Pedoman PKBRS

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

PEDOMAN PELAYANAN KELUARGA

BERENCANA RUMAH SAKIT (PKBRS)


KLINIK PELAYANAN KB

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA


RSUD Dr.R. SOETIJONO BLORA
Jl. Dr. Sutomo No. 42 Telp. (0296 ) 531118, 531839 Fax (0296) 531504
E – Mail : [email protected]
BLORA - 58211

TAHUN 2022
PEMERINTAH KABUPATEN BLORA
RSUD Dr R SOETIJONO BLORA
Jl. Dr. Sutomo No. 42 Telp. (0296 ) 531118, 531839 Fax (0296) 531504
E – Mail : [email protected]
BLORA - 58211

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi permasalahan utama
bidang kesehatan serta masih jauh dari target global SDGs. Dari hasil survi Penduduk
Antar Sensus (SUPAS) 2015 menyebutkan AKI 305/100.000 Kelarihan Hidup (KH) dan
target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 untuk AKI
sebesar 183/100.000 kelahiran Hidup.
Angka Kematian Neonatal (AKN) masih tinggi di Indonesia. Hasil Survei
Demograsi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menyebutkan AKN adalah 15/1000 KH
dengan target 2024 adalah 10 per 1.000 KH, angka Kematian Bayi (AKB) 24/1000 KH
dengan target 2024 adalah 16/1000 KH. Sedangkan target 2030 secara global untuk AKI
adalah 70/1000 KH,AKB mencapai 12/1000 KH dan AKN 7/1.000 KH.
Salah satu pendekatan yang banyak digunakan adalah pendekatan Safe
Materhood, dimana terdapat empat pilar dalam menurunkan angka kematian ibu yaitu
keluarga berencana, pemeriksaan kehamilan sesuai standar, persalinan bersih dan aman,
serta PONED dan PONEK. Pelayanan Kontrasepsi atau Keluarga Berencana merupakan
intervensi strategis dalam menurunkan AKI dan AKB.
Program KB di Indonesia telah berjalan cukup lama hampir setengah
abad sejak awal 1970-an, dan berhasil meningkatkan angka pemakaian
kontrasepsi yang cukup tinggi, menurunkan angka kelahiran, dan mencegah
bermakna kematian maternal.
Angka kontrasepsi meningkat nyata dari 8% di awal 1970-an menjadi 60%
mulai awal tahun 2000-an; dan dalam kurun waktu yang sama angka kelahiran
total menurun dari rata-rata 5 menjadi 2,6 anak (Statistik Indonesia, 2013).
Memasuki awal tahun 2000-an, peningkatan angka kontrasepsi melambat
hanya naik 3% poin dari 60% menjadi 63%, dan angka kelahiran total menurun
dari 2,6 anak menjadi 2,3 anak pada tahun 2017 (Statistik Indonesia, 2018).
Untuk lebih berkontribusi menurunkan angka kematian maternal, program
KB masih perlu meningkatkan dan memenuhi permintaan ber-KB terutama pada
perempuan usia subur berisiko, termasuk perempuan usia 15-19 dan 35-49
tahun, perempuan dengan paritas 4 atau lebih, dan ibu pasca melahirkan.
Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menunjukkan
permintaan ber- KB perempuan usia subur masih belum optimal di angka 74%,
belum mencapai harapan angka permintaan ber-KB 85%. Angka permintaan ber-
KB pada perempuan menikah usia muda 15-19 tahun masih rendah hanya 54%,
dan hampir separuh dari mereka ingin segera hamil (SDKI, 2017).
Angka pemenuhan ber-KB (memakai kontrasepsi) bagi perempuan
dengan kebutuhan KB masih pada angka 86%, belum mencapai 100%.
Pemakaian alat kontrasepsi masih didominasi oleh metode kontrasepsi jangka
pendek, terutama suntikan dan pil. Hanya seperempat peserta KB menggunakan
metode kontrasepsi jangka panjang, seperti AKDR dan implan. Dominasi
pemakaian metode kontrasepsi jangka pendek membuat angka putus pakai
kontrasepsi dalam satu tahun relatif tinggi (34%) (SDKI, 2017). Angka putus
pakai yang tinggi mengurangi efektivitas perlindungan kontrasepsi terhadap
kehamilan berisiko.
Kualitas pelayanan kontrasepsi masih belum memadai. Sebagian
pelayanan kontrasepsi belum memberikan pelayanan konseling pilihan
kontrasepsi. SDKI 2017 melaporkan indeks metoda informasi pilihan kontrasepsi
sangat rendah, hanya 17% yang jauh dari harapan indeks 100%. Sebagian
besar pelayanan kontrasepsi bersumber pada puskesmas dan Praktek Mandiri
Bidan (PMB) yang kurang memberikan pelayanan AKDR dan Implan.
Untuk itu pelayanan Keluarga Berencana jangka panjang diharapkan dilakukan di
fasilitas kesehatan tingkat lanjut seperti Rumah Sakit terutama untuk klien – klien dengan
resiko tinggi pada kehamilan dan persalinannya. Sehingga program KB bisa membantu
mengurangi percepatan penurunan AKI dan AKB.
Kualitas pelayanan kontrasepsi masih belum memadai. Sebagian pelayanan
kontrasepsi belum memberikan pelayanan konseling pilihan kontrasepsi. SDKI 2017
melaporkan indeks metoda informasi pilihan kontrasepsi sangat rendah, hanya 17% yang
jauh dari harapan indeks 100%. Sebagian besar pelayanan kontrasepsi bersumber pada
puskesmas dan Praktek Mandiri Bidan (PMB) yang kurang memberikan pelayanan
AKDR dan Implan.
Dengan terjadinya perubahan tatanan pemerintah di tingkat pusat yaitu
desentralisasi urusan pemerintahan kepada pemerintah daerah, salah satu program
yang dialihkan ke pemerintah daerah adalah program KB. Dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan Pemerintah antara
Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang antara lain
menetapkan urusan pemerintahan bidang KB dan Keluarga Sejahtera sebagai salah satu
urusan wajib dan juga
PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang
mengamanatkan rumpun kelembagaan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana maka Pemerintah Daerah wajib memberikan dukungan terhadap program KB
termasuk dalam pelayanan KB di Rumah Sakit.
Dalam kenyataannya terjadi perubahan pelayanan KB ditingkat lini lapangan
yang antara lain disebabkan oleh kurangnya jumlah serta ketrampilan sumber daya
manusia yang mendukung pelaksanaan program KB. Disamping itu, menurunnya
komitmen politis penentu kebijakan juga turut menyebabkan menurunnya kemampuan
dalam pengelolaan program KB. Beberapa daerah yang tidak memprioritaskan program
KB, dikhawatirkan membuat terputusnya kendali program KB, hal ini juga terjadi dalam
program KB di RS (PKBRS) yang saat ini. Meski penting, namun belum menjadi
program prioritas maupun unggulan sehingga berdampak pada rendahnya cakupan
pelayanan KB di RS.

