HKM Acara Pidana

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Acara Pidana

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Hukum Acara Pidana
Dosen pengampu : Daud Rismana

Disusun oleh :

1. Ahmad Shofa Al Amin (1902016132)


2. Elsa Nurul Fatchiyah (1902016140)
3. Putri Arini (1902016144)
4. Wahyu Riyadi (1902016120)
5. Zaiyyana Isma Annisa (1902016130)

HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Taufik dan hidayah-Nya kepada
kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw
beserta keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.Dalam kesempatan ini
kami menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen kami,
Bapak Daud Rismana. yang telah memberikan pengetahuan, arahan dan bimbingan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat pada waktunya
dengan judul “Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Acara Pidana ”. Serta dalam
penyempurnaan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat
banyak kekurangan, baik dari segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dan membangun demi
kesempurnaan makalah ini yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.

Semarang, 20 Februari 2021

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Hukum pidana ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusiadalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum.Doktrin membedakan hukum
pidana menjadi hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Mr. J.M. van Bemmelen
menjelaskan kedua hal itu sebagai berikut.“Hukum pidana materiil terdiri atas tindak
pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum yang dapat diterapkan terhadap
perbuatan itu, dan pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu. Hukum pidana formil
mengatur cara bagaimana acara pidana seharusnya dilakukan dan menentukan tata tertib
yang harus diperhatikan pada kesempatan itu. Pada hakikatnya, hukum pidana materiil
berisi larangan atau perintah yang jika tidak dipatuhi diancam dengan sanksi. Adapun
hukum pidana formil adalah hukum yang mengatur cara menegakkan hukum pidana
materiil.
Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana, oleh karena
itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat
carabagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa yaitu kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum
pidana.

2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian hukum pidana materiil dan formiil?
b. Bagaimana tempat, ruang berlakunya, dan sumber hukum acara pidana?

3. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui pengertian hukum pidana materiil dan formiil
b. Mengetahui tempat, ruang berlakunya, dan sumber hukum acara pidana

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Pidana Materiil dan Formiil


Dalam bahasa Belanda, Hukum Acara Pidana atau hukum pidana formal disebut
dengan “Strafvordering”, dalam bahasa Inggris disebut “Criminal Procedure Law”, dalam
bahasa Perancis “Code d’instruction Criminelle”, dan di Amerika Serikat disebut
“Criminal Procedure Rules”. Simon berpendapat bahwa Hukum Acara Pidana disebut juga
hukum pidana formal, yang mengatur bagaimana negara melalui perantara alat-alat
kekuasaannya melaksanakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman, dan
dengan demikian termasuk acara pidananya (Het formele strafrecht regelt hoe de Staat door
middel van zijne organen zijn recht tot straffen en strafoolegging doet gelden, en omvat
dus het strafproces ).Hal ini dibedakan dari hukum pidana material, atau hukum pidana
yang berisi petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang syarat-syarat dapatnya
dipidana sesuatu perbuatan, petunjuk tentang orang yang dapat dipidana, dan aturan
tentang pemidanaan; mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat dijatuhkan. 1
Hukum Pidana Materiil memuat tentang aturan-aturan yang menetapkan dan
merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, aturan-aturan yang memuat syarat-
syarat untuk dapat menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana. Simons
mengatakan : “Het Bepaaltof, wie en hoe gestraft kan worden”). KUH pidana memuat
aturan hukum pidana materiil. 2
Hukum pidana Formal mengatur bagaimana Negara dengan perantaraan alat-alat
perlengkapannya, melaksanakan haknya untuk menjatuhkan pidana. HIR (Sekarang
KUHAP) memuat aturan-aturan hukum pidana formal. Undang-Undang Tindak pidana
ekonomi memuat baik aturan-aturan hukum pidana materiil maupun yang formal. 3
B. Ruang lingkup Hukum Acara Pidana
1) Fungsi dan Tujuan hukum acara Pidana

1
Makarao, Mohammad Taufik. 2010. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Ghalia Indonesia. hlm 1
2
Sudarto, 2018. Hukum Pidana 1. Semarang: Yayasan Sudarto. hlm 15
3
Ibid. hlm 16

