MAKALAH Ilmu Kalam
MAKALAH Ilmu Kalam
MAKALAH Ilmu Kalam
Disusun Oleh :
Salwa Ramadhani Pasaribu
(11220510000227)
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi agenda perkuliahan dan tugas akhir untuk mata kuliah Ilmu
kalam, dengan judul “aliran aliran dalam pemikiran kalam (asy’ariyah dan matudiriyah)”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, serta kesalahan yang terjadi di luar batas
kemampuan penulis. Maka dari itu penulis sangat terbuka atas saran dan kritik yang
membangun dari dosen dan teman-teman dengan harapan mampu meningkatkan
kemampuan kepenulisan di masa yang akan datang. Penulis berharap dengan penulisan
makalah ini mampu bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai reaksi terhadap firqoh-firqoh yang berbeda di masa-masa awal, maka pada
akhir abad ke-3 H timbullah golongan yang dikenali sebagai Ahlusunnah wal jama’ah.
Golongan ini dipimpin oleh dua ulama besar yaitu, Syaikh Abu Hasan Ali al-Asy’ari
sebagai pendiri aliran Asy’ariyah dan Syaikh Abu Mansur al-Maturidi sebagai pendiri
aliran Maturidiyah. Namun dari semua aliran yang mewarnai perkembangan umat Islam
itu, tidak sedikit juga yang mengundang terjadinya konflik dan membawa kontraversi
dalam umat, khususnya aliran yang bercorak atau berkonsentrasi dalam membahas
masalah teologi. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah pembahasan mendalam untuk
beberapa aliran-aliran ini.
1
1.3 Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Ilmu
Kalam:
1. Penjelasan tentang aliran Asy’ariyah.
2. Penjelasan tentang aliran Maturidiyah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran Asy’ariyah
Asy‟ariyah adalah nama aliran di dalam islam, nama lain dari aliran ini adalah
Ahlu Sunnah wal Jamaah.1 Aliran Asy‟ariyyah adalah aliran teologi yang dinisbahkan
kepada pendirinya, yaitu Abu al-Hasan Ali ibn Islmail alAsy‟ari. Ia dilahirkan di Bashrah,
besar dan wafat di Baghdad (260-324 H). Ia berguru pada Abu Ali al-Jubbai, salah seorang
tokoh Mu‟tazillah yang setia selama 40 tahun. Setelah itu ia keluar dari Mu‟tazillah dan
menyusun teologi baru yang berbeda dengan Mu‟tazillah yang kemudian dikenal dengan
sebutan Asy‟ariyyah, yakni aliran atau paham Asy‟ari. Kasus keluarnya Asy‟ari ini
menurut suatu pendapat karena ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah yang berkata
kepadaya, bahwa Mu‟tazillah itu salah dan yang benar adalah pendirian al-Hadis.2
Menurut aliran Asy‟ariyyah, Allah mempunyai beberapa sifat dan sifatsifat itu
bukan zat-Nya dan bukan pula selain zat-Nya, namun ada pada zatNya. Meskipun
penjelasan Asy‟ariyyah itu mengandung kontradiksi, hanya dengan itulah aliran tersebut
dapat melepaskan diri dari paham ta’addud al- qudama (banyaknya yang kadim) setidak-
tidaknya menurut pemikiran mereka.3
Asy‟ariyah dan maturidiyah muncul secara bersama yang dikenal dengan nama
aliran Ahl al-Sunnah wal Jama‟ah yang secara populer disebut dengan Sunni. Pada waktu
yang bersamaan Syi‟ah sebagai aliran memainkan peranannya dalam masyarakat Islam
dengan pandangan-pandangan rasional dengan berpegang teguh pada ajaran Imamah yang
sangat memuliakan Ahlu albait.4
1
Dewi Astuti, Kamus Populer Istilah Islam, (Jakarta: Gramedia, 2013), hlm. 24
2
Chaerudji, Ilmu Kalam (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm. 85
3
A. Athaillah, Rasyid Ridha: Konsep teologi rasional dalam tafsir al-manar (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm.