B. Tujuan Pedoman
(Item prognas 1-13)
1. TujuanUmum :
Meningkatkan akses, kualitas dan keamanan pelayanan Keluarga Berencana
di Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus :
a. Tersedianya tatalaksana administrasi dan manajemen pelayanan Keluarga
b. Berencana di Rumah Sakit.
c. Tersedianya sIstem pelayanan dan rujukan KB termasuk Komunikasi
Informasi Edukasi (KIE).
d. Terwujudnya koordinasi dan kerjasama dalam penyelenggaraan pelayanan KB
e. Tersedianya panduan dalam penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam pelayanan KB
f. Tersedianya panduan kebutuhan dan kompetensi tenaga pelayanan KB
Tersedianya panduan pola pembiayaan pelayanan KB
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Semua jenis Pelayanan kontrasepsi berikut penanganan efek samping, komplikasi
dan kegagalan pelayanan kontrasepsi sesuai dengan ketersediaan sumber daya RS
seperti SDM,fasilitas, sarana dan prasarana.
D. Batasan Operasional
Ruang lingkup penyusunan Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga
Berencana meliputi kebijakan pelayanan KB, manajemen pelayanan KB dan
metode Kontrasepsi
E. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah


Sakit

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang


Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang


Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,Keluarga Berencana
dan Sistem Informasi Keluarga.

