BAB I Pendahuluan
BAB I Pendahuluan
BAB I Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan
gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau
artropometri penilaian status gizi anak adalah suatu keadaan dimana hasil
pengukuran Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U) berada di antara -3 SD sampai -2 SD. Jika hasil pengukuran PB/U
Pada tahun 2017, terdapat 22,2% atau 151 juta anak yang menderita stunting
jumlah balita stunting lebih dari setengah kasus di dunia atau sebanyak 83,6 juta
(55%), sedangkan sepertiganya lagi terdapat di Afrika sebanyak 39% dari jumlah
balita stunting. Proporsi terbanyak balita stunting di Asia berasal dari Asia Selatan
sebanyak 58,7% dan proporsi yang paling sedikit terdapat di Asia Tengah
2
sebanyak 0,9% balita stunting. Asia Tenggara berada pada urutan kedua dengan
yang dihadapi (Kemenkes RI, 2018). Prevalensi stunting atau pendek di Indonesia
cenderung statis. Hasil Riskesdas pada tahun 2007 menunjukan prevalensi balita
menjadi 35,6%. Akan tetapi, pada tahun 2013 prevalensi balita stunting kembali
meningkat menjadi 37,2% dan pada tahun 2016 prevalensi balita stunting semakin
turun menjadi 27,5%. Pada tahun 2017 dan 2018, prevalensi stunting kembali
Stunting pada anak merupakan masalah gizi kronis karena asupan gizi yang
infeksi pada anak dan masalah lingkungan (UNICEF et al, 2017). Stunting perlu
anak, serta menghambat pekembangan fisik dan mental anak (Fikawati dkk,
2017).
pengasuhan yang tidak memadai (Fikawati dkk, 2017). Stunting berkaitan dengan
kemampuan motorik dan mental anak (UNICEF et al, 2017). Balita yang
seperti penyakit jantung, stroke, diabetes dan ginjal (KPKDTT, 2017). Stunting
juga dapat meningkatkan risiko terjadinya obesitas. Hal ini disebabkan karena
orang dengan tubuh pendek memiliki berat badan ideal yang rendah sehingga
kenaikan berat badan beberapa kilogram saja bisa menaikkan Indeks Massa
Tubuh (IMT) melebihi normal (Anugraheni, 2012). Selain itu anak stunting sangat
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi dewasa yang
kurang berpendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit
tidak menular. Oleh karena itu, anak stunting merupakan preditor buruknya
balita. Faktor penyebab langsungnya adalah kurangnya asupan gizi yang diterima
balita (KPKDTT, 2017). Penyebab lainnya yaitu sosial ekonomi, penyakit infeksi,
pengetahuan ibu yang kurang, pola asuh yang salah, sanitasi dan hygine yang
buruk dan pelayanan kesehatan yang rendah (Rosiyati dkk, 2018). Selain itu,
karena anak pendek terlihat seperti anak-anak dengan aktivitas normal, tidak
2013).
4
menyebabkan berat lahir rendah (WHO, 2014). Berat badan lahir rendah ini dapat
meningkatkan resiko terjadinya stunting pada balita (Rosiyati dkk, 2018). Hasil
hubungan antara berat badan lahir rendah dengan kejadian stunting pada balita.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sundari (2018) yang dilakukan Surakarta
dan penelitian yang dilakukan Rahayu dkk (2015) di Puskesmas Sungai Karias,
Hulu Sungai Utara. Anak dengan berat badan lahir rendah beresiko 5,87 kali
balita. Menurut Ni’mah dan Nadhiroh (2015) , ASI eksklusif merupakan salah
satu faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Hasil
hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian stunting pada balita. Anak yang tidak mendapatkan ASI
Eksklusif memiliki resiko 3,7 kali lebih besar dibandingan dengan anak yang
pemenuhan nutrisi anak karena anak memerlukan dukungan dan perhatian orang
yang baik dari orang tua diperlukan untuk mendapatkan gizi yang baik pada anak
sehingga orang tua mampu menyediakan menu pilihan yang seimbang (Devi,
gizi dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan masalah gizi (Rosa, 2011).
Kurangnya gizi pada anak dapat disebabkan oleh sikap atau perilaku orang
tua terutama ibu yang menjadi faktor dalam pemilihan makanan yang tidak benar,
makanan dan gizinya. Kesalahan dalam pemilihan makanan dapat terjadi akibat
kejadian stunting pada balita. Tingginya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh ibu
akan mempengaruhi pengetahuan ibu tentang gizi. Hal ini juga sejalan dengan
berpengaruh pada kejadian stunting pada anak, dimana anak yang lahir dari ibu
dengan pendidikan yang tinggi memiliki resiko lebih rendah dibandingkan dengan
anak yang lahir dengan ibu yang buta huruf. Hasil penelitian Pormes dkk (2014)
menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan orang tua tentang gizi
dengan kejadian stunting pada anak usia 4-5 tahun di TK Malaekat Pelindung di
Manado.
mempengaruhi status gizi pada balita. Penelitian yang dilakukan oleh Olsa dkk
6
(2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sikap ibu dengan kejadian
stunting pada balita. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahmatillah
(2018), dimana sikap ibu sangat mempengaruhi status gizi pada balita.
Pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh ibu tentang gizi sangat berperan penting
jumlah maupun mutu gizinya sangat berpengaruh bagi status gizi anak.
stunting pada balita (Illahi, 2017). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuh anak.
sebesar 30,6% dimana balita dengan kategori pendek sebesar 21,3% dan balita
Pasaman sedangkan di Kota Padang, prevalensi stunting pada balita yaitu sebesar
wilayah kerja Puskesmas Andalas dimana pada balita dengan umur 24-59 bulan
terdapat 201 balita pendek dan 133 balita sangat pendek. Untuk di wilayah kerja
memiliki umur 24-59 bulan memiliki tinggi kurang dari -2 SD setelah dilakukan
pengukuran tinggi badan anak dan dihitung menggunakan rumus z-skor indeks
antopometri TB/U. Setelah dilakukan wawancara kepada ibu balita, 2 orang balita
stunting memiliki berat badan lahir yang rendah. 3 orang balita memiliki riwayat
tidak ASI Eksklusif. 2 dari 5 ibu tidak mengetahui dan ibu cenderung tidak terlalu
pada balita umur 24-59 bulan di Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah Wilayah
B. Rumusan Masalah
masalah penelitian ini adalah apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
stunting pada balita umur 24-59 bulan di Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
tahun 2019.”
2. Tujuan Khusus
Andalas
Andalas
Puskesmas Andalas
Andalas
Andalas
D. Manfaat Penelitian
3. Bagi Peneliti