Preskas DR Nisita

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

Presentasi Kasus

OS PSEUDOFAKIA DENGAN PCO DAN OD


KATARAK IMATUR

Oleh:
Azka Amana Rosyida G991902009
Destya Putri Amalia G991902011
Fadhillah Ardiana A G991906012
Fadlan Akhyar Fauzi G99181026
Firdaus Mauliaditya Winda A G99172078
Mariyah Mustaqimah G99181043

Pembimbing:
dr. Nisita Suryanto, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu masalah kesehatan masyarakat adalah kebutaan dan gangguan


penglihatan. Kebutaan yang disebabkan oleh katarak merupakan masalah kesehatan
global yang harus segera diatasi, karena kebutaan dapat menyebabkan
berkurangnya kualitas sumber daya manusia dan kehilangan produktifitas serta
membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pengobatanya. (1) Katarak adalah suatu
keadaan dimana terjadinya kekeruhan pada lensa yang dapat disebabkan oleh
denaturasi protein lensa, hidrasi (kelebihan cairan pada lensa) ataupun akibat
keduanya. (2)
Katarak merupakan penyebab kebutaan paling banyak. Pada tahun 2002,
tercatat sekitar 47% penduduk dunia telah mengalami kebutaan oleh karena katarak.
Suatu studi yang dilakukan oleh Walmer Eye Institute pada tahun 2004 mencatat
sekitar 20,5 juta penduduk usia lebih dari 40 tahun di Amerika menderita katarak
pada kedua matanya dan sekitar 6,1 juta diantaranya merupakan pseudofakia atau
afakia. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 30,1 juta kasus katarak dan
9,1 juta kasus dengan pseudofakia atau afakia pada tahun 2020. (3) Di Indonesia,
katarak merupakan penyebab utama kebutaan dengan prevalensi buta katarak
(4)
0,78% dari prevalensi kebutaan 1,5% pada tahun 1996. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, tiga kabupaten di Nanggroe Aceh
Darussalam termasuk dalam 10 kabupaten dengan jumlah katarak tertinggi di
Indonesia, yaitu Aceh Selatan (53,2 %), Aceh Barat Daya (41,5 %) dan Pidie (40,6
%). (5)
Katarak memiliki penyebab multifaktorial seperti kelainan kongenital,
penyakit pada usia lanjut (faktor terkait usia, penyakit mata sebelumnya (retinitis
pigmentosa, ablasi retina, uveitis, glaukoma), penyakit sistemik dan metabolik,
(2,6)
trauma, bahan toksis dan pengaruh obat-obatan. Katarak senilis atau katarak
terkait usia bertanggung jawab untuk lebih dari 80% dari semua katarak. Katarak
(2,7)
jenis ini biasanya terjadi pada usia lebih dari 40-50 tahun. Katarak senilis
disebabkan oleh penambahan jumlah serabut lensa yang terus menerus seumur
hidup, sehingga dapat mengakibatkan kekeruhan, penebalan, serta penambahan
berat lensa. (8)
Kekeruhan lensa pada katarak dapat mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil akan
berwarna putih atau abu-abu. Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti
berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif. (2)
Tindakan pengobatan katarak pada dasarnya adalah pembedahan.
Pembedahan akan dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga menganggu aktivitas sehari-hari, kehidupan sosial, atas indikasi
medis lainnya dan bila katarak sudah menimbulkan komplikasi seperti glaukoma
dan uveitis. (2)
Permasalahan kebutaan dan gangguan penglihatan pada katarak seharusnya
tidak terjadi bila faktor risiko yang menyebabkannya dapat diketahui lebih awal
sehingga upaya pencegahan dapat dilakukan dengan baik. Penegakan diagnosis
yang lebih dini juga harus dilakukan agar pasien dapat dirujuk ke unit operasi
khusus untuk mendapatkan penatalaksanaan yang tepat. Oleh karena itu,
berdasarkan gambaran di atas sangat penting untuk mengetahui dan memahami
katarak secara komprehensif, agar diagnosis dapat ditegakkan lebih dini, sehingga
penatalaksanaan yang adekuat dapat diberikan secara tepat.
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Hargomulyo, Kedewan, Bojonegoro, Jawa Tengah
Tanggal periksa : 12 September 2019
No. RM : 014761xx
Cara Pembayaran : BPJS