91
4
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 14
3
Tidak dipungkiri bahwa sejak lama kaum muslimin di Indonesia menganut
madzhab fiqih Syafi‟iyyah. Secara aqidah, banyak yang mengikuti paham Asy‟ariyah,
secara tasawuf merujuk pada ajaran-ajaran shufi Imam Abu Hamid Al-Ghazali.5
1. Tuhan adalah wajibul wujud (wajib ada) berdasarkan wahyu dari padanya serta
dapat ditangkap oleh akal pikiran dengan bukti wujud alam semesta.
2. Sifat yang Qodim, maka Tuhan mempunyai sifat yang Qodim pula, karena
sifatnya juga zat-Nya.
4. Manusia dan akalnya bisa mengetahui Tuhan, tetapi akal manusia tidak
menunjukkan kewajiban untuk melakukan sesuatu yang baik karena kebaikannya
dan tidak pula menunjukkan yang buruk dan meninggalkan karena keburukannya,
tetapi semua hanya ditujukan oleh wahyu, qodla dan qodar di tangan Tuhan.
1. Al-Baqillani atau nama lengkapnya Muhammad bin at-Tayyib bin Muhammad Abu
Bakar al-Baqillani. Ia mendalami ajaran Asy’ariyah melalui kedua gurunya yaitu, Ibnu
5
Abu Muhammad Waskito, Mendamaikan Ahlus Sunnah Di Nusantara, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2012), hlm. 80
6
33 Geonawan Mohamad, Teks dan Iman, (Jakarta: Tempo Publishing)
4
Mujahid dan Abu Hasan al-Bahili. Kedua gurunya itu adalah murid langsung dari al- 4.
Ibid., h. 48. 15 Asy’ari, namun al-Baqillani ada perbedaan pendapat dengan al-Asy’ari,
terutama pada sifat Tuhan dan perbuatan manusia.
2. Al-Juwaini, nama lengkapnya Abdul Ma’ali al-Juwaini dan mendapat gelar Imam
alHaramain karena ia pernah tinggal di Mekah dan Madinah untuk memberikan pelajaran
dan fatwa. Bukunya yang terkenal adalah al-Irsyad (Petunjuk), yang menguraikan
masalah-masalah fikih yang bersumber pada ajaran Imam Syafi’i dengan corak faham
Asy’ariyah. Dalam pandangan teologinya, ia tidak sepenuhnya setuju dengan pemikiran-
pemikiran al-Asy’ari.
3. Al-Ghazali, nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali. Atas
pengaruhnya, ajaran al-Asy’ari meluas di kalangan ahlusunah waljamaah, ia juga mengajar
di Madrasah Nizamiyah. Ia diberi gelar Hujjah al-Islam karena melalui karyakaryanya ia
telah membelah Islam dari paham-paham yang menyesatkan seperti paham Batiniah.
Paham Batiniah adalah paham yang menyatakan bahwa Alquran mempunyai arti zahir
(lahir) dan arti batin.
B. Aliran Maturidiyyah
Nama Maturidiyyah diambil dari nama tokoh pertama yang tampil mengajukan
pemikiran sendiri. Nama lengkapnya adalah Abu Mansur Muhammad Ibn Mahmud al-
Maturidi. Beliau lahir di Samarkand pada pertengahan kedua abad kesembilan Masehi
kedua abad ke-9 M dan meninggal tahun 944 M.
7
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran: Dari Khawarij Ke Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi
(Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 99
5
Asal Usul Aliran Maturidiyyah
Tokoh pertama dari aliran Maturidiyah adalah al-Maturidi sendiri. Sebagai pemikir
yang tampil dalam menghadapi pemikiran Muktazilah, almaturidi banyak menyerang
pemikiran mu‟tazillah. Namun karena ia memiliki latar belakang intelektual pandangan-
pandangan rasional Abu Hanifahm dicelah-celah perbedaan itu terdapat pula kesamaan.
