Iklim Dan Cuaca Indonesia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Komponen-Komponen Cuaca dan Iklim Iklim adalah rata-rata cuaca pada suatu

wilayah yang luas dan dalam waktu yang lama (lebih kurang selama 30 tahun),
sedangkan cuaca adalah kondisi atmosfer pada suatu tempat yang tidak luas pada
waktu yang relatif singkat. Dalam pengertian yang lebih singkat cuaca ialah keadaan
udara pada saat tertentu di suatu tempat. Cuaca mempunyai jangkauan waktu 24 jam
dan jika lebih merupakan prakiraan cuaca. Keadaan atmosfer dapat diamati setiap hari.
Misalnya, pada hari berawan, hari hujan, angin kencang, dan sebagainya. Dengan
pengamatan pada komponen-komponen cuaca, dapat dilakukan perkiraan cuaca pada
waktu dan lokasi tertentu. Untuk itu, sangatlah penting dilakukan pengamatan dan
penelitian mengenai cuaca, iklim, dan komponen-komponen pembentuknya. 1)
Penyinaran Matahari sebagai Komponen Penting Pembentuk Cuaca dan Iklim Matahari
adalah sumber panas bagi bumi. Walaupun bumi sudah memiliki panas sendiri yang
berasal dari dalam, panas bumi lebih kecil artinya dibandingkan dengan panas
matahari. Panas matahari mencapai 60 gram kalori/cm2 , tiap jam, sedangkan panas
bumi hanya mencapai 55 gram/cm2 tiap tahunnya. Besarnya sinar matahari yang
mencapai bumi hanya sekitar 43% dari keseluruhan sinar yang menuju bumi dan >50%
lainnya dipantulkan kembali ke angkasa. Panas bumi sangat tergantung kepada
banyaknya panas yang berasal dari matahari ke bumi. Perbedaan temperatur di bumi
dipengaruhi oleh letak lintang dan bentuk keadaan alamnya. Indonesia termasuk
wilayah beriklim tropis karena terletak pada lintang antara 6°08' LU dan 11°15' LS, ini
terbukti di seluruh wilayah Indonesia menerima rata-rata waktu penyinaran matahari
cukup banyak. Panas matahari yang sampai ke permukaan bumi sebagian dipantulkan
kembali, sebagian lagi diserap oleh udara, awan, dan Gambar 3.26 Instalansi
pengamatan cuaca (sumber: Alam Semesta dan Cuaca, 1981, hlm. 69) Geografi
SMA/MA X 109 segala sesuatu di permukaan bumi. Banyak sedikitnya sinar matahari
yang diterima oleh bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut. a) Lama
penyinaran matahari, semakin lama penyinaran semakin tinggi pula temperaturnya. b)
Tinggi rendah tempat, semakin tinggi tempat semakin kecil (rendah) temperaturnya. c)
Sudut datang sinar matahari, semakin tegak arah sinar matahari (siang hari) akan
semakin panas. Tempat yang dipanasi sinar matahari yang datangnya miring (pagi dan
sora hari) lebih luas daripada yang tegak (siang hari). d) Keadaan tanah, yaitu tanah
yang kasar teksturnya dan berwarna hitam akan banyak menyerap panas dan tanah
yang licin (halus teksturnya) dan berwarna putih akan banyak memantulkan panas. e)
Angin dan arus laut, adanya angin dan arus laut yang berasal dari daerah dingin akan
mendinginkan daerah yang dilaluinya. f) Keadaan udara, banyaknya kandungan awan
(uap air) dan gas arang, akan mengurangi panas yang terjadi. g) Sifat permukaan,
daratan lebih cepat menyerap dan menerima panas daripada lautan. Panas matahari
yang sampai ke permukaan bumi akan berangsur memanasi udara di sekitarnya.
Pemanasan terhadap udara melalui beberapa cara, yaitu turbulensi, konveksi,
kondensasi, dan adveksi. Gambar 3.27 Diagram skematik penyinaran matahari ke bumi
(sumber: Ganeca, hlm. 301) Turbulensi ialah penyebaran panas secara berputar-putar
dan penyebaran panasnya menyebabkan udara yang sudah panas bercampur dengan
udara yang belum panas. Radiasi matahari memasuki puncak atmosfer Absorpsi oleh
molekul dan debu Refleksi oleh pemancaran awan tanah Keseluruhan refleksi: 32%
(Albedo) Daratan dan lautan awan Absorpsi keseluruhan: 68% 100% 5% 21% 6% 15%
3% Absorpsi tanah 50% 110 Geografi SMA/MA X Konveksi ialah pemanasan secara
vertikal dan penyebaran panasnya terjadi akibat adanya gerakan udara secara vertikal,
sehingga udara di atas yang belum panas ini menjadi panas karena pengaruh udara
bawahnya yang sudah terlebih dahulu panas. Konduksi ialah pemanasan secara
kontak langsung atau bersinggungan langsung. Pemanasan ini terjadi karena molekul-
molekul udara yang dekat dengan permukaan bumi akan menjadi panas setelah
bersinggungan dengan bumi yang memiliki panas dari dalam. Adveksi ialah
penyebaran panas secara horizontal yang mengakibatkan perubahan fisik udara di
sekitarnya, yaitu udara menjadi panas. Letak astronomis Indonesia berada pada 94°45'
BT – 141°05' BT dan 6°08’LU – 11°15' LS serta dilalui oleh garis khatulistiwa sehingga
sangat memengaruhi keadaan suhu udara rata-rata setiap hari sepanjang tahunnya.