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 tahun 2014


Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan,
dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta
Pelayanan Kesehatan Seksual.

8. Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Penyediaan Sarana Penunjang Pelayanan
Kontrasepsi Dalam Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan
Pembangunan Keluarga

BAB II STANDAR KETENAGAAN


A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Tenaga Kesehatan yang berperan dalam pemberian pelayanan KB diantaranya
adalah:
1. Dokter Spesialis Kebidanan dan kandungan
Memberikan Pelayanan KB meliputi AKDR, AKBK, Suntik, PIL,
Kondom, Tubektomi(MOW), Metode MAL, serta Pemberian Konseling
2. Dokter Umum yang sudah terlatih
Memberikan pelayanan KB meliputi AKDR,AKBK,Suntik, PIL, Kondom,
Metode MAL dan Pemberian Konseling.
3. Bidan yang sudah terlatih
Memberikan pelayanan KB meliputi AKDR, AKBK, Suntik, PIL,
Kondom, Metode MAL dan Pemberian Konseling.
4. Perawat yang sudah terlatih
Memeberikan Pelayanan Suntik, PIL, Kondom berdasarkan pendelegasian
kewenangan sesuai regulasi yang berlaku.
B. Distribusi Ketenagaan
Tenaga kesehatan yang sudah terlatih memberikan pelayanan KB
bisa memberikan pelayanan di masing – masing Unit Kerja yaitu : Poliklinik
Kebidanan dan Kandungan, Klinik Pelayanan KB, PONEK (IGD), Ruang
Instalasi Bedah Sentral, Ruang Bersalin dan Nifas
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang

B. Standart Fasilitas
Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai merupakan komponen
penting dalam mendukung lancarnya pelaksanaan pelayanan KB. Sarana
dan prasarana pelayanan Kontrasepsi sebagai berikut : (Sesuai Buku
pedoman pelayanan Kontrasepsi dan KB,Kemenkes 2021)

NO Sarana dan Prasarana Jumlah


1. Ruang Klinik Pelayanan KB 1
2. Obsgyn Bed 1
3. IUD Kit 2
4. Implan Removal Kit 2
5. VTP Kit -
6. Alat Sterilisasi (AutoClaf) 1
7. KIE Kit 1
8. Media Informasi
9. Bahan Habis pakai
10. Alat Pelindung Diri
C. Alat Obat dan Kontrasepsi

Selain sarana dan prasarana di atas dalam program KB sarana


utama yang sangat dibutuhkan adalah alat dan obat kontrasepsi (alokon)
. Oleh karena itu selalu diusahakan pemenuhan kebutuhan alokon yang
sesuai dengan jenis, jumlah dan mutunya dengan pengadaan secara
tepat waktu. Perencanaan kebutuhan alat dan obat kontrasepsi
dilakukan per metode kontrasepsi, bekerja sama dengan SKPD KB
setempat. Untuk kebutuhan alokon di fasilitas kesehatan lain seperti
Rumah Sakit didasarkan pada rata-rata tren penggunaan metode
kontrasepsi dalam 3 bulan dengan menambahkan perhitungan perkiraan
peningkatan kunjungan, lead time dst. Terkait dengan stok alokon di
RS maka permintaan alokon ke Dinas Dalduk & KB untuk masing-
masing metode kontrasepsi minimal 3 bulan dan maksimal 6 bulan
yang dikelola dengan system 1 pintu untuk memfasilitasi alokon di Poli
Kebidanan & KB, PONEK, IBS serta Kamar Bersalin.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan alokon :

1. Panduan Dasar Penyimpanan Alokon,

a. Bersihkan dan suci hamakan tempat penyimpanan alat/obat


kontrasepsi secara teratur

b. Simpan alat/obat kontrasepsi dalam keadaan kering, tidak


lembab mendapat ventilasi udara yang baik dan tidak terkena
sinar matahari langsung

c. Pastikan bahwa alat pengaman bahaya kebakaran berada dalam


kondisi baik, serta siap dan mudah diambil/digunakan

d. Tempatkan dus kondom yang terbuat dari karton agar


dijauhkan dari sumber listrik/lamou untuk mencegah bahaya
kebakaran.

