Laporan Pola Tanam

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum

Dasar-Dasar Agronomi

POLA TANAM

NAMA : RONAL GUNAWAN HAMJAYA


NIM : G021181030
KELAS : DASAR-DASAR AGRONOMI B
KELOMPOK : 14
ASISTEN : ALFIAH FAJRIYANI

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pertanian, tanam dan pola tanam sangat diperlukan. Tanam
dan pola tanam yang berbeda dapat menentukan tingkat produksi dalam kualitas,
maupun kuantitas. Ada banyak jenis pola tanam dalam dunia pertanian. Ada yang
menguntungkan kita namun merugikan alam, ada juga yang menguntungkan alam
namun, bagi kita kurang menguntungkan dari segi kualitas maupun kuantitas. Kita
harus mengetahui berbagai macam tanam menanam serta polanya yang baik bagi
kita namun tidak merusak lingkungan. Dalam laporan ini akan dibahas tentang
bagaimana menanam yang baik dan cara pola tanam yang benar.
Tanam adalah menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit
padamedia tanam baik media tanah maupun bukan media tanah dalam satu
bentuk pola tanam, sedangkan pola tanam sendiri adalah usaha penanaman pada
sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dan urutan tanaman selama
periode waktu tertentu termasuk masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami
selama periode tertentu. Jadi, dalam mengolah lahan kita perlu mempelajari cara
tanam serta pola tanam untuk menempatkan suatu bibit yang ditanam dengan
tepat dan dapat menghasilkan hasil yang memuaskan sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan petani dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi
tanaman adalah dengan memilih sistem pola tanam yang tepat. Sistem pola tanam
dapat dilakukan dengan monokultur atau polikultur. Monokultur dirasakan kurang
menguntungkan karena mempunyai resiko yang besar, baik dalam keseimbangan
unsur hara yang tersedia, maupun kondisi hama penyakit dapat menyerang
tanaman secara eksplosif sehingga menggagalkan panen.
Dalam bercocok tanam, terdapat beberapa pola tanam agar efisien dan
memudahkan kita dalam penggunaan lahan, dan untuk menata ulang
kalender penanaman. Sistem pola tanam terbagi menjadi 3 yaitu, monokultur,
polikultur (tumpeng sari), dan rotasi tanaman. Ketiga pola tanam tersebut
memiliki nilai plus dan minus tersendiri. Pola tanam memiliki arti penting dalam
produksi tanam. Dengan pola tanam, berarti memanfaatkan dan memadukan
berbagai komponen yang tersedia, seperti agroklimat, tanah, hama dan penyakit,
keteknikan, dan sosial ekonomi.
Pola tanam di daerah tropis, seperti di Indonesia biasanya disusun selama
satu tahun dengan memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan yang
sepenuhnya tergantung dari hujan). Maka, pemilihan jenis atau varietas tanaman
yang akan ditanam pun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia
ataupun curah hujan.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilaksanakan praktikum mengenai
pola tanam untuk mengetahui pengertian pola tanam, fungsi pola tanam dan pola
tanam monokultur pada mentimun dan polikultur pada kacang tanah dan jagung.
1.2` Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukannya praktikum  tanam dan pola tanam ini adalah untuk
mengetahui pengertian pola tanam, fungsi pola tanam dan pola tanam monokultur
pada tanaman mentimun dan polikultur pada kacang tanah dan jagung.
Kegunaan dari dilakukannya praktikum ini adalah agar dapat memahami
dan mampu menjelaskan pengertian pola tanam, dan jenis pola tanam pada
tanaman mentimun, kacang tanah, dan jagung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pola Tanam