4
Hukum pidana dibagi atas dua macam, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana
formal. Fungsi hukum pidana materiil atau hukum pidana adalah menentukan
perbuatanperbuatan apa yang dapat dipidana, siapa yang dapat dipidana dan pidana apa
yang dapat dijatuhkan, sedangkan hukum pidana formal atau hukum acara pidana adalah
melaksanakan hukum pidana materiil, artinya memberi peraturan cara bagaimana negara
dengan mempergunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk mempidana
atau membebaskan pidana.4 Fungsi hukum acara pidana sebagai sarana untuk mewujudkan
hukum pidana itu dapat juga lihat dari definisi hukum acara yang dikemukakan S.M. Amin.
Menurut beliau, bahwa hukum acara: “sebagai kumpulan ketentuan-ketentuan dengan
tujuan memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi
perkosaan atas sesuatu ketentuan hukum materiil, berarti memberikan kepada hukum acara
ini suatu suatu hubungan yang mengabdi terhadap hukum materiil. 5 Dalam mewujudkan
kewenangan tersebut tersebut, ada dua macam kepentingan yang menuntut kepada alat
negara, yaitu:
a) Kepentiangan umum, bahwa seseorang yang melanggar suatu peraturan hukum
pidana harus mendapatkan pidana yang setimpal dengan kesalahanya untuk
mempertahankan keamanan umum, dan
b) Kepentinagan orang yang dituntut, bahwasanya orang yang dituntut perkara itu harus
diperlakukan secara jujur dan adil, artinya harus dijaga jangan sampai orang yang tidak
bersalah dijatuhi pidana, atau apabila ia memang bersalah, jangan sampai ia
memperoleh pidana yang terlampau berat, tidak seimbang dengan kesalahanya.
Van Bemmelen dalam bukunya “Leerboek van het Nederlandes Stratprocesrecht”,
yang disitir Rd. Achmad S.Soema Dipeadja, mengemukan bahwa pada pokoknya
Hukum Acara Pida mengatur hal-hal:
a) Diusutnya kebeneran dari adanya persangkaan dilarangnya Undang-undang
pidana, oleh alat-alat negara, yang khusus diadakan untuk keperluan tersebut.
b) Diusakan diusutnya para pelaku dari perbuatan itu.

4
Hukum Acara Pidana, Hlm 6. Penerbut PT Rajagrafindo persada (2029), Oleh: Riadi Asra
Rahmad.
5
Hukum Acara Pengadilan Negri. Hlm 15. Penerbit Pradnya Paramita (1976), oleh: S.M. Amin

5
c) Diikhtiarkan segala daya upaya agar para pelaku dari perbuatan tadi, dapat
ditangkap, jika perlu untuk ditahan.
d) Alat-alat bukti yang telah diperoleh dan terkumpul hasil pengusutan dari
kebenaran persangkaan tadi disertakan kepada hakim, demikian juga diusahakan
agar tersangka dapat dihadapkan kepada hakim.
e) Menyerahkan kepada hakim untuk diambil putusan tentang terbuti tidaknya
daripada perbuatan yang disangka dilakukan oleh tersangka dan tindakan atau
hukuman apakah yang lalu akan diambil atau dijatuhan. Menentukan daya upaya
hukumyang dapat dipergunakan terhadap putusan yang diambil Hakim. Putusan
yang pada akhirnya diambilnya berupa pidana atau tindakan untuk dilaksanakan.
2) Tujuan Hukum Acara Pidana
Timbulnya penemuan hukum baru dan pembentukan peraturan perundang-
perundangan baru terutama sejak pemerintah Orde Baru cukup membiarkan dan
merupakan titik cerah dalam kehidupan hukum di Indonesia, termasuk di dalamnya
adalah disusunya KUHP. Apabila diteliti beberapa pertimbangan yang menjadi alasan
disusunya KUHP maka secara singkat KUHP memiliki lima tujuan sebagai berikut.
a) Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau terdakwa).
b) Perlindungan atas kepentingan huum dan pemerintahan.
c) Kodifikasi dan unifikasi Hukum Acara Pidana.
d) Mencapai kesatua sikap dan tindakan aparat penegak ukum.
e) Mewujudkan Hukum Acara Pidana yang sesuai dengan pancasila UUD 1945.
Dalam pedoman pelaksanaan KUHP telah dirumuskan mengenai tujuan Hukum
Acara Pidana yakni “ Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebenaran materiil. Ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana dengan menerapkan ketentuan HUkum Acara Pidana secara jujur dan tepat,
dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat disakwakan melalui suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan
guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan pakah
orang yang didakwa itu dapat dipesilahkan”. Jika menilik rumusan tersebut diatas maka
dapat dirinci tujuan Hukum Acara Pidana sebagai berikut :

6
a) Suatu kebenaran materiil, yaitu kebenaran hakiki dan lengkap dari suatu perkara
pidana melalui penerapan ketentuan Hukum Acara Pidana secara tepat dan jujur.
b) Menentuan subjek hukum berdasarkan alat bukti yang sah, hingga dapat didakwa
melakukan suatu tinda pidana.
c) Menggariskan suatu pemeriksaan dan putusan pengadilan, agar dapat ditentukan
apakah suatu tindak pidana telah trbukti dilakukan orang yang didakwa itu.
Tujuan hukum acara pidana telah ditentukan di dalam KUHP yang telah dijelaskan
sebagai berikut: “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan
mendapatkan atau setidaktidaknya medekati kebenaran yang selengkap-lengkapnya
dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acra pidana secara
jujur dan tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan
melakuakan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan
putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana
telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
3) Sumber Hukum Acara Pidana
a) Pasal 24 Undang-undang 1945.6
1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
b) Pasal 24 ayat (1) A Undang-Undang Dasar 1945
“ Mahkamah agung berwenang menjadi pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang dan
mempunyai wewenang lainya yang diberikan oleh undang-undang”.
c) Pasal 5 ayat (1) uu (drt) no. 1 tahun 1951 (sudah dicabut) :

