Riba Tafsir Ahkam
Riba Tafsir Ahkam
Riba Tafsir Ahkam
Tafsir Ahkam
Disusun Oleh :
FAKULTAS USHULUDDIN
2022/2023
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memudahkan saya dalam menyusun
makalah, Mata kuliah “Tafsir Ahkam “. Tak lupa juga Shalawat serta salamnya
semoga selalu tercurahkan kepada baginda alam, yakni Nabi Muhammad SAW.
tidak lupa juga shalawat serta salamnya, semoga selalu tercurahkan kepada
keluarganya, para sahabat, para tabi’in atba-’attabiin sampai kepada umatnya
hingga akhir zaman. Aamiin.
Saya mengucapkan rasa syukur kepada Allah ta’ala yang telah melimpahkan
nikmat sehat walafiat sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tentunya dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kata sempurna,
masih banyak kekurangan dan kesalahan didalamnya. Olehnya itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar saya bisa lebih baik lagi
dalam menyajikan makalah. Atas perhatianya saya ucapkan terimaksih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Riba
Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti tambahan
(azziyadah), berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw) dan meningkat
(alirtifa'). Sehubungan dengan arti riba dari segi bahasa tersebut, ada ungkapan
orang Arab kuno menyatakan sebagai berikut; arba fulan 'ala fulan idza azada
'alaihi (seorang melakukan riba terhadap orang lain jika di dalamnya terdapat
unsur tambahan atau disebut liyarbu ma a'thaythum min syai'in lita'khuzu aktsara
minhu (mengambil dari sesuatu yang kamu berikan dengan cara berlebih dari apa
yang diberikan).
Dalam pengertian lain secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan
membesar. Secara istilah syar’i menurut A.Hassan, riba adalah suatu tambahan
yang diharamkan didalam urusan pinjam meminjam. Menurut Jumhur ulama
prinsip utama dalam riba adalah penambahan, penambahan atas harta pokok tanpa
adanya transaksi bisnis riil. Ada beberapa pendapat lain dalam menjelaskan riba,
namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam
secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Kata riba
tidak hanya berhenti kepada arti "kelebihan". Pengharaman riba dan penghalalan
jual beli tentunya tidak dilakukan tanpa adanya "sesuatu" yang membedakannya,
dan "sesuatu" itulah yang menjadi penyebab keharamannya.
3
dan riba merupakan "bunga" uang, karena mempunyai arti yang sama yaitu sama-
sama bunga, maka hukumnya sama yaitu haram. 1
Riba (usury) juga erat kaitannya dengan dunia perbankan konvensional, di mana
dalam perbankan konvensional banyak ditemui transaksi-transaksi yang memakai
konsep bunga, berbeda dengan perbankan yang berbasis syariah yang memakai
prinsip bagi hasil (mudharabah) yang belakangan ini lagi marak dengan
diterbitkannya undang-undang perbankan syariah di Indonesia nomor 7 tahun
1992.2
B. Jenis-jenis Riba
Secara garis besar riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat hutang
piutang yang telah dijelaskan tentang keharamannya dalam al-Qur'an, dan riba
jual beli yang juga telah dijelaskan boleh dan tidaknya dalam bertransaksi dalam
as-Sunnah.
Riba utang piutang terbagi menjadi dua yaitu riba qardh dan riba jahiliyah.Adapun
riba jual beli terbagi menjadi riba fadl dan riba nasi’ah.4
1
Fitri Setyawati, RIBA DALAM PANDANGAN AL-QUR’AN DAN HADIS. Journal AL-INTAJ
Vol. 3, No. 2, September 2017 Fakultas Ekoomi dan Bisnis Islam
2
Lihat Undang-undang Perbankan, Undang-undang No. 10 Th. 1998 tentang perubahan Undang-
undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan,(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 44-45
3
Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, cet. I, (Jakarta:
Tazkia Institute, 1999), h. 77-78
4
a) Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan yang disyaratkan terhadap yang
berhutang.Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada
Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan
hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000
adalah riba Qardh.
b) Riba jahiliyah
Utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena peminjam tidak
mampu membayar utangnya pada waktu yang ditentukan, dan biasa
disebut juga dengan riba yad. Biasanya tambahan ini bertambah sesuai
dengan lama waktu si peminjam dan membayar utangnya.
c) Riba fadhl
Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda, sedangkan barang yang ditukarkan itu termasuk barang ribawi
(emas, perak, gandum, tepung, kurma dan garam). Contohnya tukar
menukar emas dengan emas, perak dengan perak.
d) Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
ditukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya, riba ini muncul karena
adanya perbedaan atau tambahan antara yang diserahkan hari ini dan yang
diserahkan kemudian. Contoh :Seseorang meminjam sekilo gandum
dalam jangka waktu tertentu. Apabila saat pembayaran tiba, pihak yang
mempunyai hutang tidak dapat membayarnya maka ia harus menambah
menjadi 1.5 kilo. Yang maksudnya menambah pembayaran utangnya
sesuai dengan pengunduran waktu pembayaran.5
4
Nurul Huda Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan teoritis dan Praktis,
(Jakarta: Kencana, 2010), h.192
5
Ahmad Muhammad Al-Assal dan Dr. Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem Prinsip dan Tujuan
Ekonomi Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999).h.91.
5
Mengenai hal ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengingatkan dalam firman-Nya :
اض ِم ْنكُ ْم َ اَيُّ َها الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْوا ََل ت َأْكُل ُ ْْٓوا ا َ ْم َوالَكُ ْم بَ ْينَكُ ْم ِبا ْلبَا ِط ِل ا َّ َِْٓل ا َنْ تَك ُْو َن تِ َج
َ ًارة
ٍ عنْ ت ََر
Dalam hal jual beli, si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang
diterimanya. Demikian pula dalam proyek bagi hasil, para peserta perkongsian
berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal juga turut
serta menanggung kemungkinan resiko kerugian yang bisa saja muncul setiap
saat. Dalam transaksi simpan pinjam dana, secara konvensional, si pemberi
pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu
penyeimbang yang diterima si peminjam, kecuali kesempatan dan faktor waktu
yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil di sini adalah si
peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti
6
untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut. Demikian pula dana itu
tidak akan berkembang dengan sendirinya hanya dengan faktor waktu semata
tanpa ada faktor orang yang menjalankan dan mengusahakannya. Bahkan, ketika
orang tersebut mengusahakan bisa saja untung dan juga rugi. 6
شي ْٰطنُ ِمنَ ا ْل َم ِس ٰذ ِلكَ بِاَنَّ ُه ْم قَالُ ْْٓوا َّ ِي يَت َ َخبَّطُهُ ال ِ َاَلَّ ِذ ْينَ يَأْكُلُ ْون
ْ الر ٰبوا ََل يَقُ ْو ُم ْونَ ا ََِّل َك َما يَقُ ْو ُم الَّذ
ظةٌ ِم ْن َّربِ ٖه فَا ْنت َ ٰهى فَلَ ٗه َما َ الر ٰبوا فَ َم ْن ج َۤا َء ٗه َم ْو ِع
ِ ّٰللاُ الْبَ ْي َع َوح ََّر َموا َوا َ َح َّل هۘ الر ٰب
ِ اِنَّ َما ا ْلبَ ْي ُع ِمثْ ُل
ٰۤ َ
, َب النَّ ِار ۚ هُ ْم فِ ْيهَا ٰخ ِلد ُْون ُ ول ِٕىكَ اَص ْٰح ُ ّٰللا َو َم ْن عَا َد فاِ ف َوا َ ْم ُر ٗ ْٓه اِلَى ه
َ َسل
َ
6
Syofrianisda, S.ThI, M.A.,RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Kritis Terhadap
Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Riba oleh Mufassir Kontemporer)Hlm, 40-41.
7
dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. (278), Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (279).
D. TAFSIRAN AYAT
Di dalam tafsirnya Al-Bayan, Hasbi Ash Shiddieqy menjelaskan ayat tentang riba
dalam surah Al-Baqarah ayat 275-279, yaitu sebagai berikut :
Al-Baqarah ayat 275 : “Orang orang yang memakan riba tiada berdiri,
melainkan sebagai berdiri orang yang dibanting syaithan (kemasukan
syaithan). Yang demikian itu disebabkan perkataan mereka, hanya saja jual
beli itu, sama dengan riba”. – Bagaimana mereka menyamakan jual beli
dengan riba padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba, Allah tidak menyamakan hukum keduanya. Maka barang siapa datang
kepadanya pengajaran dari Tuhannya, lalu berhenti, maka menjadi
kepunyaannya apa yang telah diambil. Dan urusannya terserah kepada Allah
dan barangsiapa kembali lagi memakan riba maka itulah penghuni penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya.
7
Prof. T.M Hasbi ash Shiddieqy, Dr. Tafsir al-Bayan, PT Almaarif, Bandung, J 1, hal .276
8
Al-Baqarah ayat 279 : penafsiranya yaitu, Tafsirnya adalah jika kamu tiada
mengerjakannya ( jika kamu tiada meninggalkannya), maka ketahiulah bahwa
kamu diperangi (dimarahi) Allah dan RosulNya. Dan jika kamu bertaubat dari
memakan riba, maka bagimu pokok pokok hartamu; tiada boleh kamu
menganiaya dan di aniaya.
8
https://kumparan.com/danangributwahyudi/hikmah-diharamkannya-riba.
Diakses pada tgl 27-03-2022
9
DAFTAR PUSTAKA
Nurul Huda Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan teoritis dan
Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), h.192
https://kumparan.com/danangributwahyudi/hikmah-diharamkannya-
riba. Diakses pada tgl 27-03-2022
10