Posisi Indonesia yang terletak pada daerah lintang rendah menyebabkan suhu rata-
rata tahunan yang tinggi, yaitu kurang lebih kurang lebih 26°C. Perbedaan suhu juga
dipengaruhi oleh ketinggian suatu daerah dari permukaan laut, semakin tinggi suatu
tempat, semakin rendah suhunya. Perbedaan suhu ini memengaruhi habitat beragam
jenis tanaman yang tumbuh di dalamnya. Wilayah Indonesia merupakan kepulauan
sehingga luas wilayah perairan sangat luas, hal ini sangat memengaruhi kondisi suhu
di wilayahnya. Karena kondisi tersebut menimbulkan tidak terjadinya perbedaan suhu
yang besar antara suhu maksimum dan suhu minimum tahunannya. Perubahan suhu di
Indonesia terjadi karena faktor-faktor seperti berikut ini: (1) adanya perbedaan suhu
siang dan malam; suhu maksimum terjadi pada siang hari sekitar pukul 13.00–14.00,
sedangkan suhu minimum terjadi saat menjelang pagi lebih kurang pukul 04.30; (2)
adanya perbedaan tinggi tempat dari permukaan laut, setiap kenaikan 100 m suhunya
turun lebih kurang 0,5°C. 2) Komponen-Komponen Cuaca Komponen cuaca antara lain
terdiri atas temperatur udara, tekanan udara, curah hujan, angin, awan, kelembapan
udara, dan curah hujan. Gambar 3.28 Termometer maksimum minimum berfungsi
mengukur suhu dan kelembapan (sumber: Alam Semesta dan Cuaca, 1981, hlm. 51)
Geografi SMA/MA X 111 a) Suhu atau Temperatur Udara Panas bumi bersumber dari
matahari. Tingkat dan derajat panas matahari diukur dengan menggunakan alat
termometer. Suhu udara di bumi semakin naik ke atmosfer semakin turun, dengan teori
setiap kita naik 100 m suhu akan turun 1°C (udara dalam keadaan kering). Secara
horizontal, suhu di berbagai tempat di permukaan bumi tidak sama. Dengan
menggunakan peta isoterm perbandingan suhu satu tempat dengan tempat yang lain
akan mudah dilihat. Garis isoterm adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat
dengan suhu rata-rata yang sama. Perubahan suhu sepanjang hari dapat diketahui
dengan melihat catatan suhu pada termograf dan termometer. Suhu tertinggi biasa
terjadi pada pukul satu atau dua siang, sedangkan suhu terendah biasa terjadi pukul
empat atau lima pagi. Dari rata-rata derajat panas sepanjang harinya didapatkan suhu
harian. Dalam satu bulan terdapat catatan suhu harian yang tidak sama setiap harinya.
Dari catatan suhu harian selama satu bulan kemudian diambil rata-rata dan dihasilkan
suhu bulanan. Suhu bulanan juga tidak sama setiap bulannya. Daerah dengan
topografi rendah relatif lebih panas dibandingkan daerah berbukit dan pegunungan.
Daerah khatulistiwa yang bersifat tropis lebih panas dibanding daerah subtropis dan
kutub. b) Tekanan Udara Permukaan bumi ini secara langsung ditekan oleh udara
karena udara memiliki massa. Karena udara adalah benda gas yang menyelubungi
bumi dan mempunyai massa, akan terjadi peristiwa di bawah ini. (1) Massa udara
menumpuk di permukaan bumi dan udara di atas menindih udara di bawahnya,
tekanan ini dinamakan tekanan udara. (2) Massa udara dipengaruhi oleh gaya gravitasi
bumi. Hal ini menyebabkan semakin dekat dengan bumi udara semakin mampat dan
semakin ke atas semakin renggang. Akibatnya, semakin dekat dengan bumi tekanan
udara semakin besar dan sebaliknya. (3) Massa udara jika mendapatkan panas akan
memuai dan jika mendapatkan dingin akan menyusut. Tekanan udara dapat diukur
dengan menggunakan barometer. Toricelli pada tahun 1643 menciptakan barometer air
raksa. Karena barometer air raksa tidak mudah dibawa ke mana-mana, dapat
menggunakan barometer aneroid sebagai penggantinya. Tekanan udara akan
berbanding terbalik dengan ketinggian suatu tempat sehingga semakin tinggi tempat
dari permukaan laut semakin rendah tekanan udarannya. Kondisi ini karena makin
tinggi tempat akan makin 112 Geografi SMA/MA X berkurang udara yang menekannya.
Satuan hitung tekanan udara adalah milibar, sedangkan garis pada peta yang
menghubungkan tempat-tempat dengan tekanan udara yang sama disebut isobar.
Ketinggian suatu tempat dari permukaan laut juga dapat diukur dengan menggunakan
barometer. Kenaikan 10 m suatu tempat akan menurunkan permukaan air raksa dalam
tabung sebesar 1 mm. Dalam satuan milibar (mb), setiap kenaikan 8 m pada lapisan
atmosfer bawah, tekanan udara turun 1 mb, sedangkan pada atmosfer atas dengan
kenaikan > 8 m tekanan udara akan turun 1 mb. Barometer aneroid sebagai alat
pengukur ketinggian tempat dinamakan juga altimeter yang biasa digunakan untuk
mengukur ketinggian kapal udara yang sedang terbang. Gambar 3.29 Barometer, alat
untuk mengukur tekanan udara (sumber: Alam Semesta dan Cuaca, 1981, hlm. 42) c)
Angin Perbedaan tekanan udara di satu tempat dengan tempat yang lain menimbulkan
aliran udara. Pada dasarnya angin terjadi disebabkan oleh perbedaan penyinaran
matahari pada tempat-tempat yang berlainan di muka bumi. Perbedaan temperatur
menyebabkan perbedaan tekanan udara. Aliran udara berlangsung dari tempat dengan
tekanan udara tinggi ke tempat dengan tekanan udara yang lebih rendah. Udara yang
bergerak inilah yang disebut angin. Arah angin dapat diketahui dengan menggunakan
beberapa cara, salah satunya adalah dengan menggunakan bendera angin. Arah angin
juga dapat diketahui dengan menggunakan baling-baling angin. Pada saat ini telah
ditemukan alat yang mampu mengukur arah dan kecepatan angin secara bersamaan.
Arah angin biasanya dinyatakan dalam derajat, 360° atau 0° berarti angin utara; 90°
angin timur; 180° angin selatan; dan 270° angin barat. Kecepatan angin dapat diukur
dengan menggunakan alat yang disebut anemometer. Biasanya digunakan
anemometer mangkuk, yang terdiri atas bagian inti berupa tiga sampai empat mangkuk
yang dapat berputar pada Geografi SMA/MA X 113 sumbu tegak lurus. Mangkuk-
mangkuk tersebut akan berputar jika bagian yang cekung ditiup angin. Arah dan
kecepatan angin pada suatu waktu dapat diketahui melalui anemometer dan hasil
catatannya anemogram yang berupa skala. Latihan Individu Belilah balon dan tiuplah
hingga terisi udara. Kemudian cari sebatang kayu atau bambu yang cukup panjang.
