Makalah Kuhap
Makalah Kuhap
Makalah Kuhap
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Pidana Semester VI
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh :
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MEMPAWAH
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Penulis,
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………. 1
A. Latar Belakang………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 2
C. Tujuan Masalah……………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….. 3
A. Pengertian Hukum Acara Pidana……………………………………… 3
B. Fungsi Hukum Acara Pidana………………………………………….. 4
C. Sejarah Hukum Acara Pidana…………………………………………. 4
BAB III PENUTUP………………………………………………………….. 13
A. Kesimpulan…………………………………………………………… 13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum acara pidana atau yang biasa disebut hukum pidana formil
merupakan bagian dari keseluruhan aturan hukum yang ada di Negara Indonesia,
yang mana berfungsi untuk menjalankan hukum pidana materiil, agar tercapai
keadilan dalam proses berperkara baik bagi korban maupun pelaku (Jaya, dkk.
2016: 21). Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diundangkan
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,
yang terdiri dari 22 bab dan 286 Pasal. Tujuan hukum acara pidana adalah untuk
mencari, mendapatkan atau mendekati kebenaran materiil, yakni kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana (Mulyadi, 2012: 12). Tercapainya
tujuan hukum acara pidana, maka diperlukan suatu sistem peradilan pidana.
Hukum acara pidana di Indonesia saat ini telah diatur dalam satu undang-
undang yang dikenal dengan Kitab Undang- Undang Hukum Acara
Pidana (selanjutnya disebut KUHAP), yakni undang- undang No 8 tahun
1981, yang mulai berlaku sejak tanggal 31 desember 1981, KUHAP,
merupakan hukum acara pidana bagi tindak pidana umum, terkodifikasi dan
unifikasi.1
Salah satu point penting dalam KUHAP sebagai pengganti Hierziene
inlands reglement (selanjutnya disebut HIR) yang sebelumnya berlaku adalah
diakuinya hak hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana disemua
tingkatan yang ditandai dengan bergantinya sistem inquisatoir menjadi
accusatoir. Beberapa lembaga dibentuk didalam sistem peradilan pidana versi
KUHAP semakin menunjukan komitmen pemerintah menjamin tercapainya
tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil dengan
kesetaraan kedudukan antar keseluruan subyek hukum didalamnya.
Dalam konteks penghargaan terhadap hak-hak dasar warga negara,
praperadilan adalah salah satu lembaga penting dimaksud dalam KUHAP
1
Darwan Prints, S.H., “Hukum Acara Pidana Dalam Praktik”( edisi revisi tahun 2002),
Jakarta: Karya Unipress, 2002, halaman 4
4
Indonesia. Sebagai mekanisme komplain yang bertujuan untuk mengawasi
dan mengontrol aparat penegak hukum dalam menerapkan upaya paksa,
praperadilan menjadi salah satu pembeda antara KUHAP dengan HIR.
Masuknya materi praperadilan dalam KUHAP juga menjadi salah satu alas
an munculnya kepercayaan di masyarakat dalam menyambut pengesahan
KUHAP pada saat itu. Terdapat berbagai ketentuan-ketentuanbaru di dalam
KUHAP yang sebelumnya tidak diatur di dalam HIR seperti, pengaturan
mengenai hak-hak tersangka atau terdakwa, adanya bantuan hukum pada semua
tingkat pemeriksaan, penggabungan perkara perdata pada perkara pidana dalam
hal ganti rugi, wewenang hakim pada pemeriksaan pendahuluan, dan bentuk
pengawasan terhadap pelaksanaan putusan. Ketentuan ini harus sejalan
dengan tujuan dari hukum acara pidana, yaitu untuk mencari dan
mendapatkan kebenaran materiil atau kebenaran yang sebesar besarnya,
memberi suatu putusan hakim, dan melaksanakan putusan hakim.2
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Hukum Acara Pidana ?
2. Fungsi Hukum Acara Pidana ?
3. Jelaskan sejarah KUHAP atau Hukum Acara Pidana ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu Hukum Acara Pidana.
