Kel. 13 Ilmu Kalam
Kel. 13 Ilmu Kalam
Kel. 13 Ilmu Kalam
Disusun oleh:
Kelompok XIII
Ariyanto 190101010363
BANJARMASIN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat, nikmat serta karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “STUDI KRITIS TERHADAP
PEMIKIRAN ILMU KALAM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam selalu kami limpahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Perbandingan
Agama, Bapak Dr. H. Hasni Noor, S. Ag, M. Ag yang telah membimbing dan memberikan
masukan terhadap pembuatan makalah ini dan kepada semua pihak yang membantu dalam
penyusunan dan pembuatan makalah ini baik dalam bantuan moril maupun materil.
Kami sadar bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan
dalam kemajuan makalah ini. Semoga makalah ini menjadi manfaat bagi kami dan semua pihak
yang membacanya.
Kelompok XIII
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Kesimpulan ........................................................................................ 13
B. Saran ................................................................................................... 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kekurangan dan Kelebihan Ilmu Kalam
Dalam perkembangan selanjutnya, Ilmu Kalam tidak lagi menjadi monopoli
kaum Mu’tazilah. Adalah seorang sarjana dari kota Basrah di Irak, bernama Abu al-
Hasan al-Asy’ari (260-324 H/873-935 M) yang terdidik dalam alam pikiran Mu’tazilah
(dari kota Bashrah memang pusat pemikiran Mu’tazilah, dan justru mempelopori suatu
jenis Ilmu Kalam yang anti Mu’tazilah. Ilmu Kalam al-Asy’ari itu, yang juga sering
disebut sebagai paham Asy’ariyah, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi ilmu
kalam yang paling berpengaruh dalam Islam sampai sekarang, karena dianggap paling
sah menurut pandangan sebagian besar kaum Sunni Kebanyakan mereka ini kemudian
menegaskan bahwa “jalan keselamatan” hanya didapatkan seseorang yang dalam
masalah Kalam menganut al-Asy’ari.
Seorang pemikir lain yang Ilmu Kalam-nya mendapat pengakuan sama dengan
al-Asy’ari ialah Abu Manshur al-Maturidi (wafat di Samarkand pada 333 H/944 M).
Meskipun terdapat sedikit perbedaan dengan al-Asy’ari, khususnya berkenaan dengan
teori tentang kebebasan manusia (al-Maturidi mengajarkan kebebasan manusia yang
lebih besar daripada al-Asy’ari), al-Maturidi dianggap sebagai pahlawan paham Sunni,
dan sistem Ilmu Kalam dipandang sebagai “jalan keselamatan”, bersama dangan sistem
al-Asy’ari.
Kehormatan besar yang diterima al-Asy’ari ialah karena solusi yang
ditawarkannya mengenai pertikaian klasik antara kaum “liberal” den golongan
Mu’tazilah dan kaum “konservatif” dari golongan Hadits (Ahl al-Hadits. seperti yang
dipelopori oleh Ahmad ibn Hanbal dan sekalian imam madzhab Fiqh). Kesuksesan al-
Asy’ari merupakan contoh klasik cara mengalahkan lawan dengan meminjam dan
menggunakan senjata lawan. Dengan banyak meminjam metodologi pembahasan kaum
Mu’tazilah, al-Asy’ari dinilai berhasil mempertahankan dan memperkuat kaum Sunni
di bidang Ketuhanan (di bidang Fiqh yang mencakup peribadatan dan hukum telah
diselesaikan terutama oleh para imam mazhab yang empat. sedangkan di bidang
tasawuf dan falsafah terutama oleh al-Ghazali, 450-505 H/1058-1111 M).
Salah satu solusi yang diberikan oleh al-Asy’ari menyangkut salah satu
kontroversi yang paling dini dalam pemikiran Islam, yaitu masalah manusia dan
perbuatannya. apakah dia bebas menurut paham Qadariyah atau terpaksa seperti dalam
2
paham Jabariyah. Dengan maksud menengahi antara keduanya. al-Asy'ari mengajukan
gagasan dan teorinya sendiri, yang disebutnya teori Kasb (al-Kasb, acquisition,
perolehan).