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Pandangan kedua mata kabur
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Moewardi dengan keluhan
pandangan kedua mata kabur. Pandangan kabur diawali pada mata sebelah
kiri kemudian sebelah kanan beberapa minggu kemudian. Pandangan kabur
semakin lama semakin memberat hingga mengganggu aktivitas. Pasien
memeriksakan diri ke Spesialis Mata di RS Swasta daerah Cepu. Dokter
mengatakan pasien memiliki katarak di kedua matanya namun dokter
memutuskan untuk mengoperasi mata kiri terlebih dahulu. Pasien kemudian
menjalani operasi katarak pada tahun 2017, namun pasien masih merasakan
pandangan mata kiri tetap kabur dan seperti ada bayang-bayang yang
menutupi. Keluhan juga disertai silau jika melihat cahaya. Keluhan pasien
tidak disertai dengan pusing, mata merah, gatal, nyeri, cekot-cekot, blobok,
nrocos ataupun pandangan dobel pada mata kiri maupun kanan. Pasien
kemudian dirujuk untuk dilakukan NG-YAG Laser.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat sakit serupa : disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat trauma : disangkal
 Riwayat mata merah : disangkal
 Riwayat operasi mata : (+) Tahun 2017 operasi katarak ada
mata kiri
 Riwayat benjolan di mata : disangkal
 Riwayat infeksi / iritasi mata : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : disangkal
 Riwayat benjolan di mata : disangkal
 Riwayat infeksi / iritasi mata : disangkal
E. Kesimpulan
Anamnesis
OD OS
Proses Degeneratif Masih tersisanya infiltrat
di lensa
Lokalisasi Lensa Lensa
Sebab Katarak Post OP Katarak
Perjalanan Kronik Kronik
Komplikasi Glaukoma, kebutaan Penurunan tajam
pengelihatan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Kesan Umum
Keadaan umum baik E4V5M6, gizi kesan cukup
T = 134//90 mmHg N = 70x/menit RR = 20x/menit S= 36,70C
B. Pemeriksaan Subyektif OD OS
Visus Sentralis Jauh 6/30 6/60
Pinhole 6/10 6/20
Refraksi refraksi refraksi
Visus Perifer
Konfrontasi test Lapang pandang Lapang pandang
sama dengan pemeriksa sama dengan pemeriksa
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar Mata
Tanda radang tidak ada tidak ada
Luka tidak ada tidak ada
Parut tidak ada tidak ada
Kelainan warna tidak ada tidak ada
Kelainan bentuk tidak ada tidak ada
2. Supercilium
Warna hitam hitam
Tumbuhnya normal normal
Kulit sawo matang sawo matang
Geraknya dalam batas normal dalam batas normal
3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita
Heteroforia tidak ada tidak ada
Strabismus tidak ada tidak ada
Pseudostrabismus tidak ada tidak ada
Exophtalmus tidak ada tidak ada
Enophtalmus tidak ada tidak ada
Anopthalmus tidak ada tidak ada
4. Ukuran Bola Mata
Mikrophtalmus tidak ada tidak ada
Makrophtalmus tidak ada tidak ada
Ptisis bulbi tidak ada tidak ada
Buftalmos tidak ada tidak ada
Atrofi bulbi tidak ada tidak ada
Buftalmos tidak ada tidak ada
Megalokornea tidak ada tidak ada
5. Gerakan Bola Mata
Temporal superior dalam batas normal dalam batas normal
Temporal inferior dalam batas normal dalam batas normal
Temporal dalam batas normal dalam batas normal
Nasal dalam batas normal dalam batas normal
Nasal superior dalam batas normal dalam batas normal
Nasal inferior dalam batas normal dalam batas normal
6. Kelopak Mata
Gerakannya dalam batas normal dalam batas normal
Lebar rima 10 mm 10 mm
Blefarokalasis tidak ada tidak ada
Tepi Kelopak Mata
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Entropion tidak ada tidak ada
Ekstropion tidak ada tidak ada
7. Sekitar Saccus Lakrimalis
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
8. Sekitar Glandula Lakrimalis
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
9. Tekanan Intra Okuler
Palpasi normal normal
Tonometer Schiotz tidak dilakukan tidak dilakukan
Non contact tonometer tidak dilakukan tidak dilakukan
10. Konjungtiva
Konjungtiva Palpebra
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Konjungtiva Fornix
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Pterigium tidak ada tidak ada
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Injeksi konjungtiva tidak ada tidak ada
11. Sklera
Warna putih putih
Penonjolan tidak ada tidak ada
12. Kornea
Ukuran 12 mm 12 mm
Limbus jernih jernih
Permukaan rata, mengkilat rata, mengkilat
Sensibilitas normal normal
Fluoresin Test tidak dilakukan tidak dilakukan
Arcus senilis (-) (-)
13. Kamera Okuli Anterior
Isi jernih darah
Kedalaman dalam dalam
14. Iris
Warna cokelat cokelat
Gambaran spongious spongious
Bentuk bulat bulat
Sinekia Anterior tidak ada tidak ada
15. Pupil
Ukuran 3 mm 3 mm
Bentuk bulat bulat
Tempat sentral sental
Reflek direk (+) (+)
Reflek indirek (+) (+)
Reflek konvergensi baik baik
16. Lensa
Ada/tidak ada IOL
Kejernihan keruh tipis jernih, tampak adanya
sisa-sisa penebalan
capsul posterior
Letak sentral sentral
Shadow test (+) (-)
17. Corpus Vitreum
Kejernihan tidak dilakukan tidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