6
Amandemen ke-3 UUD 1945

7
1) HIR (Het Herziene Indlandsche/Indonesisch) atau disebut juga RIB
(Reglemen Indonesia yang dibarui) (s.1848 no 16,s 1941 no.44) untuk
daerah jawa dan madura.
2) Rbg. (rechtreglement buitengewesten) atau disebut juga reglement untuk
daerah seberang (s.1927 no. 227) untuk luar jawa dan Madura.
3) Landgerecth reglement (s. 1941 No. 31, S. 1917 no. 323 untuk perkara
ringan rol).
d) Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang kitab Undang-undang Hukum acara
Pidana disingkat KUHAP (LN. 1981-76 dan TLN-3209) dan peraturan pemerintah
no. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.
e) Undang-Undang no. 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan
kehakiman, diubah dengan undang-undang no.4 tahun 2004.
f) Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung kemudian diubah
dengan Undnag-Undang no. 5 tahun 2004.
g) Undang-Undang no. 2 tahun 1986 tentang peradilan umum, kemudian diubah dengan
Undang-Undnag No. 8 tahun 2004.
h) Undang-Undang No. 28 tahun 1997 tentang kepolisian negara RI, kemudian diubah
dengan undang-undang no.2 tahun 2002
i) Undang-undang no.5 tahun 1991 tentang kejaksaan RI, kemusian diubah dengan
undang-undang No. 16 tahun 2004.
j) Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang advokat.
k) Undang-undang No. 22 tahun 2002 tentang grasi.
l) Segala peraturan perundang-undangan yang terkait dengan proses hukum acara
Pidana dan pedoman pelaksanaan KUHAP.
m) Surat edaran atau fatwa Mahkamah Agung RI terkait masalah hukum acara Pidana.
n) Yurisprodensi atau putusan-putusan Mahkamah Agung atau pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, yang terkait masalah hukum acara Pidana.
o) Doktrin atau pendapat para ahli hukum di bidang hukum acara Pidana.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, kita mengetahui bahwasanya dalam kitab undang-undang
hukum acara pidana tidak dijelaskan apakah hukum acara pidana itu, Para ahli
mendefinisikan ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang
diciptakan oleh Negara, karena adanya dugaan yang terjadi pelangggaran terhadap undang-
undang pidana dan membedakannya dengan hukum pidana material dengan menyebutnya
hukum pidana formal. Hukum acara pidana mempunyai fungsi yaitu melaksanakan hukum
pidana materiil, maksudnya memberi peraturan bagaimana cara negara dengan
mempergunakan alat-alat yang dapat mewujudkan wewenang dan haknya untuk
mempidana atau membebaskan pidana. Kemudian tujuan dari hukum acara pidana itu
sendiri telah dijelaskan didalam KUHP dengan berbunyi “Tujuan dari hukum acara pidana
adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya medekati kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum
acra pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat
didakwakan melakuakan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan
dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana
telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”
B. Kritik dan Saran
Demikian makalah ini yang dapat kami sajikan. Kami berharap makalah ini dapat
berkembang dengan berjalannya diskusi yang akan di jalankan oleh teman-teman. Upaya
penyelesaian makalah ini kami juga mengharap saran dan kritik demi perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini. Kurang lebihnya kami mohon kritik yang besifat membangun
dengan harapan kedepan lebih baik.

9
DAFTAR PUSTAKA

Harry. 1958. The Crescent and The Rising Sun: Indonesia Islam Under the Japanese
Accupaton 1942-1945. Badung: W. Van Hoeve
Sayuti, Thalib. 1980. Receptio A Contario. Jakarta: Bina Aksara
Suminto, Aqib. 1985. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES
Sosroatmodjo, Arso dan Wasit Aulawi. 1976. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta:
Bulan Bintang
Hukum Acara Pidana. Penerbut PT Rajagrafindo persada (2029), Oleh: Riadi Asra Rahmad.
Hukum Acara Pengadilan Negri. Penerbit Pradnya Paramita (1976), oleh: S.M. Amin
Amandemen ke-3 UUD 1945
https://www.cyberpost.co.id/2020/03/11/penetrasi-damai-penetration-pasifique/
Diakses tanggal 21 september 2020
http://jurnalalahkamstainpalopo.wordpress.com/2014/09/28/teori-pemberlakuan-
hukum-islam-di-indonesia/.
Diakses pada tanggal 21 september 2020

10

Anda mungkin juga menyukai