e. Letakkan kartu identitas/label yang berisi batas waktu


kadaluarsa ditempat yang mudah dilihat

f. Tempatkan alokon pada posisi yang memungkinkan untuk


pendistribusian pada system FEFO yaitu alokon yang lebih
awal masa kadaluarsanya agar lebih awal
didistribusikan/dipakai klien
g. Tempatkan tiap jenis alat/ obat kontrasepsi secara terpisah dan
jauhkan dari bahan yang mengandung insektisida, bahan kimia,
arsip tua/lama,peralatan kantor dan material lain

h. Pastikan bahwa penyimpanan alat/obat kontrasepsi benar-benar


dalam posisi aman.

2. Sistem distribusi dengan cara FEFO

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam system FEFO (First Expired


First Out) :

a. Teliti setiap dus alat/obat kontrasepsi yang tiba di


gudang atau fasilitas pelayanan, kapan waktu kadaluarsa

b. Letakkan setiap dus alokon sesuai dengan urutan waktu


kadaluwarsa. Letak dus paling atas adalah dus alokon
yang masa kadaluwarsanya paling dekat.

c. Pastikan bahwa alokon tersebut mudah dilihat dan


mudah diambil oleh petugas

d. Umumkan kepada petugas lain agar menggunakan


alokon yang masa kadaluwarsanya paling dekat terlebih
dahulu,dan pastikan tidak menyebarkan alokon yang
sudah lewat tanggal kadaluwarsanya.

3. Pengamatan kualitas alokon secara visual dapat dilakukan apabila secara


fisik terlihat adanya tanda-tanda kelainan.

Tanda-tanda kelainan yang dapat dikenali (agar jangan digunakan)


adalah sebagai berikut:

No. Jenis alokon Tanda-tanda kelainan

1. Pil KB - pil terlihat rusak(pecah-pecah, rapuh/remuh, berubah


warna

- alumunium pembungkus rusak

- pada paket/strip ada pil yang hilang

- pil terlihat buruk/rusak (ada bintik coklat,mudah pecah)


2. Kondom -Kondom terlihat rusak

-Kondom kemasan terbuka / bocor

-segel kemasan tidak utuh

3. AKDR Kemasan steril sudah rusak / terbuka

4. Suntik KB Cairan memadat dan tidak bercampur homogeny


walaupun sudah dikocok

5. Implan -kemasan steril terlihat rusak

-satu kapsul atau lebih dalam kemasan tersebut hilang


atau berubah warna (tidak putih)

-satu kapsul atau lebih dalam kemasan tersebut


bengkok/tidak lurus.

4. Penjagaan mutu alokon pada tempat penyimpanan.

Efektivitas dan mutu alokon dapat terjaga dengan baik apabila


disimpan dalam kondisi yang baik. Penjagaan mutu dan kondisi penyimpanan
alokon

Jenis Kondisi Penyimpanan Masa


Kontrasepsi Kadaluwarsa

Pil KB Simpan di tempat kering dan jauhkan dari sinar 5 tahun


matahari langsung

Suntik KB Simpan pada suhu 15-300C,posisi vial 5 tahun


menghadap ke atas, jauhkan dari sinar matahari
langsung

Kondom Simpan di tempat kering, suhu ≥400C dan 3-5 tahun


jauhkan dari sinar matahari langsung, bahan
kimia, dan bahan yang mudah terbakar

AKDR Lindungi dari kelembaban sinar matahari 7 tahun


langsung, suhu 15-30 0C

Implan Simpan di tempat kering, suhu >300C 7 tahun

Untuk memastikan apakah alokon dalam kondisi baik sebelum di distribusikan kepada klien
lakukan hal sebagai berikut :

1. Petugas melakukan pengecekan kondisi fisik alokon yang diterima

2. Apabila kondisi kontrasepsi baik, kemudian akan disimpan lebih dari 6 bulan, apabila
kondisi tempat penyimpanan kurang baik (terlalu panas/lembab) petugas perlu
melakukan pengecekan fisik secara berkala (mingguan/bulanan)