2. Untuk mengetahui fungsi Hukum Acara Pidana.
3. Untuk mengetahui sejarah Hukum Acara Pidana.
BAB II
PEMBAHASAN
2
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Kedua), Jakarta: Sinar Grafika, 2010,
hlm 187
5
A. Pengertian Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana merupakan salah satu pembahasan terkait hukum
yang perlu di ketahui. Secara singkat, hukum acara pidana merupakan hukum
yang mengatur bagaimana cara-cara memelihara dan mempertahankan hukum
pidana material.
Hukum acara pidana juga disebut sebagai hukum pidana formal. Istilah ini
tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum acara
pidana, yang dalam pasal 285 resmi diberi nama kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana atau disingkat KUHAP.
Dalam KUHAP tidak secara tegas dan jelas disampaikan soal pengertian
hukum acara pidana. Hanya beberapa bagian dari hukum acara pidana yang
dijelaskan, seperti tentang pengertian penyelidikan/penyidik, penuntut, mengadili,
praperadilan, putusan, pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan,
penangkapan dan penahanan.
Dalam buku Hukum Acara Pidana oleh Didik Endro Purwoleksono (2019),
berikut beberapa definisi hukum acara pidana menurut para ahli:
1. Moeljatno: hukum acara pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum
yang berlaku di suatu negara yang memberikan dasar-dasar dan aturan-
aturan yang menentukan dengan cara dan prosedur macam apa ancaman
pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dan dilaksanakan apabila
ada sangkaan bahwa orang telah melakukan delik tersebut.
2. Simons: hukum acara pidana adalah mengatur bilamana negara dengan
alat-alat pelengkapannya mempergunakan haknya untuk memidana.
3. De Bos Kemper: hukum acara pidana adalah sejumlah asas dan peraturan
undang-undang yang mengatur bilamana undang-undang hukum pidana
dilanggar, negara menggunakan haknya untuk memidana.
Dari beberapa definisi tersebut, secara singkat hukum acara pidana adalah:
6
1. Dalam arti sempit mengandung pengertian jika ada pelanggaran hukum
pidana materiil, maka hukum acara pidana berlaku atau berfungsi.
2. Dalam arti luas, hukum acara pidana merupakan ketentuan-ketentuan yang
digunakan untuk mencari dan mendapatkan kebenaran yang selengkap-
lengkapnya. Walaupun belum atau bahkan tidak ada pelanggaran terhadap
hukum pidana materiil, hukum acara pidana sudah berjalan atau berfungsi
apabila sudah ada sangkaan telah terjadi suatu tindak pidana.
7
Perkembangan sistem peradilan pidana sudah sejak abad ke-13 dimulai di
eropa dengan diperkenalkannya sistem inquisitoir sampai dengan pertengahan
abad ke-19. peoses pemeriksaan perkara pidana berdasarkan sistem inqusitoir
dimasa itu dimulai dengan adnya inisiatif dari penyidik atas kehendak sendiri
untuk menyelidiki kejahatan.
Satu-satunya pemeriksaan pada masa itu adalah untuk memperoleh
pengakuan dari tersangka. Khususnya dalam kejahatan berat, apabila tersangka
tidak mau secara sukarela untuk mengakui perbuatannya atau kesalahannya itu,
maka petugas pemeriksa memperpanjang penderitaan tersangka melalui cara
penyiksaan sampai diperoleh pengakuan. Setelah petugas selesai melakukan
tugasnya, kemudian dia akan menyampaikan berkas hasil pemeriksaanya kepada
pengadilan. Pengadilan akan memeriksa perkara tersangka hanya atas dasar hasil
pemeriksaan sebagaimana tercantum dalam berkas tersebut. Walaupun pada, masa
ini telah ada penuntut umum, namun ia tidak memiliki peranan yang berarti dalam
proses penyelesaian perkara, khususnya dalam pengajuan, pengembangan lebih
lanjut atau dalam penundaaan perkara yang bersangkuatan. Apabila diteliti, akan
tampak proses penyelesaian perkara pidana pada masa itu sangat singkat dan
sederhana.4
Kemudian dengan timbulnya gerakan revolusi Perancis yang telah
mengakibatkan banyak bentuk prosedur lama didalam peradilan pidana dianggap
tidak sesuai dengan perubahan iklim social dan politik secara revolusi. Khususnya
dalam bidang peradilan pidana muncul bentuk baru yakni the mixed type, yang
menggambarkan suatu system peradialan pidana modern di dataran eropa, yang
dikenal dengan the modern continental criminal procedure. Munculnya sistem
baru dalam peradialn pidana ini diprakarsai oleh para cendikiawan eropa. Pada
sistem the mixed type tahap pemeriksaan pendahuluan sifatnya inquisitoir, akan
tetapi proses penyelidikan dapat dilaksanakan oleh public prosecutor. Selain itu
pada sistem ini peradialan dilakukan secara terbuka. Dalam pelaksanaannya
penyelidikan terdapat seorang ”investigating judge” atau pejabat yang tidak
memihak yang ditunjuk untuk menyelidiki bukti-bukti dalam perkara pidana.