Menurut teori itu, perbuatan manusia tidaklah dilakukan dalam kebebasan dan
juga tidak dalam keterpaksaan. Perbuatan manusia tetap dijadikan dan ditentukan
Tuhan, yakni dalam keterlaksanaannya. Tapi manusia tetap bertanggung jawab atas
perbuatannya itu, sebab ia telah melakukan kasb atau acquisition, dengan adanya
keinginan, pilihan, atau keputusan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu, dan
bukan yang lain, meskipun ia sendiri tidak menguasai dan tidak bisa menentukan
keterlaksanaan perbuatan tertentu yang diinginkan, dipilih dan diputuskan sendiri untuk
dilakukan tu.
Tetapi tak urung konsep kasb al-Asy’ari itu menjadi sasaran kritik lawan-
lawannya, dan lawan-lawan al-Asy'ari tidak hanya terdiri dari kaum Mu'tazilah dan
Syi'ah (yang dalam Ilmu Kalam banyak mirip dengan kaum Mu’tazilah). tapi juga
muncul dari kalangan Ahlussunnah sendiri, khususnya kaum Hanbali. Dalam hai ini
bisa dikemukakan, sebagai contoh yaitu pandangan Ibnu Taimiyah (661-728 H/1263-
1328 M), seorang tokoh palin terkemuka dari kalangan kaum Hanbali.1
Ibn Taimiyah menilai bahwa dengan teori kasb-nya tu al-Asy'ari bukannya
menengahi antara kaum Jabari dan Qadari, melainkan lebih mendekat kaum Janari,
bahkan mengarah kepada dukungan terhadap Jahm ibn Shafwan. teoritikus Jabariyah
yang terkemuka. Dalam ungkapan yang menggambarkan pertikaian pendapat beberapa
golongan di bidang ini, Ibn Taimiyah yang nampak lebih cenderung kepada paham
Qadariyah (meskipun ia tentu akan mengingkari penilaian terhadap dirinya sepert itu)
mengatakan demikian : “Sesungguhnya para pengikut paham Asy'ari dan sebagian
orang yang menganut paham Qadariyah telah sependapat dengan al-Jahm Ibn Shafwan
dalam prinsip pendapatnya tentang Jabariyah. meskipun mereka ini menantangnya
secara verbal dan mengemukakan hal-hal yang tidak masuk akal ...”
Begitu pula mereka tu berlebihan dalam menentang kaum Mu’tazilah dalam
masalah-masalah Qadariyah sehingga kaum Mu’tazilah menuduh meraka ini pengikut
Jabariyah dan mereka (kaum Asy’ariyah) itu mengingkari bahwa pembawaan dan
1 Gerardette Philips, Buku Ajar Studi Islam: Perspektif Integritas Terbuka, (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, Program Intregasi Terbuka RSC Indonesia, CP Cres, 2022), h. 67-68
3
kemampuan yang ada pada benda-benda bernyawa mempunyai dampak atau menjadi
sebab bagi adanya kejadian-kejadian (tindakan-tindakan).
Namun agaknya Ibn Taimiyah menyadari sepenuhnya betapa rumit dan tidak
sederhananya masalah ini. Maka sementara ia mengkritik konsep kasb al-Asy'ari yang
ia sebutkan dirumuskan sebagai “sesuatu perbuatan yang terwujud pada saat adanya
kemampuan yang diciptakan (oleh Tuhan untuk seseorang) dan perbuatan itu dibarengi
dengan kemampuan tersebut" Ibn Taimiyah mengatakan bahwa pendapatnya itu
disetujui Oleh banyak tokoh Sunni, termasuk Malik, Syafi’i dan Ibn Hanbal. Namun
Ibn Taimiyah juga mengatakan bahwa konsep kasb itu dikecam oleh ahli yang lain
sebagai salah satu hal yang aneh dalam Ilmu Kalam.