3. Lakukan pencatatan dan pelaporan atas temuan yang ada untuk mendapatkan solusi yang
baik.
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Alur Pelayanan KB di Klinik PKBRS
1. Pengambilan nomor antrian di pendaftaran
2. Pendaftaran di loket Pendaftaran
3. Menunggu Pemanggilan di Klinik Kebidanan & Kandungan
4. Dilakukan pemeriksaan oleh Dokter Spesialis Kandungan dan Perencana KB
5. Pasien menuju Klinik PKBRS untuk dilakukan tindakan sesuai intruksi dokter
6. Penyelesaian administrasi / pembayaran di kasir
7. Pasien Pulang.

B. Alur Pelayanan KB Tubektomi (MOW) dilakukan secara One Day Care


Pelayanan MOW di Rumah Sakit sementara ini masih bekerja sama dengan Dinas Dalduk dan
KB, akseptor yang akan mengikuti MOW sudah mendapat KIE dari PLKB setempat tentang
persiapan sebelum tindakan seperti sudah berpuasa minimal 6 jam dari rumah. Untuk klien
dengan indikasi penyulit menyesuaikan kondisi klien untuk pelaksanaannya.

1. Pengambilan Nomor antrian dan Pendaftaran di loket Pendaftaran


2. Menunggu pemanggilan di Klinik Kebidanan dan Kandungan
3. Dilakukan Pemeriksaan Oleh Dokter spesialis Kandungan dan perencana KB.
4. Bila sudah mendapat persetujuan tindakan dari Pasutri dilanjutkan dengan
Informed Consent persetujuan Tindakan MOW
5. Pemeriksaan Laborat
6. Pembacaan Hasil laboratorium oleh dokter Spesialis
7. Edukasi pasien untuk pengosongan kandung kemih.
8. Pasien di antar ke Ruang IBS untuk persiapan Tindakan MOW
9. Penjelasan tentang Anestesi oleh Dokter Spesialis Anestesi di Ruang IBS
10. Pelaksanaan tindakan MOW di Ruang IBS
11. Tindakan MOW selesai akseptor ditempatkan di Ruang Melati (Ruang Bersalin
& Nifas)
12. Pasien Pulang menunggu persetujuan dari Dokter Spesialis Kandungan dan
Dokter Spesialis Anestesi
13. Penyelesaian administrasi

C. Pelayanan KB Pasca Persalinan dan Keguguran

BAB V LOGISTIK
(distribusi alokon)

Pembiayaan pelayanan KB meliputi komponen pembiayaan untuk pelayanan KB,


ketersediaan tenaga transportasi dan logistik.
Dalam penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan yang
dimulai pada tahun 2014,pelayanan KB merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang
dilakukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjut(FKTRL) yang pembiayaannya oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Selain dengan system di atas untuk pelayanan KB pasca persalinan dapat juga dibiayai
melalui Jaminan Persalinan (Jampersal) tergantung anggaran yang tersedia di
Jampersal.Diharapkan setiap ibu yang melahirkan dapat mengakses pelayanan KB segera setelah
melahirkan untuk mencegah jarak kehamilan yang terlalu dekat.
Sementara untuk penyediaan alokon dibiayai oleh dana program dari BKKBN. Untuk
transportasi petugas dapat menggunakan dana APBN alat BOK Puskesmas maupun dana APBD.
Dana pendistribusian alokon dari Kabupaten/kota ke fasilitas kesehatan disediakan
melalui dana BOKB yang ada dalam DAK Kab/Kota.
Bagi Klien yang bukan peserta JKN untuk jasa pelayanan menggunakan dana mandiri, sementara
klien yang menggunakan alokon non program dari pemerintah maka jasa pelayanan dan alokon
menggunakan dana mandiri.