OD OS
Visus Sentralis Jauh 6/30 6/60
Pinhole 6/10 6/20
Visus Perifer
Konfrontasi test Lapang pandang sama Lapang pandang sama
dengan pemeriksa dengan pemeriksa
Sekitar mata dalam batas normal dalam batas normal
Supercilium dalam batas normal dalam batas normal
Pasangan bola mata dalam dalam batas normal dalam batas normal
orbita
Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Kelopak mata dalam batas normal dalam batas normal
Sekitar saccus lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal
Sekitar glandula lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal
Tekanan Intra Okuler dalam batas normal dalam batas normal
Konjunctiva bulbi dalam batas normal dalam batas normal
Sklera dalam batas normal dalam batas normal
Kornea dalam batas normal dalam batas normal
Camera oculi anterior dalam batas normal dalam batas normal
Iris dalam batas normal dalam batas normal
Pupil dalam batas normal dalam batas normal
Lensa Keruh tipis, shadow test IOL, tampak adanya sisa-
(+) sisa penebalan kapsul
posterior
Corpus vitreum tidak dilakukan tidak dilakukan
NCT tidak dilakukan tidak dilakukan
V. GAMBARAN KLINIS

Gambar 1. Okuler Dextra-Sinistra


Gambar 2. Okuler Dextra
Gambar 3. Okuler Sinistra

VI. DIAGNOSIS BANDING


OS Pseudofakia dengan PCO
OS Afakia
OD Katarak Imatur
OD Katarak Matur

VII. DIAGNOSIS
OS Pseudofakia dengan PCO
OD Katarak Imatur

VIII. TERAPI
Non Medikamentosa
 Edukasi pasien untuk mengatur tekanan darah dan gula darah.
 Edukasi pasien untuk menggunakan kacamata hitam jika keluar rumah.
 Edukasi pasien untuk kontrol rutin.
 Pro OD phacoemulsifikasi + IOL.
 OS Kapsulotomi Posterior dengan Laser NG-YAG.
Medikamentosa
 Ocuflam ED /6 jam OS
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad vitam bonam bonam
Ad sanam bonam bonam
Ad kosmetikum bonam bonam
Ad fungsionam dubia ad bonam dubia ad bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Bola Mata

Bola mata menempati kira-kira 20% ruang orbita. Bola mata terdiri dari
dinding bola mata, ruang-ruang mata, dan isi bola mata. Dinding bola mata
tersusun atas tunika fibrosa yang terdiri dari kornea dan sklera, tunika
vaskulosa atau uvea yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Serta tunika
nervosa yang terdiri dari retina dan epitel pigmen (Hartono, 2012).

1. Kornea

Kornea merupakan dinding depan bola mata, berupa jaringan


transparan dan avaskuler. Bentuk kornea agak elips dengan diameter
horizontal 12 mm dan diameter vertical 11 mm. Jari-jari kurvatura depan
7,84 mm dan jari-jari kurvatura belakang 7 mm. Kornea bagian sentral
berbentuk sferis, sedangkan bagian tepi agak mendatar sehingga dapat
menghilangkan aberasi sferis (Hartono, 2012). Pusat kornea dianggap
sebagai polus anterior bola mata, sedang polus posterior ada di dinding
belakang bola mata. Garis yang menghubungkannya disebut sumbu bola
mata. Jaraknya dinamakan diameter anteroposterior (Gunawan, 1995).
Kornea ke belakang melanjutkan diri sebagai sklera, dan perbatasan antara
kornea dengan sklera disebut limbus. Kornea merupakan lensa cembung
dengan kekuatan refraksi sebesar +43 dioptri. Kornea mempunyai daya bias
sama dengan air sehingga daya refraksi kornea hanya efektif di udara.
Berbeda dengan sklera, kornea ini jernih karena letak epitel kornea yang
sangat teratur, letak serabut kolagen yang teratur dan padat, kadar air yang
konstan, dan tidak adanya pembuluh darah (avaskuler). Sifat avaskuler ini
penting untuk penerimaan transplantasi (pencangkokan) kornea oleh
resipien dari donor siapapun tanpa memandang kesamaan sifat genetis
(Hartono, 2012).
2. Sklera

Sklera merupakan lanjutan ke belakang dari kornea. Sklera tersusun


dari tiga lapisan yaitu episkleral, stroma, dan lapisan dalam (lapisan
melanosit). Episkleral adalah jaringan pengikat yang sangat vaskuler
(Gunawan, 1995). Tebal sklera pada polus posterior 1 mm dan pada ekuator
0,5 mm (Hartono, 2012).