Imu Kalam, termasuk yang dikembangkan oleh al-Asy'ari, juga dikecam kaum
Hanbali dari segi metodologinya. Persoalan yang juga menjadi bahan kontroversi
dalam Ilmu Kalam khususnya dan pemahaman Islam umumnya ialah kedudukan
penalaran rasional (‘aql, akal) terhadap keterangan tekstual (naql, “salinan” atau
“kutipan”), baik dari Kitab Suci maupun Sunnah Nabi Kaum “liberal”, seperti golongan
Mu’tazilah, cenderung mendahulukan akal, dan kaum “konservatif”, khususnya kaum
Hanbali, cenderung mendahulukan naql.
Terkait dengan persoalan ini adalah masalah interpretasi (Ta’wil), sebagaimana
telah kita bahas. Berkenaan dengan masalah ini, metode al-Asy’ari cenderung
mendahulukan naql dengan membolehkan interpretasi dalam hal-hal yang memang
tidak menyediakan jalan lain. Atau mengunci dengan ungkapan “bi-la kayf-a” (tanpa
bagaimana) untuk pensifatan Tuhan yang bernada antropomorfis (tajsim)
menggambarkan Tuhan seperti manusia, misalnya. bertangan, wajah, dll). Metode al-
Asy’ari ini sangat dihargai, dan merupakan unsur kesuksesan sistemnya.
Tetapi bagian-bagian lain dari metodologi al-Asy’ari, juga epistemologinya,
banyak dikecam kaum Hanbali. Di mata mereka, seperti halnya dengan Ilmu Kalam
kaum Mu'tazilah, Ilmu Kalam al-Asy'ari pun banyak menggunakan unsur-unsur
falsafah Yunani, khususnya logika (manthiq) Aristoteles. Dalam penglihatan Ibn
Taimiyah, logika Aristoteles bertolak dari premis yang salah, yaitu premis tentang
kulliyat (universals) atau al-musytarak al-muthlaq (pengertian umum mutlak). yang
bagi Ibn Taimiyah tidak ada dalam kenyataan, hanya ada dalam alam pikiran manusia
saja karena tidak lebih daripada hasi ta’aqqul (intelektualisasi). Demikian pula konsep-
konsep Aristotelian yang lain, seperti kategori-kategori yang sepuluh (esensi, kualitas,
kuantitas, relasi. lokasi, waktu, situasi, posesi, aksi, dan pasi), juga konsep-konsep
4
tentang genus, speksi, aksiden, properti, dll., ditolak oleh Ibn Taimiyah sebagai hasil
intelektualisasi yang tidak ada kenyataannya di dunia luar. Maka terkenal sekali ucapan
Ibn Taimiyah bahwa “hakikat ada di alam kenyataan (di luar), tidak dalam alam piuran"
(al-haqiqah fi’l a’yan, laa fi’l ‘Idzhan).
Epistemologi Ibn Taimiyah tidak mengizinkan terlalu banyak intelektualisasi,
termasuk interpretasi. Sebab baginya dasar ilmu pengetahuan manusia terutama ialah
fithrah-nya: dengan fitrah itulah manusia mengetahui tentang baik dan buruk, dan
tentang benar dan salah. Fithrah yang merupakan asal kejadian manusia, yang menjadi
satu dengan dirinya melalui intuisi, hati kecil, hati nurani, dll., diperkuat oleh agama,
yang disebut Ibn Taimiyah sebagai “fitrah yang diturunkan” (al-fithrah al-munazzalah)
Maka metodologi kaum Kalam baginya adalah sesaat.