Penanaman adalah suatu proses menempatkan bahan tanam berupa benih
atau bibit pada media tanam baik media tanah maupun media bukan tanah dalam
suatu bentuk pola tanam, dimana pola tanam adalah usaha penanaman pada
sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dan urutan tanaman selama
periode waktu tertentu termasuk masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami
selama periode tertentu. Jika digolongkan, pola tanam terdiri atas tiga macam,
yaitu monokultur, rotasi tanaman, dan polikultur (Anwar, 2012).
Lahan yang dapat digunakan bisa berupa lahan kosong atau lahan yang
sudah terdapat tanaman yang mampu dilakukan tumpang sari. Pengetahuan
tentang pola tanam sangat perlu bagi petani, terutama petani yang berusaha ingin
maju. Sebab dari usaha tani yang dilakukan, diharapkan dapat mendatangkan hasil
yang maksimal. Tidak hanya hasil yang menjadi objek, bahkan keuntungan
maksimum sangat mereka inginkan, tanpa mengabaikan pengawetan tanah dan
menjaga kestabilan kesuburan tanah (Musyafa, 2011).
Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia, biasanya disusun selama
satu tahun dengan memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan
yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka pemilihan jenis maupun varietas
yang ditanam pun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia atau pun
curah hujan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola tanam adalah
ketersediaan air dalam satu tahun, prasarana yang tersedia dalam lahan tersebut,
jenis tanah setempat, kondisi umum daerah tersebut, misalnya genangan, dan
kebiasaan serta kemampuan petani setempat (Anwar, 2012).
2.2 Jenis – Jenis Pola Tanam
Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis.
Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja. Tujuan
menanam secara monokultur adalah meningkatkan hasil pertanian. Kelebihan
sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam
maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Sedangkan kelemahan sistem ini adalah
tanaman relatif mudah terserang hama maupun penyakit (Sari, 2017).
Penanaman monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian
yang tidak mantap. Buktinya tanah pertanian harus diolah, dipupuk dan disemprot
dengan insektisida. Jika tidak, tanaman pertanian mudah terserang hama dan
penyakit. Jika tanaman pertanian terserang hama, maka dalam waktu cepat hama
itu akan menyerang wilayah yang luas. Petani tidak dapat panen karena
tanamannya terserang hama. Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif
mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Di
sisi lain, kelemahan sistem ini adalah tanaman relative mudah terserang hama
maupun terserang penyakit (Wahyudi, 2013)
Kelebihan penanaman pola tanam monokultur adalah teknis budidayanya
lebih mudah karena tanaman yang ditanam maupun dipelihara hanya satu jenis.
Selain itu, monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena
memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin
pertanian dan menekan biaya tenaga kerja, dan kekurangan monokultur adalah
tanaman relatif mudah terserang hama maupun penyakit dan keseragaman kultivar
mempercepat penyebaran organisme penganggu tanaman (Tambunan, 2011)
Menurut Sari (2017), Pola tanam Polikultur ialah pola pertanian dengan
banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan yang terusun dan terencana dengan
menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik.
Keuntungan dari sistem pola tanam polikultur ini antara lain:
a. Mengurangi serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), karena
tanaman yang satu dapat mengurangi serangan OPT lainnya, selain itu
siklus hidup hama atau penyakit dapat terputus.
b. Menambah kesuburan tanah. Misalnya dengan menanam tanaman yang
mempunyai perakaran berbeda, misalnya tanaman berakar dangkal
ditanam berdampingan dengan tanaman berakar dalam, maka tanah