4
Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesio, Jakarta:Sinar Grafika. 2008. hlm.
12-25
8
Kemudian ketika bangasa belanda melakukan penjajahan di Indonesia,
hukum acara pidana di Indonesia merupakan produk dari pada pemerintahan
Bangsa Belanda. Kemudian peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan
hukum acara pidana dalam lingkungan peradilan adalah Reglemen Indonesia yang
dibaharui atau juaga dikenal dengan nama Het Herziene inlandsch Rgelement atau
H.I.R (staatsblad tahun 1941 nomor 44).
Dalam H.I.R terdapat dua macam penggolongan hukum acara pidana yaitu
hukum acara pidana bagilandraad dan hukum acara pidana bagi raad van justitie.
Penggolongan hukum acara pidana ini merupakan akibat semata dari pembedaan
peradilan bagi golongan penduduk bumi putra dan peradilan bagi golongan
bangsa eropa dan timur asing di jaman hindia belanda.
Meskipun undang-undang Nomor 1 drt. Thn 1951 telah menetapkan,
bahwa hanya ada satu hukum acara pidana yang berlaku di seluruh Indonesia
yaitu R.I.B, akan tetapi ketentuan yang tercantum didalamnyabelum memberikan
jaminan dan tehadap hak-hak asasi manusia, perlindungan terhadap harkat dan
mertabat menusia sebagaimana wajarnya dimiliki oleh suatu Negara hukum.
Oleh karena itu, demi pembangunan dalam bidang hukum and sehubungan
dengan hal sebagaimana telah dijelaskan, maka Het Herziene Inlandsch
Reglement, berhubungan dengan Undang-Undang Nomor 1 Drt tahun 1951 serta
semua pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam peaturan perundang-
undangan lainnya, sepanjang hal itu mengenai hukum pidana perlu dicabut karena
tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional dan diganti dengan Undang-Undang
hukum acara pidana yang baru yang mempunyai cirri kodifikatif dan unifikatif
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945.
Dengan diberlakuaknnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Undang-Undang No.8 tahun 1981) di Indonesia maka segala peraturan
perundang-undangan sepanjang mengatur tentang pelaksanaan daripada hukum
acara pidana dicabut. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah
diletakkan dasar-dasar humanisme dan merupakan suatu era baru dalam
lingkungan peradilan di Indonesia. Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum
9
Acara Pidana Di Indonesia merupakan hukum yang berlaku secara nasional yang
didasrkan pada falsafah pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Jadi, kesimpulannya adalah hukum acara pidana di Indonesia merupakan
produk hukum dari belanda dyang dituangkan dalam bentuk Het Herziene
Inlansch Reglement (H.I.R) yang masih terpengaruh oleh sistem hukum Negara-
negara eropa yang kemudian digantikan dengan Unadang-Undang No.8 Tahun
1981 tentang hukum acara pidana, yang berlaku sampai dengan sekarang.
1. Acara Pidana Sebelum Zaman Kolonial
Pada waktu penjajah Belanda pertama kali menginjakan kakinya dibumi
nusantara, negeri ini tidaklah gersang dari lembaga tata negara dan lembaga
tata hukum. Telah tercipta hukum yang lahir dari masyarakat tradisional sendiri
yang kemudian disebut hukum adat.