3. Uvea

Uvea terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Uvea merupakan
lembaran yang tersusun oleh pembuluh darah, serabut saraf, jaringan ikat,
otot, dan bagian depannya berlubang yang disebut pupil (Hartono, 2012).
Iris merupakan membran datar dan merupakan lanjutan ke depan badan
siliar. Tebal iris kira-kira 0,2 mm, dan mudah mengembang. Fungsi iris
adalah memberi warna mata, dan menyerap cahaya yang masuk ke mata.
Lapisan iris dari depan ke belakang adalah : (1) endotel, (2) stroma yang
terdiri atas jaringan ikat, sel-sel pigmen, vasa darah, dan saraf, (3) lapisan
otot untuk mengatur luas pupil, (4) lapisan epitel pigmen yang merupakan
lanjutan dari epitel pigmen retina. Ditengah iris terdapat pupil yang sangat
penting mengatur besarnya sinar yang masuk ke mata. Pada iris terdapat dua
macam otot yang mengatur besarnya pupil yaitu muskulus dilatators pupil
untuk melebarkan pupil yang mendapat inervasi saraf simpatis dan
muskulus sfingter pupil untuk mengecilkan pupil yang mendapat inervasi
saraf parasimpatis (N. III). Fungsi pupil adalah (1) mengatur jumlah cahaya
yang menuju retina, (2) memperkecil aberasi sferis dan aberasi kromatis,
kedua macam aberasi ini ditimbulkan oleh sistem optik kornea dan lensa
perifer yang tidak sempurna, (3) meningkatkan kedalaman fokus. Apabila
pupil lebar, maka akan meningkatkan aberasi kromatis dan aberasi sferis.
Sebaliknya apabila pupil mengecil akan meningkatkan difraksi cahaya di
tepi pupil, sehingga menurunkan kualitas bayangan, tetapi meningkatkan
kedalaman fokus (Hartono, 2012). Pupil yang kecil disebut miosis dengan
diameter kurang dari 3 mm, sedangkan pupil yang lebar disebut midriasis
dengan diameter lebih dari 6 mm. Isokori berarti diameter kedua pupil
adalah sama. Anisokori berarti diameter pupil kedua mata tidak sama, istilah
ini hanya berlaku kalau perbedaan diameter pupil 0,3 mm atau lebih besar.
Ukuran pupil ditentukan oleh beberapa faktor yang meliputi umur, status
emosi, tingkat kewaspadaan, tingkat iluminasi retina, jarak melihat (jauh
atau dekat), dan besarnya usaha akomodasi (Hartono, 2006).

Ada dua refleks pupil yang penting diketahui yaitu refleks cahaya dan
refleks melihat dekat. Refleks cahaya terjadi saat satu mata disinari, akan
terjadi konstriksi (pengecilan) pupil, baik untuk pupil mata yang disinari
maupun pupil mata yang tidak disinari. Refleks cahaya direk normal jika
bagian aferen dan eferen mata yang disinari normal. Refleks cahaya indirek
normal kalau bagian aferen mata yang disinari normal dan eferen mata
kontralateral normal. Sedangkan refleks melihat dekat adalah terjadinya
konstriksi pupil, akomodasi, dan konvergensi (trias melihat dekat) yang
terjadi ketika mata melihat obyek dekat. Refleks ini terjadi karena benda
mendekati pengamat sehingga menimbulkan refleks akomodasi yang
berpusat di lobus frontalis; dan adanya bayangan yang kabur di retina akan
dirasakan di lobus oksipitalis dan akan dikoreksi lewat traktus
oksipitotektalis sehingga terjadi akomodasi, konvergensi, dan mungkin juga
miosis. Namun trias melihat dekat tidak selalu lengkap, pada orang yang
akomodasinya sudah lumpuh total (afakia, pseudofakos, umur lanjut) hanya
terdapat konvergensi dan miosis (Hartono, 2006).

Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan
koroid, batas belakangnya adalah ora serata. Badan siliar banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dan vena. Fungsi badan siliar adalah
(1) badan siliar mengandung muskulus siliaris yang penting untuk
akomodasi, (2) badan siliar sebagai tempat melekatnya zonula Zinii
(ligamentum suspensorium lentis), (3) menghasilkan humor aquosus
(disekresi oleh sel-sel prosesus siliaris), (4) kontraksi muskulus siliaris (saat
penetesan pilokarpin) juga akan membuka lubang-lubang trabekulum
sehingga akan memperlancar keluarnya humor aquosus (Hartono, 2012).
Kontraksi otot siliaris menyebabkan lensa lebih cembung dan bisa
meningkatkan kekuatan refraksi untuk melihat dekat. Relaksasi otot siliaris
menyebabkan lensa berkurang kecembungannya sehingga mata dapat
memfokuskan benda lebih jauh (Gunawan, 1995).