Hal yang amat menarik ialah bahwa epistimologi Ibn Taimiyah yang Hanbali
berdasarkan fitrah itu paralel dengan epistemologi Abu Ja’far Muhammad ibn ‘Ali ibn
al-Husayn Babwayh al-Qummi (wafat 381 H), seorang “ahli Ilmu Kalam” terkemuka
kalangan Syi’ah. Al-Qummi, dengan mengutip berbagai hadits, memperoleh penegasan
bahwa pengetahuan tentang Tuhan diperoleh manusia melalu fithrah-nya, dan hanya
dengan adanya fithrah itulah manusia mendapat manfaat dari bukti-bukti dan dalil-
dalil. Maka sejalan dengan itu, Ibn Taimiyah menegaskan bahwa pangkal iman dan
ilmu ialah ingat (dzikr) kepada Allah. “Ingat kepada Allah memberi iman, dan ia adalah
pangkal iman....pangkal imu.”
Berdasarkan pemaparan diatas terdapat kekurangan dan kelebihan dalam
perkembangan orientasi ilmu kalam, para ulama dari berbagai kalangan mengutarakan
pendepat mereka terkait pemikiran ilmu kalam sehingga menghasilkan respon yang
positif dan juga negatif berdasarkan perspektif mereka masing-masing terhadap ilmu
kalam.2
2 Ibid, h. 69-30
5
2. Aliran Muji'ah: secara garis besar, subsekte Khawarij dapat dikategorikan kepada
dua kategori, yaitu ekstrem dan moderat. Subsekte Murji'ah yang ekstrem adalah
mereka yang berpandangan bahwa imam terletak di dalam qalbu. Adapun ucapan
dan perbuatan tidak selamanya refleksi dari yang ada di dalam qalbu. Oleh karena
itu, segala ucapan atau perbuatan orang yang menyimpang dari kaidah agama
tidak berarti telah menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya
masih sempurna di mata Tuhan Sementara yang dimaksud Murji'ah moderat
adalah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak menjadi kafir.
3. Aliran Mu'tazilah: Mu'tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti
bagi pelaku dosa besar, apakah tetap mukmim atau telah kafir, kecuali dengan
sebutan yang sangat terkenal al-manzilah baina-manzilatain. Setiap pelaku dosa
besar, menurut Mu'tazilah berada di posisi tengah antara posisi mukmim dan
kafir. Jika meninggal dunia dan belum sempat bertaubat. ia akan dimasukkan ke
dalam mereka selama-lamanya. Meskipun demikian, siksaan yang akan
diterimanya lebih ringan daripada siksaan kafir.
4. Aliran Asy'ariah: terhadap pelaku dosa besar, Al-Asy'ari menyatakan
pendiriannya dengan tidak mengafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (Ahl
Al-Qiblah) walaupun mereka melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri
Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan
yang mereka miliki, sekalipun melakukan dosa yang besar, akan tetapi, jika dosa
besar itu dilakukannya dengan menganggap bahwa hal ini diperbolehkan (halal)
dan tidak meyakini keharamannya, ta dipandang telah kafir.
5. Aliran Maturidiah: baik Samarkand maupun Bukhara, tampakanya sepakat
menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmim karena adanya
keimanan dalam dirinya. Balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung
pada yang dilakukannya pada saat di dunia. Jika ia meninggal tanpa tobat dahulu,
keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Jika
menghendaki pelaku dosa besar itu diampuni, ia akan memasukkannya ke neraka,
tetapi tidak kekal di dalamnya.
6
6. Aliran Syi'ah Zaidah: penganut Syi'ah Zaidah percaya bahwa orang yang
melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka, jika dia belum bertobat dengan
pertobatan yang sesungguhnya.3
b. Perbandingan Antara Aliran: Iman dan Kafir
1. Iman dalam pandangan Khawarij tidak semata-mata percaya kepada Allah. Akan
tetapi, mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari
keimanan. Oleh karena itu, segah perbuatan yang religius, termasuk didalamnya
masalah kekuasaan adalah bagian dari keimanan (al-amal juz al-iman). Dengan
demikian, siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah SWT. Dan
Muhammad SAW, adalah Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban
agama bahkan melakukan perbuatan dosa, oleh Khawarij dipandang telah kafir.