Pada umumnya pada masyarakat primitif pertumbuhan hukum privat
dan hukum publik dalam dunia moderen, tidak membedakan kedua bidang
hukum itu. Hukum acara perdata tidak terpisah dari hukum acara pidana, baik
di Indonesia maupun didunia barat (termasuk Belanda). Tuntutan perdaata dan
tuntutan pidana merupakan kesatuan, termasuk lembaga-lembaganya.
Jadi lembaga seperti jaksa atau penunut umum adalah lembaga baru.
Tidak Terdapat masyarakat primitif. Prancis biasa disebut orang sebagai tempat
kelahiran
lembaga itu. Pada bagian belakang dapat dibaca bahwa istilah jaksa sendiri
yang berasal dari bahasa Sansekerta adhyaksa artinya sama dengan hakim pada
dunia moderen sekarang ini.
Soepomo menunjukan bahwa pandangan rakyat Indonesia terhadap
alam semesta merupakan suatu totalitas. Manusia beserta makhluk yang lain
dengan lingkungannya merupakan kesatuan. Menurut alam pikiran itu, yang
paling utama ialah keseimbangan atau hubungan harmonis yang satu dari yang
lain. Segala perbuatan yang menggangu keseimbangan tersebut merupakan
pelanggaran hukum (adat). Pada tiap pelanggaran hukum para penegak hukum
mencari bagaimana mengembalikan keseimbangan yang terganggu itu.
Mungkin hanaya berupa pembayaran keseimbangan yang terganggu itu.
10
Hukum pembuktian pada masyarakat tradisional Indonesia sering
digantungkan pada kekuasaan Tuhan. Didaerah Wojo dahulu dikenal cara
pembuktian dengan membuat asap pada abu raja yang dianggap paling adil dan
bijaksana (Puang ri Magalatung). Kemana asap itu mengarah pihak itulah yang
dipandang paling benar.Sistem pimidanaannya pun sangat sederhana. Bentuk-
bentuk sanksi hukum adat (dahulu) dihimpun dalam Pandecten van het
Adatrecht bagian X yang disebut juga :
a. Pengganti kerugian “immateriil” dalam pelbagi rupa seperti paksaan
menikahi gadis yang telah dicemarkan
b. Bayaran “ uang adat “ kepada orang yang terkena, yang berupa benda yang
sakti sebagai pengganti kerugian rohani.
c. Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dan segala kotoran
gaib
d. Penutup malu, permintaan maaf
e. Pelbagai rupa hukuman badan, hingga hukuman mati
f. Pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang diluar tata hukum
11
sengaja). Pada tahun 1747 VOC telah mengatur organisasi peradilan pribumi
dipedalan, yang langsung memikirkan tentang “Javasche wetten” (undang-
undang Jawa). Hal itu diteruskan pula oleh Daendels dan Raffls untuk
menyelami hukum adat sepanjang pengetahuannya. Tetapi dengan kejadian di
negeri Belanda tersebut, maka usaha ini ditangguhkan. Sebelum berlakunya
perunang-undangan baru dinegeri Belanda, yaitu dalam tahun 1836. scholten
van Oud-Haarlem telah menyatakan kesediannya untuk mempersiapkan
perundang-undangan baru diHindia Belanda disamping jabatannya sebagai
presidan Hooggerechtshof. Ia memangku jabatannya itu pada tahun 1837 dan
bersama dengan Mr. van Vloten dan Mr P. Mijer, ia diangkat oleh
gubernur jendral de Eerens sebagai panitia untuk mempersiapkan perundang-
undangan baru iu di hindia Belanda.