Koroid merupakan bagian uvea yang paling luas dan terletak antara
retina dan sklera, dan terdiri atas anyaman pembuluh darah. Fungsi utama
koroid adalah memberi nutrisi lapisan pigmen retina dan sel-sel
fotoreseptor, serta mendinginkan retina karena retina selalu terkena cahaya
dan mempunyai metabolisme yang sangat besar sehingga ada efek panas
(Hartono, 2012).

4. Retina

Retina merupakan dua pertiga dinding bagian dalam bola mata. Retina
merupakan membran tipis transparan, berbentuk seperti jaring, dan
mempunyai metabolisme oksigen yang sangat tinggi. Luas permukaan
retina kira-kita 17 cm dengan ketebalan 0,2 mm. Bagian retina yang
2

mengandung sel-sel epitel dan retina sensoris disebut pars optika retina
yang artinya bagian yang dapat untuk melihat. Bagian yang hanya terdiri
dari sel-sel epitel pigmen yang meluas dari ora serata sampai tepi belakang
pupil disebut pars seka retina yang berarti bagian yang buta (Hartono,
2012). Retina berisi dua macam fotoreseptor, yaitu : sel kerucut yang
sensitif terhadap warna dan sel batang yang sensitif terhadap derajat
penyinaran. Makula adalah daerah retina di tengah, memberikan
penglihatan paling tajam dan papil optik terletak di sebelah nasal makula.
Fovea sentral berupa lekukan tersusun oleh kerucut merupakan bagian
retina yang menyebabkan penglihatan paling tajam (Gunawan, 1995).

5. Ruang di Bola Mata


Di dalam mata ada dua kamera okuli, yaitu kamera okuli anterior
(KOA) dan kamera okuli posterior (KOP), yang keduanya berisi humor
aquosus. KOA dibatasi oleh kornea, permukaan depan iris, dan kapsul
depan lensa. Pada tepi KOA terdapat sudut irido kornealis, dan pada
apeksnya terdapat kanal Schlemm. KOA dihubungkan dengan kanal
Schlemm lewat anyaman trabekulum. Kanal Schlemm kemudian
berhubungan dengan sistem vena episklera lewat kanal-kanal pembuang
yang disebut kanal kolektor. KOP terletak dibelakang KOA dibatasi oleh
permukaan belakang iris, badan siliaris, lensa dan badan kaca. Humor
aquosus diproduksi oleh badan siliar, yaitu pada prosesus siliaris. Susunan
humor aquosus adalah seperti darah, tapi bebas sel dan kadar proteinnya
lebih rendah sehingga jernih. Humor aquosus berperan merendam dan
memberi nutrisi pada kornea dan lensa (Hartono, 2012).

6. Badan Kaca

Di dalam mata juga ada ruang badan kaca. Ruang badan kaca
merupakan ruang yang terbesar yaitu 4/5 dari isi bola mata dan berisi badan
kaca (badan lirkaca, korpus vitreum) yang terdiri dari 99% air dan 1%
gabungan antara kolagen dan asam hialuronat. Asam hialuronat ini bekerja
sebagai penahan goncangan yang kuat. Badan kaca berfungsi memberi
bentuk bola mata dan merupakan salah satu media refrakta (media bias).
Dengan bertambahnya umur, sebagian serabut kolagen badan kaca akan
terputus dari superstruktur utamanya. Serabut yang bebas ini kemudian
akan mengalami kondensasi menjadi bola-bola atau jerat-jerat yang
mengapung bebas yang disebut floaters (Hartono, 2012).

7. Lensa

Isi mata yang tidak kalah penting adalah lensa. Yaitu bangunan
bikonveks yang tersusun oleh epitel yang mengalami diferensiasi tinggi.
Lensa digantungkan pada badan siliar oleh ligamentum suspensorium
lentis (zonula Zinii). Secara klinis, lensa terdiri dari kapsul, korteks,
nukleus embrional, dan nukleus dewasa (Hartono, 2012). Dengan
bertambahnya umur, serabut lamel sub epitel terus dibentuk, sehingga
lensa makin lama makin besar dan kurang lentur (Gunawan, 1995). Lensa
berfungsi sebagai media refrakta (alat dioptri). Media refrakta yang lain
adalah kornea, humor aquosus dan badan kaca. Kekuatan dioptri lensa
kira-kira +20 D.

B. Pseudoafakia

1. Definisi

Pseudoafakia adalah sebuah kondisi dimana mata aphakia telah


dilengkapi dengan lensa intraocular untuk mengganti lensa kristal. Lensa
intraocular adalah lensa buatan yang terbuat dari semacam plastik
(polimetilmetakrilat) yang stabil, transparan dan ditoleransi olehtubuh
dengan baik. Lensa ini sangat kecil, lunak dengan diameter antara 5-7 mm
dan tebal 1-2 mm sehingga dapat menggantikan posisi lensa mata
manusia yang telahkeruh/katarak. Karena dapat ditoleransi tubuh dengan
baik maka lensa tanam ini dipasanguntuk seumur hidup.