disekitarnya akan lebih gembur.
c. Memperoleh hasil panen yang beragam. Penanaman lebih dari satu jenis
tanaman akan menghasilkan hasil panen yang beragam. Ini
menguntungkan karena bila harga salah satu komoditas rendah, dapat
ditutup oleh harga komoditas lainnya.
Selain kelebihan yang dimiliki, sistem pola tanam polikultur juga memiliki
kekurangan, antara lain terjadi persaingan penyerapan unsur hara antar tanaman,
juga OPT banyak sehingga sulit dalam pengendaliannya.
Menurut Sari (2017), Tanaman Polikultur terbagi menjadi 4 jenis, antara
lain dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tumpang sari (Intercropping),  adalah penanaman lebih dari satu tanaman
pada kurung waktu yang bersamaan atau selama periode tanam pada satu
tempat yang sama.
b. Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang
tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat
keuntungan yang maksimum.
c.  Tanaman Bersisipan (Relay Cropping), merupakan pola tanam dengan
menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok
(dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda).
d. Tanaman Campuran (Mixed Cropping), merupakan penanaman terdiri
beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya,
semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman
hama dan penyakit.
e. Tanaman bergiliran (Sequential Planting), merupakan penanaman dua jenis
tanaman atau lebih yang dilakukan bergiliran. Setelah tanaman yang satu
panen kemudian baru ditanam tanaman berikutnya pada sebidang
lahan yang sama
2.3 Deskripsi Tanaman
2.3.1 Deskripsi Tanaman Mentimun
Menurut Sumpena (2008), tanaman mentimun dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Superdivisio : Embriophyta
Divisio : Trachetophyta
Class : Magnoliopsida
Sub class : Asteridae
Ordo : Cucurbitales
Familia : Cucurbitacea
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis sativa L
Mentimun memiliki sistem perakaran tunggang dan bulu-bulu akar, tetapi
daya tembus akar relatif dangkal, pada kedalaman sekitar 30-60 cm. Oleh sebab
itu, tanaman mentimun termasuk peka terhadap kekurangan dan kelebihan air.
Tanaman mentimun memiliki batang yang berwarna hijau, berbulu dengan
panjang yang bisa mencapai 1,5 m dan umumnya batang mentimun mengandung
air dan lunak (Wijoyo, 2012).
Mentimun mempunyai sulur dahan berbentuk spiral yang keluar di sisi
tangkai daun. Sulur mentimun adalah batang yang termodifikasi dan ujungnya
peka sentuhan. Bila menyentuh galah sulur akan mulai melingkarinya. Dalam 14
jam sulur itu telah melekat kuat pada galah/ajir (Wijoyo, 2012).
Daun mentimun lebar berlekuk menjari dan dangkal, berwarna hijau muda
sampai hijau tua. Daunnya beraroma kurang sedap dan langu, serta berbulu tetapi
tidak tajam dan berbentuk bulat lebar dengan bagaian ujung yang meruncing
berbentuk jantung. Kedudukan daun pada batang tanaman berselang seling antara
satu daun dengan daun diatasnya (Sumpena, 2008).
Bunga mentimun berwarna kuning dan berbentuk terompet, pada tanaman
ini berumah satu yang artinya, bunga jantan dan bunga betinah terpisah, tetapi
masih dalam satu pohon. Bunga betina mempunyai bakal buah berbentuk lonjong
yang membengkak, sedangkan bunga jantan tidak. Letak bakal buah tersebut di
bawah mahkota bunga (Wijoyo, 2012).
Buah mentimun muda berwarna antara hijau, hijau gelap, hijau muda,
hijau keputihan sampai putih, tergantung kultivar yang diusahakan. Sementara
pada buah mentimun yang sudah tua (untuk produksi benih) berwarna cokelat,
cokelat tua bersisik, kuning tua, dan putih bersisik. Panjang dan diameter buah
mentimun antara 12-25 cm dengan diameter antara 2-5 cm atau tergantung
kultivar yang diusahakan (Sumpena, 2008). Biji timun berwarna putih, berbentuk
bulat lonjong (oval) dan pipih.
Biji mentimun diselaputi oleh lendir dan saling melekat pada ruang-ruang
tempat biji tersusun dan jumlahnya sangat banyak. Biji-biji ini dapat digunakan
untuk perbanyakan dan pembiakan (Hariswasono, 2011).
2.3.2 Deskripsi Tanaman Jagung
Menurut Nuning (2012), tanaman jagung dapat diklasifikasikan:
Kingdom : Plantae
Superdivisio : Angiospermae
Divisio : Spermatophyta
Class : monocotyledone
Ordo : Graminae
Familia : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m
meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah
cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang
membantu menyangga tegaknya tanaman. Jagung mempunyai akar serabut
dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau
yang biasa disebut penyangga (Nuning, 2012).
Menurut Syafruddin (2012), tanaman jagung mempunyai batang yang
tidak bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas.
Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas
teratas berkembang menjadi tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga
komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles
vaskuler), dan pusat batang.
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang, merupakan
bangun pita (ligulatus), ujung daun runcing (acutus), tepi daun rata (integer),
Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu
tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stomata
pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap
stomata dikelilingi sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting
dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Nuning, 2012).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin)
dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas
bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh
sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak
tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning
dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari
buku, di antara batang dan pelepah daun (Nuning, 2012).
Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada
umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif
meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Buah Jagung siap panen Beberapa
varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut
sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan
2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (Syafruddin, 2012).
2.3.3 Deskripsi Tanaman Kacang Tanah
Menurut Marzuki (2009), tanaman kacang tanah diklasifikasikan:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Leguminales
Famili : Papilionaceae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogaea L.
Akar kacang tanah serabut dengan batang tidak berkayu dan berbulu halus.
Batang kacang tanah ada yang tumbuh tegak dan menjalar. Kacang tanah berdaun
majemuk bersirip genap. Daunnya terdiri atas empat anak daun dengan tangkai
daun agak panjang. Helaian anak daun dengan tangkai daun agak panjang.
Helaian anak daun ini bertugas mendapatkan cahaya matahari sebanyak-
banyaknya. Bunga keluar pada ketiak daun. Setiap bunga seolah-olah bertangkai
panjang berwarna putih. Bukan tangkai bunga, tetapi tabung kelopak. Mahkota
bunga berwarna kuning. Bendera mahkota bunganya bergaris-garis merah pada
pangkalnya. Umur bunganya hanya satu har, mekar di pagi hari dan layu pada
sore hari. Bunga kacang tanah dapat melakukan penyerbukan sendiridan bersifat
geotropis positif. Penyerbukan terjadi sebelum bunganya mekar (Marzuki, 2009).
Kacang tanah berbuah polong. Polongnya terbentuk setelah terjadi
pembuahan. Bakal buah tersebut tumbuh memanjang. Inilah yang disebut
ginofora yang menjadi tangkai polong. Cara pembentukan polong adalah mula
mula ujung ginofora yang runcing mengarah keatas. Setelah tumbuh ginofora
tersebut melengkung ke bawah dan masuk ke dalam tanah. Setelah menembus
tanah, ginofora mulai membentuk polong. Pertumbuhan memanjang ginofora
memanjang terhenti setelah terbentuk polong. Polong-polong kacang tanah berisi
antar 1 sampai dengan 5 biji. Biji kacang tanah berkeping dua dengan kulit ari
berwarna putih, merah atau ungu tergantung varitasnya (Purwono, 2009).
2.4 Mulsa
Mulsa adalah suatu bahan penutup tanah yang digunakan pada budidaya
suatu tanaman. Jenis mulsa yang sering digunakan petani yaitu jerami, serasa
tumbuhan, dan mulsa plastik hitam perak (Haryani, 2013).
Penggunaan mulsa bertujuan untuk menekan dan mencegah pertumbuhan
gulma, mengurangi penguapan, menjaga struktur tanah, meningkatkan produksi
tanaman, mencegah erosi tanah, mempertahankan struktur, suhu dan kelembaban
tanah, menghemat tenaga kerja penyiangan, merangsang pertumbuhan akar, dan
mengurangi kerusakan akar akibat penyiangan dengan kored (Sumpena, 2008).
Mulsa plastik merupakan lembaran berwarna hitam perak yang berguna
untuk melindungi permukaan tanah serta menghambat pertumbuhan gulma atau
rumput liar yang berada di sekitar tanaman yang dibudidayakan dengan sistem
tanpa mulsa (Haryani, 2013). Pada sistem budidaya tanaman mentimun yang
dilakukan secara intensif seringkali menggunakan mulsa hitam perak untuk
mengurangi penguapan air dari tanah dan menekan hama serta penyakit dan
gulma. Penggunaan mulsa pada tanaman mentimun menurut petani bisa
meningkatkan produktivitas serta efektif mengurangi pertumbuhan gulma karena
mulsa dapat menjaga tanah tetap gembur, suhu dan kelembaban tanah relatif
stabil. Selain itu dengan adanya mulsa, maka pemberian pupuk, pengendalian
gulma maupun hama penyakit dapat berkurang baik dalam segi biaya dan waktu
yang dibutuhkan oleh para petani dalam budidaya tanaman (Sumpena, 2008).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di kebun percobaan ExFarm, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar pada tanggal 5 September 2018 hingga 26
September 2018 pada pukul 16.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cangkul, sekop, parang,
meteran. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu tali rafia secukupnya,
10 buah ajir ukuran 2 meter, nilon, benih kacang tanah, benih mentimun, benih
kacang panjang, pupuk kandang 2 karung/kelas, furaddan, mulsa organik dan
mulsa plastik (anorganik).
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari praktikum pola tanam adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Membersihkan lahan dengan menggunakan alat yang telah dibawa,
membajak lahan dengan menggunakan cangkul kemudian membuat
bedengaan dengan ukuran 3 x 1,5 m dengan tinggi gundukan 30 cm.
3. Menggemburkan tanah dengan menggunakan cangkul atau sekop,
kemudian tanahnya diratakan sebelum ditanami.
4. Membuat drainase agar air dapat mengalir dengan baik, sehingga
menyebabkan air mengalir atau tidak tergenang disekitar bedengan.\
5. Mencampur pupuk kandang dengan tanah sebelum ditanami.
6. Membuat lubang – lubang kecil di atas permukaan bedengan dengan
menggunakan tangan atau alat bantuan lainnya seperti ranting kayu yang
kecil. Dimana jarak antar lubang adalah 50 – 60 cm.
7. Kemudian di dekat lubang tersebut, pasanglah sebuah patok yang kecil
yang telah dihasilkan dari bambu yang dibawa sebagai penanda.|
8. Masukkan benih mentimun yang telah disiapkan ke dalam lubang yang
sudah dibuat sebanyak 2 – 3 butir per lobang yang telah dibuat.
9. Memberikan furadan secukupnya ke dalam tanah yang telah dilubangi
tersebut, kemudian tutup kembali lubang tersebut dengan tanah.
10. Setelah itu, proses selanjutnya ialah melakukan penyiraman.
11. Melakukan penyiangan agar bedengan tetap bersih dari gulma
12. Melakukan penyiraman minimal 1x sehari. Yang dimana bisa dilakukan
pada saat pagi hari ataupun sore hari secara rutin.
13. Tetap menjaga tanah agar tanah tidak kering, sehingga pertumbuhan
tanaman dapat berlangsung dengan baik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Monokultur
Hasil praktikum pertumbuhan tanaman Monokultur dengan menggunakan
mulsa organik, mulsa plastik dan tanpa menggunakan mulsa adalah sebagai
berikut:

Pengamatan ke-1 Pengamatan ke-2 Pengamatan ke-3 Pengamatan ke-4


NO. Perlakuan
TT JD TT JD TT JD TT JD
Mulsa
1. 5 cm 3 22,5 cm 8 47 cm 13 73,5 cm 19
Organik
Mulsa
2. 4,5 cm 3 21 cm 8 43,5 cm 11 67,5 cm 17
Plastik
Tanpa
3. 3 cm 2 20,5 cm 6 38,5 cm 10 57,5 cm 15
Mulsa
Sumber: Data Hasil Olah Primer, 2018
1.1.2 Polikultur
Hasil praktikum pertumbuhan tanaman Polikultur yaitu jagung dan kedelai
adalah sebagai berikut:

Pengamatan ke-1 Pengamatan ke-2 Pengamatan ke-3 Pengamatan ke-4


NO. Perlakuan
TT JD TT JD TT JD TT JD
1. Kedelai 4 cm 3 - - - - - -
2. Jagung 3 cm 3 7 cm 4 - - - -

Sumber: Data Hasil Olah Primer, 2018


4.2 Pembahasan
4.2.1 Monokultur
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tanaman mentimun yang
menggunakan mulsa organik pada pengamatan pertama memiliki tinggi 5 cm
dengan jumlah daunnya 3, pada saat pengamatan kedua memiliki tinggi 22,5 cm
dengan jumlah daunnya 8, pada saat pengamatan ketiga memiliki tinggi 47 cm
dengan jumlah daun 13, dan pada pengamatan terakhir memiliki tinggi 73,5 cm
dengan jumlah daun 19. Kemudian untuk tanaman mentimun yang menggunakan
mulsa plastik pada pengamatan pertama memiliki tinggi 4,5 cm dengan jumlah
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa dalam bercocok tanam pasti kita akan menggunakan pola tanam. Pola
tanam ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu monokultur dan Polikultur.
Monokultur merupakan menanam satu jenis tanaman yang sama dalam petak
lahan sama dalam waktu tertentu. Sedangkan polikultur merupakan kegiatan
penanaman tanaman lebih dari satu jenis dalam petak yang sama dengan dalam
kurun waku tertentu.
Mulsa merupakan bahan yang digunakan petani untuk menutup tanah pada
tanaman budidayanya. Manfaat mulsa ini yaitu untuk mengurangi intensitas
cahaya dan tetap menjaga kelembaban pada tanah. Mulsa dibedakan menjadi dua
yaitu organik dan anorganik. Baik mulsa organik maupun nonorganik masing-
masing memiliki kekurangan dan kelebihan.
Hasil praktikum yang kami dapatkan pada tanaman mentimun adalah
tanaman yang menggunakan mulsa organik memiliki pertumbuhan dan
perkembangan yang lebih bagus dibanding menggunakan mulsa plastik ataupun
tanpa mulsa. Perbedaan kualitas tanaman tersebut dapat dilihat dari tinggi
tanaman dan jumlah daunnya.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam praktikum ini adalah menyiramlah secara rutin
karena tumbuhan sangan membutuhkan air untuk proses pertumbuhannya. Dalam
pemasangan mulsa, lakukanlah dengan sangat berhati-hati agar mulsa tidak
melukai tanaman. Pemasangan ajir juga sebaiknya dilakukan secara rapi agar
berfungsi dengan baik sebagai tempat melilitnya batang tanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Awaliah, Nadya. 2015.  Laporan Dasar Budidaya Tanaman Tanam Dan Pola
Tanam. Malang: Universitas Brawijaya
Sari, Maya. 2017. Pengertian dan jenis pola tanam. Sumatera: Badan Litbang
Pertanian
Sumpena, U. 2008. Budidaya Mentimun Intensif, dengan Mulsa, secara Tumpang
Gilir. Jakarta: Penebar Swadaya. 80 hal
Tambunan, Sonia. dkk. 2011. Tanam dan Pola Tanam. Bogor: IPB
Wijoyo, P.M. 2012. Budidaya Mentimun yang Lebih Menguntungkan. Jakarta: PT
Pustaka Agro Indonesia. 69 hal
Haryani, dkk. 2013. Pemberian Mulsa dalam Budidaya Cabai Rawit di Lahan
Kering: Dampaknya Terhadap Hasil Tanaman dan Aliran Permukaan.
Jurnal Agroteknologi Indonesia 41(2) : 147 – 153
Syukur, M. 2013. Jagung Manis dan Solusi Permasalahan Budidaya. Jakarta:
Penebar Swadaya. 123 hal
Nuning Argo Subekti, Syafruddin, Roy Efendi, dan Sri Sunarti. 2012. Morfologi
Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Maros: Balai Penelitian
Tanaman Serealia.
Marzuki, R. 2009. Bertanam Kacang Tanah. Jakarta: Penebar Swadaya. 43 hal.
Purwono dan Purnamawati. 2009. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. 
Jakarta: Penebar Swadaya. 139 hal. 

Anda mungkin juga menyukai