3. Inlands Reglement Kemudian Herziene Inlands Reglement
Salah satu peraturan yang mulai berlaku pada tanggal 1 mei 1848
berdasarkan pengumuman Gubernur Jendral tanggal 3 desember 1847 Sld
Nomor 57 ialah Inlands Reglement atau disingkat IR. Mr Wichers mengadaan
beberapa perbaikan atas anjuran Gubernur Jendral, tetapi ia mempertahankan
hasil karyanya itu pada umumnya. Akhirnya, reglemenn tersebut disahkan
oleh Gubernur Jendral, dan diumumkan pada tanggal 5 april 1848, Sbld
nomor 16, dan dikuatkan dengan firman Raja tanggal 29 september 1849 \
nomor 93, diumumkan dalam Sbld 1849 nomor 63. Dengan Sbld 1941 nomor
44 di umumkan kembali dengan Herziene Inlands Reglement atau HIR. Yang
terpenting dari perubahan IR menjadi HIR ialah dengan perubahan itu
dibentuk lembaga openbaar ministerie atau penuntut umum, yag dahulu
ditempatkan dibawah pamongpraja. Dengan perubahan ini maka openbaar
ministerie (OM) atau parket itu secara bulat dan tidak terpisah-pisahkan (een
en ondeelbaar) berada dibawah officier van justitie dan procureur generaal.
Dalam praktek IR masih masih berlaku disamping HIR dijawa dan madura.
HIR berlaku dikota-kota besar seperti jakarta (batavia), Bandung, Semarang,
Surabaya, Malang, dan lain-lain, sedangkan di kota-kota lain berlaku IR.
Untuk golongan bumiputera, selain yang telah disebutkan dimuka, masih ada
12
pengadilan lain seperti districhtsgerecht, regentshapsgerecht, dan luar jawa
dan madura terdapat magistraatsgerecht menurut ketentuan Reglement
Buitengewesten yang memutus perkara perdata yang kecil-kecil. Sebagai
pengadilan yang tertinggi meliputi seluru “Hindia Belanda”, ialah
Hooggerechtshof yang putusan-putusannya disebut arrest. Tugasnya diatur
dalam pasal 158 Indische Staatsregeling dan RO.
4. Acara Pidana Pada Zaman Pendudukan Jepang Dan Sesudah
Proklamasi Kemerdekaan
Pada zaman pendudukan jepang, pada umumnya tidak terjadi
perubahan aasi kecuali hapusnya Raad van justitie sebagai pengadilan untuk
golongan Eropa.
Dengan undang-undang (osamu serei) nomor 1 tahun 1942 yang mulai
berlaku pada tanggal 7 maret 1942, dikelurkan aturan peralihan dijawa dan
madura. Dengan demikian, cara pidana pun pada umumnya tidak berubah,
HIR dan Reglement voor de Buitengewesten serta Landgerechtsreglement
berlaku untuk pengadilan negeri (Tihoo Hooin). Pengadilan tinggi (koot
Hooin) den pengadilan Agung (Saiko Hooin). Susunan pengadilan ini diatur
dengan Osamu Serei nomor 3 tahun 1942 tanggal 20 september 1942.
5. Hukum Acara Pidana Menurut Undang – Undang Nomor 1
(Drt) Tahun 1951
Dengan undang – undang tersebut dapat dikatakan telah diadakan
unifikasi hukum acara pidanadan susunanpengadilan yang beraneka ragam
sebelumnya.
Menurut Pasal 1 undang – undang tersebut dihapus yaitu sebagai
berikut :
1. Mahkamah Yustisi di Makasar dan alat penuntut umum padanya.
2. Appelraad di Makasar.
3. Apeelraad di Medan.
4. Segala pengadilan Negara dan segala landgerecht (cara baru) dan alat
penuntut umum padanya.
5. Segala pengadilan kepolisian dan alat penuntut umum padanya.
13
6. Segala pengadilan magistraad (pengadilan rendah).
7. Segala pengadilan kabupaten
8. Segala raad distrik.
9. Segala pengadilan negorij.
10. Pengadilan swapraja.
11. Pengadilan adat.
Hakim perdamaian desa yang diatur oleh Pasal 3a RO itu masih berhak
hidup dengan alasan sebagai berikut :
1. Yang dicabut oleh KUHAP ialah yang mengenai acara pidana sedangkan
HIR dan Undang – undang Nomor 1 (drt) 1951 juga mengatur acara
perdata dan hukum pidana materiil.