Karena lensa tanam ini menggantikan posis lensa yang telah katarak
maka tidak akan terjadi pembesaran benda yang dilihat, pandangan samping
tetap jelas, tidak perlu buka pasang dan penglihatan terasa lebih
nyaman.Lensa tanam ini juga dapat menjadi infeksi yang disebut infeksi
intraokuler, dimana sebagian besar berasal dari cairan yang tercemar,
konjungtivitis menahun, infeksi pinggir kelopak mata menahun,
dacriocystitis menahun atau karena pembedahan yang memakan waktu
terlalu lama.

2. Tanda dan Gejala

Gejala dan tanda pseudofakia: penglihatan kabur, visus jauh dengan


optotype snellen, dapat merupakan miopi atau hipermetropi tergantung
ukuran lensa yang ditanam (IOL), terdapat bekas insisi atau jahitan.
Keadaan setelah pemasangan lensa tanam:
 Emetropia
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam tepat. Pasien yang
demikian hanya membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan dekat
saja

 Consecutive Myopia
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam overkoreksi. Pasien yang
demikian membutuhkan kacamata untuk menangani myopia dan juga
membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan dekatnya.

 Consecutive Hypermetropia
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam underkoreksi
sehingga membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan jauhnya dan
tambahan +2D-+3D untuk penglihatan dekatnya.

Tanda-tanda pseudophakia:

 Surgical scar, biasanya dapat dilihat di dekat limbus


 Anterior chamber biasanya sedikit lebih dalam dibandingkan dengan
mata normal
 Iridodonesis ringan
 Pupil bewarna kehitam-hitaman tetapi ketika sinar disenter ke arah pupil
maka akan terlihat pantulan reflex. Ada tidaknya IOL dapat
dikonfirmasi dengan mendilatasi pupil.
 Status visus dan refraksi dapat bermacam-macam, sesuai dengan IOL
yang ditanam.
Setelah operasi semua pasien membutuhkan koreksi kekuatan
tambahan untuk memfokuskan benda dekat dibandingkan untuk melihat
jauh. Akomodasi hilang dengan dengan diangkatnya lensa. Kekuatan yang
hilang pada sistem optik mata tersebut harus digantikan oleh kacamata
afakia yang tebal, lensa katarak yang tipis atau implantasi lensa plastik
(IOL) di dalam bola mata.
Lensa intraokular memiliki banyak jenis, tetapi sebagian besar
desain terdiri dari sebuah optik bikonveks di sentral dan dua buah kaki
(haptik) untuk mempertahankan optic diposisinya. Posisi lensa intraokular
yang optimal adalah di dalam kantung kapsular setelah dilakukannya
prosedur ekstrakapsular. Hal ini berhubungan dengan rendahnya insiden
komplikasi pascaoperasi. Lensa bilik mata belakang yang palingbaru
terbuat dari bahan yang lentur, seperti silikon dan polimer akrilik.
Kelenturan ini memungkinkan lensa tanam untuk dilipat sehingga ukuran
insisi yang dibutuhkan dapat dikurangi. Desain lensa yang menggabungkan
optik multifokal juga telah dibuat dengan tujuan untuk memberikan pasien
penglihatan yang baik, dekat maupun jauh, tanpa kacamata. Letak lensa
didalam bola mata dapat bermacam-macam, seperti:

a. Pada bilik depan mata, yang ditempatkan didepan iris dengan kaki
penyokongnya bersandar pada sudut bilik mata
b. Pada daerah pupil, dimana bagian multi lensa pada pupil dengan fiksasi
pupil
c. Pada bilik mata belakang, yang diletakkan pada kedudukan lensa normal
dibelakang iris, lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa ekstra kapsula.
d. Pada kapsul lensa
Saat ini pemasangan lensa terutama diusahakan terletak di dalam kapsul
lensa.
Keuntungan pemasangan lensa ini:
1. Penglihtan menjadi lebih fisiologis karena letak lensa yang ditempatkan
pada tempat lensa asli yang diangkat
2. Lapang penglihatan sama denagn lapang pandangan normal
3. Tidak terjadi pembesaraan benda yang dilihat
4. Psikologis, mobilisasi lebih cepat
Pemasangan lensa tidak dianjurkan kepada:
1. Mata yang sering mengalami radang intra okuer (uveitis)
2. Anak dibawah usai 3 tahun
3. Uveitis menahun berat
4. Retinopati multifocal berat
5. Glaukoma neovaskuler
C. Katarak

1. Definisi

Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau hilang


transparansinyadimana dalam keadaan normal jernih. Lensa yang transparan
atau bening, dipertahankan oleh keseragaman serat, distribusi dan komposisi
proteinkristalin dalam lensa. Sifat transparansi lensa ini dapat menurun
olehkarena lensa mengalami perubahan ikatan struktur protein
daninti/nukleus lensa, sehingga terjadi peningkatan kekeruhan inti
lensa.(Khurana Ak, 2007).

2. Epidemiologi

Prevalensi katarak di Indonesia dalam Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas) tahun 2013 adalah sebesar 1.8%, tertinggi di Provinsi Sulawesi
Utara (3.7%) dan terendah di DKI Jakarta (0.9%). Sedangkan prevalensi
katarak di Sumatera Utara sebesar 1.4%. (KEMENKES 2013).
Menurut World Health Organization (WHO) katarak merupakan
penyebab utama kebutaan dan gangguan tajam penglihatan di dunia. Tahun
2002 WHO memperkirakan sekitar 17 juta (47.8%) (Oliver j,Cassidy L,
2005)
The Beaver Dam Eye Study, melaporkan 38.8% pada laki-laki, dan
45.9% pada wanita dengan usia lebih dari 74 tahun. Menurut Baltimore eye
survey katarak pada ras kaukasian. (American Academy of Ophthalmology
11 2011-2012).
Sebanyak 95% penduduk yang berusia 65 tahun telah mengalami
berbagai tingkat kekeruhan pada lensa. Sejumlah kecil berhubungan dengan
penyakit mata atau penyakit sistemik spesifik. Dapat juga terjadi sebagai
akibat pajanan kumulatif tehadap pengaruh lingkungan dan pengaruh
lainnya seperti merokok, radiasi UV, dan peningkatan kadar gula darah.
Pasien dengan DM 4.9 kali lebih tinggi resiko terjdi katarak. Penelitian
menunjukkan bahwa 31.4% pasien katarak menderita diabetes. (Arimbi
2012) (Tana, Rifati, & Kristanto, 2009)
UK prospective Diabetes Study Group menyatakan bahwa katarak
diderita oleh sekitar 15% individu yang menderita DM tipe 2 dan sering
ditemukan pada saat diagnosis ditegakkan. (Rizkawati, 2012).

3. Patofisiologi

Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya


diketahui. Diduga adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis
berperan dalam terjadinya katarak senilis dan belum sepenuhnya diketahui.
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan
menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan
menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya,
sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. Pada usia
tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis nuklear).
Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein
dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks
refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi
transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan
pigmen pada nuklear lensa.
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan
pertambahan usia lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi
kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan
penglihatan (pandangan kabur/buram) pada seseorang.
Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga
pupil berwarna putih dan abu-abu./ Kekeruhan ini juga dapat ditemukan
pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus. Fundus okuli
menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan
lensa bahkan reaksi fundus bisa hilang sama sekali.
Miopia tinggi, merokok, konsumsi alkohol dan paparan sinar UV
yang tinggi menjadi faktor risiko perkembangan katarak sinilis.
4. Stadium Katarak Senilis

Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur,
matur, dan hipermatur.

Perbedaan stadium katarak senilis.

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air+masa
masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma

a. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti
bercak-bercak yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah
jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan
posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya nampak jika pupil dilebarkan.
Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan oleh indeks
refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang
menetap untuk waktu yang lama.
b. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum
mengenai seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang
jernih pada lensa. Terjadi penambahan volume lensa akibat meningkatnya
tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, mendorong iris ke
depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma
sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahadaw test, maka akan
terlihat bayangn iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).
Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif
menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi
dangkal dibandingkan dalam keadaan normal. Katarak intumesen biasanya
terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan myopia
lenticular
c. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses
degenerasi yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama
hasil disintegrasi melalui kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal.
Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali. Tidak
terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris
negatif.
d. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang
mengalami degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa
menjadi mengecil dan berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut
disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong susu dengan
nukleus yang terbenam di korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai katarak
Morgagni. Uji bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif. Cairan /
protein lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi
dalam bola mata karena di anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat
timbul komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran melalui COA kembali
terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan / protein lensa itu
sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata.

5. Prognosis
Pada umumnya, katarak senilis memiliki prognosis yang baik Akan
tetapi, pada stadium katarak imatur dan hipermatur, dapat menimbulkan
komplikasi yang dikenal sebagai Lens induced glaucoma (glukoma yang
diinduksi lensa). Pada lens induced glaucoma, kelainan pada lensa akan
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Terdapat dua bentuk lens
induced glaucoma yang paling sering terjadi, yaitu phacomorphic dan
phacolytic (Prasada Rao, 2015).
Glaukoma phacomorphic merupakan glukoma sudut tertutup yang
bersifat akut. Kondisi ini disebabkan karena hidrasi secara tiba-tiba pada
katarak imatur yang akan menutup sudut akibat penekanan iris ke depan
(Durrani, et al., 1983). Sedangkan glaucoma phacolytic merupakan
glaucoma sudut terbuka yang disebabkan karena kebocoran material lensa
yang terdiri dari protein dan sel-sel inflamasi. Material lensa yang bocor ini
kemudian akan menyumbat trabecular sehingga tekanan intraokuler
menjadi lebih tinggi.
Baik glaucoma phacomorphic maupun phacolytic dapat menyebabkan
penurunan visus dan bahkan dapat menyebabkan kebutaan bila tidak
mendapatkan tatalaksana sedini mungkin (Rhagu et al., 2017).
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
1. Pseudofakia merupakan keadaan dimana mata afakia dilengkapi dengan
lensa intraokuler untuk mengganti lensa kristal.
2. Pseudofakia dapat menimbulkan beberapa keadaan setelah pemasangan
antara lain emetropia, consecutive myopia, dan consecutive hypermetropia.
3. Katarak merupakan suatu keadaan yang disebabkan karena kekeruha lensa.
Berdasarkan onset terjadinya, katarak dapat dibedakan dalam beberapa
kategori, salah satunya adalah katarak senilis yang biasa terjadi pada orang
tua akibat proses degenerasi.
4. Katarak senilis dapat dibagi menjadi 4 stadium, yaitu stadium insipient,
stadium imatur, stadium matur, dan stadium hipermatur.
5. Katarak senilis pada stadium imatur dan hipermatur dapat menimbulkan
komplikasi yang dikenal dengan lens induced glaucoma. Pada stadium
imatur, akan terjadi phacomorphic glaucoma, sedangkan pada stadium
hipermatur akan menyebabkan phacolytic glaucoma.
6. Kedua jenis glaucoma ini dapat menyebabkan kebutaan apabila tidak segera
ditangani, maka dari itu, penting untuk mengenali stadium-stadium katarak
senilis seawall mungkin, agar tatalaksana dapat diberikan segera dan
mencegah komplikasi lebih lanjut berupa kebutaan.
B. Saran
Prinsip dari penatalaksanaan katarak adalah untuk meningkatkan visus
dan mencegah komplikasi. Maka dari itu, pada stadium tertentu kewaspadaan
mengenai komplikasi katarak perlu ditingkatkan sehingga tatalaksana dapat
segera diberikan dan dapat mencegah komplikasi lanjutan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arimbi, A. T. (2012). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan katarak


degeneratif di RSUD budhi asih tahun 2011. Skripsi. Depok: Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
2. Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
3. Durrani, J., 2015. Recovery of Visual Acuity after Cataract Extraction with
Intraocular Lens Implantation in Phacomorphic Glaucoma. Wound in
External Dacryocystorhinostomy in terms of Safety & Comfort of the
Patient, 13(3), p.208.
4. Hapsari RI, Prahasta A, Enus S. 2013. Penurunan Tekanan Intraokular
Pascabedah Katarak pada Kelompok Sudut Bilik Mata Depan Tertutup dan
Terbuka. MKB. 45(1): p. 56-61.
5. Hutasoit H. 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak di Kabupaten
Tapanuli Selatan. Tesis. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, Ilmu Kesehatan Mata.
6. Ilyas, Prof. Sidarta, dr., Sp.M. 2005. Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: FKUI
7. Ilyas S. 2010. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
8. Khurana, A.K. 2007. Community Ophtalmologi, chapter 20 in Comprensive
Opthalmology, Fourth Edition. New Delhi: New Age International
Publisher
9. Nurarif Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2013). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC edisi revisi
jilid 2, Jakarta : Mediaction Publishing
10. Pujiyanto TI. 2004. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Katarak Senilis. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro,
Program Pascasarjana.
11. Raghu, V., Chigiri, S.S., Singh, C. and Sri, A.S., 2018. A Prospective Study
of Clinical Profile and Factors Affecting Visual Outcome in Phacolytic
Glaucoma. Journal of Advanced Medical and Dental Sciences
Research, 6(2).
12. Rao, I.P., 2015. A clinical study on visual outcome & visual prognostic
factors of lens induced glaucoma. Journal of Evolution of Medical and
Dental Sciences, 4(40), pp.6960-6967.
13. Riskesdas. 2007. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Kementrian
Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
14. Rizkawati, R. Hubungan antara Kejadian Katarak dengan Diabetes Melitus
di Poli Mata RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Jurnal Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Untan, 2(1).
15. Vaughan DG, Asbury T, riordan-Eva P. Oftalmology Umum Edisi 14.
Penerbit Widya medika. Jakarta: 2000.
16. Vaughan DG, Asbury T, Eva , Riordan P. 2007. Oftalmologi Umum. 17th
ed. Jakarta: Widya Medika.
17. Victor V. 2012. Senile Cataract. Medscape. Diakses tanggal 16 September
2019. www.medscape.com.
18. http://digilid.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-andriniest-6717-
2-babii%28-%29.pdf

Anda mungkin juga menyukai