2. Aliran Murji'ah: subsekte Murj'ah yang ekstrem adalah yang berpandang bahwa
iman terletak di bawah qalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya
merupakan refleksi dari yang ada di dalam qalbu. Oleh karena itu, segala ucapan
dan perbuatan orang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti itu telah
menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna di
mata Tuhan. Sementara yang dimaksud Murjr'ah moderat adalah berpendapat
bahwa pelaku dosa besar tidak menjadi kafir. Meskipun ia disiksa di neraka, tetapi
tidak kekal tergantung dengan seberapa dosa yang ia buat. Meskipun demikian,
masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga
bebas dari api neraka. Ciri khas mereka lainnya adalah dimasukkannya iqrar
sebagai bagian penting dari iman, disamping tashdiq (ma'rifah).
3. Aliran Mu'tazilah: seluruh pemikiran Mu'tazilah tampaknya sepakat mengatakan
bahwa amal perbuatan merupakan salah satu unsur terpenting dalam konsep iman,
bahkan hampir mengidentikkannya, ini mudah mengerti karena konsep mereka
tentang amal sebagai bagian penting keimanan memiliki keterkaitan langsung
dengan masalah al-wa'd wa al wa'id (janji dan ancaman) yang merupakan salah
satu dari pancasila Mu'tazilah. Aspek penting lainnya dalam konsep Mu'tazilah
tentang iman adalah yang mereka identifikasikan sebagai ma'rifah (pengetahuan
dan akal). Ma'rifah menjadi unsur penting dari iman karena pandangan Mu'tazilah
yang bercorak rasional. Ma'rifah sebagai unsur pokok yang rasional dari iman,
3 Didin Komarudin, Studi Ilmu Kalam I, Bukus Daras, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
UIN Sunan Gunund Djati Bandung, 2015, h. 144-145
7
dalam pandangan Mu'tazilah, berimplikasi pada sikap penolakan keimanan
berdasarkan otoritas orang lain (al-iman bi at-taqlid). Di sini, Mu'tazilah sangat
menekan pentingnya pemikiran logis atau penggunaan akal bagi keimanan.
4. Aliran Asy'ariah: menurut Asy'ari, iman adalah tashdiq bi al-qaib (membenarkan
dengan hati). Unsur iman adalah tashdiq, qawl, dan amal Persyaratan minimal
untuk adanya iman hanya tashdiq, yang jika diekspresikan secara verbal akan
berbentuk syahadatain.
5. Aliran Maturidiah: dalam masalah iman, aliran Maturidah Samarkand
berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb bukan semata-mata iqrar bi al-
lisan, adapun pengertian iman menurut Maturidiah Bukhara adalah tashdiq bi al-
qalb dan tashdiq bi al-lisan.4
c. Perbandingan Antar Aliran: Perbuatan Tuhan Dan Perbuatan Manusia
a) perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam pemkiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan
perbuatan. Perbuatan di sini di pandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang
memiliki kemampuan untuk melakukannya.
1. Aliran Mu'tazilah: sebagai aliran kalam yang bercorak rasional berpendapat
bahwa perbuatan tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang sama diakatakan baik.
Ini tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu malakukan perbuatan buruk.
Perbuatan buruk tidak dilakukan-Nya karena ia mengetahui keburukan
perbuatan buruk itu. Bahkan, didalam Al-Qur’an jelas dikatakan bahwa Tuhan
tidak berbuat zalim.
2. Aliran Asy'ariah paham kewajiban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi
manusia (ash-shalah wa al-ashlah). sebagaimana dikatakan dengan paham
kekuasaan dan kebendak mutlak Tuhan, mempunyai kewajiban. Paham
mereka bahwa Tuhan dapat berbuat sekehendak hati-Nya terhadap mahkluk,
mengandung arti bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa.