BAB VI KESELAMATAN PASIEN


A. Keselamatan pasien dalam hal ini lebih mengutamakan dalam pencegahan infeksi.
Tujuan utama tindakan pencegahan infeksi adalah :
1. Mencegah infeksi pada waktu memberikan pelayanan metoda kontrasepsi yang
menggunakan alat-alat seperti suntik,pemasangan implant,AKDR,dan Tubektomi
2. Mengurangi resiko penularan penyakit hepatitis B dan HIV/AIDS tidak hanya pada
klien tetapi juga pada petugas kesehatan dan staf termasuk petugas kebersihan
3. Memenuhi prasyarat pelayanan KB yang sesuai standar
4. Perlindungan dari infeksi dikalangan petugas.
Pelayanan KB membutuhkan kepatuhan melaksanakan tindakan sesuai dengan
kewaspadaan Standar di ruang pemeriksaan dan laboratorium. Petugas harus
memperlakukan semua specimen darah, jaringan dan cairan tubuh sebagai pembawa
infeksi
B. Cara Pelaksanaan Kewaspadaan Standar
1. Anggap setiap klien maupun petugas dapat menularkan infeksi
2. Cuci tangan, upaya yang paling penting untuk mencegah kontaminasi silang
3. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD)
4. Masker Bedah,Pelindung Mata, Pelindung Wajah, sarung tangan pemeriksaan, sarung
tangan bedah
5. Gunakan cairan antiseptik untuk membersihkan kulit maupun membrane mukosa
sebelum memasang AKDR, implant,Tubektomi
6. Lakukan upaya kerja yang aman seperti tidak memasang tutup jarum suntik,
memberikan alat-alat tajam dengan cara yang aman.
7. Buang bahan-bahan habis pakai dengan aman untuk melindungi petugas pengelola
limbah medis dan untuk mencegah cidera maupun penularan infeksi kepada
masyarakat.
8. Lakukan pemrosesan terhadap alat-alat setelah dipakai dengan cara
mendekontaminasi dalam larutan cairan enzimatik/detergen selama 10 menit atau
larutan lain yang direkomendasikan,selanjutnya dicuci dan disikat kemudian dibilas
dengan air mengalir yang bersih yang selanjutnya disterilisasi atau Desinfekti Tingkat
Tinggi (DTT)

C. Pemrosesan Alat / Dekontaminasi


Pemrosesan Alat dilakukan di Ruang CSSD dengan cara sebagai berikut:

Dekontaminasi
Direndam dalam cairan enzimatik atau deterjen

Cuci dan Bilas
Pakai sarungtangan tebal untuk mencegah tertusuk alat-alat tajam

Sterilisasi

OTOKLAF OVEN
Tanpa bungkus 20 Tanpa bungkus 20
menit menit
Dibungkus Dibungkus
30 menit 30 menit

DINGINKAN
Siap Pakai

BAB VII KESELAMATAN KERJA


Petugas yang memberikan pelayanan KB diharapkan juga mengutamakan keselamatan
kerja dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
A. Cuci Tangan
Cuci tangan dilakukan pada:
1. Sebelum dan setelah memeriksa (bersentuhan langsung) klien
2. Sebelum dan setelah memakai sarung tangan steril atau DTT
3. Membersihkan alat-alat atau bahan lainnya yang habis pakai
B. Pemakaian Sarung Tangan
Sarung tangan dipakai bila akan :
1. Melakukan tindakan di klinik atau IBS
2. Melakukan pemrosesan alat-alat, sarung tangan dan bahan lainnya
3. Membuang sampah yang terkontaminasi (misalnya: kasa, kapas dan verban)
C. Penggunaan Alat Suntik
Menggunakan alat suntik yang aman :
1. Gunakan alat suntik untuk satu kali pemakaian
2. Jangan melepas jarum dari tabung suntik setelah selesai dipakai
3. Jangan menutup kembali, membengkokkan atau mematahkan jarum sebelum dibuang
4. Dekontaminasi alat suntik sebelum dibuang
5. Buang alat suntik dalam container pembuangan yang tahan tusukan bila tidak dipakai
lagi
6. Pemusnahan alat dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi fasyankes sesuai
dengan peraturan yang berlaku
BAB Efek samping keluhan KB

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU


RS telah melakukan jejaring dengan
puskesmas yg ada d blora.
Angka akseptor dimasukkan kemudian di
monitoring.
Diketahui direktur karena adanya laporan
3 bln sekali.
BAB IX PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai