disusun Oleh :
Pembimbing:
dr. Dewi Iriani, Sp.A
I. Identitas Pasien
• Nama : An. SDP
• Tanggal Lahir : 23 April 2017
• Umur : 4 tahun 11 bulan
• Jenis kelamin : Perempuan
• Agama : Islam
• Alamat : Jalan Pademangan Timur IV Gg. 23 RT 02/01
• Kewarganegaraan : WNI
• Suku : Jawa
III. Anamnesa
Alloanamnesis dikalukan pada tanggal 30 Maret 2022 pukul 09.47 WIB dengan Ibu
pasien di ruang 1204 RSUD Koja.
Riwayat Kehamilan :
Perawatan antenatal : ANC rutin setiap bulan
Penyakit kehamilan : tidak ada penyakit selama kehamilan
Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : Pervaginam, spontan
Tempat lahir : Rumah Sakit
Ditolong oleh : Dokter
Masa gestasi : Cukup bulan (39 Minggu)
Berat lahir : 3.100 gr
Panjang lahir : 48 cm
Keterangan : Lahir langsung menangis, sianosis (-), kejang (-), cacat bawaan (-), anus (+)
Riwayat Imunisasi :
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi ke puskesmas
Umur
Vaksin
0 1 2 3 4 9 18
bulan Bulan bulan bulan bulan bulan bulan
BCG √
DPT √ √ √ √
Polio √ √ √ √ √
Campak √
Hepatitis B √ √ √ √ √
Riwayat Tumbuh Kembang :
Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
o Tengkurap : 3 bulan
o Duduk : 5 bulan
o Merangkak : 6 bulan
o Berdiri : 12 bulan
o Berjalan : 13 bulan
Riwayat makanan
ASI sejak lahir sampai 1 tahun dengan frekuensi 4-6 kali sehari
Makanan tambahan mulai umur 6 bulan dengan frekuensi 3 kali sehari
Interpretasi Antropometri
o BB/U :
BB aktual/BB ideal x 100% = 16/18x100% = 88,88% (BB baik)
o TB/U :
TB aktual/TB ideal x 100% = 100/105x100% = 95,23% (TB
Normal)
o BB/TB :
BB aktual/BB ideal menurut TB x 100%= 16/17x100% = 94,11%
(Normal)
Kepala
Kepala : Bentuk bulat, bentuk wajah simetris, tidak ada massa
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah di cabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
refleks cahaya +/+, edem palpebra -/-, mata (-) cekung
Telinga : Liang telinga lapang, deformitas (-), serumen-/-, sekret -/-
Hidung : Lapang, sekret -/-, deviasi septum (-)
Bibir : Mukosa tampak pucat, sianosis(-)
Gigi geligi : Tidak ada kelainan
Lidah : Tidak kotor, simetris
Tonsil : T1 – T1, edem (-), hiperemis (-), detritus (-)
Faring : Hiperemis (-), post nasal drip (-), detritus (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks Anterior
Inspeksi : Bentuk dada kanan dan kiri normal, statis dan dinamis
kanan- kiri simetris, pelebaran sela iga (-), retraksi sela iga (-),
sternum di tengah
Palpasi : Gerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, benjolan (-),
nyeri (-), vokal fremitus normal, taktil fremitus normal
Abdomen Anterior
Inspeksi : Datar, warna kulit sawo matang, lesi kulit (-), pulsasi (-),
cicatrix (-), bekas operasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran pada hepar
dan lien
Perkusi : Nyeri ketuk (-), timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltik
Pemeriksaan Lainnya
Kulit : Ikterik (-), petechiae (-), turgor elastis
Anus : Anus (+)
Ekstremitas : Deformitas (-), akral hangat, sianosis (-), CRT < 2detik
Genitalia : tidak dilakukan
Tulang belakang : tidak ada kelainan, tidak ada benjolan
KGB : tidak ada pembesaran
V. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hitung Jenis
Basofil 0,1 % 0,1-1,2
Eosinofil *0,0 % 0,7-5,8
Neutrofil *86,7 % 34,0-71,1
Limfosit *9,1 % 19,3-51,7
Monosit *4,1 % 5,3-12,2
Kimia Klinik
Natrium 137 mEq/L 135-147
Kalium 3,64 mEq/L 3,5-5
Klorida 102 mEq/L 96-108
GDS 77 mg/dL 60-100
VI. Resume
Pasien An. SDP datang dibawa oleh orang tuanya ke IGD RSUD Koja pada
tanggal 29 Maret 2022 dengan keluhan kejang dengan demam 1 jam SMRS,
menghentak seluruh badan namun didahului kaki serta tangan kanan yang menekuk
kaku, mata mendelik ke atas, tidak keluar busa dari mulut pasien dan lidah tidak
tergigit. Kejang berlangsung berulang 3 kali dengan durasi tiap kejangnya kurang lebih
5 menit. Anak tidak merespon dan kesadarannya menurun saat kejang muncul. Demam
dirasakan naik turun pada An. SDP sudah sejak 2 hari SMRS namun suhu tidak diukur
dengan pasti. Selain demam, pasien juga mengeluhkan adanya muntah sebanyak 1 kali
dan sakit kepala. Pasien memiliki riwayat kejang yang juga didahului demam saat
usianya 1 tahun. Namun, riwayat serupa di keluarga disangkal. Buang air besar dan
buang air kecil normal serta keluhan tambahan seperti batuk dan pilek tidak ada.
Tidak ada masalah dari riwayat kehamilan, riwayat kelahiran pasien, riwayat
perkembangan, riwayat pertumbuhan dan riwayat imunisasi pasien. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran compos
mentis, serta TTV pasien dalam batas normal. Tidak didapatkan kelainan pada
pemeriksaan kepala, thoraks, dan abdomen.
XI. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Follow-Up Harian
Tanggal S O A P
KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38OC) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan
elektrolit atau metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam.1 Kejang demam sederhana adalah kejang
yang berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.
Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat
fokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului kejang fokal dan berulang atau lebih
dari 1 kali dalam 24 jam.1
EPIDEMIOLOGI
Kejang demam adalah kelainan neurologis yang umum terjadi pada pediatri
mengenai 2-5% anak usia di antara 6 bulan sampai 5 tahun di Amerika Serikat dan
Eropa Barat dengan kejadian puncak terjadi di usia 12-18 bulan.4
Kejang demam lebih banyak terjadi pada populasi Asia (5-10% pada anak-anak di
India dan 6-9% di Jepang). Rasio prevalensi kejadian pada pria dan wanita 1:1,6.
Anak dengan status sosioekonomi yang rendah lebih sering mengalami kejang
demam, kemungkinan karena akses ke layanan medis yang kurang memadai 5.
Penelitian di Jepang, Finlandia, dan Amerika Serikat menyatakan kejadian kejang
demam lebih banyak saat sore-malam hari6.
Di Indonesia kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumus 6 bulan-5 tahun.
Kejadian kejang demam di Indonesia dilaporkan mencapai 2-4 % ditahun 2009-2010.
Provinsi Jawa Tengah 2-3% dan tahun 2009-2010 rumah sakit Semarang untuk kasus
mencapai 2% pada tahun 2008-2010 lebih sering pada anak laki-laki7.
ETIOLOGI
Penyebab kejang demam multifaktorial, secara umum kejang demam terjadi
akibat rentannya sistem saraf pusat yang masih berkembang terhadap demam,
ditambah dengan faktor predisposisi dan faktor lingkungan yang mempengaruhi
kejang. Kejang demam terjadi paling sering pada anak usia 6 bulan- 5 tahun di mana
kejadian tersering pada anak usia di bawah 3 tahun. Studi lain mengatakan faktor
genetik memainkan peran penting dalam terjadinya kejang demam. 1 dari 3 anak yang
menderita kejang demam memiliki riwayat keluarga dengan keadaan serupa. Risiko
seorang anak terkena kejang demam 20% dipengaruhi oleh saudara kandung dan 33%
oleh orang tua.2
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan
timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demam yang terjadi. Infeksi
virus paling sering ditemukan pada kejang demam. Hal ini mungkin disebabkan
karena infeksi virus memang lebih sering menyerang anak. Kebanyakan penyakit
demam yang berhubungan dengan kejang demam yang disebabkan oleh infeksi umum
seperti tonsillitis, infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, dan yang terbaru adalah
virus herpes HHV-6. Anak usia prasekolah sering mengalami infeksi dan demam
tinggi yang menyertainya dengan ambang kejang yang relatif rendah, memungkinkan
untuk kejadian kejang demam umum.11
Faktor-faktor yang berperan dalam risiko kejang demam yaitu, faktor demam,
usia, riwayat keluarga, riwayat prenatal (usia saat ibu hamil), riwayat perinatal
(asfiksia, usia kehamilan, dan bayi berat lahir rendah).12
KLASIFIKASI
Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks.3
Kejang bersifat umum (tonik dan atau Kejang bersifat fokal, atau kejang umum
klonik) didahului kejang parsial
Tidak ada riwayat kelainan neurologis Berulang atau >1 kali dalam 24 jam
Keterangan:
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali, dan di antara bangkitan kejang kondisi anak tidak
sadarkan diri. Kejang lama terjadi pada sekitar 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% kejang.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kejang demam dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada faktor genetik,
lokus kromosom 1q31, 2q23-34, 3p24.2-23, 3q26.2-26.33, 5q14-15, 5q34, 6q22-24,
8q13-21, 18p11.2, 19p13.3, 19q, and 21q22 meningkatan risiko terjadinya kejang
demam. Faktor lain seperti infeksi (paling sering disebabkan oleh virus HHV-6 dan
influenza) menyebabkan sintesis interleukin 1β. Perubahan relatif neurotransmitter
yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan neurotransmitter inhibisi dapat
menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan gamma
aminobutyric acid (GABA) dan glutamat.8
MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan kasus kejang demam terjadi dalam 1 hari saat mulai terjadinya
demam. Saat terjadinya kejang, mayoritas suhu anak pada saat itu ≥39°C. Kejang
demam dapat diklasifikasikan menjadi kejang demam simpleks dan kejang demam
kompleks berdasarkan durasi, karakteristik, dan pola rekurensi. Kejang demam
simpleks terjadi 80-85% pada kasus kejang demam. Hilangnya kesadaraan saat terjadi
kejang, mulut berbusa, sulit bernapas, sianosis, pucat dapat terjadi. Kejang demam
simpleks bersifat tonik-klonik pada ekstremitas dan bola mata yang naik ke atas.
Kejang biasanya terjadi dalam hitungan detik dan paling lama kurang dari 15 menit
(kebanyakan kurang dari 5 menit), diikuti dengan rasa kantuk setelah kejang berhenti,
dan kejang tidak berulang dalam 24 jam. Sedangkan kejang demam kompleks terjadi
lebih dari 15 menit, kejang bersifat fokal (gerakan hanya terjadi pada bagian tubuh
atau ekstremitas tertentu), kejang lebih dari 1 kali di hari yang sama, anak sering
mengalami penurunan kesadaran, fase post iktal anak merasakan lemas, mengantuk
atau dapat diikuti dengan hemiparesis sementara (Todd’s palsy). Anak dengan kejang
demam kompleks lebih berisiko mengalami keterlambatan perkembangan.2
DIAGNOSIS
Kriteria kejang demam menurut Livingstone setelah dimodifikasi9:
1. Onset pertama kejang pada usia 6 bulan-5 tahun
2. Lama kejang <15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Onset kejang terjadi saat 16 jam setelah terjadi demam
5. Pemeriksaan neurologis normal sebelum dan sesudah kejang
6. Hasil elektroensefalografi (EEG) normal 1 minggu setelah onset
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4
kali. Anamnesis1
Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang.
Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca
kejang, Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala Infeski saluran
napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll).
Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga.
Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia,
asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia).
Pemeriksaan fisik1
Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran
Suhu tubuh: apakah terdapat demam
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan I, Kernique, Laseque
Pemeriksaan nervus kranial
Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun ubun besar (UUB)
membonjol, edema
Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll
Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis.
Pemeriksaan penunjang1
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula darah.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan pungsi lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul
kejang demam untuk menyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial,
perdarahan subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak
usia kurang dari 2 tahun yang menderita kejang demam.
Selain itu, pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis adalah 0,6–
6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal
dianjurkan:
1. Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan
2. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
3. Bayi >18 bulan : tidak rutin
Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak
direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas,
misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.
Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang
lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang
unilateral.
d. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat.
CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang
bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray kepala dan
pencitraan seperti Computed Tomography scan (CT scan) atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
TATA LAKSANA
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:14
Mencegah kejang demam berulang
Mencegah status epilepsi
Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.
mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu >38,5o C. Dosis tersebut dapat menyebabkan
ataksia, iritabel, dan sedasi cukup berat pada 25-39% kasus. Phenobarbital,
carbamazepine, dan phenytoin saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
Pemberian Obat Rumatan
Obat rumatan diberikan hanya jika kejang demam menunjukkan salah satu ciri
sebagai berikut:
Kejang lama dengan durasi >15 menit.
Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, dan
hidrosefalus.
Kejang fokal.
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam kurun waktu 24 jam.
Kejang demam terjadi pada bayi usia kurang dari 12 bulan.
Kejang demam dengan frekuensi > 4 kali per tahun
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit merupakan
indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya
keterlambatan perkembangan ringan, bukan merupakan indikasi pengobatan
rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.
Pengobatan Rumat :
Phenobarbital atau valproic acid efektif menurunkan risiko berulangnya kejang.
Obat pilihan saat ini adalah valproic acid. Berdasarkan bukti ilmiah, kejang
demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,
oleh karena itu pengobatan rumat hanya diberikan pada kasus selektif dan dalam
jangka pendek. Phenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40–50% kasus. Pada sebagian kecil kasus, terutama pada
usia kurang dari 2 tahun, valproic acid dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
Dosis valproic acid 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan phenobarbital 3-4
mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.
Indikasi rawat :
Kejang demam kompleks
Hiperpireksia
Usia dibawah 6 bulan
Kejang demam pertama kali
Terdapat kelainan neurologis.
KOMPLIKASI
Epilepsi5
Risiko epilepsi pada anak dengan kejang demam kompleks sebanyak 4-6%
pada populasi umum. Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan epilepsi adalah
durasi demam sebelum kejang (<1 jam), onset kejang demam sebelum usia 1 tahun
atau setelah usia 3 tahun, episode kejang demam berulang, abnormalitas
perkembangan neurologis, riwayat keluarga epilepsi, dan hasil positif pada EEG.
Ensefalopati5
Ensefalopati adalah komplikasi kejang demam yang jarang. Bukti terbaru
menunjukkan adanya mutasi saluran natrium.
Attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD)
Studi terbaru menyatakan anak laki-laki dengan kejang demam memiliki
risiko menderita ADHD.
Sindrom Tourette
PENCEGAHAN
8. Rutin cek suhu anak, karena demam merupakan pencetus kejang.
9. Diazepam oral 0,3-0,5 mL/kg (maksimum 10 mg) saat demam tinggi terjadi
dapat mencegah rekurensi kejang demam. Efek samping diazepam berupa
iritabilitas, depresi pernafasan, bradikardi, hipotensi, bicara cadel.
10. Vaksinasi. Vaksinasi membantu mengurangi angka mortalitas dan mortalitas
dari penyakit infeksius. Beberapa dari penyakit ini dapat menyebabkan
kejang demam.9
Kesimpulan
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38OC) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan
elektrolit atau metabolik lain dan biasanya terjadi pada kelompok usia usia 6 bulan
hingga 5 tahun. Kejang demam kompleks memiliki risiko untuk berkembang menjadi
epilepsi. Sekitar sepertiga dari anak-anak yang mengalami kejang demam akan
kambuh selama masa kanak-kanak.
Referensi