Laporan Kasus Katarak Senilis
Laporan Kasus Katarak Senilis
Laporan Kasus Katarak Senilis
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Pasien
2.2. Anamnesis
2.3. Pemeriksaan Fisik
2.4. Resume
2.5. Diagnosis
2.6. Penatalaksanaan
2.7. KIE
2.8. Prognosis
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Glaukoma
3.1.1 Definisi
3.1.2 Epidemiologi
3.1.3 Fisiologi Pengeluaran Aqueous Humor
3.1.4 Patofisiologi Glaukoma
3.1.5 Klasifikasi Glaukoma
3.1.6 Penegakan Diagnosa
3.1.7 Penatalaksanaan dan Komplikasi
3.2. Katarak
3.2.1 Definisi
3.2.2 Epidemiologi
3.2.3 Patofisiologi
3.2.4 Klasifikasi
3.2.5 Penatalaksanaan dan Komplikasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pemeriksaan Fisik
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Mekanisme Aliran Aqueous Humor
Gambar 3.2 Glaukoma Sudut Terbuka
Gambar 3.3 Glaukoma Sudut Tertutup
Gambar 3.4 Representasi Skematis Jalur MAPK
Gambar 3.5 Katarak Nuklearis
Gambar 3.6 Katarak Kortikalis
Gambar 3.7 Katarak Subkapsularis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma dinyatakan sebagai penyakit kedua terbanyak di dunia setelah katarak yang
menyebabkan kebutaan bersifat permanen dan tidak dapat diperbaiki (irreversible). Glaukoma
berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang berarti warna hijau kebiruan, yang
menggambarkan warna pupil pada penderita glaukoma. Berdasarkan data WHO (World Healt
Organization) 2010 jumlah penderita glaukoma mencapai 60,5 juta individu dengan 3,2 juta
Glaukoma merupakan penyakit mata yakni terjadi kerusakan pada saraf optik yang
penglihatan. Faktor resiko utama penyebab glaukoma dalah peningkatan tekanan intraokular
yang pada umumnya disebebkan oleh hambatan pengeluaran humor akuos. Glaukoma
dibedakan menjadi glaukoma primer yakni glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya,
glaukoma sekunder terjadi akibat penyakit mata lain, trauma mata, pembedahan maupun
18 juta orang mengalami kebutaan kedua mata akibat katarak. Indonesia menduduki peringkat
tertinggi prevalensi kebutaan di Asia Tenggara sebesar 1,5% dan 50% di antaranya
disebabkan katarak. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat karena pertambahan penduduk
yang pesat dan meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia. Menurut hasil survei
Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,4%, dengan responden tanpa
Katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa mata
sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata Katarak dapat disebabkan karena
ketidakseimbangan mekanisme kontrol air dan elektrolit, denaturasi protein lensa atau
4
gabungan keduanya. Sekitar 90% kasus katarak berkaitan dengan usia serta penyebab lain
adalah kongenital dan trauma. Katarak matur dan hipermatur dapat menyebabkan timbulnya
glaukoma. Hal ini terjadi karena ukuran lensa yang membesar pada katarak sehingga
mendesak ruang bilik mata bagian depan atau karena partikel lensa yang keluar dan
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Waluyo Kota Blitar. Menambah wawasan mengenai glaukoma dan katarak, menjadi bahan
5
tinjauan pustaka serta sebagai bahan pembelajaran dan meningkatkan kemampuan dalam
6
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. B
Usia : 57 tahun
Status : Janda
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Petani
No. RM : 18647699
2.2 Anamnesis
Keluahan Utama
Mata kanan tidak dapat melihat dan mata kiri terasa pedas dan nyeri cekot-
Blitar dengan keluhan mata kiri terasa pedas dan nyeri cekot-cekot sejak 3 hari yang
lalu. Pasien juga mengeluhkan penglihatan kabur tanpa diserta rasa silau ketika
terkena cahaya dan tidak melihat bayangan berbentuk bintik atau garis. Keluhan yang
sama juga dirasakan pada mata kanan sejak 5 tahun yang lalu dan sudah disarankan
untuk dilakukan operasi mata namun pasien menolak. Keluhan pada mata kanan
dirasakan semakin memberat hingga tidak dapat melihat. Pasien cukup rutin untuk
7
kontrol ke poli mata dan diberikan obat. Ketika obat tetes maupun obat minum habis
nyeri cekot-cekot dan terasa pedas pada mata kanan kambuh kembali.
- Riwayat DM : disangkal
Tidak ada riwayat gejala penyakit mata yang serupa pada anggota keluarga.
Riwayat Gizi
Riwayat Kebiasaan
- Alkohol : (-)
Riwayat Pengobatan
Pasien menolak untuk dilakukan operasi mata karena tidak ada yang
berobat dan dirujuk ke RSUD Mardi Waluyo untuk periksa mata. Pasien mengaku
selama ini cukup rutin untuk kontrol mata dan mengkonsumsi obat secara rutin.
Riwayat Alergi
GCS : 456
Status Oftalmologis
Foto
Posis bola
Ortophoria Ortophoria
mata
Gerakan bola
mata
0 Visus 6/21f
Spasme (-) Spasme (-)
Palpebra
Edema (-) Edema (-)
CI (-) CI (-)
Konjungtiva
PCI (-) PCI (-)
Jernih Kornea Jernih
Dangkal COA Dangkal
Warna cokelat, Red. Line Warna cokelat, Red. Line
Iris
(+) (+)
Bundar midriasis Pupil Bundar sentral
Keruh tipis Lensa Keruh tipis
43,4 TIO 8,5
2.4 Resume
Pasien perempuan berusia 57 tahun datang ke RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar
dengan keluhan mata kiri terasa pedas dan nyeri cekot-cekot sejak 3 hari yang lalu. Pasien
juga mengeluhkan penglihatan kabur tanpa diserta rasa silau ketika terkena cahaya dan tidak
melihat bayangan berbentuk bintik atau garis. Keluhan yang sama juga dirasakan pada mata
9
kanan sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan pada mata kanan dirasakan semakin memberat hingga
Keadaan pasien cukup baik dengan kesadaran kompos mentis. Pada pemeriksaan
oftalmologis didapatkan adanya penuruna visus penglihatan pada mata kanan dan kiri (VOD
0, VOS 6/21f). Pada pemeriksaan slit lamp OD didapatkan: mata tenang, kornea jernih, COA
dangkal, pupil midriasis dan lensa keruh tipis. Sedangkan pemeriksaan slit lamp OS
didapatkan: mata tenang, kornea jernih, COA dangkal, pupil bundar sentral dan lensa keruh
tipis.
2.5 Diagnosis
Diagnosa Banding
Diagnosa Kerja
- Glaukoma kronis
- Glaukoma absolut
2.6 Penatalaksanaan
10
2.7 KIE
Pasien diberikan informasi bahwa peningkatan tekanan bola mata dapat terjadi
sewaktu-waktu. Pasien tetap diminta untuk secara rutin kontrol dan teratur mengkonsumsi
obat yang diberikan untuk dapat mencegah kerusakan dari saraf mata. Selain itu, penglihatan
pasien yang kabur juga disebabkan adanya katarak dan sewaktu-waktu juga dapat semakin
2.8 Prognosa
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Glaukoma
pressure/IOP) dan pada umumnya disebabkan karena terjadi hambatan pengeluaran cairan
bola mata (humor aquos). Hal ini sekaligus menjadi patogenesis terjadinya glaukoma 1.
kongenital. Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya dan
merupakan kasus glaukoma terbanyak. Glaukoma primer dikenal dengan dua macam yakni
glukoma primer sudut terbuka (GPSTa) dan glaukoma sudut tertutup (GPSTp). GPSTa
memiliki ciri sudut bilik mata yang terbuka namun terdapat penyumbatan pada aliran
keluarnya humor aquos sedangkan GPSTp memiliki ciri sudut bilik mata yang tertutup
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat adanya penyakit lain pada
mata seperti infeksi berulang pada mata, komplikasi katarak, serta trauma pada mata. Adapun
glaukoma kongenital adalah glaukoma yang ditemukan sejak lahir, disebabkan oleh sistem
saluran pembuangan di dalam mata tidak berfungsi dengan baik sehingga menyebabkan
pembesaran pada mata. Selian itu, jika penderita glaukoma mengalami kebutaan total maka
disebut dengan glaukoma absolut. Glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari glaukoma
primer yang tidak diobati atau gagal dalam pemberian terapi 1,2.
12
3.1.2 Epidemiologi
dan pertambahan usia. Data tahun 2010 menunjukkan 60,5 juta individu menderita glaukoma.
Secara global angka kejadian glaukoma terus bertambah dengan perkiraan tahun 2040
mencapai 111,8 juta kasus. Pada tahun 2015 sebanyak 552.744 kasus glaukoma terjadi di Asia
yakni sebanyak 4 sampai 5 orang dari 1.000 penduduk menderita glaukoma. Berdasarkan data
rumah sakit online (SIRS online) Indonesia, kunjungan pasien rawat jalan penderita glaukoma
tahun 2017 sebesar 427.091 dengan kasus baru sebesar 80.548. Adapun mayoritas penderita
glaukoma berdasar data pasien rawat jalan dan rawat inap pada tahun 2017 adalah kelompok
Aquos merupakan cairan transparan yang mengisi ruang anterior dan posterior bilik
mata, yang disekresikan oleh epitel nonpigmen dari badan siliar. Aquos humormerupakan
sumber nutrisi utama bagi lensa, kornea dan membantu pengeluaran produk-produk sisa
metabolisme. Aquos humormemiliki sifat sedikit hipertonik dibandingkan plasma, dan juga
bersifat asam dengan pH 7.2. Dua karakteristik utama dari aquos humoradalah jumlah
askorbat yang tinggi hingga 15-20 kali lebih besar daripada plasma dan jumlah protein yang
rendah, sehingga kejernihan aquos humortetap terjaga. Kadar askorbat yang tinggi membantu
melindungi struktur okular anterior dari kerusakan yang diakibatkan oksidasi oleh sinar
ultraviolet. Proses biologis normal menghasilkan oksidan dan efek merugikan dari adanya
oksidan akan dicegah oleh keberadaan antioksidan intra dan ekstraselular. Kandungan aquos
humorterdapat antioksidan dengan berat molekul rendah seperti glutation dan askorbat
13
Aquos humor disekresikan oleh epitel siliar yang membatasi tepi prosesus siliaris dan
mengalir masuk ke dalam bilik mata belakang. Aliran aquos humordimulai dari bilik mata
belakang kemudian melewati pupil memasuki bilik mata depan dan selanjutnya akan
trabekula, kanal schlemm, jaringan intrasklera serta menuju vena episklera dan vena
konjungtiva. Jalur non-konvensional aquos humorakan mengalir melewati akar iris, di antara
Jalur trabekular memiliki kontribusi sebesar 70% hingga 90% pada proses
pengeluaran aquos humordari bola mata, dan 5% hingga 30% sisanya meninggalkan bola
mata melalui jalur uveosklera. Jumlah aliran aquos humorakan menurun seiring dengan
bertambahnya usia. Jalur uveosklera relatif tidak tergantung kepada tekanan intraokular.
Peningkatan tekanan intraokular dapat terjadi karena terdapat penurunan aliran keluar jalur
14
a. Sistem Aliran Humor Aqueous
humour dari sudut COA. Sekitar 90% aqueous humour total dialirkan melalui jalur ini.
Masing-masing lapisan memiliki inti jaringan ikat berkolagen, yang dilapisi oleh
merupakan tempat aliran yang bergantung pada tekanan. Jaringan trabekular berfungsi
sebagai katup satu arah yang melewatkan aqueous humour meninggalkan mata tetapi
membatasi aliran dari arah lain tanpa menggunakan energi. Selanjutnya, ruangan
vena siliaris anterior dan vena ophtalmica superior, yang selanjutnya diteruskan ke
sinus kavernosus 6.
humour keluar melalui jalur ini. Pada mekanisme aliran ini, aqueous humour mengalir
dari sudut COA menuju ke otot siliar, kemudian ke rongga suprasiliar dan
Mekanisme utama penurunan fungsi penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel
ganglion retina yang menyebabkan terjadinya penipisan pada lapisan serat saraf dan lapisan
ini retina. Hal ini juga menyebabkan berkurangnya akson pada nervus optikus dan diskus
optikus menjadi atrofi. Secara umum terdapat 2 faktor yang mendasari mekanisme penurunan
fungsi penglihatan yaitu teori mekanis yaitu peningkatan tekanan intraokuler menyebabkan
15
kerusakan papil nervus optikus dan teori vaskuler yaitu penurunan aliran/perfusi darah
menyebabkan terjadinya kerusakan papil nervus optikus. Pada teori mekanis, peningkatan
tekanan intraokuler menyebabkan tekanan pada serabut saraf terutama pada bagian Elschnig’s
ring dan lamina kribosa. Patofisiologi peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi oleh
adanya keseimbangan antara sekresi aquos humor oleh badan siliar dan drainase melalui
trabekular meshwork dan uveoskleral. Oleh karena itu dibagi menjadi 2 mekanisme yaitu
pada glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka. Pada pasien dengan glaukoma
sudut terbuka, ada peningkatan hambatan pada aliran aquos humor pada jalur trabekula
meshwork. Sementara hambatan terdapat pada jalur menuju drainase tersebut disebut sebagai
Glaukoma akut adalah kelainan mata akut yang ditandai gambaran gangguan struktur
segmen anterior dan papil saraf optik akibat tekanan intra okuli yang tinggi.
Gambaran klinis glaukoma akut adalah struktur segmen anterior serta fungsinya karena
TIO yang sangat tinggi dan mendadak. Gangguan yang terjadi seperti pelebaran
pembuluh darah (sebagai tanda adanya bendungan) sehingga mata tampak merah,
edema kornea yang menyebabkan tajam penglihatan sangat menurun dan terjadi
difraksi yang memecah cahaya putih menjadi komponen warna pelangi disekitar
sumber cahaya (halo), paralisis otot sfingter pupil sehingga pupil melebar yang
menyebabkan silau, rangsangan pada saraf trigeminus sehingga mata terasa sangat nyeri
Glaukoma kronis adalah kelainan mata kronis dengan gambaran kerusakan papil saraf
optik yang khas disertai defek pada lapang pandangan yang khas. Tekanan intraokuli
yang tinggi merupakan faktor risiko yang penting diantara faktor faktor risiko lain yang
16
belum banyak diketahui. Gambaran klinis glaukoma kronis yaitu karena peningkatan
TIO yang kronis pada umumnya tidak setinggi peningkatan yang akut sehingga struktur
di segmen anterior tidak mengalami gangguan struktur yang berarti sehingga penderita
pun merasa matanya normal. Namun demikian, struktur papil saraf optik di segmen
posterior secara perlahan-lahan mengalami kerusakan yang makin lama makin luas
anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, pasien mengalami glaukoma kronis
dengan peningkatan TIO yang kronis meskipun tidak setinggi peningkatan yang terjadi
pada glaukoma akut. Sehingga pada segmen anterior tidak terlihat adanya tanda
gangguan struktur 8.
Menurut etiologi nya glaukoma dibagi menjadi glaukoma primer dan sekunder.
Glaukoma primer bila penyebabnya tidak diketahui dan mengenai kedua mata, disertai
1. Glaukoma Primer
dijumpai. Sekitar 0,4-0,7 % orang berusia lebih dari 40 tahun dan 2-3% orang
berusia lebih dari 70 tahun diperkirakan mengidap glaukoma primer sudut terbuka.
Gambaran patologik utama pada glaukoma primer sudut terbuka adalah proses
jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Akibatnya adalah penurunan
timbulnya gejala glaukoma primer sudut terbuka agak lambat yang kadang-kadang
tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Pada
glaukoma primer sudut terbuka tekanan bola mata sehari-hari tinggi atau lebih dari
20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan
17
terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita.
Gangguan saraf optik akan terlihat gangguan fungsinya berupa penurunan lapang
pupil. Saat tingkat pencahayaan berkurang, hal tersebut juga dapat terjadi pada
dilatasi pupil untuk oftalmoskopi. Glaukoma sudut tertutup akut primer ditandai oleh
munculnya kekaburan penglihatan mendadak yang disertai nyeri hebat, halo dan
18
Gambar 3.3 Glaukoma sudut tertutup
pada 6 bulan pertama pada 70% kasus dan didiagnosis pada akhir tahun pertama pada
80% kasus. Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai
fotofobia dan pengurangan kilau kornea. Peningkatan tekanan intraokular adalah tanda
terjadi relatif dini dan terpenting. Temuan-temuan lanjut adalah peningkatan garis
tengah, edema epitel, robekan membran Descemet, dan peningkatan kedalaman kamera
diderita sebelumnya atau pada saat itu. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah
tekanan intraokular biasanya lebih rendah dari normal karena korpus siliar yang
meradang kurang berfungsi baik. Namun juga dapat terjadi peningkatan tekanan
tersumbat oleh sel-sel radang dari kamera anterior, disertai edema sekunder, atau
sudah terjadi kebutaan total, akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi
lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit
Pada glaukoma absolut didapatkan manifestasi klinis secara umum yakni yang
didapatkan adalah terdapat tanda-tanda glaukoma yakni kerusakan papil nervus II dengan
predisposisi TIO tinggi dan terdapat penurunan visus. Yang berbeda dari glaukoma lain
adalah pada penderita glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif. Apabila
masih terdapat persepsi cahaya maka belum dapat didiagnosis sebagai glaukoma absolut.
Gejala yang menonjol pada glaukoma absolut adalah penurunan visus tersebut, namun
demikian dapat ditemukan gejala lain dalam riwayat pasien. Rasa pegal di sekitar mata
dapat diakibatkan oleh peregangan pada didnding bola mata akibat TIO yang tinggi.
Gejala-gejala seperti nyeri, mata merah, dan halo dapat ditemukan juga (Ilyas, 2013).
Pada glaukoma absolut fungsi badan siliaris dalam memproduksi aqueous humor
normal, tetapi aliran keluar terhambat. Sehingga TIO meningkat dan menyebabkan nyeri
dan nyeri pada kebutaan. Kornea jarang keruh namun mengalami variasi perubahan
degeneratif, yang paling sering keratitis bulosa. Bilik anterior menjadi sangat sempit dan
20
terdapat adhesi anterior berbentuk cincin yang merupakan adhesi antara permukaan
posterior kornea dengan permukaan anterior iris, umumnya melibatkan seluruh sekeliling
sepertiga bagian tepi iris. Iris sangat atrofik dan mengandung banyak pembuluh darah
baru, baik radikal maupun sirkular, pada stroma bagian superfisial dan profunda, keadaan
ini memberikan rasa sakit sekali akibat terjadinya glaukoma hemoragik. Berkaitan dengan
atrofi stroma, terdapat kecenderungan derajat berat ektropion dari teoi pupil yang
berpigmen. Adhesi antara iris dan lensa kadang terjadi dan sering terbentuk pembuluh
darah baru pada adhesi fibrin ke permukaan anterior lensa. Pupil sangat dilatasi, ireguler,
dan imobil. Kekeruhan total lensa dapat terjadi, umunya diikuti perubahan degeneratif
1. Anamnesis
a. Keluhan utama
b. Keluhan penyerta
• Riwayat penyakit mata seperti mata merah, gangguan lapang pandang, katarak,
f. Riwayat pengobatan
g. Riwayat alergi
2. Pemeriksaan Khusus
a. Visus
21
Pemeriksaan visus bukan merupakan pemeriksaan khusus glaukoma. Pada
glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif, hal ini disebabkan
kerusakan total papil N.II. Papil N.II yang dapat dianggap sebagai lokus minoris pada
dinding bola mata tertekan akibat TIO yang tinggi, oleh karenanya terjadi perubahan-
perubahan pada papil N.II yang dapat dilihat melalui funduskopi berupa
b. Tonometri
Tekanan intraokular pada glaukoma absolut dapat tinggi atau normal. Tekanan
normal dapat terjadi akibat kerusakan corpus ciliaris, sehingga produksi aqueus turun.
Hal ini bisa terjadi pada penderita dengan riwayat uveitis. TIO tinggi lebih sering
ditemukan pada penderita glaukoma. Dikatakan tekanan tinggi apabila TIO > 21
mmHg 10 .
Sudut mata pada pasien glaukoma absolut dapat dangkal atau dalam,
akut pada pasien seperti nyeri, mata merah, halo, dan penurunan visus mendadak.
Dengan penlight COA dalam ditandai dengan semua bagian iris tersinari, sedangkan
pada sudut tertutup iris terlihat gelap seperti tertutup bayangan. Pemeriksaan
d. Oftalmoskopi
22
Pemeriksaan fundus mata. khususnya untuk memperhatikan papil syaraf optik.
Pada papil syaraf optik dinilai warna papil syaraf optik. Pada glaukoma absolut
terjadi mikro-aneurisma yang berlebihan pada pembuluh darah retina. Perubahan pada
1. Terapi Medikamentosa
a. Beta blockers
Reduksi : 20-25%
depresi, impotensi.
Contoh obat :
Timolol 1-2x
Betaksolol larutan
Levobunolol larutan
Reduksi : 15-20%
Sistemik :
23
Asetazolamid 250 mg tab.
e. Analog Prostaglandin
iris, dll
2. Terapi Bedah
Prinsip operasi Membuat jalan baru untuk mengeluarkan humor aqueous, karena
jalan yang normal tidak digunakan lagi (Barton, Hitchings dan Budenz, 2013).
24
Penggunaan laser (argon) untuk menimbulkan luka bakar pada trabecular
aqueous.
membentuk komunikasi langsung antara kamera okuli anterior dan posterior yang
c. Bedah drainase
Tindakan beedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
jaringan subkonjungtiva atau orbita dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi
selang drainase.
d. Siklodestruktif
TIO diturunkan dengan cara merusak epitel sekretorik dari badan siliar. Kegagalan
terapi medis dan bedah dapat menjadi pertimbangan untuk dilakukannya destruksi
korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraocular
3. Komplikasi
sinekia anterior perifer dimana iris perifer melekat pada jalinan trabekula dan
iris lebih jauh kedepan yang akan menambah hambatan pupil dan pada gilirannya
akan menambah derajat hambatan sudut. Serangan glaukoma yang hebat dan
25
3.2 Katarak
dapat dicegah. Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan
lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata. Katarak dapat
disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit, karena
denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya. Sekitar 90% kasus katarak berkaitan
dengan usia; penyebab lain adalah kongenital dan trauma (Astari, 2018).
3.2.2 Epidemiologi
lndonesia, 77,7% kebutaan disebabkan oleh katarak. Sedangkan prevalensi kebutaan akibat
katarak pada penduduk umur 50 tahun ke atas di Indonesia sebesar 1,9%. sebesar 52,7% pada
penderita katarak dengan tajam penglihatan Alasan utama penderita katarak di Indonesia
belum dioperasi bervariasi di beberapa provinsi, antara lain disebabkan tidak mengetahui jika
menderita katarak dan tidak tahu katarak bisa disembuhkan (Papua Barat 43,5%, NTT 44,4%,
Bali 26,8%, Jawa Tengah 41,3%, Kalimantan Selatan 45,3% dan Sumatera Selatan 40,3%),
alasan biaya (Maluku 36,6%, Sulawesi Utara 40,5%, NTB 25,5%, Jawa Timur 31,5%, Jawa
Barat 31,9%, Sumatera Barat 33,3%, dan Sumatera Utara 33,3%), merasa tidak perlu
a. Oxidant-antiaxidant imbalance
Lensa adalah organela yang selalu terpapar oleh cahaya sepanjang hidup dan
Lensa dilengkapi dengan sistem antioksidan yang cukup untuk mempertahankan diri
dari stress oksidatif tersebut. Enzim yang berperan sebagai antioksidan pada lensa
dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas dan stress oksidatif 13.
lensa. Molekul ini disintesis oleh epitelium lensa dimana setiap oxidized glutathione
akan direduksi menjadi reduced glutathione (GSH) oleh glutathione reductase. GSH
melawan molekul reaktif secara langsung, melindungi protein thiol yang terpapar dari
proses oksidasi. GSH dapat melindungi epitel lensa dari oksidasi, termasuk
Sintesis dan daur ulang GSH akan menurun seiring bertambahnya usia sehingga
kadar GSH pada nukleus lensa serta rendahnya aktivitas siklus redox GSH
b. Stress Signaling
NFκB adalah faktor transkripsi yang diaktifkan oleh ROS. Biasanya terletak di
sitoplasma dalam kompleks tidak aktif bersama inhibitor kappa B (Iκ B) dan stres
dan mengikat elemen kontrol DNA dan dengan demikian mempengaruhi transkripsi gen
spesifik yang terkait dengan pensinyalan stres dan kematian sel. Jalur yang dimediasi
NFκB dilaporkan hadir ditemukan dalam sel epitel lensa yang terpapar hidrogen
c. Jalur MAPK
yang memainkan peran utama dalam regulasi proliferasi sel, diferensiasi sel dan
27
fosforilasi berurutan, dimulai dengan aktivasi MAPK kinase kinase (MAP3Ks).
yang pada gilirannya menstimulasi aktivitas MAPK melalui fosforilasi ganda pada
residu treonin dan tirosin. MAPK yang diaktifkan memfosforilasi beragam substrat
dalam sitosol dan nukleus untuk membawa perubahan dalam fungsi protein dan ekspresi
gen yang berperan pada proses biologis seperti proliferasi, diferensiasi, respons
MAPK phosphatases (MKPs), yang mengenali motif asam amino TXY hadir di
tersendiri dalam kelangsungan hidup dan fungsi normal sel epitel lentikular dan dengan
demikian transparansi lensa. Stres oksidatif adalah stimulus ekstraseluler dominan yang
mengaktifkan jalur MAPK dan banyak laporan menegaskan keterlibatan jalur MAPK
dalam kematian sel epitel lensa dan pembentukan katarak melalui disorganisasi gap
28
Protein kinase C (PKC) termasuk dalam kelompok serin/treonin kinase yang
berfungsi dalam proses pensinyalan seluler melalui fosforilasi dan seperti MAPK, PKC
diaktifkan oleh kerusakan oksidan dan kalsium. PKC telah dikelompokkan menjadi tiga
kelas (PKC α, β dan γ ) tergantung pada kofaktor yang diperlukan untuk aktivasinya.
PKCγ bergerak ke membran plasma setelah aktivasi dan memfosforilasi target seperti
reseptor, protein struktural dan protein gap junction dan dilaporkan dalam opasitas lensa
13
.
Susunan protein lensa yang tepat memainkan peran utama dalam pemeliharaan
transparansi dan modifikasi protein struktural dan fungsional dalam lensa sebagai akibat
dari oksidasi, proteolisis, transamidasi, karbamilasi, fosforilasi, dll. opasitas lensa 14,15.
okular dan peningkatan aktivitas xanthine oxidase membentuk sumber radikal bebas
yang penting dan merupakan penanda stres oksidatif lensa. Oksidan yang dihasilkan
oleh sistem xanthine oxidase memaksakan ikatan silang dan agregasi kristalin,
hilangnya keseimbangan redoks seluler, oksidasi basa DNA dan peroksidasi lipid dari
asam lemak tak jenuh ganda dan menimbulkan kerusakan pada pompa transpor aktif
gugus sulfhidril aktual atau potensial dan merupakan tempat potensial untuk reaksi
Kristalin adalah protein struktural utama dalam lensa yang menyusun sekitar
90% protein larut air lensa dan menambah transparansi dan sifat refraksi dengan
pengemasannya yang tepat. Tiga jenis kristalin utama yang ditemukan dalam lensa
29
tinggi yang larut dan terbungkus rapat dalam serat lensa, sehingga meningkatkan indeks
utama yang terdiri dari αA dan αB crystallins memiliki fungsi pendamping yang terlibat
resistensi terhadap stres oksidatif. Juga, asosiasi molekul kristalin dan membentuk
kemasan padat dan ini meminimalkan hamburan cahaya dan memberikan transparansi
selama pembentikan katarak melalui beberapa modifikasi seperti agregasi dan cross-
atas transparansi lensa dan filamen intermediet utama adalah filensin, phakinin, dan
phakinin. Filensin dan phakinin membentuk kompleks dengan kristalin αA dan αB dan
jaringan di lensa yang berfungsi dalam arsitektur lensa dan juga berinteraksi dengan
pembentukan katarak. Untuk menjaga transparansi lensa, protein yang rusak harus
substrat oleh perlekatan kovalen dari beberapa molekul ubiquitin dan degradasi
selanjutnya dari protein yang ditandai oleh proteasome 26S. Beberapa enzim terlibat
pada ATP. Dalam proses ini, ubiquitin pertama kali diaktifkan oleh enzim pengaktif
ubiquitin (E2) baik melalui pembentukan ikatan tiol ester. Ubiquitin yang diaktifkan
30
kemudian secara langsung terkait dengan substrat atau dihubungkan ke substrat melalui
ubiquitin ligase (E3), ditargetkan ke 26S proteasome untuk proteolisis dan ubiquitin
didaur ulang. Jalur proteasome yang bergantung pada ubiquitin berada di bawah kendali
respons oksidan dan aktivitas enzim pengaktif dan konjugasi diubah pada lensa tua dan
residu asam amino ubiquitin yang terlibat dalam mekanisme degradasi protein
f. Peroksidase Lipid
Integritas membran lenticular adalah salah satu faktor penting yang menjaga
kation dan dilengkapi dengan membran ATPase untuk homeostasis air, kalsium,
natrium dan kalium. Oksidasi lipid merupakan konsekuensi berbahaya utama dari
mengubah fungsi fisiologis membran sel. Peroksidasi lipid telah terlibat dalam
yang larut dan merusak struktur membran penting, apoptosis sel epitel dan berhubungan
g. Ketidakseimbangan Ion
homeostasis ion yang optimal. Untuk mempertahankan gradien ionik yang curam, lensa
harus terus menerus mengeluarkan energi untuk mendorong natrium dan kalsium
keluar, pada saat yang sama berfungsi untuk mengakumulasi ion lain seperti kalium.
Homeostasis kalsium seluler dicapai dengan keseimbangan antara kebocoran masuk dan
aliran keluar oleh membran plasma Ca2+ ATPase dan penukar Na+ Ca2+. Peningkatan
31
natrium yang progresif, kehilangan kalium yang nyata dan peningkatan kalsium
h. Inflamasi
oxide (NO) adalah radikal bebas, pembawa pesan sinyal dan peran NO dalam
rendah dalam aqueous humor yang membasahi lensa. Tingkat konstitutif produksi NO
berkontribusi pada fungsi okular normal, tetapi sebagai respons terhadap induksi
inducible nitric oxide synthase (iNOS) oleh trauma oksidan, produksi NO meningkat.
lebih kuat seperti peroksinitrit dengan superoksida yang sangat reaktif dan
menimbulkan sitotoksisitas dan stres nitrosatif pada protein dan berperan dalam
seperti IFN di lensa melalui jalur MAPK. Selain itu, diketahui bahwa IFN-g
Homeostasis metabolik dari satu lapisan sel epitel lensa penting dalam menjaga
transparansi seluruh lensa. Dalam keadaan fisiologis normal, sel memiliki rentang hidup
yang relatif lama, faktor-faktor seperti stres oksidatif mengubah viabilitas epitel
peran kematian sel epitel lensa sebagai peristiwa biokimia kunci yang mendasari proses
32
Mengaktifkan apoptosis lentikular melalui aktivasi faktor pro-apoptosis, Caspases, dan
Katarak senilis merupakan 90% dari semua jenis katarak. Terdapat tiga jenis
a. Katarak nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna lensa
slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga asimetris.
Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada
33
membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut sebagai second
b. Katarak kortikal
pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan menimbulkan
gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan penglihatan
bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk melihat ada
tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan
(Astari, 2018).
c. Katarak subkapsuler
subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau, penglihatan buruk pada tempat terang,
dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan jauh (Astari, 2018).
34
Gambar 4. Katarak Subkapsuler
1. Tatalaksana
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa
penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari derajat
tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut mengganggu
aktivitas pasien. Indikasi lainnya adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya
penglihatan perifer, rasa silau yang sangat mengganggu, dan simtomatik anisometrop 14.
Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara lain:
depan, dan katarak sangat padat sehingga menghalangi pandangan gambaran fundus
EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara
pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa kekurangan EKIK, seperti besarnya ukuran
35
pasca operasi, cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina. Meskipun sudah
banyak ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasuskasus subluksasi lensa, lensa
sangat padat, dan eksfoliasi lensa. Kontraindikasi absolut EKIK adalah katarak pada
anak-anak, katarak pada dewasa muda, dan ruptur kapsul traumatik, sedangkan
kontraindikasi relatif meliputi miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan
1. EKEK Konvensional
EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks
(capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO). Teknik
ini mempunyai banyak kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil sehingga
luka lebih stabil dan aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan
penyembuhan luka lebih cepat. Pada EKEK, kapsul posterior yang intak
Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan irisan
sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini dinamai SICS.
Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan risiko
mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di
mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang
padat. Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak
36
subkapsuler posterior, dan awal katarak kortikal (Sreelakshmi and Abraham, 2016;
Astari, 2018).
d. Fakoemulsifikasi
memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa diaspirasi
kelebihan seperti penyembuhan luka yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan
terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis
2. Komplikasi
Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) dapat
terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui insisi yang
terlalu besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi suprakoroid,
atau perdarahan suprakoroid.2 Jika saat operasi ditemukan pendangkalan KOA, hal
pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi aspirasi, meninggikan botol cairan
infus, dan mengecek insisi. Bila insisi terlalu besar, dapat dijahit jika perlu. Tekanan
dari luar bola mata dapat dikurangi dengan mengatur ulang spekulum kelopak mata.
Hal berikutnya adalah menilai tekanan vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien
PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang
sering terjadi. Studi di Hawaii menyatakan bahwa 0,68% pasien mengalami PCR dan
vitreous loss selama prosedur fakoemulsifikasi. Beberapa faktor risiko PCR adalah
miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome, dan zonulopati. Apabila
terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi anterior untuk mencegah komplikasi yang
lebih berat. PCR berhubungan dengan meningkatnya risiko cystoid macular edema,
ablasio retina, uveitis, glaukoma, dislokasi LIO, dan endoftalmitis postoperatif katarak
(Astari, 2018).
3. Nucleus drop
nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam rongga
vitreus. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal dapat
sekunder, ablasio retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia melaporkan
insidensi nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%. Faktor risiko nucleus
drop meliputi katarak yang keras, katarak polar posterior, miopia tinggi, dan mata
1. Edema kornea
katarak. Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma
edema kornea. Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu.
Jika kornea tepi masih jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema
38
kornea yang menetap sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan
2. Perdarahan
3. Glaukoma Sekunder
TIO ringan bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang
tertutup adalah blok pupil, blok siliar, glaukoma neovaskuler, dan sinekia
4. Uveitis Kronik
katarak dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang menetap lebih dari 4
39
LIO, vitreus inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab
lapisan inti dalam dan pleksiformis luar. Penurunan tajam penglihatan terjadi
6. Ablasio Retina
Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK dan <1%
bedah katarak. Adanya kapsul posterior yang utuh menurunkan insiden ablasio
retina pasca bedah, sedangkan usia muda , miopia tinggi, jenis kelamin laki-
laki, riwayat keluarga dengan ablasio retina dan pembedahan katarak yang sulit
7. Endoftalmosis
namun sangat berat.1 Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga
palpebra atau periorbita, injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik mata depan,
Penanganan endoftalmitis yang cepat dan tepat mampu mencegah infeksi yang
40
lebih berat. Tatalaksana pengobatan meliputi kultur bakteri, antibiotik
TASS merupakan inflamasi pasca operasi yang akut dan non-infeksius. Tanda
disertai hipopion.1 TASS memiliki onset lebih akut, yaitu dalam 24 jam pasca
operasi. TASS juga menimbulkan keluhan nyeri minimal atau bahkan tanpa
dapat diobati dengan steroid topikal atau NSAIDs topikal, reaksi inflamasi
penelitian melaporkan PCO rata-rata terjadi pada 28% pasien setelah lima
tahun pasca operasi katarak.17 Insidensi PCO lebih tinggi pada anak-anak.
(fibrosis type) dan jenis mutiara (pearl type). Jenis kedua lebih sering
Nd:YAG laser; beberapa komplikasi prosedur laser ini seperti ablasio retina,
41
merusak LIO, cystoid macular edema, peningkatan tekanan intraokular,
PCO. Pemakaian LIO dengan sisi tajam (sharp-edge optic) yang terbuat dari
10. Surgically Induced Astigmatism (SIA) Operasi katarak, terutama teknik EKIK
astigmatisma pasca operasi. Risiko SIA meningkat dengan besarnya insisi (> 3
operasi, usia tua, serta kamera okuli anterior dangkal.19 AAO menyarankan
11. Dislokasi LIO(Lensa Intra Okuler) Angka kejadian dislokasi LIO dilaporkan
gangguan jaringan ikat, uveitis, retinitis pigmentosa, miopia tinggi, dan pasien
42
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien perempuan berusia 57 tahun datang ke RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar
dengan keluhan mata kiri terasa pedas dan nyeri cekot-cekot sejak 3 hari yang lalu disertai
rasa pusing dan mual. Pasien juga mengeluhkan penglihatan kabur tanpa diserta rasa silau
ketika terkena cahaya dan tidak melihat bayangan berbentuk bintik atau garis. Keluhan yang
sama juga dirasakan pada mata kanan sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan pada mata kanan
Keadaan pasien cukup baik dengan kesadaran kompos mentis. Pada pemeriksaan
oftalmologis didapatkan adanya penurunan visus penglihatan pada mata kanan dan kiri (VOD
0, VOS 6/21f). Pada pemeriksaan lokalis didapatkan lensa terlihat keruh dan pemeriksaan
tonometri didapatkan peningkatan TIO pada mata sebelah kanan (TIO OD = 43,4). Pada
pemeriksaan slit lamp OD didapatkan: mata tenang, kornea jernih, COA dangkal, pupil
43
midriasis dan lensa keruh tipis. Sedangkan pemeriksaan slit lamp OS didapatkan: mata
tenang, kornea jernih, COA dangkal, pupil bundar sentral dan lensa keruh tipis.
Diagnosa banding pada kasus ini adalah acute closed angle glaucoma karena pasien
mengeluhkan mata kiri terasa cekot-cekot dan penurunan fungsi penglihatan tanpa disertai
bayangan hitam. Glaukoma ditandai dengan adanya penyempitan lapang pandang dan
penurunan hingga hilangnya fungsi penglihatan 1. Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan
gangguan penglihatan mendadak yang disertai nyeri hebat, mual dan muntah. Temuan-temuan
lain adalah kamera anterior dangkal, pupil terfiksasi berdilatasi sedang dan injeksi siliaris 9
)
.
16
Diagnosis katarak senilis muncul akibat adanya keluhan penurunan fungsi penglihatan
dan didapatkan lensa keruh pada pemeriksaan slit lamp. Katarak merupakan penyakit mata
yang ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya
Pada kasus ini keluhan cekot-cekot pada mata kiri yang diawali oleh mata kanan sejak
5 tahun yang lalu dapat diakibatkan oleh Pada teori mekanis, peningkatan tekanan intraokuler
menyebabkan tekanan pada serabut saraf terutama pada bagian Elschnig’s ring dan lamina
antara sekresi aquos humor oleh badan siliar dan drainase melalui trabecular meshwork dan
uveoskleral. Pada pasien dengan glaukoma sudut tertutup, ada peningkatan hambatan pada
aliran aqueous humor pada jalur trabekula meshwork akibat penutupan jalur oleh otot iris 7.
Terapi yang diberikan pada kasus ini diataranya adalah Glaukon 3 x 250 mg selama 10
sekresi humor aqueous melalui mekanisme inhibisi carbonic anhydrase sehingga dapat
menurunkan tekanan intraokular pada glaukoma sudut tertutup 17. Selain itu, diberikan juga
terapi tablet KSR 2 x 600 mg selama 10 hari. Pemberian suplemen potasium bertujuan untuk
44
mencegah terjadinya hipokalemia akibat terapi acetazolamide, karena acetazolamide dapat
meningkatkan ekskresi kalium dengan meningkatkan absorbsi natrium (Panchal et al., 2016).
seperti peningkatan tekanan bola mata dapat terjadi sewaktu-waktu. Pasien tetap diminta
untuk secara rutin kontrol dan teratur mengkonsumsi obat yang diberikan untuk dapat
mencegah kerusakan dari saraf mata. Selain itu, penglihatan pasien yang kabur juga
disebabkan adanya katarak dan sewaktu-waktu juga dapat semakin memburuk jika tidak
dilakukan operasi.
BAB V
PENUTUP
Seorang pasien perempuan berusia 57 tahun datang ke poli mata RSUD Mardi Waluyo
Kota Blitar dengan keluhan mata kiri terasa pedas dan nyeri cekot-cekot sejak 3 hari yang lalu
disertai rasa pusing dan mual. Pasien juga mengeluhkan penglihatan kabur tanpa diserta rasa
silau ketika terkena cahaya dan tidak disertai bayangan berbentuk bintik atau garis. Pasien
mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama pada mata kanan sejak 5 tahun yang lalu.
Keluhan pada mata kanan dirasakan semakin memberat hingga tidak dapat melihat.
Keadaan pasien cukup baik dengan kesadaran kompos mentis. Pada pemeriksaan
oftalmologis didapatkan adanya penurunan visus penglihatan pada mata kanan dan kiri (VOD
0, VOS 6/21f). Pada pemeriksaan lokalis didapatkan lensa terlihat keruh dan pemeriksaan
tonometri didapatkan peningkatan TIO pada mata sebelah kanan (TIO OD = 43,4). Pada
pemeriksaan slit lamp OD didapatkan: mata tenang, kornea jernih, COA dangkal, pupil
midriasis dan lensa keruh tipis. Sedangkan pemeriksaan slit lamp OS didapatkan: mata
tenang, kornea jernih, COA dangkal, pupil bundar sentral dan lensa keruh tipis.
45
Anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah pada glaukoma kronis dan katarak senilis
insipien dimana keluhan dan temuan pemeriksaan lokalis pasien sesuai dengan teori tanda dan
gejala glaukoma seperti mata terasa cekot-cekot, gangguan penglihatan, pusing dan mual.
Serta katarak berdasarkan pemeriksaan slit lamp didapatkan lensa keruh tipis.
DAFTAR PUSTAKA
Kesehatan RI: Situasi dan Analisis GLAUKOMA [Internet]. Pusat Data dan Informasi.
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-asi.pdf
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/
infoDatin_glaukoma_2019.pdf%0Ahttps://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/
download/pusdatin/infodatin/infoDatin_glaukoma_2019.pdf
2018;45(10):748–53.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/31985990
8. Yahya IU, Andi SC, Suparta G. Prognosis Glaukoma Kronis Bilateral. 2020;9:504–7.
10. Vaughan D. General Ophtalmology. 19th ed. New York: McGraw-Hill Education
LLC; 2017.
11. Astari P. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Astari, Prilly.
2018;45(10):748–53.
15. Michael R, Bron AJ. The ageing lens and cataract: A model of normal and pathological
16. Foster PJ, Buhrmann R, Quigley HA, Johnson GJ. The definition and classification of
17. Van Berkel MA, Elefritz JL. Evaluating off-label uses of acetazolamide. Am J Heal
Pharm. 2018;75(8):524–31.
18. Panchal SS, Mehta AA, Santani DD. Effect of potassium channel openers in acute and
47
48