Talikan pangkal balon yang telah kamu tiup. Carilah tempat yang lapang dan angkat
batang kayu atau bambu yang kamu buat. Amati arah ujung balon sewaktu angin
bertiup kencang. Pertanyaan: Apakah hubungan antara aktivitas yang kamu lakukan
dengan arah angin bertiup? Apa analisis kamu? Salah satu kegunaan pengukuran arah
dan kecepatan angin adalah untuk keperluan penerbangan dan navigasi di samping
untuk keperluan lain. Dengan mengetahui arah dan kecepatan angin di permukaan
bumi, dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan arah dan panjang
landasan pacu pesawat terbang, jumlah penumpang yang harus diangkut, serta bahan
bakar yang diperlukan. Untuk itu, perlu diadakan penyelidikan mengenai arah dan
kecepatan angin pada lapisan udara atas. Studi dan penelitian tentang angin biasa
menggunakan balon udara yang Gambar 3.30 Alat-alat pengukur angin (sumber: Alam
Semesta dan Cuaca, 1981, hlm. 45) Menara pengamat dengan peralatan untuk
mengukur arah dan kecepatan angin Anemometer Anomometer tipe baling-baling
Anemometer mangkuk Alat-Alat Pengukur Angin Baling-baling angin Utara Barat laut
Timur laut Barat Barat daya Angin selatan Timur Tenggara Angin bertiup dari selatan
114 Geografi SMA/MA X diikuti arah geraknya dengan menggunakan alat theodolit.
Theodolit merupakan teropong yang berfungsi untuk mengukur sudut harizontal dan
vertikal. Dengan mengetahui kedudukan balon tiap menitnya akan diketahui pula arah
dan kecepatan angin pada ketinggian tertentu. Cara ini hanya terbatas pada ketinggian
6 sampai 7 km. Pengukuran di atas ketinggian tersebut dilakukan dengan alat yang
disebut rawin. Alat ini terdiri atas balon yang lebih besar dan dilengkapi dengan
reflektor atau pemancar radio. Dalam penelitian-penelitian modern sekarang ini, satelit
mempunyai peranan penting di dalam melakukan pengukuran pada lapisan-lapisan
udara, termasuk penelitian tentang angin. Kecepatan angin dipengaruhi oleh beberapa
hal, antara lain, sebagai berikut. (1) Gradien barometrik Gradien barometrik yaitu angka
yang menunjukkan perbedaan tekanan udara melalui dua garis isobar yang dihitung
untuk tiap-tiap 111 km = 1° di ekuator. Satuan jarak diambil dari 1° di ekuator yang
panjangnya sama dengan 111 km (1/360 × 40.000 km = 111 km). (2) Hukum
Stevenson Hukum ini menyatakan bahwa kecepatan angin bertiup berbanding lurus
dengan gradien barometriknya. Semakin besar gradien barometriknya semakin besar
kecepatannya. (3) Relief permukaan bumi Angin bertiup kencang pada daerah yang
reliefnya rata dan tidak ada rintangan dan sebaliknya. (4) Ada tidaknya pohon-pohon
yang lebat dan tinggi Kecepatan angin dapat dihambat oleh adanya pohon-pohon yang
lebat dan tinggi. Buys Ballot seorang meteorolog berkebangsaan Belanda membuat
hukum mengenai arah angin, yaitu: ”Udara mengalir dari daerah bertekanan maksimum
ke daerah bertekanan minimum. Arah angin akan membelok ke kanan di belahan bumi
utara, serta membelok ke kiri di belahan bumi selatan”. Pembiasan arah angin terjadi
disebabkan oleh rotasi bumi dari barat ke timur, serta bentuk bumi yang bulat.
Kekuatan dan kecepatan angin dapat ditentukan dengan skala Beaufort seperti pada
Tabel 3.4. Geografi SMA/MA X 115 Tabel 3.4 Skala Beaufort Laju Angin (km/jam)
Angka Beaufort dan Pengaruh Angin di Darat Istilah Resmi Kurang dari 1,5 0 Tenang;
asap naik vertikal 1,5–5 1 Arah angin terlihat pada asap, tetapi tidak pada penunjuk
arah angin Lemah 6–11 2 Angin terasa di wajah; daun bergerak perlahan; penunjuk
arah angin bergerak 13–20 3 Dedaunan dan ranting bergerak; bendera kecil terbuka
Sepoi-sepoi 21–30 4 Debu dan kertas beterbangan; dahan kecil bergerak Sedang 31–
39 5 Pepohonan kecil mulai bergoyang; ombak kecil tampak di perairan pedalaman
Segar 40–50 6 Dedahanan besar bergerak; kawat telegraf mendengung, payung sulit
dipegang 51–62 7 Pohon besar bergoyang; sulit berjalan melawan angin Kuat 63–74 8
Ranting patah dari pohon; mobil terbelok di jalan 75–99 9 Kerusakan ringan pada
bangunan (cero- Kencang bong asap dan genting diterbangkan angin) 89–102 10
Pepohonan tumbang; bangunan rusak agak berat Sangat 103–116 11 Kerusakan berat
meluas Kencang 117 atau lebih 12 Kerusakan berat meluas Topan Sumber:
Klimatologi Umum, ITB Bandung, 1995 d) Awan Awan ialah kumpulan titik-titik air atau
kristal-kristal es yang halus dalam udara di atmosfer yang terjadi karena adanya
pengembunan dan pemadatan uap air yang terdapat di udara setelah melampaui
keadaan jenuh. Kondisi awan dapat berupa cair, gas, atau padat karena sangat
dipengaruhi oleh keadaan suhu. Pembagian awan berdasarkan hasil kongres
international tentang awan yang dilaksanakan di Munchen, Jerman pada tahun 1802
dan Uppsala, Swedia pada tahun 1894, sampai saat ini masih digunakan sebagai
acuan utama. 116 Geografi SMA/MA X Pembagian awan menurut para pakar tersebut
adalah sebagai berikut. (1) Awan tinggi, berada pada ketinggian antara 6 km– 12 km,
terdiri dari kristalkristal es karena ketinggiannya. Kelompok awan tinggi, antara lain
sebagai berikut. (a) Cirrus (Ci): Awan ini halus dengan struktur seperti serat, berbentuk
menyerupai bulu burung dan tersusun seperti pita yang melengkung di langit sehingga
tampak bertemu di satu atau dua titik pada horizon, dan sering terdapat kristal es.
Awan ini tidak menimbulkan hujan. (b) Cirro Stratus (Ci-St): Awan ini berbentuk
menyerupai kelambu putih yang halus dan rata menutup seluruh langit sehingga
tampak cerah, atau terlihat seperti anyaman yang bentuknya tidak beraturan. Awan ini
sering menimbulkan terjadinya hallo, yaitu lingkaran yang bulat dan mengelilingi
matahari atau bulan, dan biasa terjadi pada musim kering. (c) Cirro Cumulus (Ci-Cu):
Awan ini berpola terputus-putus dan penuh dengan kristal-kristal es sering kali
berbentuk seperti segerombolan domba dan sering dapat menimbulkan bayangan di
permukaan bumi. (2) Awan menengah, berada pada ketinggian antara 3–6 km.
Kelompok awan menengah, antara lain sebagai berikut. (a) Alto Cumulus (A-Cu): Awan
ini berukuran kecil-kecil, tetapi berjumlah banyak dan berbentuk seperti bola yang agak
tebal berwarna putih sampai pucat dan ada bagian yang kelabu. Awan ini bergerombol
dan sering berdekatan sehingga tampak saling bergandengan. (b) Alto Stratus (A-St):
Awan ini bersifat luas dan tebal dengan warna awan adalah kelabu. Gambar 3.31
Kenampakan jenis-jenis awan (sumber: Earth Science, 2002, hlm. 340) Geografi
SMA/MA X 117 (3) Awan rendah, berada pada ketinggian kurang dari 3 km. Kelompok
awan rendah, antara lain sebagai berikut. (a) Strato Cumulus (St-Cu): Awan ini
berbentuk bola-bola yang sering menutupi seluruh langit sehingga tampak menyerupai
gelombang di lautan. Jenis awan ini relatif tipis dan tidak menimbulkan hujan. (b)
Stratus (St): Awan ini berada pada posisi yang rendah dan agihan yang sangat luas
dengan ketinggian 60 mm. (b) Temperatur normal dari bulan-bulan yang terdingin
antara 18°C – 3°C. (c) Temperatur bulan-bulan terdingin < 3°C. (d) Temperatur bulan-
bulan terpanas > 0°C. (e) Temperatur bulan-bulan terpanas < 10°C. (f) Temperatur
bulan-bulan terpanas < 0°C. Geografi SMA/MA X 123 Tabel 3.5 Klasifikasi Umum Iklim
Dunia Nama Daerah Iklim Letak Lintang Lokasi Massa Udara Curah Hujan di Benua
yang Berlaku Tahunan (cm) 1. Daerah Ekuatorial 10°LU–10°LS pedalaman, mE > 200
basah pantai 2. Pantai angin passat 5°LS–30°LS zona pantai mT > 150 (pantai tropik
yang terletak di arah angin) 3. Gurun Tropik 10°LU–35°LU pedalaman, cT < 25 10°LS–
35°LS pantai bagian barat 4. Gurun dan Stepa 30°LU–50°LU pedalaman cT, cP 10–50
daerah sedang 30°LS–50°LS 5. Daerah Subtropik 25°LS–45°LS pedalaman, mT 100–
150 humid 25°LU–45°LU pantai 6. Pantai Barat di 35°LU–65°LU Pantai Barat mP > 100
lintang sedang 7. Gurun Kutub dan 60°LU–90°LU pedalaman, cP, cA < 30 Arktik
60°LS–90°LS pantai Sumber: Sudarsono Budi, Alam Semesta dan Cuaca, 1981 Ciri-ciri
hujan sebagai berikut: (a) iklim kering dengan hujan di bawah batas kering; (b) selalu
basah karena hujan jatuh dalam semua musim; (c) bulan-bulan kering terjadi pada
musim panas di belahan bumi tempat tersebut; (d) bulan-bulan kering terjadi pada
musim dingin di belahan bumi tempat tersebut; (e) bentuk peralihan di mana hujan
cukup untuk membentuk hutan dan musim keringnya pendek. Koppen membedakan
iklim menjadi lima kelompok utama, sebagai berikut. (a) Iklim A yaitu iklim khatulistiwa
yang terdiri atas: (1) Af : iklim hutan hujan tropis (2) Aw : iklim sabana 124 Geografi
SMA/MA X (b) Iklim B yaitu iklim subtropik yang terdiri atas: (1) BS : iklim stepa (2)
BW : iklim gurun (c) Iklim C yaitu iklim sedang maritim yang terdiri atas: (1) Cf : iklim
sedang maritim tidak dengan musim kering (2) Cw : iklim sedang maritim dengan
musim dingin yang kering (3) Cs : iklim sedang maritim dengan musim panas yang
kering (d) Iklim D yaitu iklim sedang kontinental yang terdiri atas: (1) Df : iklim sedang
kontinental yang selalu basah (2) Dw : iklim sedang kontinental dengan musim dingin
yang kering (e) Iklim E yaitu iklim arktis atau iklim salju yang terdiri atas: (1) ET : iklim
tundra (2) EF : iklim dengan es abadi Ciri iklim di pegunungan menurut Koppen sebagai
berikut: (1) Iklim RG : iklim pegunungan ketinggian < 3.000 m. (2) Iklim H : iklim
pegunungan ketinggian > 3.000 m. (3) Iklim RT : iklim pegunungan sesuai dengan ciri-
ciri iklim ET (tundra). Cara menentukan iklim tipe Koppen dan pembuatan diagramnya
sebagai berikut: Gambar 3.34 Penyebaran daerah iklim menurut Koppen (sumber:
Geografi SMA kelas 3,1986, hlm. 332) Geografi SMA/MA X 125 Untuk menentukan tipe
iklim suatu daerah menurut W. Koppen dapat dilakukan dengan menghubungkan
jumlah hujan pada bulan terkering dengan jumlah hujan setahun, secara lurus pada
diagram Koppen. (4) Iklim Menurut Oldeman Oldeman mengklasifikasikan iklim
berdasar pada banyaknya bulan basah dan bulan kering dalam penentuan tipe iklimnya
yang dikaitkan dengan sistem pertanian di suatu daerah tertentu, yaitu kebutuhan air
yang digunakan tanaman pertanian untuk hidup. Penggolongan iklim tersebut lebih
sering disebut zona agroklimat. Curah hujan merupakan sumber utama dari tanaman
yang beririgasi nonteknis (tadah hujan). Tanaman pertanian pada umumnya dapat
tumbuh normal dengan curah hujan antara 200 mm – 300 mm, dan curah hujan di
bawah 200 mm sudah mencukupi untuk tanaman palawija. Zona agroklimat pada
klasifikasi ini dibagi menjadi lima subdivisi utama. Kemudian dari tiap-tiap subdivisi
tersebut terdapat bulan kering yang berurutan sesuai dengan masa tanamnya, dengan
tidak menambahkan faktor-faktor lain yang memengaruhinya, tetapi penggolongan iklim
ini sangat berguna bagi pemanfaatan lahan pertanian dan cenderung bersifat ringkas
dan praktis. Berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering yang telah diketahui
tersebut, pengelolaan lahan pertanian mendapatkan informasi yang berguna dalam
perencanaan pola tanam dan sistem tanamnya. Hasil ini juga sangat mungkin
digunakan untuk kepentingan lain selain bidang pertanian. c) Distribusi Curah Hujan di
Indonesia Indonesia terletak di daerah ekuatorial dan secara geografis menyebabkan
besarnya penguapan yang terjadi. Hal tersebut ditunjukkan masih cukup besarnya
curah hujan yang jatuh pada musim kemarau. Suhu yang tinggi dan luas perairan yang
dominan menyebabkan penguapan udara yang terjadi sangat tinggi, dan
mengakibatkan kelembapan udara yang tinggi pula. Kelembapan udara yang tinggi
inilah yang menyebabkan curah hujan di Indonesia selalu tinggi, apalagi dipengaruhi
oleh wilayah hutan yang luas. Besar kecilnya curah hujan di suatu tempat sangat
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: (1) letak daerah konvergensi antartropis, (2) posisi
geografis suatu daerah, (3) bentuk bentang lahan dan arah kemiringan lerengnya, (4)
panjang medan datar sebagai jarak perjalanan angin, dan (5) arah angin yang sejajar
dengan pantai. 126 Geografi SMA/MA X Gambar 3.35 Peta Curah Hujan Indonesia
(sumber: Kompas, Senin, 22 Januari 2007, hlm. 12) Curah hujan di Indonesia tergolong
tinggi dengan rata-rata > 2.000 mm/tahun. Rata-rata curah hujan tertinggi terdapat di
daerah Baturaden di kaki Gunung Slamet, dengan curah hujan rata-rata > 589
mm/bulan, sedangkan rata-rata curah hujan terkecil terdapat di daerah Palu, Sulawesi
Tengah, dengan curah hujan rata-rata ± 45,6 mm/bulan. Latihan Individu 1. Carilah
informasi kapan bulan basah dan bulan kering di Indonesia! 2. Kondisi udara di sebuah
bilik berukuran 4 × 4 × 2 meter atau bervolume × m3 mengandung uap air sebanyak
320 gram, dan pada suhu 24°C mengandung uap air sebanyak 17,5 gram. Hitunglah
kelembapan nisbi dan kelembapan relatifnya! Bagaimana analisis kamu dengan kondisi
kelembapan tersebut? c. Distribusi Jenis Vegetasi Alam Berdasarkan Bentang Alam
dan Iklimnya Kondisi iklim dan cuaca suatu wilayah berpengaruh besar terhadap
keadaan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Di samping manusia, flora dan fauna
unsur abiotik pun sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Bentang alam, bentang
budaya, kebiasaan hidup, bahkan tradisi hidup manusia di suatu daerah merupakan
cerminan dari kondisi iklim daerah tersebut. Kondisi tersebut dapat dilihat dari jenis
bahan dan bentuk rumah, jenis dan bentuk pakaian, makanan pokok penduduk, jenis
alat transportasi, dan sebagainya. Geografi SMA/MA X 127 1) Korelasi antara Tipe
Iklim dan Bentang Alam Bentang lahan adalah gabungan dari bentuk lahan, yaitu
kenampakan tunggal seperti bukit atau sebuah lembah sungai. Kombinasi dari
kenampakan-kenampakan tersebut membentuk suatu bentang lahan. Bentang alam
adalah bagian yang tampak langsung di alam seperti permukaan tanah, vegetasi, dan
daerah perairan. Perubahan bentang alam relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan
bentang budaya. Komponen bentang alam relatif stabil keberadaannya, sedangkan
bentang budaya yang terdiri dari komponen pokok manusia dan juga lingkungannya
lebih bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan. Perubahan penggunaan lahan
dari hutan ke pertanian merupakan salah satu ciri perubahan bentang alam yang stabil
menjadi bentang budaya akibat interaksi dan kebutuhan manusia untuk
mempertahankan hidupnya. Demikian juga pertambahan penduduk yang menuntut
penambahan sarana perumahan dan fasilitas hidup tentu makin mengurangi luas areal
bentang alam. Hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alam merupakan
salah satu indikator seberapa jauh manusia mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi
dengan lingkungan alamnya. Bentang alam yang berubah menjadi bentang budaya
menimbulkan perubahan perilaku, kebiasaan, dan budaya penduduk. Sebagai contoh
penambahan dan perluasan jalan dan penambahan lokasi permukiman menuntut
adanya penambahan fasilitas lain apalagi jika ditambah dengan pembangunan
pertokoan besar dan lokasi industri. Iklim di suatu tempat dapat mencerminkan sejauh
mana kemajuan peradaban dan kebudayaan di suatu tempat. Hal tersebut terjadi
karena faktor berikut. a) Iklim dapat membatasi atau mendukung aktivitas dan perilaku
manusia 1. Manusia cenderung memilih tempat tinggal di daerah yang beriklim baik.
Contohnya di daerah beriklim sedang, artinya tidak terlalu panas ataupun dingin dan
terdapat sumber air. 2. Bidang-bidang usaha tertentu seperti pertanian dan
perkebunan, sangat dibatasi oleh kondisi iklim yang ekstrem yaitu terlalu dingin, panas,
atau kering. b) Kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh kondisi dan perubahan
iklim 1. Penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk seperti demam berdarah dan
malaria terjadi pada musim penghujan dan terjadinya genangan-genangan air. 2.
Penyakit diare dan muntah berak terjadi pada musim panas yang banyak hujan, yang
biasanya disebabkan oleh sanitasi dan tingkat kebersihan penduduk yang kurang
karena pengaruh hujan. 128 Geografi SMA/MA X 2) Iklim dan Pengaruhnya terhadap
Jenis-Jenis Vegetasi Alam Faktor iklim suatu daerah berpengaruh besar terhadap
persebaran floranya, terutama jumlah hujan dan temperaturnya. Tumbuhan di
Indonesia hidup sepanjang tahun karena suhu rata-rata yang cukup tinggi dan
didukung persediaan air yang cukup. Kondisi ini lain dengan negaranegara di daerah
subtropis yang mengalami musim gugur. Di Indonesia terdapat perbedaan jenis
tumbuhan dan kemampuan tumbuh flora di daerah yang satu dengan daerah yang lain.
Berdasarkan jumlah hujan yang berbeda-beda itu, flora di Indonesia dibagi menjadi
sebagai berikut. a) Hutan Hujan Tropis Hutan ini terdiri dari tumbuh-tumbuhan
berpohon besar dan rindang yang berada di daerah dengan suhu tinggi dan curah
hujan yang tinggi pula. Tumbuhan yang hidup seperti kamper, meranti, kruing, rotan,
dan tumbuhan lainnya. Karakter lain adalah adanya tumbuhan epifit yang hidup pada
pohon-pohon besar tersebut, antara lain, anggrek dan rotan. Di samping tumbuhan
epifit juga terdapat tumbuh-tumbuhan kecil berupa paku-pakuan, perdu, dan pakis di
sela-sela tumbuhan besar yang ada. Karena lebatnya, sinar matahari kadang tidak
mampu menembus sampai ke dalam hutan hujan tropis. Di Indonesia sebaran hutan
hujan tropis berada di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, dan Papua. b) Hutan
Musim Hutan musim adalah hutan yang keberadaan tanaman di dalamnya sangat
tergantung oleh musim, disebut juga hutan meranggas. Hutan meranggas berarti hutan
yang daun-daunnya meranggas di musim kemarau dan akan tumbuh lagi ketika musim
hujan datang. Hutan ini dapat ditemui pada daerah beriklim sedang yang terlihat
dengan nyata adanya musim gugur dan musim semi. Di Indonesia sebaran hutan
musim terdapat di Jawa dan Sulawesi yang berupa hutan jati, sengon, dan akasia.
Gambar 3.37 Hutan musim di saat musim gugur (sumber: Pengantar: Geografi
Tumbuhan, 1990, hlm. 418) Gambar 3.36 Contoh anggrek epifit yang menancap di
pohon hutan tropis (sumber: Dunia Tumbuhan, 1985, hlm. 38) Geografi SMA/MA X 129
c) Sabana Sabana merupakan padang rumput yang berselang-seling dengan semak
belukar dan berada pada daerah dengan suhu yang tinggi dengan curah hujan sedikit.
Di Indonesia sabana terdapat di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, juga
di sebagian Sulawesi Tengah. Gambar 3.38 Sabana dengan belukar dan sedikit pohon
(sumber: Nicholas Polunin, Pengantar Geografi Tumbuhan, 1990, hlm. 552) d) Stepa
Stepa merupakan padang rumput di daerah dengan curah hujan sedikit dan bersuhu
udara tinggi. Di Indonesia stepa dapat ditemui di Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara
Barat, dan Nusa Tenggara Timur. 3) Hubungan Ketinggian Tempat dengan Jenis
Vegetasi Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, suhunya akan semakin dingin.
Oleh karena itu, suhu di daerah pegunungan lebih dingin dibandingkan dengan dataran
rendah. J.W. Junghuhn, seorang ahli tumbuhan dari Jerman, telah membagi kelompok
tumbuhan menurut tinggi rendahnya suatu tempat yang didasarkan pada tanaman
perkebunan, sebagai berikut: a) daerah panas, dengan ketinggian antara 0–700 meter
dpl, merupakan areal yang tepat untuk pertumbuhan tanaman perkebunan seperti:
cokelat, kopi, karet, tembakau, dan kelapa; b) daerah sedang, dengan ketinggian
antara 700–1.500 meter dpl, merupakan areal yang tepat untuk tanaman perkebunan
seperti: pinang, kopi, teh, dan kina; c) daerah dingin, dengan ketinggian antara 1.500–
2.500 meter, merupakan areal yang tepat untuk jenis tanaman cemara; 130 Geografi
SMA/MA X d) daerah sangat dingin, dengan ketinggian antara 2.500–3.500 meter,
merupakan areal yang tepat untuk rumput-rumput kerdil dan hutan alpin; e) daerah
salju, yang berketinggian >3.500 meter, merupakan areal yang tidak mampu ditumbuhi
tanaman karena permukaannya diliputi salju. 4) Hubungan Bentang Lahan dan
Keadaan Tanah dengan Jenis Vegetasi Bentang lahan dengan tanah subur yang
berasal dari material vulkanis merupakan tempat yang biasa ditumbuhi oleh hutan lebat
dan berbagai macam tumbuhan di dalamnya. Daerah ini mempunyai jenis tanaman
yang beraneka ragam yang biasa disebut hutan heterogen. Bentang lahan dengan
tanah kurang subur yaitu di tanah yang tandus yang biasanya merupakan lapukan dari
material kapur, lebih banyak ditumbuhi oleh semak belukar, rumput, dan alang-alang.
Bentang lahan daerah pantai berawa-rawa dan bertanah lumpur yang biasa disebut
daerah rawa, didominasi oleh tumbuhan hutan mangrove (bakau). Gambar 3.39 Hutan
mangrove di pantai berawa-rawa (sumber: Encarta Encyclopedia, 2006) 5) Distribusi
Jenis-Jenis Vegetasi Alam Seorang ahli biologi bernama Hart Meeriem pada tahun
1889, menemukan tipe agihan tumbuhan berdasarkan variasi ketinggiannya. Ia
menelusuri Gunung San Fransisco mulai dari kaki hingga puncak. Meeriem
berkesimpulan bahwa tipe tumbuhan pada suatu daerah sangat tergantung pada
temperatur dan kelembapannya. Terbukti bahwa kelembapan lebih berperan daripada
temperatur dalam tipe agihan tumbuhan. Jenis tumbuhan Geografi SMA/MA X 131
besar membutuhkan curah hujan yang lebih tinggi daripada jenis tumbuhan kecil.
Akibatnya, semakin ke daerah bercurah hujan kecil dan sangat kecil, akan semakin
banyak kita lihat dominasi tumbuhan kecil seperti belukar, padang rumput, dan
akhirnya kaktus atau tanaman padang pasir pada daerah yang sangat minim hujannya.
Di dunia komunitas organisme tumbuhan dibagi menjadi enam macam tumbuhan
utama yang tersebar sepanjang perubahan kekeringan dan kelembapan. Enam macam
komunitas tumbuhan tersebut adalah sebagai berikut. a) Padang Rumput Daerah
padang rumput mempunyai kisaran curah hujan sebesar 250 mm sampai dengan 500
mm/tahun, dan pada beberapa padang rumput, curah hujan dapat mencapai 1.000
mm. Daerah ini terbentang dari daerah tropika sampai ke daerah subtropika. Karena
hujan yang turun tidak teratur dan kondisi porositas rumput yang relatif rendah,
tumbuhan kesulitan dalam mendapatkan air, sehingga hanya tumbuhan rumput yang
mampu bertahan hidup dan beradaptasi dengan kondisi tersebut. b) Gurun Daerah
gurun mempunyai kisaran curah hujan sekitar 250 mm/tahun atau kurang sehingga
termasuk curah hujan rendah dan tidak teratur. Gurun banyak terdapat di daerah tropis
yang berbatasan dengan padang rumput. Keadaan alam dari padang rumput ke arah
gurun, biasanya makin jauh dari padang rumput kondisinya makin gersang. Panas
yang tinggi karena teriknya matahari mencapai >40°C sehingga menimbulkan suhu
yang panas di siang hari dan penguapan yang tinggi pula. Amplitudo harian yaitu
perbedaan pada siang dan malam hari sangat besar. Tumbuhan yang hidup menahun
di gurun adalah tumbuhan yang dapat beradaptasi terhadap kekurangan air dan
penguapan yang cepat, sehingga tumbuhan yang hidup di gurun biasanya berdaun
kecil seperti duri atau tidak berdaun, tetapi berakar panjang untuk mengambil air.
Jaringan spons pada tumbuhan di sini berfungsi menyimpan air. c) Tundra Daerah
tundra memiliki dua musim yaitu musim dingin yang panjang dan gelap serta musim
panas yang panjang serta terang terus-menerus. Daerah tersebut hanya terdapat di
belahan bumi utara dan terletak di sebagian besar lingkungan kutub utara. Daerah
tundra di kutub ini dapat mengalami gelap berbulan-bulan karena matahari hanya
mencapai 23½° LU/LS. Di daerah tundra banyak terdapat lumut dan pohon yang
tertinggi hanya berupa semak yang relatif pendek. Jenis lumut yang hidup, antara lain,
lumut kerak dan sphagnum. Tumbuhan semusim di daerah tundra biasanya berbunga
dengan warna yang mencolok dengan masa 132 Geografi SMA/MA X pertumbuhan
yang sangat pendek. Tumbuhan di daerah ini mampu beradaptasi terhadap keadaan
dingin meskipun dalam keadaan beku masih tetap bertahan hidup. d) Hutan Basah
Hutan-hutan basah tropika di seluruh dunia mempunyai persamaan, di antaranya,
terdapatnya beratus-ratus spesies tumbuhan di dalamnya. Sepanjang tahun hutan
basah mendapatkan cukup air sehingga memungkinkan tumbuhnya tanaman dalam
jangka waktu yang lama sehingga komunitas hutan tersebut akan sangat kompleks.
Hutan basah tropika terdapat di daerah tropika dan subtropika, misalnya, di Indonesia,
daerah Australia bagian Irian Timur, Amerika Tengah, dan Afrika Tengah. Ketinggian
pohon-pohon utama berkisar antara 20 sampai dengan 40 meter dengan cabang-
cabangnya yang lebat sehingga membentuk tudung (canopy) yang mengakibatkan
hutan menjadi gelap. Tidak ada sumber air lainnya selain air hujan, dan air hujan sulit
mencapai dasar hutan tersebut secara langsung. Di dalam hutan ini juga terdapat
perubahan-perubahan iklim, tetapi hanya bersifat mikro (dari todung hutan sampai
dasar hutan saja). Kelembapan di hutan basah tinggi dan suhu sepanjang hari hampir
sama sekitar 25°C. Di samping pepohonan yang tinggi, terdapat liana dan epifit yang
berupa rotan dan anggrek yang merupakan tumbuhan khas di daerah itu. e) Hutan
Gugur Hutan gugur tumbuh di daerah beriklim sedang. Di sana umumnya juga terdapat
padang rumput dan gurun. Curah hujan merata sepanjang tahun sebesar 750 sampai
1.000 mm per tahun. Terdapat pula musim dingin dan musim panas yang dengan
adanya musim tersebut tumbuhan di sana beradaptasi dengan menggugurkan daunnya
menjelang musim dingin. Musim gugur adalah musim yang ada sebelum musim dingin
tiba. Tumbuhan yang bersifat menahun dari musim gugur sampai dengan musim semi
berhenti pertumbuhannya, sedangkan tumbuhan yang sifatnya semusim akan mati
pada musim dingin. Tumbuhan semusim hanya meninggalkan bijinya saja dan hanya
mampu bertahan pada suhu dingin, dan akan berkecambah pada saat menjelang
musim panas tiba. f) Taiga Taiga adalah hutan pohon pinus yang daunnya seperti
jarum dan merupakan bioma yang hanya terdiri atas satu spesies pohon. Daerah
persebarannya terdapat di belahan bumi utara seperti Rusia, Siberia, dan Kanada.
Beberapa contoh pohon yang hidup di hutan taiga, antara lain: konifer, terutama pohon
spruce (picea), alder (alnus), birch (betula), dan juniper (juniperus). Masa pertumbuhan
spesies ini pada musim panas, berlangsung antara 3 sampai dengan 6 bulan. Geografi
SMA/MA X 133 d. Gejala Alam Penyebab Perubahan Iklim Global Faktor-faktor berupa
gejala alam yang menyebabkan gangguan terhadap iklim global dunia, antara lain:
gejala meningkatnya suhu udara di bumi yang disebut Efek Rumah Kaca, kondisi yang
menyebabkan kekeringan pada rentang waktu lama disebut El Nino, dan kondisi yang
menyebabkan hujan lebat pada rentang waktu lama disebut La Nina. 1) Efek Rumah
Kaca Efek rumah kaca adalah terjadinya peningkatan suhu udara di muka bumi akibat
semakin banyaknya gas pencemar di dalam udara. Industri-industri, pabrik-pabrik,
kendaraan bermotor, dan semua sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia yang
menggunakan bahan bakar bensin, solar, minyak tanah, dan batu bara menghasilkan
gas buang berupa: CO2 , CO, NO2 , SO2 , HCN, HCl, H2 S, HF, dan NH4 yang terus
meningkat jumlahnya. Besarnya CO2 dan gas pencemar lain yang terakumulasi
semakin hari semakin tinggi, hal tersebut menghambat radiasi sinar matahari yang
mencapai permukaan bumi. Sinar matahari sebagian dipantulkan oleh akumulasi gas-
gas pencemar tersebut kembali ke angkasa, tetapi tertahan oleh gas lain yang kembali
dipantulkan ke bumi yang berakibat semakin panasnya udara di permukaan bumi.