Sebagaimana dikatakan Al-Ghazali. perbuatan-perbuatan Tuhan bersifat tidak
wajib (ja’iz) dan tidak satupun darinya yang mempunyai sifat wajib.
3. Aliran Maturidiah: mengenai perbuatan Allah ini dapat pebedaan pandangan
antara Maturidiah Samarkand dan Maturidiah Bukhara. Aliran Maturidiah
4 Ibid, h, 152-153
8
Samarkand yang juga memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak
Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya menyangkut hal-hal yang
baik. Dengan demikian, Tuhan mempunyai kewajiban melakukan yang baik
bagi manusia. Demikian juga pengiriman Rasul dipandang Maturidiah
Samarkand sebagai kewajiban Tuhan. Maturidiah Bukhara sejalan dengan
pandangan Asy’ariah mengenai paham bahwa Tuhan tidak memiliki
kewajiban. Akan tetapi, Tuhan harus memenuhi janji-Nya, seperti memberi
upah kepada orang yang berbuat baik. meskipun Tuhan mungkin membatalkan
ancaman bagi orang yang berdosa besar. Adapun pandangan Maturidah
Bukhara tentang pengiriman Rasul, sesuai dengan paham mereka tentang
kekuasaan dari kehendak mutlak Tuhan, tidak bersifat wajib hanya bersifat
mungkin.5
b) Perbuatan Manusia
Masalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang di
lakukan okeh kelompok jabariyah (pengikut Ja'd bin Dirham dan Jahm bin
Safwan ) dan kelompok qadariyah (pengikut ma'bad Al-Juhani dan Ghailan ad-
dimwyaqi), yang kemudian di lanjutkan dengan pembahasan yang lebih
mendalam oleh aliran Mu 'tazilah, Asy ariyah dan Maturidiyah.
Akar masalah perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah
pencipta alam semesta, termasuk dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat maha
kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Dari sini timbulah
pernyataan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung
kepada kekuasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya?
1. Aliran Jabariah: menurut Al-Syahrastani memaknai al-jabr dengan “Nafy al-
fil haqiqatan an al-abdi wa idhafatihi ila al-rabb” yaitu menolak adanya
perbuatan manusia dan menyandarkan semua perbuatannya kepada Allah
SWT. 6 namun ada perbedaan pandangan antara Jabariah Ekstrem dan Jabarah
Moderat dalam masalah pembuatan manusia. Jabariah ekstrem moderat dalam
pembuatan manusia. Jabariah ekstrem berpendapat bahwa segala perbuatan
manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya, tetapi
5 Ibid, 164
6 Muhammad Ridwan Effendi, Teologi Islam, (Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi, 2021), h. 92
9
perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Misalnya, apabila seseorang mencuri,
perbuatan itu bukan terjadi atas kehendak sendiri, melainkan timbul karena
qadha dan qadar Tuhan yang menghendaki demikian. Jabariah Moderat
mengatakan bahwa Tuhan mencipkan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat
maupun perbuatan baik. tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya.
Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab (acqusition).
2. Aliran Qadariah: Qadariah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala
tindakan manusia diintervensi dari Tuhan.7 Qadariah menyatakan bahwa
segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri Manusia
mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas
kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu,
ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan-kebakan yang dilakukannya dan
berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan-kejahatan yang telah
diperbuatnya. Tidak ada alasan yang tepat menyadarkan segala perbuatan
manusia pada pertumbuhan Tuhan.
3. Aliran Mu'tazilah: memandang manusia mempunyai daya yang besar dan
bebas. Oleh karena itu, Mu'tazilah menganut paham Qadariah atau free will.