2. Undang – undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman juga tidak menghapusnya.
6. Lahirnya Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana
Setelah lahirnya orde baru terbukalah kesempatan untuk membangun
segala segi kehidupan. Puluhan undang – undang diciptakan, terutama
merupakan pengganti peraturan warisan kolonial.
Sejak Oemar Seno Adji menjabat Menteri Kehakiman, dibentuk suatu
panitia di departemen Kehakiman yang bertugas menyusun suatu rencana
undang-undang Hukum Acara Pidana. Pada waktu Mochtar Kusumaatmadja
menggantikan Oemar Seno Adji menjadi Menteri Kehakiman,
penyempurnaan rencana itu diteruskan. Pada Tahun 1974 rencana terseut
dilimpahkan kepada Sekretariat Negara dan kemudian dibahas olehwmpat
instansi, yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Hankam termasuk
didalamnya Polri dan Departemen Kehakiman.
Setelah Moedjono menjadi Menteri Kehakiman, kegiatan dalam
penyusunan rencana tersebut diitensifkan. Akhirnya, Rancangan Undang –
undang Hukum Acara Pidana itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat untuk dibahas dengan amanat Presiden pada tanggal 12
September1979 Nomor R.08/P.U./IX/1979.
14
Yang terakhir menjadi masalah dalam pembicaran Tim Sinkronisasi
dengan wakil pemerintah, ialah pasal peralihan yang kemudian dikenal
dengan Pasal 284.
Pasal 284 ayat (2) menjajikan bahwa dalam 2 tahun akan diadakan
perubahan peninjauan kembali terhadap hukum acara pidana khusus seperti
misalnya yang terdapat dalam Undang – undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Tapi kenyataannya setelah 19 tahun berlakunya KUHAP, tidak ada
tanda Tanda adanya usaha untuk meninjau kembali acara khusus tersebut,
bahkan dengan PP Nomor 27 Tahun 1983 telah ditegaskan oleh Pemerintah
bahwa penyidikan delik – delik dalam perundang – undangan pidana khusus
tersebut, dilakukan oleh berikut ini.
1. Penyidik
2. Jaksa.
3. Pejabat Penyidik yang berwenang yang lain, berdasarkan peraturan
perundang – undangan (Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983).
Rancangan Undang – Undang Hukum Acara Pidana disahkan oleh
siding paripurna DPR pada tanggal 23 September 1981, kemudian Presiden
mensahkan menjadi undang – undang pada tanggal 31 Desember 1981
dengan nama KITAB UNDANG – UNDANG ACARA PIDANA (Undang
undang Nomor 8 Tahun 1981, LN 1981 Nomor 76, TLN Nomor 3209).5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
5
https://hariswandi.wordpress.com/2011/10/20/sejarah-hukum-acara-pidana-indonesia/
15
Sejarah hukum pidana Indonesia secara umum tidak dapat dilepaskan dari
keberadaan masyarakat Indonesia, masyarakat Indonesia yang terbagi dalam
banyak kerajaan, masyarakat Indonesia di bawah jajahan Belanda dan masyarakat
Indonesia setelah masa kemerdekaan. Hukum pidana modern Indonesia dimulai
pada masa masuknya bangsa Belanda di Indonesia, adapun hukum yang ada dan
berkembang sebelum itu atau setelahnya, yang hidup dimasyarakat tanpa
pengakuan pemeritah Belanda dikenal dengan hukum adat. Pada masa penjajahan
Belanda pemerintah Belanda berusaha melakukan kodifikasi hukum di Indonesia,
dimulai tahun 1830 dan berakhir pada tahun 1840, namun kodifikasi hukum ini
tidak termasuk dalam lapangan hukum pidana.
DAFTAR PUSTAKA
https://hariswandi.wordpress.com/2011/10/20/sejarah-hukum-acara-pidana-
indonesia/
16
Hamzah Andi, Hukum Acara Pidana Indonesio, Jakarta:Sinar Grafika. 2008
Prints Darwan, “Hukum Acara Pidana Dalam Praktik” Jakarta: Karya Unipress, 2002
17