Kenaikan suhu bumi ini akan berakibat lebih jauh yaitu: mencairnya es di kutub,
meningkatnya permukaan air laut akibat es yang mencair, terendamnya areal pertanian
di tepi pantai akibat naiknya air laut, dan menurunnya produksi hasil pertanian karena
terendamnya areal pertanian di tepi pantai. 2) El Nino El Nino adalah terjadinya
pemanasan temperatur air laut di pantai barat Peru–Ekuador yang menyebabkan
gangguan iklim secara global. El Nino datang mengganggu setiap dua tahun sampai
tujuh tahun sekali. Gambar 3.40 Hutan taiga di Gunung Olimpus (sumber: Alam
Semesta dan Bumi, 1983, hlm. 70) 134 Geografi SMA/MA X Peristiwa ini diawali dari
memanasnya air laut di perairan Indonesia yang kemudian bergerak ke arah timur
menyusuri ekuator menuju pantai barat Amerika Selatan sekitar wilayah Peru dan
Ekuador. Bersamaan dengan kejadian tersebut air laut yang panas dari pantai barat
Amerika Tengah, bergerak ke arah selatan sampai pantai barat Peru-Bolivia sehingga
terjadilah pertemuan air laut panas dari kedua wilayah tersebut. Massa air panas dalam
jumlah besar terkumpul dan menyebabkan udara di daerah itu memuai sehingga
proses konveksi ini menimbulkan tekanan udara menurun (minus). Kondisi ini
mengakibatkan seluruh angin yang ada di sekitar Pasifik dan Amerika Latin bergerak
menuju daerah tekanan rendah tersebut. Angin muson di Indonesia yang datang dari
Asia dengan membawa uap air juga membelok ke daerah tekanan rendah di pantai
barat Peru – Ekuador. Peristiwa tersebut mengakibatkan angin yang menuju Indonesia
hanya membawa uap air yang sedikit sehingga kemarau yang sangat panjang terjadi di
Indonesia. Akibat peristiwa tersebut juga dirasakan di Australia dan Afrika Timur.
Sementara itu, di Afrika Selatan justru terjadi banjir besar dan menurunnya produksi
ikan akibat melemahnya up-welling. Kemarau panjang akibat El Nino biasanya disertai
dengan kebakaran rumput dan hutan. Pada tahun 1994 dan 1997, baik Indonesia
maupun Australia mengalami kebakaran akibat peristiwa El Nino. Gambar 3.41
Fenomena El Nino (sumber: Dian Bheno) Khatulistiwa Suhu muka laut yang hangat
Lapisan bawah laut yang dingin 120° timur 80° barat Kondisi saat el nino Khatulistiwa
Suhu muka laut yang hangat 120° timur 80° barat Kondisi normal Geografi SMA/MA X
135 Info Geografi 3) La Nina Peristiwa La Nina merupakan kebalikan dari El Nino. La
Nina berarti bayi perempuan. La Nina berawal dari melemahnya El Nino sehingga air
laut yang panas di pantai Peru dan Ekuador bergerak ke arah barat dan suhu air laut di
daerah itu berubah ke kondisi semula (dingin) sehingga up-welling muncul kembali
sehingga kondisi cuaca kembali normal. La Nina juga berarti kembalinya kondisi ke
keadaan normal setelah terjadinya El Nino. Air laut panas yang menuju arah barat
tersebut pada akhirnya sampai di Indonesia yang bertekanan dingin sehingga seluruh
angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Indonesia bergerak menuju Indonesia.
Angin tersebut menyebabkan hujan lebat dan banjir karena sangat banyaknya uap air
yang dibawa. Peristiwa La Nina di Indonesia pada tahun 1955, 1970, 1973, 1975, 1995,
dan 1999 terhitung sejak Indonesia merdeka (1945). Ozon Ozon, berasal dari kata
kerja bahasa Yunani yang artinya ”mencium”, merupakan suatu bentuk oksigen
alotropis (gabungan beberapa unsur) yang setiap molekulnya memuat tiga jenis atom.
Formula ozon adalah O3 , berwarna biru pucat, dan merupakan gas yang sangat
beracun dan berbau sengit. Ozon mendidih pada suhu –111,9° C (–169.52° F), mencair
pada suhu –192,5° C (–314,5° F), dan memiliki gravitasi 2.144. Ozon cair berwarna biru
gelap, dan merupakan cairan magnetis kuat. Ozon terbentuk ketika percikan listrik
melintas dalam oksigen. Adanya ozon dapat dideteksi melalui bau (aroma) yang
ditimbulkan oleh mesin-mesin bertenaga listrik. Secara kimiawi, ozon lebih aktif
ketimbang oksigen biasa dan juga merupakan agen oksidasi yang lebih baik. Biasanya
ozon digunakan dalam proses pemurnian (purifikasi) air, sterilisasi udara, dan
pemutihan jenis makanan tertentu.Di atmosfer, terjadinya ozon berasal dari nitrogen
oksida dan gas organik yang dihasilkan oleh emisi kendaraan maupun industri, dan ini
berbahaya bagi kesehatan di samping dapat menimbulkan kerusakan serius pada
tanaman. Pentingnya pengaturan kadar nitrogen oksida yang dilepas ke udara oleh,
misalnya, pembangkit listrik tenaga batu bara adalah untuk menghindari terbentuknya
ozon yang dapat menimbulkan penyakit pernapasan seperti bronkitis dan asma.
Sumber: Bidang Pengembangan Informasi dan Kemitraan Lingkungan – BPLHD
Provinsi DKI Jakarta

Anda mungkin juga menyukai