Apalagi bila hal itu dikaitkan dengan kebebasan intelektual di kalangan ulama
masa lampau. Inilah kemudian yang membuat terdapatnya dua cabang aliran dalam
Maturidiyyah, yaitu cabang Samarkand dengan tokoh Maturidi sendiri dan cabang
Bukhara dengan tokoh utama al-Bazdawi. 8
al-Maturidi yang sejalan dengan al-Asy'ari
mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Oleh sebab itu, Tuhan menurut al-
Maturidi, mengetahui bukan dengan dzat-Nya, tetapi mengetahui dengan pengetahuan-
Nya, demikian pula berkuasa dengan sifat-Nya.9
Tentang orang yang beriman dan berdosa besar, Al-Maturidi berpendapat: orang
yang beriman dan yang berdosa besar tetap dinyatakan sebagai orang mu’min. Adapun
bagaimana nasibnya kelak di akherat, terserah kepada kehendak Tuhan.
8
Yunan Yusuf, Alam pikiran islam pemikiran: dari khawarij ke Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi
(Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 99
9
Harun Nasution, Teologi Islam, UI Press, Jakarta, 1983, hlm. 76.
6
Sekte-sekte dalam Maturidiyah:
1. Golongan Samarkand
Bagi Maturidiyah Samarkand, iman tidaklah cukup dengan tashdiq, tetapi harus
dengan ma’rifah pula. Tidak akan ada tashdiq kecuali setelah ada ma’rifah. Jadi, ma’rifah
menimbulkan tashdiq. Iman versi Maturidiyah Samarkand adalah mengetahui Tuhan
dalam ketuhanan-Nya. Ma’rifah adalah mengetahui Tuhan dengan segala sifat-Nya dan
Tauhid adalah mengetahui Tuhan dalam Keesaan-Nya. Qadir adalah mengetahui Tuhan
dalam kekuasan-Nya
2. Golongan Bukhara
Setelah Maturidiyah terpecah menjadi dua bagian, yakni aliran Samarkand dan
Bukhara, ajaran aliran maturidiyah mengalami perbedaan dan ada juga yang sama di antara
ke dua aliran ini, yakni sebagai berikut:
7
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan bahwa
pelaku dosa besar masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya.
Adapun balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung apa yang dilakukannya di
dunia. Jika ia meninggal tanpa taubat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan
sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa besar itu
diampuni, ia akan memasukkannya keneraka, tetapi tidak kekal di dalamnya.
8
Maturidiyah Bukhara berpendapat Tuhan tidaklah mempunyai sifat-sifat
jasmani.Ayatayat Al-Qur’an yang menggambarkan Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani
haruslah diberi ta’wil.
• Janji dan ancaman tuhan tidak boleh tidak mesti berlaku kelak
9
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Asy’ariyah adalah salah satu aliran dalam teologi Islam periode klasik yang
namanya dinisbatkan kepada nama pendirinya yaitu Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari.
Dalam belajar agama, Al-Asy’ari mula-mula berguru kepada Abu Ali al-Jubba’i seorang
pemuka Mu’tazilah. Akan tetapi, pada usia 40 tahun ia menyatakan diri keluar dari
Mu’tazilah, karena ia mengalami berbagai keraguan dan tidak puas terhadap doktrin-
doktrin Mu’tazilah. Dalam perjalannya, Asy’ari sendiri mengalami tiga periode dalam
pemahaman akidahnya, yaitu Muktazilah, kontra Muktazilah, dan Salaf.
10
DAFTAR PUSTAKA
A. Athaillah, Rasyid Ridha: Konsep teologi rasional dalam tafsir al-manar (Jakarta:
Erlangga, 2006), hlm. 91
Dewi Astuti, Kamus Populer Istilah Islam, (Jakarta: Gramedia, 2013), hlm. 24
Geonawan Mohamad, Teks dan Iman, (Jakarta: Tempo Publishing) hlm. 33
Harun Nasution, Teologi Islam, (UI Press, Jakarta, 1983), hlm. 76.
Yunan Yusuf, Alam pikiran islam pemikiran: dari khawarij ke Buya Hamka Hingga Hasan
Hanafi (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 99
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 14
11