Menurut Al-Jubai dan Abd Al-Jabbar, manusia lah yang menciptakan
perbuatan-perbuatannya. Manusia yang berbuat baik dan buruk. Kepatuhan
dan ketaatan seseoramg kepada Tuhan atas kehendak dan kemauannya sendiri.
Daya (al-istita'ah) untuk mewujudkan kehendak tersebut ada dalam diri
manusia sebelum adanya perbuatan. Perbuatan manusia bukan diciptakan
Tuhan pada manusia, melainkan manusia yang mewujudkan perbuatan.
4. Aliran Asy'ariah: dalam paham Asy'ari manusia ditempatkan pada posisi yang
lemah, ia diibaratkan anak kecil yang tidak mempunyai pilihan dalam
hidupnya. Oleh karena itu, aliran Asy'ariah lebih dekat dengan paham Jabariah
daripada paham Mu’tazilah Untuk menjelaskan dasar pijakannya, Asy'ari
menggunakan teori al-kasb (acquisition, perolehan). Teori al-kasb Asy'ari
dapat dijelaskan dengan segala sesuatu terjadi dengan daya yang diciptakan.
Dengan demikian, menjadi perolehan bagi Mukatasib (yang memperoleh
kasab) sehingga perbuatan itu timbul. Sebagai konsikuensi dari teori kasab ini,
10
manusia kehilangan keaktifan, sehingga bersikap pasif dalam perbuatan-
perbuatannya.
5. Aliran Maturidiah: terdapat perbedaan antara Maturidah Samarkand dengan
Maturidiah Bukhara. Jika yang pertama lebih dekat dengan paham Mu'tazilah,
yang kedua lebih dekat dengan paham Asy'ariah. Kehendak dan daya berbuat
pada diri manusia, menurut Maturidiah Samarkand adalah kehendak dan daya
manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Maturidiah
Bukhara dalam banyak hal sependapat dengan Maturidiah Samarkand. Hanya,
untuk perwujudan perbuatan perlu ada dua daya. Manusia tidak dapat
mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah Tuhan
ciptakan baginya. 8
C. Eksistensi Aliran Ilmu kalam Yang Masih Berkembang
Golongan ahlu-al-sunnah wa al-jama 'ah berasal dari dua kelompok islam, yaitu
Asy'ariyah dan Maturidiyah, yang lahir sebagai reaksi terhadap paham Mu'tazilah yang
rasional dan filosofis, terutama dalam meyikapi hadits Nabi Muhammad SAW.
Dalam banyak literatur dijelaskan, kehadiran golongan ahlu-al-sunnah wa al-
jama'ah mendapat sambutan yang sangat baik dari umat islam, karena orang awam
menginginkan ajaran sederhana yang sejalan dengan sunah Nabi Muhammad SAW dan
mereka sangat sulit menerima ajaran mu'tazilah yang rasional dan sangat filosofis.
Sampai saat ini sekitar 70% umat muslim di dunia menganut paham golongan ahlu-al-
sunnah wa al-jama’ah.
Istilah ahlu-al-sunnah wa al-jama'ah dinisbahkan pada aliran teologi Asy'ariyah
dan Maturidiyah karena mereka berpegang kuat pada sunah Nabi Muhammad SAW
dan juga merupakan kelompok mayoritas umat islam sedangkan golongan Mu'tazilah
adalah golongan yang tidak kuat berpegang pada sunah Nabi Muhammad SAW dan
sejak semula merupakan kelompok minoritas dalam masyarakat Islam pada waktu itu.
Oleh sebab itu, sunah dalam istilah ini berarti hadits.
Aliran ini sangat cepat berkembang pada masanya, karena komunitas aliran
Asy'ariyah di Basrah ini menganut mazhab Syafi'i serta Ahmad bin Hanbal, sedangkan
di Irak teologi Maturidiyah banyak dianut oleh pengikut mazhab Imam Hanafi. Kedua
8 Ibid, 165
11
mazhab ini pada masanya sangat banyak dianut oleh umat islam sehingga memudahkan
bagi tokohnya untuk memperluas dan memperbanyak komunitas aliran tersebut.
Selanjutnya istilah ahlu-al-sunnah wa al-jama’ah di sebut juga dengan Ahl-al-
Hadits wa as-Sunnah (golongan yang berpegang teguh pada hadits dan sunah) dalam
kitabnya yang berjudul Maqalat al-Islamiyah. Aliran Mu'tazilah, Khawarij, Murji'ah
dan Syi'ah tidak termasuk aliran ahl-al-sunnah wa al-jama 'ah.9
Kini di zaman modern, aliran-aliran seperti Khawarij, Murji'ah, dan Mu 'tazilah
tidak terlembagakan lagi, kecuali hanya dalam sejarah. Adapun yang masih ada sampai
sekarang adalah aliran al-Asy’ariyah dan Maturidiyah yang keduanya lazim disebut
ahlu al-sunnah wa al-jama’ah.10
Sejarah perkembangan teologi mulai dari masa klasik hingga zaman modern
dan kontemporer, mengalami perubahan yang sangat signifikan, hal ini merupakan
pengaruh dari perkembangan zaman yang senantiasa berubah, pemahaman keagaamaan
Islam harus termodernkan untuk mengatasi masalah kehidupan sosial umat islam yang
kompleks. Aliran-aliran yang muncul di zaman klasik tentu tidak sesuai lagi dengan
kondisi sosial umat islam, namun aliran ahlu sunnah wa al-jama’ah, hingga kini
merupakan aliran yang masih eksis dan mempunyai banyak penganut di dunia,
utamanya di Asia Tanggara.11
9 Halimah Dja’far, “Memahami Metodologi Islam (sejarah dan perkembangannya)”, Jurnal Nazharat, Vol. 15,
No. 1 April, 2014, h. 114-116
10 Ibid, h. 114
11 Ibid, h. 120
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu solusi yang diberikan oleh al-Asy’ari menyangkut salah satu
kontroversi yang paling dini dalam pemikiran Islam, yaitu masalah manusia dan
perbuatannya. apakah dia bebas menurut paham Qadariyah atau terpaksa seperti dalam
paham Jabariyah. Dengan maksud menengahi antara keduanya. al-Asy'ari mengajukan
gagasan dan teorinya sendiri, yang disebutnya teori Kasb (al-Kasb, acquisition,
perolehan).
Perbandingan dari setiap aliran-aliran Teologi Islam memiliki perbedaan yang
signifikan baik itu perbedaan pelaku dosa besar, perbedaan iman dan kufur, dan
perbedaan perbuatan Tuhan dan manusia.
Sejarah perkembangan teologi mulai dari masa klasik hingga zaman modern
dan kontemporer, mengalami perubahan yang sangat signifikan, hal ini merupakan
pengaruh dari perkembangan zaman yang senantiasa berubah, pemahaman keagaamaan
Islam harus termodernkan untuk mengatasi masalah kehidupan sosial umat islam yang
kompleks. Aliran-aliran yang muncul di zaman klasik tentu tidak sesuai lagi dengan
kondisi sosial umat islam, namun aliran ahlu sunnah wa al-jama’ah, hingga kini
merupakan aliran yang masih eksis dan mempunyai banyak penganut di dunia,
utamanya di Asia Tanggara.
B. Saran
Mudah-mudahan berkat makalah ini kita dapat meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan, dan kita dapat mengambil i’tibar sehingga kita menjadi Muslim yang lebih
baik lagi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Philips, Gerardette, Buku Ajar Studi Islam: Perspektif Integritas Terbuka, (Bandung:
UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Program Intregasi Terbuka RSC Indonesia, CP Cres, 2022
Komarudin, Didin, Studi Ilmu Kalam I, Bukus Daras, Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Sunan Gunund Djati Bandung, 2015
Ridwan Effendi, Muhammad, Teologi Islam, Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi,
2021
14